Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes adalah suatu sindrom metabolik dengan karakteristik keadaan


hiperglikemik yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin, kegagalan kerja
insulin, ataupun keduanya. WHO menyatakan pada tahun 2000 bahwa 171 juta orang
di seluruh dunia menderita diabetes dengan estimasi bahwa pada tahun 2030, jumlah
penderita diabetes naik dua kali lipat. Tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah
penderita diabetes di seluruh dunia berada pada angka 422 juta orang atau setara
dengan 8.5% total populasi.1 Angka tersebut membebani sistem kesehatan di berbagai
negara karena diabetes berasosiasi dengan komplikasi sistem multiorgan, misalnya
retinopati, neuropati, aterosklerosis, nefropati, dan ulkus kaki. 2

Ulkus kaki adalah komplikasi yang paling sering dikenali karena selama
hidupnya, penderita diabetes berisiko terkena ulkus kaki hingga 25%. Berdasarkan
data tahun 2015 oleh International Diabetes Federation, diperkirakan bahwa angka
kejadian ulkus kaki pada orang diabetes berkisar antara 9.1 – 26.1 juta orang di
seluruh dunia.3 Masalah pada kaki terhitung sebagai komplikasi tertinggi penderita
diabetes harus masuk rumah sakit yang diikuti dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas. Sekitar 90.000 amputasi dilakukan tiap tahunnya karena ulkus kaki non-
traumatik. Mortalitas lima tahun paska operasi sekitar 68%, dan angka harapan hidup
lebih rendah pada pasien dengan tingkat amputasi yang lebih tinggi. Di Indonesia,
angka kematian dan angka amputasi maih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan
25%. Penderita ulkus kaki karena diabetes berisiko terhadap berkembangnya
komplikasi-komplikasi lain sehingga dibutuhkan suatu pengetahuan serta penanganan
multidisiplin berbagai petugas kesehatan.1,2,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Ulkus kaki diabetikum (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronis yang
paling mudah dikenali dari penyakit diabetes melitus. Ulkus kaki digambarkan
dengan adanya luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes dan disertai
dengan kerusakan jaringan bagian dalam atau hingga terjadi kematian jaringan
baik dengan infeksi ataupun tidak. Umumnya komplikasi ini berhubungan dengan
adanya neuropati dan atau peripheral vascular disease (PVD) pada penderita
diabetes melitus.5

2. Anatomi
Perlu diketahui bahwa kaki dibagi menjadi beberapa kompartemen yang kaku.
Hal tersebut dilakukan karena 2 tujuan: tekanan kompartemen dapat meningkat
karena infeksi serta kerusakan jaringan; dan memberikan arahan tempat awal
masuknya infeksi. Secara klinis, gambaran plantar dibagi menjadi tiga
kompartemen (gambar 1). Dasar dari kompartemen ini adalah aponeurosis plantar
yang melekat pada tulang kalkaneus dan memanjang ke arah distal menuju jari-
jari kaki. Aponeurosis plantar adalah bagian fasia terluar yang terletak dibawah
jaringan subkutan (gambar 2). Bagian plantar medial dan tengah terpisahkan oleh
septum intermuskular medial yang berasal dari medial calcaneal tuberosity
hingga kepala metatarsal pertama. Bagian kompartemen sentral dan lateral
dipisahkan oleh septum intermuskular lateral yang berasal dari kalkaneus hingga
kepala metatarsal kelima. Kompartemen medial berisi flexor hallucis brevis,
abductor hallucis, dan flexor hallucis longus tendons. Bagian kompartemen
sentral berisi flexor digitorum brevis, lumbrical muscles, flexor digitorum longus
tendons, dan quadratus plantae muscle. Sedangkan bagian kompartemen lateral
berisi flexor digiti minimi brevis dan abductor digiti minimi muscles.6

2
Gambar 1. Kompartemen Gambar 2. Aponeurosis plantar
plantar dari kaki

Kompartemen dorsal kaki juga sangat penting pada beberapa tipe infeksi
ulkus kaki. Adanya dorsal space yang berisi lapisan tipis jaringan subkutan dan
tendon dapat dengan mudah terpapar oleh infeksi dari ulkus (gambar 3). Selain
itu, bagian transversal forefoot space yang terletak diantara superficial transverse
metatarsal ligament dan superficial layer of the digital band dapat menjadi
tempat penyebaran infeksi (gambar 4) . Bagian tersebut berisi fibrous septa yang
membentuk celah berisi smooth areolar tissue.6

Secara berurutan, sebagian besar ulkus kaki terjadi di regio dorsal atau
plantar, lalu tumit, dan plantar metatarsal. Adanya luka di suatu regio kulit kaki
adalah awal mula terjadinya proses infeksi pada penderita diabetes. Infeksi
bukanlah suatu penyebab melainkan konsekuensi pada pasien diabetes dengan
ulkus kaki. Meskipun kebanyakan infeksi terletak di daerah superfisial, sekitar
25% kasus akan menyebar dari jaringan epidermal menuju regio yang lebih dalam
seperti jaringan subkutan hingga tulang seperti necrotic fasculitis, septic arthritis,
dan osteomielitis.

