Anda di halaman 1dari 98

TESIS

Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Change


Management dalam Implementasi Good Corporate Governance
di Rumah Sakit Umum Daerah Penajam Paser Utara Kalimantan Timur

The Influence of Leadership and Organizational Culture on Change


Management in Good Corporate Governance Implementation at Public
Hospital of North Penajam Paser Region of East Borneo

Novita Rosana

PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
ii
iii
iv
PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim.

Alhamdulillah, Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT

atas segala limpahan rahmat, hidayah serta ilmu pengetahuan yang tidak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Change

managemen dalam implementasi Good Corporate Governancedi Rumah

Sakit Umum Daerah Penajam Paser Utara Kalimantan timur”. Sesuai

dengan eksistensi penulis, maka apa yang tertuang dalam tulisan ini

sebagai perwujudan dan upaya optimal yang penulis lakukan. Tesis ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Penyusunan tesis ini atas upaya yang tak terhingga dengan

harapan hasil yang maksimal. Hal ini tentu tidak diperoleh dengan mudah

melainkan atas bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun

materil. Keberhahasiilan penulis sampai ke tahap penulisan tesis ini tidak

lepas dari motivasi dan bantuan berbagai pihak selama proses penelitian

hingga penyelesaian tesis ini. Karena itu, perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. dr. Hj. A. Indahwaty Sidin, MHSM dan

Bapak Sukri Palutturi, SKM, M.Kes, Msc.PH, PhD selaku Pembimbing I dan

v
vi

Pembimbing II, yang penuh kesabaran memberikan dan meluangkan waktu

bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan tesis ini. Rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada Dr.

Syahrir A.Pasingringi, MS , Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc, dan Prof. Dr. Nur

Nasry Noor, MPH selaku Tim Penguji yang telah memberikan saran, arahan dan

kritikan yang bermanfaat selama penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,M.A selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makasar.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, Dosen

pengajar dan seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan dan

bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Ridwan Mochtar Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas

Hasanuddin.

5. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Konsentrasi

Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar,

atas motivasi dan dukungannya hingga terselesaikannya penelitian ini.

6. Direktur RSUD Penajam Paser Utara dan Direktur RSUD Balikpapan yang

telah memberikan izin dalam kegiatan penelitian ini serta seluruh

vii
vii

pegawai yang terlibat dalam proses penelitian ini.

7. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit

atas segala ilmu yang dicurahkan.

8. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah

Sakit. Terima kasih kerjasama dan motivasinya.

9. Seluruh staf bagian administrasi MARS FKM UNHAS, atas bantuan dan

dukungannya dalam proses penyusunan dan kelengkapan berkas.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah

memberikan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.

Persembahan terindah ini Kepada suamiku tercinta Norfirdaus

atas segala bentuk dukungan, motivasi dan pengorbananya dalam

pendidikan ini beserta anak anak ku tersayang (Syauqi Hasan beiq, Jasmine

Naura Azizah, Atthailah Aunur zulfikar ) canda tawa kalian adalah semangat ku di

tengah kesibukan pendidikan ini. Salam hormat dan Sujud syukur kepada

kedua orang tuaku terkasih H. Antung Djafar dan Hj. Sitti Rabiyah atas segala

doa dan dukungannya yang tak terhingga beserta seluruh saudara saudaraku

atas segala bentuk dukungannya, hanya Allah sebaik baiknya pembalas

segala kebaikan.

Pada akhirnya, manusia memang tidak pernah luput dari

kekhilafan, karena itu penulis sangat berterima kasih apabila terdapat kritik

dan saran demi penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil karya ini dapat

memberikan manfaat terhadap peningkatan kepuasan dari perawat dan

manajemen rumah sakit yang lebih baik bagi tempat penelitian sehingga

viii
viii

dapat menjadi sumber informasi dan perbaikan yang lebih baik bagi

kinerja organisasi rumah sakit dan meningkatkan pelayanan kesehatan

yang lebih baik bagi para pelanggan rumah sakit.

Makassar, Juli 2017

NOVITA ROSANA

ix
DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ ii

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................ iv

ABSTRACT.......................................................................................... v

PRAKATA ............................................................................................ vi

DAFTAR ISI ......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................... 1

B. Kajian Masalah............................................................. 12

C. Rumusan Masalah ....................................................... 13

D. Tujuan Penelitian ......................................................... 14

E. Manfaat Penelitian........................................................ 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Good Corporate Governance........................................ 16

B. Manajemen Perubahan ................................................ 28

C. Kepemimpinan.............................................................. 31

ix
x

D. Budaya Organisasi ....................................................... 46

E. Penelitian Terdahulu..................................................... 68

F. Mapping Teori............................................................... 76

G. Kerangka Teori ............................................................. 77

H. Kerangka Konsep ......................................................... 78

I. Hipotesis Penelitian ...................................................... 79

J. Defenisi Operasional ................................................... 80

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian................................................... 83

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 83

C. Populasi dan Sampel.................................................... 83

D. Jenis dan Sumber Data ................................................ 85

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 86

F. Variabel Penelitian........................................................ 86

G. Teknik Analisa Data...................................................... 86

H. Uji Validitas dan Reliabilitas.......................................... 87

I. Metode Analisa Data .................................................... 90

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Penajam

Paser Utara .................................................................. 93

B. Hasil Penelitian ............................................................. 101

C. Pembahasan................................................................. 115

D. Implementasi Penelitian................................................ 147

xi
xi

E. Keterbatasan Penelitian................................................ 148

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................... 150

B. Saran ............................................................................ 151

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Hal.

1 Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance di


RSUD Penajam Paser Utara ....................................................... 6 .

2 Penelitian Terdahulu Terkait Judul Penelitian Penulis................. 68

3 Definisi Operasional Variabel Penelitian...................................... 80

4. Jumlah dan Jenis Populasi Penelitan RSUD Penajam Paser


Utara Tahun 2017........................................................................ 84

5 Uji reabilitas variable penelitian ................................................... 90

6 Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten


Penajam Paser Utara menurut Golongan dan Tingkat
Pendidikan................................................................................... 98

7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Umur


Responden di SU PPU Tahun 2017 ........................................... 101

8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Responden di RSU PPU Tahun 2017 ......................................... 102

9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja


Responden di RSU PPU Tahun 2017 ......................................... 103

10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Responden di RS PPU Tahun 2017 ......................... 103

11 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Variabel


Kepemimpinan di RS PPU Tahun 2017 ...................................... 104

12 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Variabel Budaya


Organisasi (Involvement) di RS PPU Tahun 2017....................... 105

xii
xiii

13 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Variabel Budaya


Organisasi (Consistency) di RS PPU Tahun 2017 ...................... 106

14 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Variabel Budaya


Organisasi (Adaptability) di RS PPU Tahun 2017 ....................... 106

15 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Variabel Budaya


Organisasi (Mission) di RS PPU Tahun 2017.............................. 107

16 Gambaran indikator budaya Organisasi di RS PPU Tahun 2017 107

17 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Change Management di


RS PPU Tahun 2017 ................................................................... 111

18 Pengaruh Budaya Organisasi (Involvement) terhadap Change


Management di RS PPU Tahun 2017 ......................................... 112

19 Pengaruh Budaya Organisasi (Consistency) terhadap Change


Management di RS PPU Tahun 2017 ......................................... 112

20 Pengaruh Budaya Organisasi (Adaptability) terhadap Change


Management di RS PPU Tahun 2017 ......................................... 113

21 Pengaruh Budaya Organisasi (Mission) terhadap Change


Management di RS PPU Tahun 2017 ......................................... 113

22 Pengaruh Budaya Organisasi (Mission) terhadap Change


Management di RS PPU Tahun 2017 ......................................... 114

23 Pengaruh Bersama Antara Kepemimpinan dan Budaya


Organisasi terhadap Change Management di RS PPU Tahun
2017 ........................................................................................ 115

xiv
DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1 Kajian Masalah Penelitian ........................................................... 12

2 Kerangka Teori ........................................................................... 77

3 Kerangka Konsep ........................................................................ 78

4 Gambaran Budaya Organisasi ................................................... 109

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Data dan Hasil SPSS

Lampiran 3 : Proporsi Jawaban Responden

Lampiran 4 : Surat Ijin Penelitian

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Good corporate governance pertama kali muncul sekitar Tahun 1990-

an. Pada saat itu terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin.

Krisis ini terjadi karena adanya kegagalan good corporate governance yang

diterapkan oleh perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan

good corporate governance pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum

yang buruk, tidak konsistennya standar akuntansi dan audit, praktek-praktek

perbankan yang lemah dan kurangnya perhatian Board of Directors (BOD)

terhadap hak-hak pemegang saham minoritas. Sehingga muncul tuntutan-

tuntutan agar good corporate governance diterapkan secara konsisten

komprehensif.

Tuntutan penerapan good corporate governance datang secara

beruntun. Tuntutan ini disuarakan oleh berbagai lembaga investasi baik

domestik maupun mancanegara. Diantara lembaga-lembaga tersebut

termasuk di dalamnya adalah World Bank, IMF, OECD, dan APEC.

Lembaga-lembaga ini berkesimpulan bahwa prinsip-prinsip dasar good

corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan

stakeholder concern dapat menolong perusahaan dan membantu

perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis agar dapat bangkit ke

arah yang lebih sehat dan mampu bersaing serta dikelola dengan dinamis

1
2

dan professional. Good corporate governance dianggap sebagai kunci

sukses bagi suatu perusahaan untuk tumbuh dan berkembang serta

menguntungkan dalam jangka panjang.

Penerapan good corporate governance di Indonesia dimulai pada

Tahun 1998, berdasarkan Survey Booz–Allen di Asia Timur Tahun 1998,

menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance paling

rendah yaitu skor 2,88 jauh di bawah Singapore (8,33), Malaysia (7,72), dan

Thailand (4,89). Rendahnya kualitas good corporate governance di Indonesia

ditengarai menjadi keruntuhan perusahaan perusahaan tersebut(Kaihatu,

2006).

Good corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur

dan mengendalikan organisasi untuk menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stakeholder. Good corporate governance bukan saja

akan menciptakan nilai tetapi juga suatu tata kelola yang dapat membantu

organisasi mencapai kinerja terbaiknya. Hal tersebut juga berlaku bagi rumah

sakit. Rumah sakit adalah organisasi yang bergerak dalam pelayanan jasa.

Sebagai sebuah organisasi maka rumah sakit harus mencapai kinerja yang

baik(Azwar, 2010). Pencapaian kinerja rumah sakit yang optimal saat ini,

mewajibkan rumah sakit menggunakan tata kelola yang baik atau biasa

dikenal dengan istilah good corporate governance (Mutamimah &

Phradiansah, 2014).

Organisasi rumah sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi

dan misi rumah sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik
3

(Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical

Governance)(Mutamimah & Phradiansah, 2014). Hal ini sesuai dalam

Undang-Undang RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pada pasal 33

ayat 1 menyebutkan bahwa setiap rumah sakit harus memiliki organisasi

yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Implementasi good corporate governance pada rumah sakit

mendukung mencapainya kinerja rumah sakit. Selain itu rumah sakit juga

dituntut untuk menerapkan good corporate governance sebab rumah sakit

merupakan organisasi pelayanan publik dan jasa yang memiliki karakteristik

yang unik. Penerapan good corporate governance merupakan salah satu

kunci sukses bagi rumah sakit untuk tumbuh dan mendapatkan keuntungan

dalam jangka panjang sekaligus memenangkan persaingan antara rumah

sakit yang semakin ketat.

Tata kelola organisasi yang baik (Good Corporate Governance) bagi

rumah sakit merupakan langkah awal yang dapat dilakukan untuk dapat

mengikuti landscape yang berubah dan akan selalu berubah. Tata kelola

organisasi rumah sakit yang baik dapat membuat seluruh stakeholder rumah

sakit merasakan keadilan (fairness) transparansi (transparency), kemandirian

(independency), akuntabilitas (accountability) dan pertanggungjawaban

(responsibility) sehingga setiap organ rumah sakit dari bawah sampai tingkat

atas dapat berjalan dengan baik(Lestari, 2013). Keadilan (fairness),

transparansi (transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas


4

(accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility) merupakan lima

prinsip dari good corporate governance.

Rumah sakit yang berjalan dengan seluruh aktivitasnya yang baik

diharapkan akan lebih dapat bertahan dan mengembangkan dirinya sesuai

landscapenya serta mencapai visi dan misi rumah sakit, dalam ilmu

manajemen dikenal strategi keunggulan bersaing berkelanjutan

(sustainability competitive advantage). Sustainability competitive advantage

merupakan suatu kondisi di mana organisasi telah mencapai posisi aman

(safety) dan memiliki keunggulan bersaing yang berkelanjutan(Kaihatu,

2006). Kondisi tersebut tentunya merupakan tujuan yang ingin dicapai setiap

organisasi dalam situasi dan kondisi persaingan yang cukup tajam saat ini.

