Ulumul Quran
Ulumul Quran
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………...….…1
Daftar Isi………………………………………………………………………………...2
BAB I………………………………………………………………………………….…3
PENDAHULUAN……………………………………………………………….………3
BAB II …………………………………………………………………….………..……5
PEMBAHASAN…………………………………………………………………....……5
PENUTUP………………………………………………………………………………13
3.1. Kesimpulan………………………….……..……………………………….....13
3.2. Saran……………………………………………………………………...……13
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..13
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
3
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dituliskan masalah yang ada,
yaitu :
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Syaikh Abdul Fath al-Qadhy berkata bahwa qira’at adalah ilmu tentang tatacara
pengucapan kalimat-kalimat (ayat-ayat) Qur’aniyah. Sedangkan, Ibn al-Jaziri
menegaskan bahwa qira’at ialah ilmu cara melafalkan kalimat (kata-kata) Al-Qur’an dan
perbedaannya, dan tidak menyatakan qira’at sebagai suatu aliran dan tidak pula
menegaskan perlu adanya kesepakatan dalam periwayatan dalam sanad yan dilaluinya.
6
Hal itulah yang mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk
perbedaan cara menghafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut :
a) Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat,
misalnya pada firman Allah pada surat An-nisa’ ayat 37 tentang pembacaan “Bil Buhkhli”
(artinya kikir), disini
dapat dibaca dengan harakat “Fatha” pada huruf Ba’-nya, sehingga dibaca “Bil Bakhli”,
dapat pula dibaca “Dhommah” pada Ba’-nya, sehingga menjadi “Bil Bukhli”.
b) Perbedaan I’rab dan harakat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya, misalnya
pada firman Allah surah Saba’ ayat 19, yang artinya “Ya Tuhan kami jauhkanlah jarak
perjalanan kami”. Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah diatas adalah “ba’id”
karena statusnya fi”il amar, maka boleh juga dibaca “ba’ada” yang berarti kedudukannya
menjadi fi’il mahdhi artinya telah jauh.
c) Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisannya,
sedangkan maknanya berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat
259, yang artinya “……dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian kami
menyusunnya kembali.” Di dalam ayat tersebut terdapat kata “nunsyizuhaa” artinya
(kemudian kami menyusun kembali), yang ditulis dengan huruf (Za’) diganti dengan huruf
(ra’) sehingga berubah bunyi menjadi “nunsyiruha” yang berarti (kami hidupkan kembali).
d) Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya
tidak berubah, misalnya pada firman Allah dalam surah Al-Qoria’ah ayat : 5, yang artinya
“……..dan gunung-gunung seperti bulu yang dihamburkan”. Dalam ayat tersebut terdapat
bacaan “kal-ih-ni” dengan “ka-ash-shufi” sehingga kata itu yang mulanya bermakna bulu-
bulu berubah menjadi bulu-bulu domba.
e) Perbedaan pada kalimat yang menyebabkan perubahan bentuk dan maknanya, misalnya
pada ungkapan “thal in mandhud” menjadi “thalhin mandhud”.
f) Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya, misalnya pada firman Allah
dalam surah Qof ayat : 19, yang artinya “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-
benarnya”. Menurut suatu riwayat Abu Bakar pernah membacanya menjadi “wa ja’at
sakrat al-haqq bin al-maut”. Ia menggeser kata “al-maut” ke belakang dan memasukkan
kata “al-Haq”. Sehingga jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi “dan datanglah
sekarat yang benar-benar dengan kematian”.
g) Perbedaan dengan menambahi dan mengurangi huruf, seperti pada firman Allah dalam
surah al-Baqarah: 25, yang artinya “…surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya.” Dalam ayat tersebut terdapat kata “min”, kata ini dibuang pada ayat serupa
menjadi tanpa “min” dan sebaliknya pada ayat lain yang serupa menjadi tanpa “min” dan
sebaliknya pada ayat lain yang serupa tidak terdapat “min” justru ditambah.
7
a) Perbedaan Qira’at Nabi, artinya dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya,
Nabi memakai beberapa versi Qira’at.
b) Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku di kalangan kaum
muslimin waktu itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-
kata di dalam Al-Qur’an.
Contohnya ketika seorang Hudzail membaca di hadapan Rasul “atta hin”.