3
Gambar 3. Potogan melintang gambaran kompartemen di kaki

Gambar 4. Transverse forefoot compartment

3. Patogenesis
Ulkus kaki merupakan komplikasi dari gabungan berbagai macam faktor
risiko seperti neuropati perifer, peripheral vascular disease, deformitas kaki,
insufisiensi arteri, trauma, dan gangguan resistensi terhadap infeksi. 4
2.3.1 Neuropati
Neuropati perifer dalam diabetes adalah salah satu penyebab utama
terjadinya ulkus kaki. Neuropati pada saraf-saraf yang terkena berakibat
pada hilangnya sensasi, gerakan, dan aspek-aspek lain yang berhubungan
dengan saraf.7 Sebanyak 66% pasien dengan diabetes mengalami
neuropati perifer pada ekstremitas bawah. Studi menyebutkan bahwa
kelainan metabolik karena hiperglikemia menyebabkan neuropati. 8 Empat

4
mekanisme utama yang menyebabkan kerusakan saraf hiperglikemik
adalah meningkatnya level advanced glycated end products (AGE)
intraseluler, aktivasi dari protein kinase C, meningkatnya hexosamine
pathway flux dan polyol pathway.9
Neuropati pada pasien diabetes bermanifestasi pada sistem saraf
motorik, autonomik, dan sensorik. Kerusakan sel-sel saraf motorik akan
mengganggu fungsi tubuh dalam koordinasi gerakan dan mengakibatkan
gambaran deformitas kaki, Charcot’s foot, hammerhead toes dan claws.
Neuropati motorik juga memicu terjadinya atropi otot-otot kaki sehingga
mengubah bentuk anatomis kaki dan menyebabkan osteomielitis. Neurpati
sensorik akan menyebabkan rusaknya saraf-saraf sensorik pada
ekstremitas. Luka berulang pada kaki karena neuropati sensorik akan
merusak integritas kulit serta memberikan jalur invasi mikrobial yang
mengakibatkan tidak sembuhnya luka dan berakhir pada ulkus kaki kronis.
Sedangkan pada neuropati autonomik, kegagalan fungsi kelenjar keringat
dan minyak di kulit kaki menyebabkan hilangnya fungsi pelembaban
alami kulit. Akibatnya, kulit menjadi kering dan meningkatkan risiko
terjadinya retakan yang menjadi jalan masuknya infeksi. Disrupsi pada
saraf motorik, sensorik, dan autonomik inilah yang menghilangkan
integritas kulit4
2.3.2 Peripheral Vascular Disease
Peripheral vascular disease (PVD) adalah suatu penyakit oklusi
aterosklerotik pada ekstremitas bawah dan berperan pada kurang lebih
50% kasus ulkus kaki. Salah satu faktor risiko terpenting dari PVD adalah
penyakit diabetes.10 Pasien dengan diabetes memiliki insiden
aterosklerosis, penebalan dinding kapiler, pengerasan dinding arteriolar
dan proliferasi endotelial yang lebih tinggi. Obstruksi aterosklerotik pada
arteri berukuran sedang hingga besar dapat menyebabkan munculnya
iskemia akut ataupun kronik. Hal tersebut apabila dikombinasikan dengan
penyakit pada arteri digitalis maka akan merangsang munculnya ulkus dan

5
dapat berprogresi dengan cepat menjadi gangren karena kurangnya suplai
darah. Penderita diabetes memiliki sedikit suplai darah arterial sehingga
iskemia perifer menjadi penyebab terjadinya ulkus pada 35% kasus.
Kurangnya suplai darah ke perifer juga memperburuk proses
penyembuhan luka sehingga mengarahkannya pada kondisi kronik yang
melibatkan gangren dan amputasi. PVD umumnya tidak dianggap sebagai
faktor risiko independen, namun bila dikombinasikan dengan neuropati
akan menjadi penyebab utama amputasi non-traumatik.4
2.3.3 Faktor risiko yang lain
Beberapa studi menunjukkan bahwa riwayat ulkus atau amputasi,
tekanan pada kaki, edema perifer, pasien dengan kondisi sosial ekonomi
yang rendah, formasi plantar callus, umur yang tua, dan diabetes yang
berkepanjangan menjadi faktor predisposisi yang penting sebagai
penyebab dari ulkus kaki. Selain itu, kurangnya pendidikan dan edukasi
juga menjadi faktor risiko penting terjadinya ulkus kaki. 4

