Anda di halaman 1dari 19

TUGAS I

PENGENDALI PID

TUJUAN :
- Mampu mengenal Pengendali PID
- Dapat memahami karakteristik Pengendali PID
- Mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali

DASAR TEORI :
1. Pengendali PID
Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah
dipelajari serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri
menggunakan
pengendali ini.
Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral
(I), dan
derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan
untai
tertutup (closed loop):

Gambar 1.1. Diagram Blok Closed Loop

Plant : sistem yang akan dikendalikan


Controller : Pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki respon
e : error = R - pengukuran dari sensor

variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV)
biasanya
sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan
mengubah
respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point
yang
ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang
berbeda untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini di antaranya yaitu
:

P Proportional Band = 100/gain


I Integral = 1/reset (units of time)
D Derivative = rate = pre-act (units of time)

Atau

1
Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :

atau dapat pula dinyatakan dengan :

2. Karakteristik Pengendali PID


Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu diketahui
bentuk
respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :

Gambar 1.2. Jenis Respon keluaran

Tabel 1.1. Karakteristik Masing-masing pengendali

CONTOH :
Jika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 1.3 berikut ini :

Gambar 1.3. Model Spring Damper

2
Persamaan model pada gambar tersebut yaitu :

Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka
didapat :

Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi
alihnya
yaitu :

Jika diketahui besaran-besaran pada persamaan tersebut yaitu :


- M = 1kg
- b = 10 N.s/m
- k = 20 N/m
- F (s) = 1

Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi :

Persamaan inilah yang akan dipergunakan.

A. Identifikasi respon secara Open loop


Buka matlab pilih new file, kemudian tuliskan :
num=1;
den=[1 10 20];
step(num,den)

Gambar 1.4. Respon keluaran Open Loop

3
B. Kendali Proporsional
Dari persamaan fungsi alih yang diketahui :

Jika dibentuk menjadi close loop dengan penambahan Kp didapatlah :

Program Matlab yang harus dibuat yaitu :


Kp=300;
num=[Kp];
den=[1 10 20+Kp];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
didapatlah respon berikut :

Gambar 1.5. Respon keluaran Pengendali P

C. Kendali Proporsional dan Derivative


Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=300;
Kd=10;
num=[Kd Kp];
den=[1 10+Kd 20+Kp];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)

4
Gambar 1.6. Respon keluaran pengendali PD

D. Kendali Proporsional dan Integral


Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=30;
Ki=70;
num=[Kp Ki];
den=[1 10 20+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
Respon yang didapat :

Gambar 1.7. Respon keluaran Pengendali PI

5
E. Kendali Proporsional, Integral dan Derivative :
Fungsi Alih closed loop didapatkan :

Dengan menggunakan program Matlab :


Kp=350;
Ki=300;
Kd=50;
num=[Kd Kp Ki];
den=[1 10+Kd 20+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)

Gambar 1.8. Respon keluaran pengendali PID

TUGAS :
1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui
model sistem kendali ini :

Gambar 1.9. Model Motor DC

6
* moment inertia rotor (J) = 3.2284E-6 kg.m2/s2
* damping ratio of the mechanical system (b) = 3.5077E-6 Nms
* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.0274 Nm/Amp
* electric resistance (R) = 4 ohm
* electric inductance (L) = 2.75E-6 H
* input (V): Source Voltage
* output (theta): position of shaft
* The rotor and shaft are assumed to be rigid

Fungsi alihnya yaitu :

2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila
diketahui
model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut :

* moment of inertia of the rotor (J) = 0.01 kg.m2/s2


* damping ratio of the mechanical system (b) = 0.1 Nms
* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.01 Nm/Amp
* electric resistance (R) = 1 ohm
* electric inductance (L) = 0.5 H
* input (V): Source Voltage
* output (theta): position of shaft
* The rotor and shaft are assumed to be rigid

DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005, PID Control : New Identification
And Design Method , Springer.
2. Ali. Muhammad, Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan
Software Matlab , Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. http://www.expertune.com, What is PID , 26 September 2008
4. Ogata, Katsuhiko, 2002, Modern Control System , Third Edition. New Jersey:
Prentice Hall.

7
TUGAS II
PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID

TUJUAN :
- Mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID
- Dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya
- Mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID
dalam
pengendalian sistem kendali

DASAR TEORI :
Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu
didasari
atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun
rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu
sebelum
penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak
mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada
reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Salah satu metode pendekatan
eksperimental
penalaan kontroller PID, yakni metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan
metode
Quarter decay dan metode heuristic (coba-coba).
Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang
besar terhadap perilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat
diubahnya komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus
diterima
sebagaimana adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan
melalui
penambahan suatu sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler
adalah
mereduksi sinyal kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal
aktual. Hal ini
sesuai dengan tujuan sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa
(diinginkan) sama dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti
sinyal
aktual dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem
kendali
yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai setting dengan nilai keluaran
relatif besar,
maka pengendali yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan ini untuk segera
menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi plant. Dengan demikian sistem
secara
cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih antara setting dengan
besaran
yang diatur sekecil mungkin.