Padahal ia menghendaki “hatta hin”.
Ada riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi Qira’at yang ada atau
perbedaan riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut ayat-ayat tertentu.
c) Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-
Qur’an.
d) Perbedaan syakh, harakah atau huruf.
Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 222:
Kata yang digaris bawahi bisa dibaca “yathurna” dan bisa dibaca “yatthoh-har-na”.
Jika dibaca Qira’at pertama, maka berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-
istrimu) sampai mereka suci (berhenti dari haidh tanpa mandi terlebih dahulu).
Sedangkan Qira’at kedua berarti: “dan janganlah kamu mendekati mereka (istri-istrimu)
sampai mereka bersuci (berhenti dari haidh dan telah mandi wajib terlebih dahulu).”
8
Kata sab’ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh.
Mereka itu adalah : Abdullah bin Katsir ad-Dari (w. 120 H), Nafi bin Abdurrahman
bin Abu Naim (w. 169 H), Abdullah al-Yashibi (q. 118 H), Abu ‘Amar (w. 154 H),
Ya’qub (w. 205 H), Hamzah (w. 188 H), Ashim ibnu Abi al-Najub al-Asadi.
1) Qiraat Mutawatir
Yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari awal sampai akhir
sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta.Umumnya, qiraat yang
ada masuk dalam bagian ini.
2) Qiraat Masyhur
Yakni qiraat yang memiliki sanad sahih dengan kaidah bahasa arab dan tulisan
Mushaf utsmani. Umpamanya, qiraat dari tujuh yang disampaikan melalui jalur
berbeda- beda, sebagian perawi, misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut,
sementara yang lainnya tidak, dan qiraat semacam ini banyak digambarkan dalam
kitab-kitab qiraat.
3) Qiraat Ahad
Yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf Utsmani
dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemasyhuran dan tidak dibaca
sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan.
4) Qiraat Syadz (menyimpang),
Yakni qiraat yang sanadnya tidak sahih.Telah banyak kitab yang ditulis untuk
jenis qiraat ini.
5) Qiraat Maudhu’ (palsu), seperti qiraat al-Khazzani
6) As-Suyuthi kemudian menambah qiraat yang keenam
Yakni qiraat yang menyerupai hadits Mudraj (sisipan), yaitu adanya sisipan
pada bacaan dengan tujuan penafsiran.Umpamanya qiraat Abi Waqqash.
9
2.5. Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya dalam Istinbath Penetapan
(Hukum)
1. Urgensi mempelajari Qira’at
(sementara dalam mushaf utsmani tertulis yang artinya dapat difahami bahwa
seorang suami tidak boleh melakukan hubungan sebelum istrinya bersuci dan
mandi).
d. Menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
Misalnya, yang terdapat dalam surat Al-Maidah [5] ayat 6 ada dua bacaan mengenai
ayat itu, yaitu membaca
10
2. Pengaruh Qira’at dalam istinbath penetapan (hukum)
Berbagai riwayat hadits Nabi saw. diterangkan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam
tujuh huruf (al-ahruf al-sab’ah).24 Hadits-hadits Nabi saw. tentang al-ahruf al-sab’ah
menjadi pemicu adanya perbedaan pendapat di antara para ahli yang melahirkan
interpretasi tentang adanya perbedaan qira’at al- Qur’an. Bervariasinya qira’at yang
sahih ini mengandung banyak faedah antara lain; menunjukkan betapa terpeliharanya
dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan, walaupun mempunyai
sekian banyak bacaan yang berbeda-beda. Begitu pula meringankan umat Islam dan
memudahkan mereka membaca al-Qur’an dan sebagai bukti kemukjizatan al-Qur’an
dari segi kepadatan makna (ijaznya), karena setiap qira’at menunjukkan sesuatu hukum
syara’ tertentu tanpa pengulangan.
Dari penjelasan di atas dengan beberapa contoh bacaan al-Qur’an dengan beberapa
versi meliputi perbedaan dalam pengucapan harakat, huruf, dan bentuk kata. Susunan
kalimat dan penambahan maupun pengurangan kata, maka didasarkan pengamatan
terhadap beberapa sumber yang ada, ternyata ada perbedaan qira’at tersebut tidak
selamanya menimbulkan pengubahan arti yang dikandungnya. Karena perbedaan
bacaan tidak selamanya membawa dampak pada arti kata yang dikandungnya.