4. Klasifikasi
Penjelasan mengenai karakteristik ulkus seperti: kedalaman, ukuran,
penampilan, dan lokasi, memberikan suatu gambaran terhadap perkembangan
penyakit selama terapi. Penentuan etiologi berdasarkan evaluasi pada suatu ulkus
dilakukan untuk menentukan apakah lesi tersebut neuropatik, iskemik, atau neuro-
iskemik. Guna mempermudah penilaian derajat ulkus kaki berdasarkan
bermacam-macam karakteristiknya, maka dibuatlah suatu sistem klasifikasi.
Klasifikasi ini juga berfungsi untuk menentukan langkah pengobatan selanjutnya.
Beberapa sistem klasifikasi yang digunakan:4
a) Wagner-Meggit Classification System
b) Brodsky Depth-Ischemic Classification
c) University of Texas Classification
d) International Working Group Classification

6
Tabel 1. Wagner-Meggit Classification System

Tabel 2. Brodsky Depth-Ischemic Classification

Tabel 3. University of Texas Classification

Tabel 4. International Working Group Classification

7
5. Manisfestasi Klinis
Gambaran klinis ulkus kaki berperan penting dalam menentukan diagnosis
dan pada umumnya memenuhi minimal dua tanda gejala inflamasi, yaitu:
kemerahan, hangat, nyeri tekan, bengkak, dan sekresi purulen. Neuropati atau
PVD mampu mengubah manisfestasi klinis ulkus kaki sehingga terkadang
mempersulit penentuan diagnosis. Selain itu, gambaran ulkus kaki pada fase lebih
lanjut seperti nekrosis, perubahan warna, jaringan yang rapuh, sekresi non-
purulen, bau busuk, dan adanya riwayat kegagalan perawatan luka juga dapat
memperkuat diagnosis terhadap ulkus kaki akibat diabetes. Demam dan hipotensi
jarang terjadi pada kurang lebih dua per tiga pasien dengan ulkus kaki. Lemas dan
hiperglikemia yang persisten terkadang menjadi manifestasi klinis satu-satunya.11
Berikut ini adalah klasifikasi manifestasi klinis ulkus kaki dari IDSA
(Infectious Diseases Society of America) dan PEDIS (Perfusion, extent/size,
depth/tissue loss, infection, sensation):11

Tabel 5. Sistem klasifikasi IDSA dan PEDIS11 8


6. Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penetapan UKD didasari dengan anamnesa yang baik. Penelusuran
penyakit dasarnya yaitu diabetes melitus menjadi basis yang penting.
Onset diabetes melitus, adanya keluhan polifagi, polidipsi, dan poliuria,
keluhan neuropati dan PVD, serta penurunan berat badan perlu
ditanyakan. Untuk riwayat luka di kaki saat ini, maka penting untuk
ditanyakan kronologinya, onset kejadian, letak dari ulkus, tingkatan nyeri
ataupun frekuensi nyeri, faktor-faktor yang memperberat ataupun
memperingan ulkus kaki, dan juga penyakit penyerta pasien. Eksplorasi
riwayat penyakit sebelumnya juga termasuk faktor risiko penting seperti
riwayat adanya luka, ulkus, ataupun amputasi sebelumnya. 12 Riwayat
penyakit metabolik pada orang tua atau keluarga perlu ditanyakan.
Riwayat sosial dan lingkungan ditanyakan untuk mengetahui mekanisme
ataupun risiko terjadinya luka dan infeksi.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan mengevaluasi keadaan umum
pasien seperti status gizi dan tanda-tanda vitalnya. Selanjutnya, dilakukan
pemeriksaan lokal pada daerah ulkus dengan inspeksi dan palpasi.
Inspeksi secara keseluruhan menilai adanya abnormalitas pada kulit (dry
skin, fissures, callus, edema) dan deformitas (hammer toes, claw toes,
Charcot’s foot). Palpasi dapat dilakukan untuk menilai perubahan suhu di
kaki, vaskularisasi perifer, edema, capillary refill time, nyeri tekan, dan
edema. Karakteristik ulkus kaki kemudian dicatat mulai dari lokasi,
ukuran, bentuk, kedalaman, dasar ulkus, tepi, serta permukaan ulkus.
Diagnosis dari ulkus kaki penderita diabetes dapat didukung atas
penemuan sekresi pus dari luka yang terinfeksi dan tanda-tanda inflamasi
seperti eritema, nyeri, dan edema.12
2.6.2 Pengujian neurologis
Evaluasi saraf sensorik umumnya dilakukan dengan mengecek
rangsang taktil, suhu, dan nyeri. Penggunaan monofilamen dapat