Untuk mencapai hal tersebut, berbagai upaya akan dilakukan organisasi.

Kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) internal organisasi

diidentifikasi guna diambil kebijakan dan strategi yang akan membawa

perusahaan ke arah sustainability competitive advantage tersebut.

Penerapan good corporate governance menjadi suatu keharusan bagi

setiap organisasi untuk mencapai kinerja yang baik. Hal tersebut penting

karena tujuan diterapkannya good corporate governance adalah guna

mengurangi perilaku oportunis pimpinan dan dapat meningkatkan nilai atau

kinerja organisasi. Good corporate governance dapat berjalan dengan baik

jika terdapat komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan

masyarakat. good corporate governance yang efektif menuntut adanya

koordinasi yang baik dan integritas, profesional serta moral kerja yang tinggi.
5

Hal ini menjadi tantangan tersendiri dan perlu diimplementasikan secara

nyata agar menghasilkan birokrasi yang handal, profesional, efisien, dan

produktif serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat(I. A. D.

Putri, 2012; Widuri & Paramita, 2007).

Implementasi good corporate governance yang optimal di sebuah

rumah sakit dapat dilihat dari prinsip good corporate governance itu sendiri.

Prinsip good corporate governance terdiri atas transparency (keterbukaan

informasi) yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan

keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan

relevan mengenai organisasi. Accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan

fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organisasi sehingga

pengelolaan organisasi terlaksana secara efektif. Responsibility

(pertanggungjawaban) yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan

organisasi terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan

perundangan yang berlaku. Independency (kemandirian) yaitu suatu

keadaan dimana organisasi dikelola secara professional tanpa benturan

kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai

dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-

prinsip korporasi yang sehat. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu

perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder

yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang

berlaku.
6

Rumah Sakit Penajam Paser Utara merupakan salah satu rumah

sakit yang diasumsikan belum melaksanakan prinsip good corporate

governance secara optimal. Belum optimalnya pelaksanaan good corporate

governance di RS Penajam Paser Utara dapat dilihat dari Laporan Hasil

Evaluasi Kinerja RS Penajam Paser Utara Tahun 2014 dan 2015

berdasarkan prinsip good corporate governance dari UNDP (LAN) seperti

pada tabel di bawah ini.

Tabel 1
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
di RSUD Penajam Paser Utara
No. Prinsip Good Corporate Kondisi RSUD Penajam Paser
Governance Utara
1. Transparency (Keterbukaan 1. Belum ada web khusus yang
Informasi) menginformasikan tentang
kondisi/keadaan RS contoh
jumlah TT yang tersedia setiap
harinya
2. Kondisi keuangan RS belum
diinformasikan secara terbuka
2. Accountabity (Akuntabilitas) 1. Pihak manajemen mengaku
belum memiliki kejelasan fungsi
dan tanggung jawab dari
struktur organisasi yang ada
sehingga ada pekerjaan yang
tupang tindih dan tidak jelas
penanggungjawabnya
2. Berdasarkan audit BPKP Tahun
2016 belum memiliki Dewan
Pengawas dan Satuan
Pengawas Internal (SPI)
3. Responsibility (Pertanggungjawaban) 1. SPO belum terlaksana
sepenuhnya dan belum update
2. Kebijakan SDM belum
terlaksana sepenuhnya
4. Independency (Kemandirian) Pengelolaan SDM dan kebijakan
RS belum secara professional,
masih ada tekanan/pengaruh pihak
tertentu
7

No. Prinsip Good Corporate Kondisi RSUD Penajam Paser


Governance Utara
5. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran) Beberapa kasus dalam hal ini
masih belum mendapatkan
pelayanan yang setara
6. Participation (Partisipasi) Dalam hal pengambilan keputusan
pada beberapa kasus tidak
melibatkan semua pegawai
7. Consensus Orientation (Orientasi) Ada beberapa kepentingan yang
tidak terakomodasi dengan baik
padahal diperlukan di RS dengan
berbagai permasalahan (misalnya
masalah dana)
8 Effectiveness (Efektifitas) Terdapat SDM yang sudah dilatih
tetapi fasilitas dan sarana belum
tersedia
9. Strategic Vision (Strategi Visi) Visi ke depan ada, tetapi kadang
kala terkendala dengan
kepentingan lain

Sumber : Data Sekunder Rumah Sakit Penajam Paser Utara (2016)

Informasi yang diperoleh dari Rumah Sakit Penajam Paser Utara juga

menunjukkan bahwa beberapa prinsip good corporate governance belum

diimplementasikan.

Penerapan good corporate governance perlu mendapatkan perhatian

yang serius dari pihak Rumah Sakit Penajam Paser Utara. Terlebih Rumah

Sakit Penajam Paser Utara merupakan rumah sakit yang telah menerapkan

Badan Layanan Umum (BLU). Sehingga diharapkan rumah sakit ini dapat

memberikan pelayanan yang bermutu, efektif, dan efisien. Ditambah lagi

dengan tantangan dan persaingan rumah sakit saat ini sangat besar, apalagi

dengan penerapan jaminan kesehatan nasional sehingga rumah sakit harus


8

dikelola dengan baik atau dengan kata lain perlu tata kelola yang baik, dan

salah satu faktor yang mempengaruhi reformasi perubahan sistem

kesehatan salah satunya adalah semakin besarnya tekanan terhadap

institusi publik untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

Penerapan good corporate governance dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Menurut D. M. Ahmad (2005) keberhasilan penerapan

prinsip-prinsip GCG dapat dipengaruhi oleh faktor budaya organisasi,

peraturan dan kebijakan organisasi, manajemen pengendalian risiko, sistem

audit, dan keterbukaan informasi. Selanjutnya di katakan bahwa pada

tahapan implementasi good corporate governance juga didukung oleh upaya

manajemen perubahan atau dikenal dengan istilah change management.

Chinn (2000) mengemukakan bahwa padaimplementasi good

corporate governance hendaknya mencakup pula upaya manajemen

perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang

ditimbulkan oleh implementasi good corporate governance. Sejalan dengan

Chinn (2000), Braithwaite (2010)juga mengemukakan bahwa change

management turut membantu orang-orang di sebuah organisasi dapat

menjalankan good corporate governance sehingga organisasi tersebut dapat

memiliki tata kelola yang baik (good corporate governance). Lebih lanjut

(Drew, Kelley, & Kendrick, 2006)menyebutkan bahwa pemimpin dalam

organisasi dapat merencanakan program change management untuk

mewujudkan good corporate governance yang efektif.


9

Manajemen perubahan atau change management adalah proses yang

terus menerus untuk melayani setiap kebutuhan akan perubahan dan

perubahan selalu memunculkan kekhawatiran serta harapan. Sedangkan

menurut Kasali (2005) manajemen perubahan adalah bagian yang penting

dari managemen dan setiap pemimpin diukur keberhasilannya dari

kemampuannya memprediksi perubahan dan menjadikan perubahan

tersebut suatu potensi. Hasil penelitian Olale (2013) menunjukkan bahwa

manajemen perubahan atau change management berpengaruh terhadap

corporate governance. Penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan

farmasi di Nairobi, Kenya. Sedangkan pada penelitian ini akan dilaksanakan

pada rumah sakit.

Manajemen perubahan (change management) bukan hanya

berpengaruh terhadap implementasi good corporate governance, tetapi juga

pada beberapa aspek di rumah sakit. Sehingga dapat dikatakan bahwa

peranan change management di rumah sakit begitu besar. Guidroz, Luce,

and Denison (2010) mengemukakan bahwa dalam change management

diperlukan peran kepemimpinan dan budaya organisasi. Change

managemen akan sangat berhasil jika mendapatkan dukungan dari

pemimpin organisasi.

Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas

yang dimiliki maupun dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin

perubahan dengan segala kompleksitas permasalahan dan hambatannya

memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan keterlibatan diri yang


10

ekstra. Seorang pemimpin tidak boleh bersikap pasif terhadap tujuan-tujuan

organisasi, melainkan harus mengambil sikap aktif. Adapun budaya

organisasi juga memiliki peran penting dalam proses manajemen perubahan

(change management). Budaya organisasi merupakan nilai dan kepercayaan

yang dianut oleh anggota organisasi (Bone et al., 1992). Perubahan budaya

organisasi juga tidak terlepas dari peran kepemimpinan yang dapat

menciptakan sebuah inovasi dan budaya adaptive.

Sinergitas antara faktor budaya dan kepemimpinan akan lebih

meningkatkan manajemen perubahan yang pada akhirnya mengoptimalkan

implementasi good corporate governance. Tranformasi sukses yang akan

menghasilkan change managemen yang baik itu dipengaruhi oleh

sinergisitas antara faktor kepemimpinan (70-90 %) dan faktor budaya (10-30

%) (Kotter, 1996).Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian ini

menjadi penting untuk melihat faktor kepemimpinan dan budaya organisasi.

Terdapat beberapa penelitian yang menguji pengaruh penerapan

good corporate governance terhadap kinerja rumah sakit. Penelitian Hasan,

Ayuningtyas, and Misnaniarti (2016), menguji hubungan penerapan prinsip-

prinsip good corporate governance terhadap kinerja pegawai negeri sipil

Rumah Sakit Umum Lapangan Natuna Kabupaten Kepulauan Anambas,

memperlihatkan hasil bahwa dua prinsip good corporate governance yaitu

prinsip fairness dan prinsip transparency sginifikan berhubungan dengan

kinerja pegawai. Penelitian Bauer et al., (2008) juga meneliti pengaruh good

corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya


11

menunjukkan bahwa penerapan good corporate governance berpengaruh

terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian-penelitian tersebut melihat pengaruh penerapan good

corporate governance terhadap kinerja organisasi. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian terdahulu adalah bahwa dalam penelitian ini mengambil

masalah implementasi good corporate governance yang belum optimal dan

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi belum optimalnya

implementasi good corporate governance tersebut. Managemen perubahan

(change managemen) sebagai factor yang penting terutama pada era

reformasi kesehatan yang terus berubah saat ini di perkuat oleh faktor

kepemimpinan dan budaya organisasi di harapkan mampu membuat

implementasi good corporate governance di rumah sakit khususnya rumah

sakit Penajam Paser Utara lebih optimal..

Berdasarkan uraian sebelumnya, diketahui masalah di Rumah Sakit

Umum Daerah Penajam Paser Utara adalah belum optimalnya penerapan

prinsip-prinsip good corporate governance. Telah diuraikan pula segala

faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate

governance. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap change

management dalam implementasi good corporate governance di RSUD

Penajam Paser Utara.


12

B. Kajian Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah belum terimplementasinya prinsip

good corporate governance secara optimal di RSUD Penajam Paser Utara.

Maka pada gambar kajian masalah di bawah ini dikemukakan faktor-faktor

yang mempengaruhi implementasi prinsip good corporate governance.

Budaya
Organisasi

Kepemimpinan
Change Management
dalam Implementansi
prinsip GCG belum Sustainable
Iklim
optimal di RS Penajam Competitive
Organisasi
Paser Utara Advantage

Kekuatan
Internal

Kekuatan
Eksternal

Gambar 1. Kajian Masalah Penelitian


(Ahmad, 2005; Chinn (2000); Olale, 2013; S, Grant, & Cornellissen,
2011)
13

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan

tersebut di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan terhadap change managament

dalam implementasi Good Corporate Governance di RSUD Penajam

Paser Utara?

2. Bagaimana pengaruh Budaya Organisasi terhadap Change Management

dalam implementasi Good Corporate Governance di RSUD Penajam

Paser Utara?

3. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan terhadap Budaya organisasi dalam

mendukung Change management untuk implementasi good corporate

governance di RSUD Penajam Paser Utara?

4. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan dan Budaya organisasi secara

bersama-sama terhadap change management dalam implementasi good

corporate governance di RSUD Penajam Paser Utara?


14

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh Kepemimpinan dan Budaya organisasi

terhadap change management dalam Implementasi Good Corporate

Governance di RSUD Penajam Paser Utara.

2. Tujuan Khusus

a) Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap change

management dalam implementasi Good corporate governance di

RSUD Penajam Paser Utara

b) Menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap change

management dalam implementasi Good corporate governance di

RSUD Penajam Paser Utara

c) Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap budaya organisasi

dalam change management untuk implementasi Good corporate

governance di RSUD Penajam Paser Utara

d) Menganalisis pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi

secara bersama-sama terhadap change management dalam

implementasi Good corporate governance di RSUD Penajam Paser

Utara?
15

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu

perumahsakitan khususnya mengenai kepemimpinan, budaya

organisasi, change management, dan good corporate governance.