Pengendali Proposional
Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan
besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga
aktualnya).
Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional
merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada
sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya
sebesar konstanta pengalinya.
Gambar 2.1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara
besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional.
Sinyal
keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran
aktualmya.
Selisih ini akan mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip
(mempercepat
pencapaian harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang
diinginkan).

8
Gambar 2.1 Diagram blok pengendali proporsional

Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional


(proportional band)
dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita
proporsional, sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan
terhadap sinyal kesalahan, Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp)
ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut:

Gambar 2.2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan
kesalahan yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional
bertambah
semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil,
sehingga
lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.

Gambar 2.2: Proportional band dari kontroler proporsional


tergantung pada penguatan.

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut


diterapkan pada
suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus
memperhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi
kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang
lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai
keadaan mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.

9
Kontroler Integral
Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan
keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ),
kontroller
proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu
mempunyai
kesalahan keadaan mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral.
Keluaran
kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal
kesalahan. Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari
perubahan
masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga
keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh
kurva
kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama
dengan
harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.3 menunjukkan
contoh
sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran
kontroller integral
terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 2.3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t
pada pembangkit kesalahan nol.

Gambar 2.4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu
kontroller integral.

Gambar 2.4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan


dengan kontroller integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh


Gambar
2.5. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran
kontroler
berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah
menjadi lebih
besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran
menjadi besar.

10
Gambar 2.5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:


1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler
integral
cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada
nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan
atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset.
Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan
osilasi dari
sinyal keluaran kontroler.

Kontroler Diferensial
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang
sangat besar dan cepat. Gambar 2.6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan
hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

Gambar 2.6: BlokDiagram kontroler diferensial

Gambar 2.7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran
kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran
kontroler
juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak
dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls.
Jika
sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru
merupakan
fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari
fungsi
ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td .

11
Gambar 2.7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:


1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat
mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem .
4. Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya
dipakai
untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil
kesalahan
pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada
lingkup
yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler
diferensial tidak
pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah sistem.

Kontroler PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D
dapat
saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler
proposional plusintegral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen
kontroller P, I dan
D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah
sistem,
menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.

Gambar 2.8 Blok diagram kontroler PID analog

12
Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler
proporsional,
keluaran kontroler integral. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan tersebut.

Gambar 2.9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran


dengan masukan untuk kontroller PID

Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari


ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan
penonjolan
sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat
disetel
lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan
kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Penalaan Paramater Kontroler PID


Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap
karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant,
perilaku
plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu
dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan
suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai
suatu
perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak
diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva keluaran,
penalaan
kontroler PID telah dapat dilakukan.
Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan.
Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning). Dua metode
pendekatan
eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.

Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942.
Metode
ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan
untuk
menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 2.10
memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.

Gambar 2.10 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

13
Metode Kurva Reaksi
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai
untaian
terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 2.11). Kalau plant minimal
tidak
mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan
berbentuk S.
Gambar 2.12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak
pada
ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks.

Gambar 2.11 Respon tangga satuan sistem

Gambar 2.12 Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan
waktu
tunda T. Dari gambar 2.12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang
waktu L.
Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari
keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis
kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum.
Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan
perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik
waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan
Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan
Td
dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2.1 merupakan rumusan
penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel 2.1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi

14
Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun
serial
dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga
dan
parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian
dinaikkan
bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem
berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain
oscillation).
Gambar 2.13 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 2.13 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain


oscillation
disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate
period Pu.
Gambar 2.14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.

Gambar 2.14 Kurva respon sustain oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan
Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td
berdasarkan
rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi

Quarter - decay
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda
tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode
quarter amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat

15
sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay
didefinisikan
sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki
perbandingan
sebesar seperempat (1/4).

Gambar 2.15 Kurva respon quarter amplitude decay

Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter


amplitude decay,
periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari
hubungan.
Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada
metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2.2
untuk metode
osilasi)

Langkah-langkah :
1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi
alih
sistem yaitu :

2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar
respon,
kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang
menyinggung
kurva, garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai
waktu
tunda (T)
3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 2.1
4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan
membuat nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi
nol.
Naikkan nilai Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap
seperti
pada gambar 2.15 kemudian tentukan nilai Ku dan Pu.
5. Setelah itu baru gunakan tabel 2.2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti
dan Td
pada nilai pengendali yang dipergunakan.
6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran
nilai yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode
osilasi.
7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam
rangka mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio.

Tugas :
Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka
mengendalikan sistem seperti yang telah dibahas pada praktikum sebelumnya (Tugas
1
& 2)

16
Daftar Pustaka
1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005, PID Control : New Identification
And Design Method , Springer.
2. Ali. Muhammad, Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan
Software Matlab , Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses , Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994
4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology , Englewood
Cliffs, New Jersey, 1988
5. Ogata, Katsuhiko, 2002, Modern Control System , Third Edition. New Jersey:
Prentice Hall
6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic
Controllers , Tans. ASME, vol. 64, pp. 759-768

17

Anda mungkin juga menyukai