9
dilakukan sebagai tes awal mendeteksi adanya neuropati perifer dengan
sederhana. Penilaian suhu dapat dilakukan dengan meminta pasien
membedakan mana tabung reaksi yang dipanaskan dan tidak. Pengecekan
sensasi nyeri juga penting untuk dilakukan pada pasien dengan ulkus kaki
karena diabetes.12
2.6.3 Pemeriksaan laboratorium
Prosedur standar apabila dicurigai pasien menderita ulkus kaki karena
diabetes adalah mengukur level glukosa darah dan level glukosa serta
keton pada urin. Selain itu, tes darah lengkap, urea, elektrolit, dan
kreatinin perlu dipantau secara berkala. Glycosylated hemoglobin
(HbA1C) berperan penting dalam menentukan kontrol glikemik pasien
secara keseluruhan. Tes fungsi hati dan ginjal perlu dievaluasi untuk
memantau status metabolik pasien.12
Kultur jaringan ulkus dapat dilakukan namun tidak direkomendasikan
karena seluruh bagian lukanya mengandung berbagai macam
mikroorganisme. Namun, pada kasus infeksi yang invasif, kultur dari
jaringan yang lebih dalam dapat membantu mengidentifikasi
mikroorganisme penyebabnya. Beberapa mirkoorganisme yang diyakini
berperan sebagai agen kausatif adalah Staphylococcus, Streptococcus,
Proteobacteria, Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri coliform. Bakteri
yang paling sering ditemukan pada infeksi ulkus kaki adalah
Staphylococcus aureus dan beta-hemolytic cocci dengan angka kejadian
hingga 43%.4,12 Hal yang paling dikhawatirkan dari infeksi ulkus kaki
adalah ditemukannya bakteri multidrug resistance (MDRO). Isolasi
MDRO yang paling sering ditemukan adalah methicillin-resistant S.
aureus (MRSA) dengan angka kejadian berkisar antara 15-40%. Hal ini
menyebabkan waktu menginap di rumah sakit yang lebih lama, morbiditas
lainnya, dan peningkatan angka amputasi.11
Kultur dapat dilakukan dengan 4 teknik seperti aspirasi, swab, biopsi
jaringan, dan kuretase. Biopsi jaringan merupakan metode standar dan

10
memiliki banyak keuntungan, tetapi ditakutkan dapat menyebarkan
infeksi. Kultur dengan swab dinilai sederhana dan mudah dilakukan tetapi
hasilnya kurang dapat diandalkan.4,12 Biopsi jaringan tulang yang terkena
infeksi atau osteomielitis juga dapat membantu mengidentifikasi patogen
penyebab dan sensitivitas mereka terhadap antibiotik. 11
2.6.4 Pemeriksaan radiodiagnostik
Pengukuran kedalaman ulkus dan infeksi seringkali menjadi sulit
ketika ulkus tersebut tertutup oleh pus dan slough. Foto polos dapat
membantu menentukan kedalaman ulkus kaki, memastikan adanya infeksi
pada tulang, ataupun melihat gambaran deformitas kaki. MRI mulai
digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan infeksi dengan melihat
kedalaman ulkus, edema, dan penumpukan cairan pada jaringan lunak,
sendi, serta tendon. Penggunaan USG Doppler untuk mendeteksi
insufisiensi vaskular juga dapat dilakukan. 12
2.6.5 Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan
gangguan vaskuler adalah ankle brachial index atau toe brachial index
(ABI). Nilai ABI kurang dari 0,9 menandakan adnya obstruksi vaskuler
dan skor yang kurang dari 0,4 menandakan adanya nekrosis jaringan serta
merupakan resiko yang signifikan terjadinya amputasi. Pemeriksaan pulse
oksimetri juga merupakan parameter yang efektif dalam menilai perfusi ke
jaringan. Pengukuran kadar oksigen transkutaneus dapat digunakan
sebagai indikator perfusi di sekitar luka atau ulkus untuk menentukan
kesembuhan luka. TcPO2 yang kurang dari 20 mmHg menandakan
penyembuhan luka yang sulit.12

7. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengelolaan UKD adalah mengusahakan proses penyembuhan
luka secepat mungkin untuk mencegah terjadinya amputasi dan kematian pasien
diabetes. Secara umum pengelolaan ulkus kaki meliputi pemberian edukasi,