2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini berguna bagi rumah sakit khususnya RSUD Penajam

Paser Utara untuk dapat lebih meningkatkan kinerja dan mutu

pelayanannya serta penerapan prinsip prinsip good corporate

governance melalui change managemen terutama pada era reformasi

jaminan kesehatan sehingga rumah sakit bisa terus berkembang dan

bersaing di dunia globalisasi.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang penelitian dan ilmu

perumahsakitan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Good Corporate Governance

1. Konsep Good Corporate Governance

Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good

Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah

tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan

salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan

dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis

global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang

diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG(D. M. Ahmad, 2005).

Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur

yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali

Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi

antarnegara, melainkan antarkorporat di negaranegara tersebut. Jadi

menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya

perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-

masing(Moeljono, 2005). Pemahaman tersebut membuka wawasan

bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam bahasa khusus,

korporat kita belum menjalankan governansi(Moeljono, 2003).

Survey dari Booz-Allen di Asia Timur pada tahun 1998

menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate governance

16
17

paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93),

Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-

korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-

perusahaan tersebut(Kaihatu, 2006).

Konsultan manajemen McKinsey & Co, melalui penelitian pada

tahun yang sama, menemukan bahwa sebagian besar nilai pasar

perusahaan-perusahaan Indonesia yang tercatat di pasar modal

(sebelum krisis) ternyata overvalued. Dikemukakan bahwa sekitar 90%

nilai pasar perusahaan publik ditentukan oleh growth expectation dan

sisanya 10% baru ditentukan oleh current earning stream. Sebagai

pembanding, nilai dari perusahaan publik yang sehat di negara maju

ditentukan dengan komposisi 30% dari growth expectation dan 70% dari

current earning stream, yang merupakan kinerja sebenarnya dari

korporasi. Jadi, sebenarnya terdapat ”ketidakjujuran” dalam permainan di

pasar modal yang kemungkinan dilakukan atau diatur oleh pihak yang

sangat diuntungkan oleh kondisi tersebut.

Perhatian terhadap corporate governance terutama juga dipicu

oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London

&Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan

perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan

strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang

berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena

lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards.


18

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance

adalah stewardship theory dan agency theory(Chinn, 2000; S et al.,

2011). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai

sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya,

mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan

kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia

yang dikehendaki para pemegang saham.

Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen

sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi

kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory

yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa

manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham,

akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri,

bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap

pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory

mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan

kenyataan yang ada.

Berbagai pemikiran mengenai corporate governance

berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan

dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan

ketentuan yang berlaku. Menurut Monks (2003) dalam (Daily, Dalton, &

Cannella, 2003), Good corporate governance (GCG) secara definitif

merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang


19

menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada

dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak

pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat

pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan

pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan

terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder.

2. Definisi dan Prinsip Good Corporate Governance

Agoes (2009) dalam (Priantana & Yustian, 2011) menyebutkan

beberapa definisi dari GCG yang dapat dijadikan acuan adalah sebagai

berikut :

a. Cadbury Committee of Kingdom

A set of rules that define the relationship between shareholder,

managers,creditor, the government, employee, and other internal

and external stakeholder in respect to their right and responsibilities,

or the system by wich companies are directed and controlled yaitu

seperangkat peraturan yangmengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus (pengelola) perusahaan,pihak kreditur, pemerintah,

karyawan, serta para pemegang kepentinganinternal dan ekternal

lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajibanmereka; atau

dengan kata lainnya suatu sistem yang mengarahkan

danmengendalikan perusahaan.
20

b. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2006) tidak

membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury

Committee of Kingdom, yaitu seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)

perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para

pemegang kepentingan internal dan ekternal lainnya yang berkaitan

dengak hak-hak dan kewajian mereka; atau dengan kata lainnya

suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

c. GCG adalah tata kelola perusahaan yang baik dengan suatu sistem

yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi,

pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola

perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang

transparan atas penentuan tujuan perusahaan,pencapaiannya dan

penilaian kinerjanya.

d. Organization for Economic Coorporation and Development–OECD

(A. Arifin, 2005),mendifinisikan GCG sebagai: ”The structure through

whichshareholders, directors, managers, set of the board objectives

of the company,the means of attaning those objectives and

monitoring performance yaitu suatu struktur yang terdiri atas para

pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin

dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam

mencapai tujuan dan memantau kinerja.


21

Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam

konsep good corporate governance, (Greenhaus, Collins, & Shaw, 2003;

Kaen, 2003)yaitu fairness, transparency, accountability, dan

responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan

prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat

meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi

penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan

keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Konsep

good corporate governance baru popular di Asia. Konsep ini relatif

berkembang sejak tahun 1990-an.

Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris

pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok

OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika

Utara) mempraktikkan pada tahun 1999. Secara umum terdapat lima

prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:

a. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan

dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai

perusahaan.

b. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,

dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif.


22

c. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan)

di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang

sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

d. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana

perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan

dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai

dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan

prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

e. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan

setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul

berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja

perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan

adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan

lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-

prinsip keperintahan yang baik terdiri dari :

a. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral

penyelenggara pemerintah agar mampu memberi pelayanan yang

mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

b. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan

dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.


23

c. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan

menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat

dan memadai.

d. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang

mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu,

kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta

pelayanan yang ramah dan disiplin.

e. Demokrasi dan partisipasi, mendorong setiap warga untuk

mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses

pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat

baik secara langsung maupun tidak langsung.

f. Efisiensi dan efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan

kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang

tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

g. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,

mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak

tanpa pengecualian, menunjukkan tinggi HAM dan perhatian nilai-

nilai yang hidup dalam masyarakat.

Dari berbagai hasil yang dikaji Lembaga Administrasi Negara

(LAN) menyimpulkan ada sembilan aspek fundamental dalam

perwujudan good governanceHeriyanto (2015), yaitu :


24

a. Partisipasi (Participation)

Partisipasi antara masyarakat khususnya orang tua terhadap anak-

anak mereka dalam proses pendidikan sangatlah dibutuhkan.

Karena tanpa partisipasi orang tua, pendidik (guru) ataupun

supervisor tidak akan mampu bisa mengatasinya. Apalagi melihat

dunia sekarang yang semakin rusak yang mana akan membawa

pengaruh terhadap anak-anak mereka jika tidak ada pengawasan

dari orang tua mereka.

b. Penegakan hukum (Rule Of Low)

Dalam pelaksanaan tidak mungkin dapat berjalan dengan kondusif

apabila tidak ada sebuah hukum atau peraturan yang ditegakkan

dalam penyelenggaraannya. Aturan-aturan itu berikut sanksinya

guna meningkatkan komitmen dari semua pihak untuk

mematuhinya. Aturan-aturan tersebut dibuat tidak dimaksudkan

untuk mengekang kebebasan, melainkan untuk menjaga

keberlangsungan pelaksanaan fungsi-fungsi pendidikan dengan

seoptimal mungkin.

c. Transparansi (Transparency)

Persoalan pada saat ini adalah kurangnya keterbukaan supervisor

kepada para staf-stafnya atas segala hal yang terjadi, dimana salah

satu dapat menimbulkan percekcokan antara satu pihak dengan

pihak yang lain, sebab manajemen yang kurang transparan.


25

Apalagi harus lebih transparan diberbagai aspek baik bidang

kebijakan, baik dibidang keuangan ataupun bidang-bidang lainnya

untuk memajukan kualitas dalam pendidikan.

d. Responsif (Responsivenes)

Salah satu untuk menuju cita good governance adalah responsif,

yakni supervisor yang peka, tanggap terhadap persoalan-persoalan

yang terjadi dilembaga pendidikan, atasan juga harus bisa

memahami kebutuhan masyarakatnya, jangan sampai supervisor

menunggu staf-staf menyampaikan keinginan-keinginannya.

Supervisor harus bisa menganalisa kebutuhan-kebutuhan mereka,

sehingga bisa membuat suatu kebijakan yang strategis guna

kepentingan bersama.

e. Konsensus (Consensus Orientation)

Aspek fundamental untuk cita good governance adalah perhatian

supervisor dalam melaksanakan tugas-tugasnya adalah

pengambilan keputusan secara konsensus, dimana pengambilan

keputusan dalam suatu lembaga harus melalui musyawarah dan

semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama

(pencapaian mufakat). Dalam pengambilan keputusan harus dapat

memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak juga dapat

menarik komitmen komponen-komponen yang ada dilembaga.

Sehingga keputusan itu memiliki kekuatan dalam pengambilan

keputusan.
26

f. Kesetaraan dan Keadilan (Equity)

Asas kesetaraan dan keadilan ini harus dijunjung tinggi oleh

supervisor dan para staf-staf didalam perlakuannya, dimana dalam

suatu lembaga pendidikan yang plural baik segi etnik, agama dan

budaya akan selalu memicu segala permasalahan yang timbul.

Proses pengelolaan supervisor yang baik itu harus memberikan

peluang, jujur dan adil. Sehingga tidak ada seorangpun atau para

staf yang teraniaya dan tidak memperoleh apa yang menjadi

haknya.

g. Efektifitas dan Efisien

Efektivitas dan efisien berdaya guna dan berhasil guna, efektifitas

diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau besarnya

kepentingan dari berbagai kelompok. Sedangkan efisien dapat

diukur dengan rasionalitas dan efisien dalam proses pendidikan,

akan mampu memberikan kualitas yang memuaskan.

h. Akuntabilitas

Asas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban supervisor

terhadap staf-stafnya, sebab diberikan wewenang dari pemerintah

untuk mengurus beberapa urusan dan kepentingan yang ada

dilembaga. Setiap supervisor harus mempertanggung jawabkan

atas semua kebijakan, perbuatan maupun netralitas sikap-sikap

selama bertugas dilembaga.


27

i. Visi Strategis (Strategic Vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk

menghadapi masa yang akan datang, karena perubahan-

perubahan yang akan datang mungkin menjadi perangkap bagi

supervisor dalam membuat kebijakan-kebijakan. Disinilah

diperlukan strategi-strategi jitu untuk menangani perubahan yang

ada.

(Sedarmayanti, 2004) menyimpulkan bahwa terdapat empat

unsur atau prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi

publik yang berciri kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut:

a. Akuntabilitas : adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk

bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas

segala tindakan dan kewajiban yang ditetapkan.

b. Transparansi : kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan

terhadap rakyatnya, baik ditingkat pusat maupun daerah.

c. Keterbukaan : menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat

untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang

dinilainya transparan.

d. Aturan hukum : kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik

berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat

terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.


28

B. Manajemen Perubahan (Change Management)

1. Definisi Change Management

Menurut (Potts & LaMarsh, 2004), manajemen perubahan adalah

suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan,

sarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi

perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut.

Manajemen perubahan adalah sebuah aktivitas strategis yang

bertujuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari perubahan

proses(Mitchell, 2004). Perubahan manajemen memiliki pendekatan

yang sistematis untuk berurusan dengan perubahan, baik dari perspektif

sebuah organisasi dan pada tingkat individu.

2. Faktor yang Mempengaruhi Change Management

Sobirin (2005) dalam (Arifana, 2015) menyatakan ada dua

faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern seperti

perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional

serta faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu (1)

perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang

biasa disebut dengan perubahan struktural, yang meliputi perubahan

strategi, stuktur organisasi dan sistem serta (2) Perubahan perangkat

lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan kultural yang

meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi, kebijakan

sumber daya manusia dan budaya organisasi. Setiap perubahan tidak


29

bisa hanya memilih salah satu aspek struktural atau kultural saja sebagai

variabel yang harus diubah, tetapi kedua aspek tersebut harus dikelola

secara bersama-sama agar hasilnya optimal. Namun demikian dalam

praktek para pengambil keputusan cenderung hanya memperhatikan

perubahan structural karena hasil perubahannnya dapat diketahui secara

langsung, sementara perubahan kultural sering diabaikan karena hasil

dari perubahan tersebut tidak begitu kelihatan. Untuk meraih

keberhasilan dalam mengelola perubahan organisasi harus mengarah

pada peningkatan kemampuan dalam menghadapi tantangan dan

peluang yang timbul. Artinya perubahan organisasi harus diarahkan pada

perubahan perilaku manusia dan proses organisasional, sehingga

perubahan organisasi yang dilakukan dapat lebih efektif dalam upaya

menciptakan organisasi yang lebih adaptif dan fleksibel.