Demikian pula halnya dengan masalah hukum yang dikandungnya. Jadi adakalanya
berpengaruh terhadap perbedaan hukum dan adakalanya tidak berpengaruh terhadap
perbedaan hukum yang diintinbatkan. 1. Perbedaan qira’at yang berpengaruh terhadap
istinbath hukum.
Contoh firman Allah dalam QS. al-Baqarah/2: 222 yang berarti : ”Mereka bertanya
kepadamu tentang haid. Katakanlah haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah
menjauhkan diri dari wanita itu waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Ayat di atas adalah larangan Allah terhadap suami untuk berhubungan intim
dengan istrinya yang sementara haid. Dalam ayat tersebut di atas terdapat perbedaan
bacaan pada lafaz yathhurna ( )نرھطیdengan bacaan takhfif yakni disukun huruf tho (ط
) dhamma , lalu ( ) نرھطیHamz ah, al-Kissa’i dan ‘Ashim membacanya yaththaharna (
) اھhuruf ha ( )اھdan () طserta menasab kedua huruf tesebut ( ) اھdan (( ) طbertasydid
huruf tho ). Sedangkan , Ibn Kathir, Nafi’, Abu ‘Amr, Ibn ‘Amir menurut riwayat
Hafsah membacanya seperti yang tertulis dalam teks tersebut.27 Perbedaan bacaan dari
ayat di atas menimbulkan perbedaan hukum yang dikandungnya. Bacaan pertama
dengan bacaan takhfif lafaz ( )نرھطیbahwa seorang suami haram hukumnya untuk
berhubungan intim dengan istrinya dalam keadaaan haid sampai berhenti haidnya dan
mandi. Pandangan ini diperpegangi oleh Imam Malik, Imam Syafi’i dan Ahmad.
11
Bacaan kedua dengan tasydid lafaz ()نرھطی. Menurut Imam Abu Hanifah bahwa
yang dimaksud dari ayat di atas adalah larangan kepada suami untuk berhubungan
intim sampai istrinya suci, artinya berhenti darah haid. Dengan demikian, suami
diperbolehkan untuk berhubungan intim dengan istrinya karena telah berhenti haid,
meskipun belum mandi.28 Jika dua qira’at berbeda makna, tetapi tidak jelas kontradiksi
antara keduanya, sedangkan keduanya mengacu kepada hakikat yang sama, maka
kedua qira’at itu saling melengkapi.29 Perbedaan kedua qira’at tidak kontradiksi dari
segi makna, keduanya termasuk qira’at sahih. Perbedaan yang ditimbulkan terhadap
perbedaan istinbath hukum di sini hanya perbedaan dari wajib mandi setelah berhenti
haid dan boleh saja sebelum mandi jika sudah berhenti haid. Dengan demikian
mencermati perbedaan pandangan ulama memberi kesan kedua pandangan yang
berbeda itu dapat dikompromikan yakni bahwa suami haram menggauli istrinya yang
sedang haid sampai berhenti dari haidnya
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Istilah qira’at berasal dari bahasa Arab راءات55 قjamak (plural) dari راءاة55 ق, secara
etimologi merupakan akar kata (masdar) dari رأ55 قyang berarti membaca. Sedangkan,
menurut istilah ilmiah, qira’at adalah salah satu mazhab pengucapan Qur’an yang dipilih
oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab
lainnya. Dalam kajian Ilmu Tafsir, qira’at berarti: “Suatu aliran dalam melafalkan Al-
Qur’an yang dipelopori oleh salah satu imam qira’at yang berbeda dari pembacaan imam-
imam yang lain, dari segi pengucapan huruf-huruf, atau hay’ahnya, tapi periwayatan
qira’at tersebut darinya serta jalur yang dilaluinya disepakati”.
3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak, yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi
kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah di jelaskan.
Demikian makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan para pembaca dan penulis. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan
dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, kurang dimengerti, dan lugas. Karena
kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan., dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
13
Daftar Pustaka
http://belajarulumulquran.blogspot.com/2018/02/latar-belakang-timbulnya-perbedaan.html?m=1
https://www.kangdidik.com/2018/02/pengertian-qiraat-al-quran-dan.html?m=1
14
15