11
kontrol gula darah, debridemen, offloading, penanganan bedah, pengelolaan
infeksi, pencegahan ulkus, dan terapi lainnya.
2.7.1 Edukasi
Berbagai studi menunjukkan bahwa 50% kasus ulkus kaki dapat
dicegah dengan pemberian edukasi yang efektif. Faktanya adalah
pemberian edukasi pada pasien mengenai perilaku self-management kaki
dinyatakan sebagai dasar pencegahan UKD. Pasien diabetes dengan ulkus
kaki harus diajarkan mengenai faktor risiko dan pentingnya perawatan
kaki seperti inspeksi, monitor suhu kaki, perawatan kebersihan kaki yang
layak, memakai pelindung kaki yang layak, dan mengontrol gula darah.
Edukasi ini juga harus diimbangi dengan berbagai strategi perawatan
secara komprehensif agar dapat mengurangi angka kejadian dan
morbiditas terancamnya suatu ekstremitas karena komplikasi UKD.13
2.7.2 Kontrol gula darah
Pasien diabetes dengan ulkus kaki memiliki tanggung jawab penting
untuk selalu mengontrol gula darahnya. Gula darah yang tidak terkontrol
adalah penyebab utama terjadinya UKD. Indikator terbaik untuk
mengontrol glukosa adalah dengan mengecek level HbA1C. Semakin
tinggi levelnya, proses glikosilasi hemoglobin dalam darah juga
meningkat sehingga berkontribusi terhadap kemunculan PVD, penurunan
fungsi neutrofil, serta penekanan respon inflamasi terhadap infeksi. 13
2.7.3 Debridemen dan pembalutan
Debridemen adalah upaya membersihkan semua jaringan nekrotik
karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable,
debris, dan fistula. Tindakan ini menjadi prioritas dan sangat penting
dalam langkah terapeutik menuju tertutupnya luka dan berkurangnya
kemungkinan terjadi amputasi. Debridemen juga dapat mengurangi koloni
bakteri dan menstimulasi produksi faktor-faktor pertumbuhan lokal.12,13
Ada beberapa macam jenis debridemen seperti bedah, enzimatik,
autolitik, mekanikal, dan biologikal. Diantara ini semua, tindakan bedah

12
dinilai lebih efektif terhadap proses penyembuhan ulkus kaki. Debridemen
bedah dilakukan dengan pemotongan jaringan infektif dan nekrotik diikuti
dengan pembalutan kasa yang dibasahi oleh cairan fisiologis. Tujuan
utama tindakan tersebut adalah untuk mengubah ulkus kronik menjadi
akut. Tindakan debridemen alternatif yang digunakan di masa lampau
hingga sekarang adalah maggot debridement therapy yang masuk ke
dalam kategori debridemen biologikal. Larva Lucilia sericata yang
diletakkan pada luka diyakini dapat membantu proses penyembuhan
karena larva tersebut mempunyai enzim autolitik kuat yang
menghancurkan jaringan nekrotik.12,13
Bahan-bahan pembalutan yang dapat digunakan, yaitu: kasa yang
sudah dibasahi oleh cairan normal saline, alat balut dengan kemampuan
menyerap (hydrogels, hydrocolloids, etc), dan balutan antiseptik.
Beberapa cara lain untuk merawat luka adalah dengan menggunakan gel
yang terbuat dari asam amino dan asam hyaluronic, kolagen, ataupun
hingga madu yang memiliki efek antiinflamasi, antiseptik, dan osmotik
sebagai kombinasi dari pembalutan steril. 12,13
2.7.4 Offloading
Tindakan offloading merupakan salah satu prinsip utama dalam
penatalaksanaan ulkus kronik dengan neuropati. Tujuan dari tindakan ini
adalah untuk mengurangi beban tekanan plantar dengan
mendistribusikannya pada daerah yang lebih luas, mengurangi stress dan
gesekan, serta mengakomodasi deformitas. Tindakan offloading dapat
dilakukan secara parsial maupun total. Kaki yang mengalami ulkus harus
sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan. Beberapa jenis
offloading¸yaitu: total contact cast (TCC), removable cast walkers, sepatu
yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), foot cast dan boots, serta alat
penyangga tubuh seperti crutches dan walker.12,13