Perubahan organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu

organisasi dari kondisi saat ini menuju kondisi masa yang akan datang

yang diinginkan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi,

suatu organisasi perlu melakukan perubahan dalam melakukan

kegiatannya, karena lingkungan organisasi secara terus-menerus

mengalami perubahan, sehingga organisasi perlu melakukan perubahan

jika ingin tetap eksis dan sukses dimasa mendatang. Perusahaan atau

organisasi tidak akan berubah dan tidak akan berjalan kearah yang

dicita-citakan, apabila para pemimpinnya sendiri, di bagian apapun, tidak

berubah dan tidak tumbuh. Sebuah organisasi tidak bisa tumbuh di luar
30

sampai para pemimpinnya sendiri tumbuh di dalam. Jika seluruh unit

kepemimpinan berubah secara positif, maka pertumbuhan organisasi

atau perusahaan akan terjadi secara otomatis. Pemimpin yang lemah

sama dengan organisasi yang lemah. Pemimpin yang kuat sama dengan

organisasi yang kuat. Segala-galanya akan naik atau turun, sesuai

dengan kekuatan kepemimpinan.

Berdasarkan karakteristik setiap individu yang berbeda-beda dan

cara pandang terhadap perubahan yang tidak sama pula, maka akan

menimbulkan sikap perilaku yang tidak sama pula terhadap perubahan,

padahal setiap perubahan menuntut untuk penyesuaian diri, sedangkan

umumnya para karyawan lebih menyenangi cara kerja yang selama ini

telah mereka lakukan, sehingga ketika pimpinan melaksanakan

perubahan harus dapat memahami seberapa jauh kesiapan karyawan,

mengetahui sumber-sumber yang dapat mempengaruhi penolakan

perubahan, sehingga dapat mengatasinya agar perubahan dapat

mencapai tujuan organisasi secara optimal.

Perubahan lingkungan (environmental change) akan

mengakibatkan tekanan pada organisasi untuk melakukan perubahan

organisasional (organizational change). Di tengah kuatnya arus

perubahan lingkungan, tanpa perubahan diri secara tepat dan signifikan

organisasi tersebut niscaya akan jatuh, bahkan akan mati secara cepat.

Sejumlah faktor lingkungan eksternal yang mendorong perubahan,

yaitu kekuatan kompetisi, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan


31

globalisasi, kekuatan sosial-demografik, dan kekuatan etika. Dewasa ini

persaingan dalam dunia bisnis berlangsung semakin sengit. Dinamika

ekonomi dan politik nasional, regional maupun global bergerak sangat

fluktuatif. Globalisasi ekonomi yang dipicu oleh perkembangan pesat

teknologi informasi Perubahan struktur demografi dan sosial berlangsung

secara signifikan. Sementara, pada lingkungan internal organisasi,

perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai, etos kerja,

kompetensi maupun aspirasi karyawan juga mengharuskan respons

organisasional yang tepat.

Makin tingginya tingkat pendidikan rata-rata karyawan, misalnya,

akan menyebabkan meningkatnya aspirasi dan tuntutan mereka dalam

bekerja. Mereka pada umumnya mengharapkan perlakuan kerja yang

lebih manusiawi, peluang aktualisasi diri yang lebih besar, suasana kerja

yang lebih menyenangkan, cara kerja yang lebih fleksibel, pemberian

reward yang lebih adil dan lebih motivatif, kesempatan karir yang lebih

terbuka, dan sebagainya.

C. Kepemimpinan

1. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan

mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah

ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner,


32

Freeman, and Gilbert Jr (1995), kepemimpinan adalah the process of

directing and influencing the task related activities of group members.

Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi

para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.

Lebih jauh lagi, (Griffin & Abraham, 2000), membagi pengertian

kepemimpinan menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai

atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang

dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin

menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi

para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka

untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu

budaya produktif dalam organisasi.

Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan

karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu,

pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa

menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya

menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.

Mengingat pentingnya upaya perubahan organisasional di

tengahlingkungan yang berubah cepat dan bahkan acapkali bersifat

diskontinyu, danmengingat strategis dan krusialnya bidang-bidang

sasaran perubahan sertakompleksnya faktor-faktor yang dapat


33

merintangi upaya perubahan, makaperubahan organisasional seringkali

tidak dapat dibiarkan terjadi secara “alamiah”saja.

Perubahan seringkali perlu dirancang, direkayasa dan dikelola oleh

suatukepemimpinan yang kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi

pengembangan.Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari

segi otoritas yangdimiliki maupun dari segi kepribadian dan komitmen

karena memimpin perubahandengan segala kompleksitas permasalahan

dan hambatannyamemerlukan power,keyakinan, kepercayaan diri, dan

keterlibatan diri yang ekstra. Seorang pemimpintidak boleh bersikap pasif

terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan harusmengambil sikap

aktif.

Dengan begitu ia tidak akan mudah patah oleh hambatandan

perlawanan. Ia justru akan bergairah menghadapi tantangan perubahan

yang dipandangnya sebagai batu ujian kepemimpinannya.Pemimpin

perubahan juga harus visioner karena ia harus sanggup melihatcukup

jauh ke depan ke arah mana organisasi harus bergerak. (Kotter,

1996)menyebutkan bahwa memimpin perubahan harus dimulai dengan

menetapkan arahsetelah mengembangkan suatu visi tentang masa

depan, dan kemudian menyatukanlangkah orang-orang dengan

mengomunikasikan penglihatannya dan mengilhamimereka untuk

mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu dilakukan tanpa harusbersikap

otoriter. Namun, meskipun ia mengundang partisipasi pemikiran dari

anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di tangannya.


34

Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan

perubahan. Tanpakecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-

ambing dalam kebingungan.Kecerdasan sangat diperlukan karena

pemimpin harus pandai memilih strategi danmenetapkan program-

program perubahan dan mengilhami teknik-teknik mengatasimasalah

yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasional yang ada beserta

dinamikanya.

Kecerdasan yang diperlukan dalam hal ini adalah kecerdasan yang

multi-dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Dengan kecerdasan

intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan kreativitas

berpikir yang diperlukan. Dengan kecerdasan emosional berarti ia pandai

mengelola emosi diri maupun emosi orang lain, sehingga proses

perubahan dapat berjalan efektif . Dengan kecerdasan spiritual berarti ia

memiliki kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak

semata demi peningkatan efektivitas organisasi namun juga demi

terlaksananya tanggung jawab moral dan etik (moral & ethical

responsibility) kepada semua stakeholders (Bauer, Frijns, Otten, &

Tourani-Rad, 2008).

Lebih spesifik untuk kepemimpinan di tengah dunia yang berubah,

adalah perilaku kepemimpinan yang berorientasi pengembangan, yaitu

kepemimpinan yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan

munculnya gagasan-gagasan baru, dan menimbulkan serta


35

melaksanakan perubahan. Pemimpin demikian akan mendorong

ditemukannya cara-cara baru untuk menyelesaikan urusan, melahirkan

pendekatan baru terhadap masalah, dan mendorong anggota untuk

memulai kegiatan baru.

Begitulah, di tengah gencarnya perubahan lingkungan, tanpa upaya

perubahan organisasional yang tepat di bawah kepemimpinan yang kuat,

visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan, suatu organisasi akan

berjalan terseok, bahkan mungkin akan mati didera kuatnya arus

perubahan.

2. Gaya Kepemimpinan

Terdapat beberapa gaya kepemimpinan dalam sebuah organisasi,

yaitu :

a. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang

rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui

ancaman atau hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis ini

dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Dilihat dari

persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang

yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan

menunjukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain

dalam bentuk kecenderungan memperlakukan para bawahannya

sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan


36

dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.

Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian

tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan

dan kebutuhan para bawahannya. Pengabaian peranan para

bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

b. Kepemimpinan Birokrasi

Ini adalah gaya kepemimpinan dalam organisaasi yang diperlukan

perusahaan, tepatnya mengikuti kebijakan dan prosedur yang telah

ditetapkan sebelumnya. Ini adalah tugas pemimpin untuk

memastikan bahwa semua aturan dipatuhi oleh karyawan. Gaya

kepemimpinan dalam organisasi ini efektif jika karyawan melakukan

tugas-tugas rutin sehari-hari. namun, tidak ada ruang untuk

kreativitas atau pemecahan masalah yang inovatif dalam gaya

kepemimpinan birokrasi

c. Gaya Kepemimpinan Lezess Faire

Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan

mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk

mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan pelaksanaanya

dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Pemimpin jenis

ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para

bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian

masalah yang dihadapi.


37

d. Gaya Kepemimpinan Demokratif atau Partisipatif

Gaya Kepempimpinan ini merupakan gabungan antara otoriter dan

demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis

masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada

bawahannya. Gaya ini menitik beratkan pada usaha seorang

pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam

setiap pengambilan keputusan. Staf dimintai saran dan kritiknya

serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan

keputusan akhir ada pada kelompok atau bisa dikatakan bahwa

pimpinan ini sangat konsultatif dengan para bawahan serta

kecenderungan menggunakan evaluasi yang berasal dari opini dan

saran bawahan sebelum manajer membuat keputusan. Selain itu

juga Pemimpin ini memberikan banyak informasi tentang tugas serta

tanggung jawab dan wewenang secara luas pada para bawahannya.

e. Gaya Kepemimpinan Transaksional

Gaya kepemimpinan ini bekerja pada prinsip bahwa ketika bawahan

menandatangani kontrak untuk berpartisipasi dalam proyek tertentu,

mereka mengikuti semua keputusan pemimpin mereka sebagai

otoritas tertinggi. jika kinerja bawahan baik, mereka akan dihargai

dan jika kinerja mereka di bawah standar yang diharapkan, mereka

akan terkena sanksi sesuai kontrak tertulis.


38

f. Gaya Kepemipinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional berorientasi kepada proses

membangun komitmen menuju sasaran organisasi dan memberikan

kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran –

sasaran tertentu. Pemimpin yang menganut gaya transformasional

ini juga berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh

bawahan untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui

transformasi nilai-nilai tersebut, diharapkan hubungan baik antar

anggota organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling

percaya diantara anggota organisasi.

g. Gaya Kepemimpinan Visioner

Pemimpin Visioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan,

tetapi bukan bagaimana cara mencapai tujuan membebaskan orang

yang berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah

diperhitungkan. Adapun ciri – ciri pemimpin Visioner,yaitu

menggunakan inspirasi bersama dengan tritunggal EI, yaitu

kepercayaan diri, kesadaran diri, dan empati, pemimpin fisioner akan

mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan tujuan

sejati dan selaras dengan nilai bersama orang – orang yang

dipimpinnya.

h. Gaya Kepemimpinan Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan

masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat


39

agraris. Salah satu ciri utama masyarakat tradisional ialah rasa

hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat

kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti

ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya

tokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat

mengembangkan sikap kebersamaan. Ini terlihat jelas dari slogannya

yaitu seluruh anggota organisasi merupakan anggota satu keluarga

besar. Berdasarkan nilai kebersamaan itu, dalam organisas iyang

dipimpin oleh seorang pemimpin yang paternalistik kepentingan

bersama dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol pula.

i. Gaya Kepemimpinan Kharismaitk

Kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership): Kharisma

diartikan “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan

kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang

untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat

terhadap dirinya” atau atribut kepemimpinan yang didasarkan atas

kualitas kepribadian individu. Kesuksesan mempengaruhi bawahan

dapat diwujudkan apabila pemimpin mempunyai akhlak dan sifat

yang terpuji. Dengan ciri dan sifat tersebut pemimpin akan dikagumi

oleh para pengikutnya.

j. Gaya Kepemimpinan Militeristik

Gaya Kepemimpinan Militeristik ini sangat mirip dengan tipe

kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan


40

militeristik adalah: Lebih banyak menggunakan sistem

perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali

kurang bijaksana. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan,

Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-

tanda kebesaran yang berlebihan, Menuntut adanya disiplin yang

keras dan kaku dari bawahannya, Tidak menghendaki saran, usul,

sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, Komunikasi hanya

berlangsung searah.

Gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Bass & Avolio

(2000) merupakan salah satu anggapan dan prinsip yang kuat di

Amerika Utara tentang gaya kepemimpinan. Teori ini merupakan

salah satu teori yang terkenal dalam dua dekade terakhir dan

sampai sekarang pendukungnya selalu menganggap bahwa midel

gaya kepemimpinan tersebut dapat diterima dan digunakan secara

mendunia atau universal. Pada kepemimpinan Transformasional

dan Transaksional, pemimpin berupaya mengubah bawahannya

agar mau bekerja lebih keras mencapai prestasi yang lebih tinggi

dan bermutu. Teori Bass pada awalnya mempunyai enam elemen

yang kemudian dikembangkan olehnya maupun secara bersama-

sama dengan yang lain menjadi 8 elemen (Avolio et al.,1991;

Bass,1988) dengan menggunakan analisis faktor yang didasarkan

atas Kuesioner Kepemimpinan Multifaktor (Multifactor Leadership

Questionnaire). Teori Model kepemimpinan “Full Range” oleh (Bass


41

Bernard, 1985) yang menggunakan pendekatan kepemimpinan

transformasional dan transaksional tersebut, merupakan bagian

penting dalam penelitian kepemimpinan. Model Bass mengilhami

para peneliti dengan teori yang dapat dites secara empiris dan

memberikan gambaran adanya dua bentuk kepemimpinan yang

ditemui pemimpin dalam organisasi.

Definisi operasional yang dikembangkan Bass (2000)

mencakup 8 aspek kepemimpinan: 1) laissez-faire, 2) Passive

management by exception, 3) active management by exception, 4)

contigent reward, 5) individualized consideration, 6) idealized

influence, 7) intellectual stimulation dan 8) inspirational motivation.

Definisi operasional menurut Bass tersebut menjelaskan

secara rinci masing-masing aspek tersebut yang diuraikan dalam

Handbook of Leadership dan secara implisit menggambarkan

aspek tersebut secara menyeluruh. Dalam definisi operasionalnya,

a) leader secara implisit adalah sebagai pusat dari proses

kelompok; b) personality diungkapkan dengan istilah 4 I (Individual

consideration, Idealized influence, Inspirational motivation, dan

Intellectual stimulation); c) influence and persuasion process

beragam mulai dari sanctions (management by exception) ke

rewards (contigent reward) ke inspiration (inspirational motivation);

goal achievement terdapat dalam outcome interest (performance

beyond expectation); initiation of structure terdapat dalam elemen


42

kepemimpinan transaksional (management by expectation and

individualized concideration); dan follower perception terdapat

dalam keefektifan dimana pemimpin harus berperan dalam

berbagai gaya.

Bass & Avolio (2000) mendefinisikan gaya kepemimpinan dalam

2 tipe, yaitu Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Gaya

Kepemimpinan Transaksional yang di deskripsikan sebagai berikut:

1) Gaya kepemimpinan Transformasional

Interaksi antara pemimpin dan karyawan ditandai oleh pengaruh

pemimpin untuk mengubah perilaku karyawan menjadi sesorang yang

merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai

prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Pemimpin mengubah

karyawan, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai bersama. Aspek

kepemimpinan transformasional adalah:

a. Attributed Charisma

Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan

kepentingan orang lain dari kepentingan diri sendiri. Pemimpin

menimbulkan kesan pada karyawan bahwa pemimpin memiliki

keahlian untuk melakukan tugas pekerjaan, sehingga patut

dihargai.

b. Inspirational Leadership

Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada pegawai, antara

lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan


43

keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Karyawan merasa diberi

inspirasi oleh sang pemimpin. Aspek kepemimpinan

transformasional ini berperan terutama untuk menciptakan dan

menjaga semangat karyawan lini depan agar selalu berorientasi

pada kepuasan konsumen/pelanggan. Mereka harus memiliki

kesadaran bahwa tujuan dan cita-cita bersama yang ingin dicapai

yaitu menjadi perusahaan jasa yang unggul ada ditangan mereka

saat terjadi interaksi dengan pelanggan.

c. Intellectual Stimulation

Karyawan merasa bahwa manajer mendorong pegawai untuk

memikirkan kembali cara kerja karyawan, untuk mencari cara-cara

baru dalam melaksanakan tugas, karyawan merasa mendapatkan

cara baru dalam mempersepsikan tugas-tugas karyawan.

Stimulasi intelektual memberikan kontribusi yang besar pada sikap

karyawan lini depan yang mampu mengambil inisiatif untuk

memberi pelayanan yang memuaskan pada konsumen dalam

situasi yang berbeda-beda. Karyawan lini depan dituntut untuk

selalu mampu melakukan inisiatif terhadap asumsi dasar untuk

memilih berbagai cara untuk mengambil tindakan dalam waktu

yang singkat sesuai dengan apa yang diperlukan dan apa yang

diinginkan konsumen / pelanggan.


44

d. Individualized Consideration

Karyawan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus

oleh pemimpin. Pemimpin memperlakukan setiap karyawan

sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, dan

keinginan masing-masing. Pemimpin memberikan nasihat yang

bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia

mendengarkan pandangan dan keluhan karyawan. Konsiderasi

individu merupakan kunci suksesnya suatu kualitas fungsional

karena hal ini menunjukkan adanya keterlibatan dari semua

karyawan lini depan untuk memberikan kontribusi yang tinggi

melalui kinerja yang diberikan pada saat terjadinya interaksi

dengan pelanggan.

e. Idealized Influence

Pemimpin berusaha mempengaruhi karyawan dengan

menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, pentingnya

keikatan pada keyakinan tersebut, perlu dimilikinya tekad

mencapai tujuan. Pemimpin memperlihatkan kepercayaan pada

cita-cita, keyakinan, dan nilai hidup. Pengaruh idealis

menunjukkan pengembangan rasa percaya dan hormat pada

bawahan. Pemimpin dengan pengaruh idealis berperan sebagai

model dengan tingkah laku dan sikap yang mengandung nilai-nilai

yang baik bagi perusahaan. Perilaku kepemimpinan


45

transformasional ini mampu menularkan nilai-nilai tersebut pada

karyawan lini depan.

2) Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi

atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja dan

bawahannya. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin

dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan apa yang dibutuhkan

dan bagaimana spesifikasi kondisi dan upah/hadiah jika bawahan

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Adapun 4 macam gaya

kepemimpinan transaksional tersebut yaitu:

a. Contingent Reward

Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan

yang menguntungkan organisasi, maka kepada mereka dijanjikan

imbalan yang setimpal.

b. Management by Exception-Active

Pemimpin secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan

tugas pekerjaan bawahannya agar tidak membuat kesalahan, atau

kegagalan. Atau agar kesalahan dan kegagalan tersebut dapat

secepatnya diketahui untuk diperbaiki.

c. Management by Exception-Passive

Pemimpin baru bertindak setelah terjadi kegagalan dalam

proses pencapaian tujuan, atau setelah benar-benar timbul

masalah yang serius. Seorang pemimpin transaksional akan


46

memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila

terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan

yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang

dilaksanakan masih berjalan sesuai standar dan prosedur, maka

pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun

kepada bawahan (Hassan & Syafri Harahap, 2010).

d. Laissez-Faire

Pemimpin membiarkan bawahannya melakukan tugas

pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu dan hasil

pekerjaan seluruhnya merupakan tanggung jawab bawahannya.

Pandangan seorang pemimpin yang laissez faire memperlakukan

para bawahan sebagai orang-orang yang bertanggung jawab,

orang-orang yang dewasa, orang-orang yang setia dan lain

sebagainya. Nilai yang tepat dalam hubungan atasan-bawahan

adalah nilai yang didasarkan kepada saling mempercayai yang

besar.

D. Budaya Organisasi

1. Definisi Budaya Organisasi

MenurutSusanto (2008), definisi operasional budaya organisasi

adalahsuatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia

untuk menghadapipermasalahan eksternal dan usaha penyesuaian


47

integrasi ke dalam organisasi,sehingga masing-masing anggota

organisasi harus menyerap nilai-nilai yang adadan bagaimana mereka

harus bertindak atau berperilaku, pada dasarnya budayaorganisasi

menyuarakan satu tema sentral yaitu sebuah pengertian

bersamadiantara anggota tentang organisasi yang menjadi wadahnya

dan bagaimana paraanggota organisasi tersebut sebaiknya berperilaku.

Budaya organisasi menurutSobirin (2007)masih relatif baru

berkembangsekitar tahun 1980-an. Konsep ini terlebih dahulu dikenal

pada disiplin ilmuantropologi, sehingga keragaman pengertian budaya

pada disiplin antropologiakan berpengaruh terhadap keragaman

pengertian budaya pada disiplin organisasi.Secara umum konsep

budaya organisasi dibagi menjadi tiga yaitu (a) School ofthought ideation,

bahwa budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem maknayang

diterima secara terbuka dan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu

bagisekelompok orang tertentu, sehingga melihat budaya sebuah

organisasi dari apayang di share (dipahami, dijiwai dan dipraktikan

bersama) anggota sebuah komunitas atau masyarakat. Teori ini dianut

oleh para organizatioan theorists yang menggunakan pendekatan

antropologi sebagai basisnya. (b) Adaptationist school bahwa definisi

budaya perusahaan adalah keyakinan dan nilai bersama yang

memberikan makna bagi anggota sebuah intitusi dan menjadikan

keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan/pedoman berperilaku di

dalam organisasi.
48

Konsep ini melihat budaya dari apa yang bisa diobservasi baik dari

bangunan organisasi seperti arsitektur/tata ruang bangunan fisik sebuah

organisasi maupun dari orang-orang yang terlibat didalamnya seperti

pola perilaku dan cara mereka berkomunikasi. Adaptationist school

melihat budaya dari kulit luar organisasi. Penganut aliran ini kebanyakan

para manajer dan praktisi yang memperlakukan budaya sebagai variable

internal untuk meningkatkan efektivitas organisasi.

Disamping kedua aliran diatas, gabungan keduanya yaitu realist

school mendefinisikan bahwa budaya adalah asumsi dasar yang di

shared oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari

dan meyakini kebenaran pada asumsi tersebut sebagai cara untuk

menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi

eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut

perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar

untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam

kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi. Mereka menyadari

bahwa budaya organisasi merupakan suatu yang kompleks yang tidak

bisa dipahami hanya dari satu pola perilaku orang-orangnya saja tetapi

juga sumber perilaku tersebut.

Budaya organisasi mengacu pada sistem makna bersama yang

dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari

organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati

dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang


49

dihargai oleh organisasi itu. Ada tujuh karakteristik primer berikut yang

bersama-sama, menangkap hakikat dari budayaorganisasi, yaitu:

a. Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan

didorong agar inovatif dan mengambil risiko.

b. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana para karyawan

memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis dan perhatian

terhadap detail.

c. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian

pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk

mencapai hasil itu.

d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen

memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam

organisasi itu.

e. Orientasi Tim, Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar

tim, bukannya berdasar individu.

f. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan

bukannya santai-santai.

g. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan (Eriksson et

al., 2003)

Budaya yang tumbuh merefleksikan visi, strategi dan pengalaman

orang-orangyang mengimplementasikan nilai-nilai tersebut, lebih lanjut

Susanto et al., (2008) menerangkan budaya yang kuat akan menjadi


50

pengungkit bagi pedoman perilaku bagi tiap anggota organisasi. Hal ini

akan membantu para anggotaorganisasi untuk melakukan tugasnya

dengan lebih baik terutamadalam dua hal sebagai berikut: (1) Budaya

organisasi yang kuat adalah sebuah sistem dari peraturan-peraturan

informal yang mengemukakan tentang bagaimana sebaiknyaanggota

organisasi bersikap dalam kesehariannya. (2) Budaya organisasi yang

kuat memungkinkan para anggota untuk merasakan dengan lebih baik

tentang apayang mereka lakukan sehingga mereka akan mempunyai

motivasi yang lebihbesar untuk bekerja dengan lebih giat. Elemen-

elemen budaya organisasi ada tiga tingkatan, yaitu:

a. Artifacts adalah sesuatu yang dimodifikasi oleh manusia tujuan dan

hal-hal yang dapat langsung dilihat dari struktur sebuah organisasi

tersebut. Artifacsmerupakan hal yang paling mudah untuk dilihat dan

ditangkap saat kitamemasuki sebuah organisasi karena hal ini

berhubungan erat dengan apa yangkita lihat, kita dengar, dan apa

yang kita rasakan saat berada dalam sebuahlingkungan organisasi.

Dengan kata lain artifacs adalah elemen budaya yangpaling mudah

dilihat dan mempunyai dampak yang paling cepat ditangkapsecara

emosional.