13
Gambar 5. Total Contact Cast (TCC)12 Gambar 6. Removable Cast Walker (DH Walker)12

Studi randomisasi yang membandingkan efektivitas antara TCC,


removable cast walker dan half shoe pada pasien menemukan bahwa TCC
adalah modalitas paling efektif. TCC juga ditemukan lebih superior
dibanding pembalutan tradisional sebagai penanganan UKD plantar.
Tetapi, TCC memiliki beberapa keterbatasan seperti biaya operasional
yang mahal untuk aplikasinya. Removable cast walkers memberikan
kemudahan dalam aplikasinya untuk mengganti balut luka ataupun
menginspeksi kondisi kulit sehingga dinilai lebih efektif dalam biaya
tetapi tidak lebih efektif daripada TCC dalam hal penyembuhan ulkus
kaki.12,13
2.7.5 Penanganan bedah
Rencana penanganan bedah untuk UKD berperan penting dan esensial
dalam pencegahan dan penanganannya. Walaupun intervensi bedah
memiliki beberapa risiko, tindakan selektif terhadap ulkus kaki persisten
dapat memperbaiki hasil akhirnya. Secara umum, tindakan bedah untuk
ulkus kaki dibagi menjadi 3: penutupan luka, revaskularisasi, dan
amputasi.12,13
Penutupan luka dilakukan apabila ulkus sudah bersih dan terisi oleh
jaringan granulasi yang sehat. Penutupan luka primer dapat dilakukan
apabila lukanya kecil; kehilangan jaringan dapat dibantu dengan skin
graft, flap, atau alternatif yang lain. Dalam satu studi, pemberian fenitoin
topikal sebelum autografting dapat membantu pembentukan jaringan

14
granulasi.14 Studi yang membandingkan antara skin grafting dengan
pembalutan luka standar sebagai penanganan UKD menemukan bahwa
ulkus kaki yang dirawat dengan skin graft meningkatkan kecepatan waktu
penyembuhan dan rawat inap.15
Bedah revaskularisasi dibutuhkan oleh pasien dengan iskemia perifer
apabila penanganan dengan medikamentosa gagal. Penanganan ini dapat
mengurangi risiko dilakukannya amputasi pada pasien dengan UKD.
Tindakan vaskularisasi disarankan untuk dilakukan setelah mengontrol
infeksi ulkus kaki. Prosedur ini terdiri dari open (bypass grafting atau
endarterectomy) atau teknik endovaskular (angioplasty dengan atau tanpa
stent). Metode tradisional untuk revaskularisasi adalah bedah bypass
dengan menggunakan autologous vein atau synthetic grafts.12
Amputasi secara umum digunakan sebagai usaha penanganan terakhir
apabila cara yang lain gagal. Tetapi, amputasi juga dapat dilakukan lebih
awal agar pasien dapat kembali lebih awal ke status fungsionalnya.
Sebagai contoh: amputasi lebih disarankan dibanding terapi antibiotik
berkepanjangan pada kasus infeksi jari kaki. Sebagian besar kasus
amputasi ekstremitas bawah terjadi pada pasien diabetes dengan angka
kisaran 40-60% dengan hampir semua kasus mengalami perbaikan kondisi
ulkus kaki.12 Dalam penentukan batasan amputasi, dibutuhkan suatu
kompromi antara vaskularitas dan panjang ekstremitas. Prinsip umum
amputasi yang sangat penting adalah menyelamatkan panjang ekstremitas
sebisa mungkin. Pemeriksaan fisik, ABI, dan pengukuran oksigen
transkutan dapat dilakukan untuk menentukan level dari amputasi.16
Tindakan amputasi yang umum dilakukan untuk UKD iskemik, yaitu: jari
kaki (Ray), transmetatarsal, tarsometatarsal (Lisfranc), midtarsal
(Chopart), hindfoot dan ankle (Pirogoff, Boyd, Syme’s), serta trans-tibial.
Perawatan setelah amputasi disarankan menggunakan pembalutan luka
yang dibasahi dengan cairan fisiologis. Kesehatan mental perlu
diperhatikan karena depresi dan cemas cukup sering muncul pada pasien

15
amputasi. Apabila ada kecurigaan infeksi tulang maka dapat diberikan
antibiotik tanpa perlu tindakan bedah.12
2.7.6 Pengelolaan infeksi
Infeksi pada UKD merupakan faktor pemberat yang turut menentukan
derajat agresifitas tindakan yang diperlukan dalam pengelolaan UKD.
Selain itu juga, infeksi pada UKD mempunyai permasalahan sendiri
dengan adanya berbagai risiko seperti status lokalis maupun sistemik yang
immunocompromised pada pasien DM, resistensi mikroba terhadap
antibiotik, dan jenis mikroba yang adakalanya memerlukan antibiotik
spesifik yang mahal dan berkepanjangan. Dasar utama pemilihan
antibiotik dalam penatalaksanaan UKD yaitu berdasarkan hasil kultur
sekret dan sensitivitas sel. Cara pengambilan dan penanganan sampel
berpengaruh besar terhadap ketepatan hasil kultur bakteri. Beberapa studi
sudah melaporkan adanya perbedaan jenis mikroorganisme/bakteri yang
didapat dari bahan sekret yang diambil secara superfisial dan deep swab.
Sambil menunggu hasil kultur, pasien dapat diberikan regimen antibiotik
empirik spektrum luas yang mencakup bakteri kokus aerobik gram-positif
seperti amoksisilin-asam klavulanat dan klindamicin, serta mencakup
bakteri basil gram-negatif. Pasien yang dicurigai terinfeksi MRSA harus
diberikan tambahan obat seperti klindamicin,
trimethoprim/sulfamethoxazole dan linezolid.11,12
Secara klinis, infeksi yang tidak mengancam tungkai biasanya terlihat
sebagai ulserasi yang dangkal, tanpa iskemia yang nyata, tidak mengenai
tulang/sendi, dan area selulitis tidak lebih dari 2 cm dari pusat ulkus, serta
pasien tampak stabil tanpa tanda dan gejala infeksi sistemik. Dalam kasus
ini, pasien diterapi secara rawat jalan. Pembersihan luka, debridemen, dan
antibiotik diberikan dalam penanganan awal. Pasien kemudian dilakukan
penanganan lanjutan dengan koreksi hiperglikemia dan kontrol komorbid
lainnya. Apabila tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam atau kondisi
memburuk, perawatan pasien dilakukan di rumah sakit. Sedangkan pada

16
infeksi yang mengancam seperti ulkus yang dalam sampai mengenai
tulang, selulitis yang lebih dari 2 cm, dan/atau disertai gambaran klinis
infeksi sistemik berupa demam, edema, limfangitis, leukositosis, dan
iskemia, pasien harus langsung dirawat di rumah sakit. Terapi empiris
dengan antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena. Bila terjadi
infeksi berulang meskipun terapi antibiotik tetap diberikan, perlu
dilakukan kultur ulang jaringan untuk menyingkirkan infeksi
superimposed.17,18
Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada gejala klinis, luas dan
dalamnya jaringan yang terkena serta beratnya infeksi. Pada infeksi ringan
sampai sedang antibiotik dapat diberikan 1-2 minggu, sedangkan pada
infeksi yang lebih berat antibiotik diberikan 2-4 minggu. Debridemen
yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan nekrosis dapat
mempersingkat waktu pemberian antibiotik. Pada kasus osteomielitis, jika
tulang terinfeksi tidak dievakuasi, maka antibiotik harus diberikan selama
6-8 minggu, bahkan beberapa literatur menganjurkan sampai 6 bulan. Jika
semua tulang yang terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat diberikan lebih
singkat, yaitu 1-2 minggu dan ditujukan untuk infeksi jaringan lunak. 17,18
2.7.7 Pencegahan ulkus
Edukasi pasien dan penanganan mandiri seperti pemeliharaan
kebersihan kaki secara keseluruhan penting untuk dilakukan. Kulit harus
dipertahankan kelembabannya dengan pemberian pelembab topikal
setelah mencuci kaki dengan sabun dan air. Pasien juga diajarkan untuk
selalu mengontrol gula darahnya karena terdapat korelasi langsung antara
kontrol glikemik dengan formasi ulkus. Merokok dan konsumsi alkohol
harus dikurangi untuk mempercepat penyembuhan luka. Offloading dan
pemakaian sepatu yang layak direkomendasikan untuk mencegah
timbulnya luka.12

2.7.8 Terapi lainnya

17
Terapi ajuvan yang sering digunakan dalam pengelolaan UKD ialah
terapi oksigen hiperbarik (TOH). Mekanisme TOH adalah pemberian
oksigen tekanan tinggi lebih dari tekanan atmosfer normal kepada pasien.
Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen dalam darah dan
peningkatan kapasitas difusi jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam
jaringan yang meningkat akan merangsang neovaskularisasi dan replikasi
fibroblas serta meningkatkan fagositosis dan leucocyte-mediated killing
dari bakteri. Indikasi pemberian TOH yaitu ulkus kaki yang memenuhi
kriteria luka derajat 3 dalam klasifikasi Wagner atau luka yang gagal
sembuh setelah 30 hari pengobatan standar, dan terutama ditujukan pada
ulkus kronis dengan iskemia.12,13
Penggunaan granulocyte colony stimulating factors (GCSF)
merupakan terapi alternatif yang masih dalam penelitian. GSCF diketahui
dapat meningkatkan aktivitas neutrofil pada pasien diabetes melitus.
Pemberian suntikan GSCF subkutan selama satu minggu pada ulkus yang
disertai infeksi terbukti mempercepat eradikasi kuman, memperpendek
waktu pemberian antibiotik, serta menurunkan angka amputasi. Terapi
ajuvan lain dalam pengelolaan UKD yang masih dalam tahap penelitan
yaitu penggunaan faktor pertumbuhan (growth factor therapy) dan
bioengineered tissue. Platelet-derived growth factor becaplermin (PDGF-
b, becaplermin) digunakan untuk merangsang penyembuhan luka dan
dianjurkan pada neuropati kaki diabetes. Pemakaian bahan ini secara
topikal dikatakan efektif dan aman, namun belum terdapat data yang
memadai. Produk bioengineered tissue seperti bioengineered skin
(Apligraf) dan human dermis (Dermagraf) merupakan implan biologik
aktif untuk mempercepat penyembuhan ulkus kronik. Produk
bioengineered ini bekerja pada sistem penghantaran growth factor dan
komponen matriks dermal melalui aktifitas fibroblas yang merangsang
pertumbuhan jaringan dan penutupan luka.12,13