Sobirin (2007)artefak adalah budaya yang kasat mata

yangmudah diobservasi oleh seseorang atau sekelompok orang baik

orang dalammaupun luar organisasi (visible dan observable), pintu

masuk bagi orang luar untuk memahami budaya sebuah organisasi


51

atau dengan kata lain artefak merupakan bentuk komunikasi budaya

diantara orang dalam organisasi dan antara orang dalam dengan

orang-orang di luar oraganisasi. Dikatakan demikian karena diantara

elemen-elemen budaya lainnya asumsi dasar dan values, artefak

merupakan elemen budaya organisasi yang bersinggungan secara

langsung dengan lingkungan eksternal. Itulah sebabnya bagi orang

luar, jika ingin memahami budaya sebuah organisasi pertama-tama

mereka lakukan adalah memahami artefaknya, dengan

mengobservasi, mendeteksi atau mengamati bagian luar organisasi

sehingga orang luar bisa menyimpulkan seperti apa budaya sebuah

organisasi.

b. Exposed values atau nilai-nilai pendukung yang mencakup strategi,

tujuan, dan filosofi dasar yang dimiliki oleh organisasi yang

bersangkutan. Nilai-nilai pendukung ini dapat dipahami jika mulai

menyelami organisasi tersebut dengan tinggal lebih lama dalam

organisasi. Nilai-nilai pendukung ini merupakan elemen budaya kedua

ini biasanya dinyatakan secara tertulis dan menjadi acuan bagi tiap

langkah yang dilakukan oleh anggota organisasi. Pernyataan tertulis

ini disusun berdasarkan kesepakatan bersama dan acap kali amat

dipengaruhi oleh cita cita, tujuan, dan persepsi yang dimiliki oleh

pendiri organisasi (founding father).

Diterangkan oleh Sobirin (2007)bahwa esensi dari tiap konsep

nilai sesungguhnya sama. Values dalam organisasi adalah :


52

1) Sebuah konsep atau keyakinan

2) Tentang tujuan akhir atau sebuah perilaku yang patut dicapai

3) Bersifat transendental untuk situasi tertentu

4) Pedoman untuk memilih atau mengevaluasi perilaku atau

sebuah kejadian

5) Tersusun sesuai dengan arti pentingnya

Nilai-nilai dan kepercayaan merupakan bagian dari sub struktur

kognitif dari sebuah budaya organisasi. Nilai-nilai lebih mengarah

pada kode-kode moral, etika dan menjadi penentu bagi tiap organisasi

tentang apa yang sebaiknya dilakukan (tinjauan normatif). Misalnya

budaya sebuah organisasi menyatakan bahwa kejujuran, keterbukaan

dan integritas merupakan nilai-nilai yang dianut dan diaplikasikan

untuk melakukan segala aktivitas organisasi. Contoh aplikasinya untuk

bagian keuangan dalam organisasinya tersebut misalnya adalah

menyusun laporan keuangan yang transparan dan jujur dalam artian

tidak melakukan penipuan tertentu demi tampilam organisasi tersebut

lebih menarik minat investor tertentu (melakukan window dressing).

Kepercayaan lebih mengarah pada apa yang dipikir oleh

organisasi berikut seluruh anggotanya benar atau tidak benar.

Organisasi memperoleh kekuatan dari nilai-nilai bersama bagi seluruh

karyawan serta panduan bagi perilaku keseraharian mereka. Nilai-nilai

organisasi dapat memiliki lingkup yang umum atau focus yang sempit.

Organisasi memperoleh kekuatan dari nilai-nilai bersama, jika


53

karyawan mengetahui apa yang menjadi pendirian perusahaan,

standar yang mereka pertahankan maka sangat mungkin meraka

akan membuat keputusan-keputusan yang mendukung standar-

standar tersebut. Mereka akan termotivasi karena kehidupan dalam

organisasi mampu memberikan makna bagi kehidupan mereka.

c. Share Tacit Assumptions atau asumsi-asumsi tersirat yang diyakini

bersama. Asumsi-asumsi tersirat ini dapat kita temui melalui

penulusuran terhadap sejarah organisasi yang bersangkutan. Nilai-

nilai, kepercayaan, dan asumsi apa yang digunakan oleh pendiri yang

dianggap sebagai hal-hal yang penting dalam membawa organisasi

kegerbang kesuksesan. Hal-hal yang bersifat taken for granted

(sesuatu yang telah dianggap normal atau sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan, dengan kata lain sudah diterima apa adanya)

yang dibagi bersama-sama dengan seluruh anggota oraganisasi oleh

pendirinya.

Dijelaskan Sobirin (2007)asumsi merupakan inti budaya

organisasi, artinya budaya organasisasi dalam banyak hal sangat

dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang berlaku di organisasi tersebut.

Pemahaman dan perhatian para karyawan terhadap asumsi dasar

diibaratkan seperti orang yang bangun tidur yang tidak perlu lagi

memikirkan bagaimana cara ia harus bernapas atau bahasa apa yang

akan ia gunakan pada hari itu dan diibaratkan seperti ikan dalam air.
54

Menurut Susanto (2008) ada 5 dimensi yang perlu diperhatikan

jika berbicara tentang asumsi-asumsi dasar dalam konteks budaya

organisasi.

1) Humanity’s relationship to its environment, organisasi-

organisasi mempunyai pendapat yang sangat berbeda tentang

pengaruh lingkungan bagi organisasinya. Beberapa organisasi

beranggapan bahwa mereka mampu mengubah lingkungan

sekitarnya, beberapa yang lain menyatakan mereka harus

harmonis dengan lingkungannya seringkali dengan

menemukan relung yang tepat. Pada organisasi yang merasa

mampu merubah lingkungan bisnisyang ditekuninya.

2) The nature of reality and truth, ada banyak cara untuk

memandang kebenaran (truth) dan mencapai sebuah

keputusan dalam organisasi. Dalam beberapa organisasi

kepercayaaan diputuskan sebagai dogma murni yang

didasarkan pada tradisi atau kebijaksanaan yang ditunjukkan

oleh para pemimpin yang terpercaya dalam organisasi.

3) The nature of human nature, menurut konsep tipe manuasia

dalam kelompok yang dikemukakan oleh McGregor, ada dua

tipe manusia dalam organisasi. Yaitu manusia tipe X dan

manusia tipe Y. Manuasia dengan tipe X lebih cenderung

pemalas dalam artian kurang mempunyai motivasi diri.

Sedangkan manusia dengan tipe Y biasanya lebih memiliki


55

motivasi diri yang tinggi. Motivasi diri inipun berbeda-beda latar

belakangnya, ada yang karena faktor finansial (kebutuhan akan

uang/materi), social approval (ingin terkenal) atau bahkan

aktualisasi diri.

4) The nature of human activity, dalam dunia barat dikenal prinsip

sebagai berikut: seseorang dalam sebuah organisasi akan

mampu menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya

dengan menjadi orang yang proaktive achiver Dalam dunia

timur, biasanya hal ini lebih halus dalam artian seseorang

ditekankan untuk menyelaraskan dan menjaga hubungan baik

yang sudah terbina dengan orang lain. Norma kekeluargaan

masih dipegang erat dan teguh.

5) The nature of human relationships, oraganisasi berbeda satu

sama yang lain dalam hal pandangan mereka, bagaimana tiap

orang berinteraksi satu sama lainnya. Misalnya sebuah

organisasi menganggap bahwa kerja individu lebih baik dari

pada kerja tim, hal ini akan tercermin dari cara kerja dari

anggota organisasi yang merupakan representasi langsung dari

budaya yang dianut oleh organisasi tersebut.

2. Faktor-Faktor Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut Krisdarto faktor-faktor yang membentuk budaya perusahaan:

a. Observed behavioral regularities when people interact yaitu Bahasa

yang digunakan dalam organisasi, kebiasaan dan tradisi yang ada


56

dan ritual para karyawan dalam menghadapi berbagai macam

situasi.

b. Group Norms yaitu nilai dan standar baku dalam organisasi.

c. Exposed Values yaitu nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi yang

ingin dicapai, misalnya kualitas produk, dan sebagainya.

d. 4.Formal Philosophy yaitu kebijakan dan prinsip ideologis yang

mengarahkan perilaku organisasi terhadap karyawan, pelanggan dan

pemegang saham.

e. Rules of the Game yaitu aturan-aturan dalam perusahaan (the

ropes), hal-hal apa saja yang harus dipelajari oleh karyawan baru

agar dapat diterima di organisasi tersebut.

f. Climate yaitu perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari

keadaan fisik organisasi dan interaksi antar karyawan, interaksi

atasan dengan bawahan, juga interaksi dengan pelanggan atau

organisasi lain.

g. Embedded Skills yaitu kompetensi khusus dari anggota organisasi

dalam menyelesaikan tugasnya dan kemampuan menyalurkan

keahliannya dari satu generasi ke generasi lainnya.

h. Habits of thinking, mental models, and/or linguistec paradims yaitu

adanya suatu kesamaan frame yang mengarahkan pada persepsi

(untuk dapat mengurangi adanya perbedaan persepsi), pikiran dan

bahasa yang digunakan oleh para karyawan dan diajarkan pada

karyawan baru pada awal proses sosialisasi.


57

i. Shared Meanings yaitu rasa saling pengertian yang diciptakan

sendiri oleh karyawan dari interaksi sehari-hari.

j. 10.Root Metaphors or Integrating Symbols yaitu ide-ide, perasaan

dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik

organisasi yang secara sadar ataupun tidak sadar tercermin dari

bangunan, lay out ruang kerja dan materi artifacts lainnya. Hal ini

merefleksikan respon emosional dan estetika anggota organisasi,

disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluative anggota

organisasi.

Kiers, West, and Denison (2002)mengembangkan konsep tentang 4

karakteristik budaya yang diidentifikasi sebagai budaya organisasi yang

mempunyai pengaruh besar dalam kinerja organisasi. Karakteristik budaya

tersebut meliputi: keterlibatan (involvement), penyesuaian (adaptability),

konsistensi (consistency) dan pemahaman misi (mission), yang

menggambarkan besarnya fokus organisasi pada faktor internal dan

eksternal organisasi. Keempat karakteristik ini dikelompokkan menjadi

dimensi-dimensi dinamika ekstenal (adaptabililas dan penghayatan misi),

dinamika internal (keterlibatan dan konsistensi), fieksibilitas/ perubahan

(adaptabililas dan keterlibatan), dan stabilitas (penghayatan misi dan

konsistensi).

Kerangka budaya organisasi Denison merupakan satu model yang

mengaitkan antara unsur strategi, sistem, struktur dan tingkah laku kepada

bassic assumptions dan kepercayaan yang umum (Denison, 1990). Model


58

budaya organisasi Denison meletakkan kepercayaan dan bassic

assumptions yaitu pada tahap yang paling utama bagi budaya organisasi

sebagai dasar bermulanya tingkah laku dan tindakan seseorang pekerja.

Kepercayaan dan bassic assumptions setiap individu tentang organisasinya

menjadi pengikat dalam organisasi. Namun apabila organisasi berubah atau

apabila anggota berhadapan dengan tantangan dan persaingan baru, maka

kepercayaan dan bassic assumptions, strategi, struktur serta tingkah laku

dalam budaya organisasi akan dinilai kembali.

Dalam Denison model dapat diketahui bahwa setiap dimensi saling

terkait dan berkontribusi terhadap perkembangan organisasi. Lebih lanjut

dimensi yang berfokus pada pengembangan internal terbukti memliki

pengaruh terhadap peningkatan kinerja seperti kinerja operasional dan

kepuasan karyawan (Denison, 1996).

1. Involvement

Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi.

Keterlibatan yang tinggi dari anggota organisasi berpengaruh terhadap

kinerja perusahaan khususnya menyangkut manajemen, strategi

perusahaan, struktur organisasi, biaya-biaya transaksi, dan sebagainya.

Keterlibatan merupakan kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam

setiap budaya organisasi(Sutrisno, 2010). Keterlibatan merupakan dimensi

budaya organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi staf dalam proses

pengambilan keputusan (Sobirin, 2007). Kiers et al. (2002) menyatakan,

keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf merasa


59

diikutsertakan dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf

bertanggung jawab tentang tindakan yang dilakukannya. Keterlibatan

(involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap

individu dalam mengemukakan pendapat. Keterlibatan tersebut perlu

dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang

menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan

organisasi/perusahaan. Marx, Wesemann, Dehnen, and Pantenburg

(2001)menjelaskan bahwa keterlibatan mencakup kemampuan organisasi

untuk membangun professional dan administrasi staf.Redon et al. (2006)

menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan terlibat dalam organisasi,

mereka akan merasa bagian di dalam organisasi dan pendapat serta

tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan tujuan

organisasi. Keterlibatan menciptakan partisipasi dan komitmen staf

terhadap organisasi. Staf yang terlibat di dalam organisasi maka akan

meningkat kinerjanya(Denison, 1990). Denison (1996)menyatakan bahwa

keterlibatan terdiri dari tiga indikator yaitu pemberdayaan (empowerment),

kerja tim (team orientation) dan kemampuan berkembang (capability

development):

a. Pemberdayaan (empowerment)

Pemberdayaan adalah proses yang memungkinkan staf untuk

memiliki input dan kontrol atas pekerjaan mereka, serta kemampuan

untuk secara terbuka berbagi saran dan ide mengenai pekerjaan

mereka (Richard, 2010). Christense (2012) menyatakan bahwa


60

pemberdayaan akan membuat staf memiliki kekuasan untuk mampu

membuat pilihan dan berpartisipasi pada tingkat yang lebih

bertanggung jawab yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan

bahagia pada diri staf tersebut serta mengakibatkan staf akan

berpikiran positif terhadap lingkungannya.

b. Kerja tim (team orientation)

Kerja tim menunjukkan efektifnya kerja secara tim dalam memberikan

kontribusi pada organisasi yang mana proses di dalam kerja tim

merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah dan

meningkatkan inovasi anggotanya (M. S. Ahmad, 2012). Penelitian

yang dilakukan oleh Richardson (2003)menunjukkan kerja tim yang

dilakukan oleh oleh tim kesehatan akan meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan.

c. Kemampuan berkembang (capability development)

Kemampuan berkembang adalah kemampuan suatu organisasi untuk

meningkatkan kemampuan stafnya sehingga mampu berkompetisi dan

mencapai tujuan organisasi(M. S. Ahmad, 2012).