18
BAB III

KESIMPULAN

Ulkus kaki diabetikum (UKD) merupakan komplikasi dari diabetes melitus


dengan gambaran luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai
kerusakan jaringan hingga kematian jaringan baik dengan infeksi ataupun tidak.
Terbentuknya UKD disebabkan oleh gabungan beberapa proses seperti neuropati
perifer, peripheral vascular disease (PVD), dan faktor-faktor lainnya. Sistem
klasifikasi UKD yang paling umum digunakan adalah Wagner-Meggit dengan tujuan
menentukan derajat keparahan suatu UKD. Gambaran klinis ulkus kaki berperan
penting dalam menentukan diagnosis dan pada umumnya memenuhi minimal dua
tanda gejala inflamasi, yaitu: kemerahan, hangat, nyeri tekan, bengkak, dan sekresi
purulen.

Diagnosis diterapkan berdasarkan beberapa hal seperti anamnesis dan


pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiodiagnostik, dan pemeriksaan lainnya seperti ABI dan pengukuran kadar oksigen
transkutaneus. Penanganan UKD secara umum meliputi pemberian edukasi, kontrol
gula darah, debridemen, offloading, penanganan bedah, pengelolaan infeksi,
pencegahan ulkus, dan terapi lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO (World Health Organization). Diabetes Fact Sheet. 2008


(http//www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/)
2. International Diabetes Federation.The global burden. IDF diabetes atlas. 5 th ed.
2012
3. Diabetes atlas. 7th ed. Brussels: International Diabetes Federation. 2015
(http://www.diabetesatlas.org)
4. Noor S., Zubair M., dan Ahmad J. Diabetic foot ulcer – A review on
pathophysiology, classification and microbial etiology. Diabetes & Metabolic
Syndrome. 2015;9(3);192-199.
5. Alexiadou K dan Doupis J. Management of Diabetic Foot Ulcers. Diabetes
Therapy. 2012;3(1):1-15
6. Aragon-Sanchez J, et al. From the diabetic foot ulcer and beyond: how do foot
infections spread in patients with diabetes? Diabetic Foot & Ankle. 2012;3:18693
7. Shaw JE, Boulton AJM. The pathogenesis of diabetic foot problems. An
overview. Diabetes. 1997;46:58–61
8. Zochodone DW. Diabetic polyneuropathy: an update. Curr Opin Neurol
2008;21:527–33.
9. Brownlee M. The pathobiology of diabetic complications: a unifying mecha-
nism. Diabetes 2005;54:1615–25.
10. American Diabetes Association. Peripheral arterial disease in people with
diabetes. Diabetes Care. 2003;26:3333–41.
11. Grigoropoulou P, Eleftheriadou I, Jude EB, dan Tentolouris N. Diabetic Foot
Infections: an Update in Diagnosis and Management. 2017;17(3):1-12
12. Singh S, Pai DR, dan Yuhhui C. Diabetic Foot Ulcer – Diagnosis and
Management. Clinical Research on Foot & Ankle. 2013;1(3):1-9
13. Yazdanpanah L., Nasiri M., dan Adarvishi, S. Literature review on the
management of diabetic foot ulcer. World Journal of Diabetes. 2015;6(1):37-53

20
14. Younes N, Albsoul A, Badran D, dan Obedi S. Wound bed preparation with 10-
percent phenytoin ointment increases the take of split-thickness skin graft in large
diabetic ulcers. Dermatol Online Journal. 2006;12(6):5
15. Mahmoud SM, Mohamed AA, Mahdi SE, dan Ahmed ME. Split-skin graft in
management of diabetic foot ulcers. Journal of wound care. 2008;17(7):303-6.
16. Canale ST dan Beaty JH. Surgical principles of amputations: Campbell’s
operative orthopaedics (11th edition). Mosby Elssevier, USA. 2008.
17. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, et al. Infectious Diseases Society of America
clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot
infections. Clin Infect Dis. 2012;54:132–173
18. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini JM, Zgonis T, Driver VR, Kravitz SR, et
al. Diabetic foot disorders a clinical practice guidelines. The Journal of Foot and
Ankle Surgery. 2000;35(5):52-59

21

Anda mungkin juga menyukai