2. Consistency

Konsistensi merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap

asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi (Sobirin, 2007). Sutrisno

(2010)menambahkan bahwa konsistensi menekankan pada sistem

keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan


61

dianut bersama oleh para anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-

kegiatan yang terkoordinasi.

Adanya konsistensi dalam suatu organisasi ditandai oleh staf

merasa terikat; ada nilai-nilai kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat

dilakukan dan tidak dapat dilakukan. Kiers et al. (2002) menyatakan

bahwa konsistensi di dalam organisasi merupakan dimensi yang menjaga

kekuatan dan stabilitas di dalam organisasi. Denison dan Mirsha (1995)

menyatakan bahwa konsistensi dapat dilihat dari tiga indikator yaitu nilai

inti (core value), kesepakatan (agreement), koordinasi dan integrasi

(coordination and integration).

a. Nilai inti (core value)

Nilai inti adalah pedoman atau kepercayaan permanen mengenai

sesuatu tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku

staf dalam mencapai tujuan organisasi (Wirawan, 2007). Sejalan

dengan penelitian Denison (1996)di Russian Organisations

menunjukkan bahwa staf menganggap nilai-nilai inti di organisasi

merupakan hal yang penting di dalam organisasi yang menjadi

pertahanan untuk integritas organisasi sehingga staf bertindak

berdasarkan nilai-nilai di dalam organisasi tersebu. Lawson and Price

(2003)menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki seperangkat nilai

dan aturan yang jelas mengakibatkan staf lebih terarah dalam

melakukan pekerjaan.

b. Kesepakatan (agreement)
62

Kesepakatan adalah suatu proses ketika staf di dalam organisasi dapat

mencapai kesamaan pendapat tentang masalah-masalah yang terjadi

atau suatu hal yag mendasari dan mampu menyelesaikan perbedaan

pendapat yang terjadi di dalam organisasi (Denison, Janovics, Young,

& Cho, 2006).Tappen, Davis, and Tradewell (1995)menyatakan bahwa

salah satu cara untuk menyelesaikan masalah di dalam organisasi jalan

mencapai kesepakatan (reaching agreement). Mencapai kesepakatan

memberikan pengertian bahwa orang yang berkonflik mampu mencapai

pemahaman yang sama mengenai masalah dan penyelesaian dari

masalah tersebut. Di dalam kesepakatan masing-masing orang yang

berkonflik mampu terbuka dengan masalah yang mereka hadapi dan

membuka diskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

c. Koordinasi dan integrasi (coordination and integration)

Koordinasi dan integrasi adalah berbagai fungsi serta unit di dalam

organisasi yang bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi tanpa

menggangu hak masing-masing(Denison et al., 2006). Koordinasi dan

integrasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan

pelayanan yang diberikan kepada public(Baker, 2002). Berdasarkan

penjelasan-penjelasan sebelumnya terlihat bahwa konsistensi

merupakan perwujudan dari kemampuan menerapkan nilai-nilai yang

mengatur anggota organisasi, kemampuan mencapai pemahaman

bersama terhadap masalah yang terjadi dan kemampuan


63

mengkoordinasikan berbagai unit di dalam organisasi untuk

bekerjasama mencapai tujuan bersama.

3. Adaptability

Denison et al. (2006)menyatakan bahwa kemampuan adaptasi

merupakan kemampuan organisasi untuk menerjemahkan pengaruh

lingkungan terhadap organisasi. Sejalan dengan(Sobirin, 2007), adaptasi

merupakan kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-

perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal

organisasi. Denison (1996)juga menjelaskan bahwa adaptasi merupakan

kemampuan organisasi menerjemahkan pengaruh lingkungan dengan

cara melakukan perubahan di dalam organisasi dengan tujuan

pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Denison et al.

(2006)menyatakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dilihat dari tiga

indikator yaitu perubahan (creating change), berfokus pada pasien

(customer focus) dan pembelajaran organisasi (organizational learning).

a. Perubahan (creating change)

Perubahan adalah kemampuan organisasi untuk melakukan

pembaharuan, mampu mengikuti perkembangan dan bereaksi dengan

cepat terhadap tren serta mengantisipasi dampak dari pembaharuan

tersebut(Denison et al., 2006).Tappen et al. (1995) menyatakan bahwa

seorang manager harus terlibat secara langsung mengusulkan dan

mengadakan perubahan. Perubahan ini dapat berupa metode baru,


64

contohnya memberikan cara pengobatan yang lebih efektif, atau

menemukan penyelesaian masalah kesehatan dengan mengadakan

penelitian.

b. Berfokus pada pasien (customer focus)

Berfokus pada pasien artinya kemampuan organisasi untuk mampu

memberikan perhatian pada kepuasan pelanggan(Denison, 1996).

c. Pembelajaran organisasi (organizational learning)

Pembelajaran organisasi adalah proses yang mendukung organisasi

untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta mampu

bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan

pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan

kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada anggota

lainnya. Pembelajaran organisasi merupakan kemampuan organisasi

menerima, menerjemahkan, dan menginterpretasi dari lingkungan

eksternal menjadi suatu usaha untuk mendorong inovasi, memperoleh

pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan (Denison et al., 2006).

4. Mission

Penghayatan misi memberikan dua pengaruh besar pada fungsi

perusahaan: (1) menentukan manfaat dan makna dengan cara

mendefinisikan peran sosial dan sasaran eksternal bagi institusi serta

mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran institusi; dan (2)

memberikan kejelasan dan arah/ aturan. Kesadaran akan misi

memberikan arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk


65

mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat bagi organisasi dan para

anggotanya. Kedua faktor tersebut memiliki efek positif pada kinerja

organisasi.

Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti

organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap

apa yang dianggap penting oleh organisasi. Denison et al.

(2006)menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan

misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan dicapai dan

tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas. Denison &

Mirsha (1995) menyatakan bahwa ada tiga indikator dalam memahami

misi yaitu strategi yang terarah dan tetap (strategic direction and intent),

tujuan dan objektivitas (goals and objectives), visi (vision).

a. Strategi yang terarah dan tetap (strategic direction and intent)

Strategi yang terarah dan tetap merupakan rencana yang jelas

mengenai tujuan organisasi dan membuat anggota organisasi

memahami konstribusi dan fungsi mereka di dalam organisasi

(Denison, 2006). Sejalan dengan pernyataan Marquis (2010) bahwa

manager tingkat pertama yang secara umum lebih dilibatkan dalam

penetapan strategi. Strategi merupakan elemen penting yang

memberikan penjelasan mengenai caracara untuk melaksanakan suatu

tindakan.Baker (2002) memberikan penjelasan bahwa strategi

merupakan elemen yang sangat penting untuk mempertahankan

budaya organisasi. Tidak adanya kejelasan strategi di dalam organisasi


66

juga mengakibatkan staf tidak mengerti tujuan yang akan dicapai

organisasi tersebut.

b. Tujuan dan objektivitas (goals and objectives)

Tujuan dan objektivitas merupakan merupakan hasil yang diinginkan

melalui usaha yang terarah dapat diukur, ambisius namun tetap

realistis(Skrobik et al., 2010). Denison et al. (2006)menyatakan bahwa

tujuan dan objektivitas merupakan kumpulan sasaran yang dikaitkan

dengan misi, visi, serta strategi dan mampu memberikan arahan yang

jelas bagi staf untuk bertindak.

c. Visi (vision)

Visi merupakan pandangan bersama mengenai tujuan yang akan

dicapai yang terdiri dari nilai-nilai dan pemikiran bersama yang mampu

memberikan arahan bagi anggota organisasi(Denison et al., 2006).

Sapitri (2014), visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-

cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai

di masa depan atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan

“apa yang diinginkan” dari organisasi atau perusahaan. Visi juga

merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin

kelestarian dan kesuksesan jangka panjang.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rondeau and Wagar (1999)

menyelidiki peran peran budaya organisasi di rumah sakit,

menunjukkan bahwa rumah sakit yang menerapakan visi yag kuat akan

menghasilkan produktivitas yang baik dan pencapaian tujuan. Hal ini


67

karena dengan penerapan visi maka staf memahami tugas dan

tanggung jawab yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

organisasi tersebut.
68

E. Matriks Penelitian Terdahulu


Tabel 2
Penelitian Terdahulu Terkait Judul Penelitian Penulis

No. Judul & Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
dengan Penelitian

1. Good Corporate Menganalisis hubungan Deskriptif Analitik Menemukan dua Pada penelitian
Governance penerapan prinsip-prinsip dengan desain variable yang Hasan et al. (2016)
Implementation and good corporate cross sectional pada signifikan menguji hubungan
Performance of Civil governance terhadap sebanyak 56 PNS. berhubungan dengan prinsip good
Servant (2016) kinerja pegawai negeri sipil Analisis dengan uji kinerja PNS yaitu corporate
di RS Umum Lapangan kai kuadrat dan penerapan prinsip governance
Natuna Kabupaten regresi logistic fairness dan prinsip terhadap kinerja
Hasan et al. (2016) Kepulauan Anambas transparancy sedangkan
penelitian ini
menjadikan
masalah prinsip
good corporate
governance
sebagai masalah
dan mengangkat
change
management
69

beserta faktor yang


mempengaruhinya
sebagai variable
penelitian

2. The Impact of Corporate Menguji hubungan good Penelitian dilakukan Menunjukkan bahwa Penelitian Bauer et
Governance on corporate governance pada beberapa penerapan good al. (2008) dilakukan
Corporate Performance dengan kinerja organisasi perusahaan di corporate governance di beberapa
:Evidence from Japan di Jepang Jepang dengan efektif dalam perusahaan
(2008) menggunakan meningkatkan kinerja sedangkan
kuesoner organisasi penelitian ini
Bauer et al. (2008) difokuskan pada
rumah sakit

3. Good Corporate Melihat penerapan good Penelitian dilakukan RS A dan RS B Penelitian Pribadi
Governance in Hospital corporate governance di pada dua rumah berada pada status dkk (2012) fokus
A and B RS A dan RS B sakit, menggunakan bad atau buruk dalam melihat penerapan
kuesioner GCG melaksanakan GCG, good corporate
versi center for perbedaan hasil governance di
Pribadi, Santosa, and GCG UGM dan skoring pada masing- rumah sakit
Rusep (2012) dilengkapi dengan masing prinsip GCG sedangkan
wawancara antara RS A dan RS penelitian ini
B dapat terjadi karena melihat pengaruh
faktor kearifan local, kepemimpinan dan
perilaku organisasi, budaya organisasi
dan budaya terhadap change
organisasi management
70

4. Pengaruh Good Menguji pengaruh good Populasi penelitian Good governance Pada penelitian
Governance dan governance dan adalan manajer dan pengendalian Azlina dan Amelia
Pengendalian Intern pengendalian internal pada SETDA internal memiliki (2014)
terhadap Kinerja pada kinerja pemerintah di Kabupaten pengaruh positif dan menggunakan
Pemerintah Kabupaten Kabupaten Pelalawan Pelalawan. Analisis signifikan terhadap good corporate
Pelalawan data menggunakan kinerja pemerintah governance,
regresi linear Kabupaten Pelalawan pengendalian
intern, dan kinerja
Azlina and Amelia sebagai variable
(2014) sedangkan
penelitian ini
menggunakan
change
management,
kepemimpinan, dan
budaya organisasi
sebagai variabel
penelitian
5. Analisis Kinerja RS Mempelajari dan Penelitian deskriptif Komitmen organisasi, Penelitian
Daerah dengan menganalisis pengaruh dan eksplanatory audit internal, dan Prasetyono dan
pendekatan BSC komitmen organisasi, audit survey pada RS penerapan prinsip Kompyurini
berdasarkan Komitmen internal, dan implementasi Daerah Jawa Timur. good corporate menganalisis
Organisasi, prinsip good corporate Pengambilan data governance secara kinerja RS dengan
Pengendalian Internal, governance pada kinerja menggunakan simultan berpengaruh pendekatan BSC
dan Penerapan Prinsip- RS daerah kuesioner terhadap kinerja RS berdasarkan
Prinsip Good Corporate Daerah Jawa Timur komitmen
organisasi,
71

Governance pengendalian
intern, dan
penerapan prinsip-
Prasetyono dan prinsip good
Kompyurini corporate
governance
sedangan
penelitian ini
memakai variabel
kepemimpinan,
budaya organisasi,
dan change
management
6. Corporate Governance Menganalisis pengaruh Penelitian Good corporate Penelitian Olannye
and Organizational corporate governance menggunakan uji governance et al. (2014)
Performance in The terhadap kinerja organisasi analisis regresi dan berpengaruh positif menguji pengaruh
Nigerian Banking pada industri keuangan di pada pegawai di terhadap kinerja good corporate
Industry (2014) Nigeria beberapa industri pegawai governance
keuangan di Nigeria terhadap kinerja
sedangkan
Olannye, Peter, and penelitian ini tidak
David (2014) menguji pengaruh
good corporate
governance
terhadap kinerja
72

7. A Conceptual Review Menguji pengaruh good Penelitian dilakukan Penerapan prinsip Penelitian Ahmed
on Corporate corporate governance pada pegawai di good corporate et al. (2008)
Governance and its terhadap kinerja organisasi Bangladesh dengan governance yang kuat menguji pengaruh
Effect on Firm’s di Bangadesh menggunakan akan berpengaruh good corporate
Performance : kuesoner terhadap kinerja governance
Bangladesh Perspective organisasi yang juga terhadap kinerja
(2008) lebih baik sedangkan
penelitian ini tidak
menguji pengaruh
Ahmed, Alam, Jafar, good corporate
and Zaman (2008) governance
terhadap kinerja

8. Peranan Good Mengkaji hubungan good Kajian teoritis dan Good Corporate Pada penelitian
Corporate Governance corporate governance dan didasari oleh Governance dan putri (2012), selain
dan Budaya Organisasi budaya terhadap kinerja temuan peneliti budaya organisasi menguji hubungan
terhadap Kinerja organisasi sebelumnya dengan yang baik menjadi good corporate
Organisasi (2012) metode empiris faktor pendukung governance
dalam tercapainya kinerja terhadap kinerja,
meneyelesaikan organisasi yang baik juga menguji
I. A. D. Putri (2012) masalah pengaruh budaya
organisasi terhadap
kinerja organisasi.
Sedangkan
penelitian ini tidak
menguji pengaruh
73

good corporate
governance
terhadap kinerja
tetapi mengangkat
masalah penerapan
prinsip good
corporate
governance
9. Key Factors Affecting Mengidentifikasi faktor Penelitian Kinerja rumah sakit Penelitian
The Hospital yang berpengaruh menggunakan dapat dipengaruhi Afsharkazemi et al.
Performance : A terhadap kinerja organisasi teknik kualitatif dan oleh faktor manajerial, (2012) meneliti
Qualitative Study Using kuantitatif. Analisis karakteristik pimpinan faktor yang
Fuzzy Logic (2012) data menggunakan puncak, sistem mempengaruhi
one sample t test informasi rumah sakit, kinerja sedangkan
dan karakteristik penelitian ini tidak
Afsharkazemi, rumah sakit. berfokus pada
Manouchehri, Salarifar, kinerja
and Nasiripour (2012)
10. Integrated Change : Mempelajari pengaruh Menganalisis Sinergisitas dan Guidroz et al. (2010)
Creating Synergy budaya organisasi dan berbagai literatur- integrasi budaya melakukan kajian
between Leader and kepemimpinan terhadap literatur mengenai organisasi dan literatur untuk
Organizational manajemen perubahan budaya organisasi, kepemimpinan akan mengetahui
Sinergisitas dan
Development (2010) dalam organisasi kepemimpinan, dan menciptakan
integrasi budaya
manajemen manajemen
Guidroz, Luce, & organisasi dan
perubahan perubahan yang lebih kepemimpinan akan
Denison (2010) baik pada sebuah menciptakan
manajemen
74

organisasi perubahan

11. Konsep Kepemimpinan Memperoleh informasi Menganalisis Pemimpin yang Hanya menganalisis
dalam Perubahan mengenai pengaruh berbagai literatur- memiliki visi, mampu pengaruh
Organisasi kepemimpinan terhadap literatur mengenai berkomunikasi, kepemimpinan
(organizational change) perubahan organisasi kepemimpinan dan sebagai agen terhadap manajemen
perubahan
pada Perpustakaan manajemen perubahan, dapat
sedangkan budaya
Perguruan Tinggi perubahan mempercepat dan
organisasi tidak
meningkatkan dianalisis
manajemen
Irawaty (2008) perubahan dalam
organisasi

12. Kepemimpinan Yang Memperoleh informasi Menganalisis Kepemimpinan efektif Hanya menganalisis
Efektif Dan Perubahan mengenai pengaruh berbagai literatur- dapat mempengaruhi pengaruh
Organisasi kepemimpinan terhadap literatur mengenai perubahan organisasi kepemimpinan
perubahan organisasi kepemimpinan dan terhadap manajemen
perubahan
manajemen
sedangkan budaya
Soliha dan Hersugondo perubahan
organisasi tidak
(2008) dianalisis
75

13. Pengaruh Perubahan Mengetahui sejauhmana Analisis Kepemimpinan tidak Hanya melihat
Gaya Kepemimpinan pengaruh kepemimpinan menggunakan uji berpengaruh pengaruh
serta Implikasinya terhadap motivasi regresi dan terhadap motivasi kepemimpinan
terhadap Motivasi karyawan menyebarkan karyawan terhadap motivasi
sedangkan
Karyawan kuesioner terkait
pengaruhnya
gaya kepemimpinan
terhadap change
dan motivasi management tidak
(Sibali, 2011) karyawan diteliti

14. Mengelola Suatu Mengetahui pengaruh Menganalisis Terdapat pengaruh Hanya menganalisis
Perubahan dalam kepemimpinan berbagai literatur- kepemimpinan pengaruh
Organisasi transformasional terhadap literatur mengenai transformasional kepemimpinan
perubahan kepemimpinan terhadap manajemen terhadap manajemen
perubahan
transformasional perubahan
sedangkan budaya
(Darmawati) dan manajemen
organisasi tidak
perubahan dianalisis
76

F. Mapping Teori

Kreiner dan Kinicki (2001) :


1. Kekuatan Eksternal
Ashley M. Guidroz, Karen W. Benjamin Schneider, Arthur P.
(perkembangan teknologi,
Luce and Daniel R. Denison Brief, dan Richard A. Guzzo tekanan-tekanan social dan politik)
(2010) : (1996) : 2. Kekuatan Internal (Kepuasan
1. Kepemimpinan 1. Iklim Organisasi Kerja, Produktivitas, Motivasi
2. Budaya Organisasi 2. Budaya Organisasi Kerja, Perilaku dan Keputusan
Manajemen)

Kinerja
Change Management
dalamImplementasi Good Corporate Sustainable Competitive
Governance Advantage
77

G. Kerangka Teori

Kepemimpinan

Budaya
Organisasi

Iklim Organisasi Change Management


dalam implementasi Good
Corporate Governance

Kekuatan
Internal

Kekuatan
Eksternal

Gambar 2.

Modifikasi Teori Guidroz et al (2010), Benjamin (1996), & Kreiner dan


Kinicki (2001)

Variabel yang diteliti


78

H. Kerangka Konsep

Kepemimpinan
1. Pengaruh Ideal
2. Pertimbangan Change Management
Individual dalam implementasi
Good Corporate
3. Stimulasi Intelektual Governance
4. Motivasi Inspirasional
1. Awareness
2. Desire

Budaya Organisasi 3. Knowledge

1. Adaptability 4. Ability

2. Consistency 5. Reinforcement

3. Involvement
4. Mission

Gambar 3. Teori Guidroz et al. (2010)


79

I. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap change management dalam

implementasi Good corporate governance di RSUD Penajam Paser

Utara

2. Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap change management

dalam implementasi Good corporate governance di RSUD Penajam

Paser Utara

3. Terdapat pengaruh kepemimpinan terhadap budaya organisasi dalam

change management untuk implementasi Good corporate governance di

RSUD Penajam Paser Utara

4. Terdapat pengaruh kepemimpinan dan budaya organisasi secara

bersama-sama terhadap change management dalam implementasi

Good corporate governance di RSUD Penajam Paser Utara


80

J. Definisi Operasional

Tabel 3
Definisi Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Definisi Teori Definisi Pertanyaan Kriteria Objektif Instrumen dan
Operasional Kuesioner Cara Pengukuran

1. Kepemimpinan Pengaruh Persepsi pegawai 1. Pengaruh Ideal : Pilihan Jawaban : Kuesioner


pemimpin atau mengenai pola 1,2,3,4,5,6,7,8 1. Tidak Pernah kepemimpinan
atasan terhadap tingkah laku 2. Pertimbangan 2. Jarang multifaktor
bawahannya pemimpin dalam Individual : 3. Sering (Multifactor
proses mengarahkan 9,10,11,12
(Bass dan Avolio, 4. Selalu Leadership
dan mempengaruhi 3. Stimulasi
1994) Questionnaire)
pegawai pada Intelektual : 13, a. Nilai tertinggi : dengan jumlah item
pelaksanaan 14, 15, 16 80
manajemen pernyataan
4. Motivasi b. Nilai terendah
perubahan (change sebanyak 20.
Inspirasional : :20
management) 17,18, 19, 20
Menggunakan skala
Kriteria Objektifnya :
meliputi pengaruh likert.
ideal, pertimbangan 1. Tranformasional
individual, stimulasi : 51-80
intelektual, dan 2. Non
motivasi inspirasional Transformasional
: 20-50
81

No. Variabel Definisi Teori Definisi Pertanyaan Kriteria Objektif Instrumen dan
Operasional Kuesioner Cara Pengukuran

2. Budaya Suatu sistem Nilai-nilai yang 1.Adaptability : 31-45 Pilihan Jawaban : Kuesioner budaya
Organisasi pengertian dianut oleh anggota 2. Consistency : 16- 1. Sangat tidak organisasi dari
bersama yang organisasi yang 30 setuju Denison dengan
dipegang oleh berkaitan dengan 3. Involvement : 1-15 2. Tidak setuju jumlah item
anggota suatu pelaksanaan 4. Mission : 46-60 3. Setuju pernyataan
organisasi yang manajemen 4. Sangat setuju sebanyak enam
membedakan perubahan (change puluh.
organisasi management) Kriteria objektif : Menggunakan skala
tersebut dan meliputi adaptability, 1. Adaptability : likert.
organisasi consistency, Buruk : skor <45
Baik : skor > 45
lainnya (Robbins, involvement, dan
2. Consistency :
2002) mission
Lemah : skor
<45
Kuat : skor >45
3. Involvement :
Rendah : skor
<45
Tinggi : skor >45
4. Mission :
Rendah : skor
<45
Tinggi : skor >45
82

No. Variabel Definisi Teori Definisi Pertanyaan Kriteria Objektif Instrumen dan
Operasional Kuesioner Cara Pengukuran

3. Change Proses, alat, dan Proses transisi yang 1. Awareness : 1-3 Pilihan Jawaban : Kuesionerdengan
Management teknik untuk dilakukan oleh 2. Desire : 4-6 1. Sangat tidak jumlah item
mengelola orang- orang-orang dalam 3. Knowledge : 7-9 setuju pernyataan
orang dalam organisasi menuju 4. Ability : 10-12 2. Tidak setuju sebanyak 15.
organisasi tujuan yang 5. Reinforcement : 3. Setuju Menggunakan skala
menuju diinginkan dengan 13-15 4. Sangat setuju likert.
perubahan guna melalui tahapan
mencapai hasil awareness, desire, a. Nilai tertinggi :
yang telah knowledge, ability, 60
b. Nilai terendah
ditetapkan dan reinforcement
:15
(Prosci, 2001)
Kriteria Objektifnya :

1. Baik : 47-60
2. Sedang : 31-46
3. Kurang: 15-30

Anda mungkin juga menyukai