Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru adalah salah satu komponen pendidikan dalam proses belajar
mengajar, dalam proses pendidikan di sekolah guru memiliki tugas ganda yaitu
pengajar dan pendidik. Dimana pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang
harus dipenuhi dalam kehidupan manusia sepanjang hayat. Secara formal
Pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan tinggi. Adapun
secara hakiki Pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir sampai dewasa.
Sebagai seorang pengajar guru bertugas menuangkan atau mentransferkan
sejumlah materi pelajaran kepada peserta didik sedangkan sebagai pendidik
guru bertugas membimbing dan membina anak didiknya agar menjadi anak
yang kreatif, mandiri sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai yaitu dapat
meningkatkan hasil belajar yang sesuai dengan harapan.
Kemampuan siswa meningkatkan keaktifan belajar merupakan kegiatan
atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar, kegiatan-kegiatan
yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar mengajar
seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, dapat menjawab
pertanyaan guru, dan bisa bekerjasama dengan siswa lain serta bertanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan. Upaya peningkatan keaktifan belajar
dalam proses pembelajaran pada masa sekarang ini telah banyak
dikembangkan metode-metode pembelajaran yang bersifat memanusiakan
manusia. Seluruh metode pembelajaran tersebut digunakan dalam rangka
revolusi belajar yang melibatkan guru berbagai bidang studi dan siswa sebagai
satu kesatuan yang mempunyai hubungan timbal balik. Peran guru pada
umumnya sebagai pengajar atau fasilitator, sedangkan siswa merupakan
individu yang belajar dalam kegiatan pembelajaran.
Penerapan metode-metode pembelajaran banyak sekali mengalami
kendala, mulai dari sarana maupun prasarana yang terdapat di sekolah serta
sumber daya manusia yang kurang menunjang khususnya kepada guru mata

1
pelajaran IPS seperti kurangnya kesiapan guru ketika sedang melaksanakan
pembelajaran di kelas dan kurangnya penguasaan bahan pelajaran sehingga
guru dalam penyajiannya tidak jelas, akibat yang ditimbulkan siswa malas
untuk mengikuti proses pembelajaran. Meskipun demikian guru diharapkan
mampu menerapkan model serta metode yang tepat dan sesuai dengan
pembelajaran IPS, dimana seorang pendidik memang dituntut untuk
memanfaatkan teknologi revolusi 4.0 sesuai pembelajaran abad 21. Selain itu,
guru diharapkan dapat menanamkan prinsip mengajar seperti prinsip perhatian
dan motivasi, prinsip keaktifan maupun prinsip keterlibatan langsung siswa.
Dalam metode pembelajaran ini sebelum siswa menyelesaikan sebuah soal,
siswa harus memahami soal tersebut secara menyeluruh dengan peran model
atau strategi yang terarah sesuai Pendidikan pada era abad 21.
Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 5 Satap Bonti pada 25 Mei
2021, kelas VIIA yang menjadi objek penelitian karena pada kelas ini terdiri
dari berbagai latar belakang siswa yang berbeda, secara khusus kelas VIIA
terlihat kurangnya keaktifan belajar siswa dalam belajar, seperti siswa tidak
mendengar pelajaran, tidak memperhatikan atau melihat ketika guru
menjelaskan, tidak dapat menyatakan ide atau gagasan dalam pembelajaran,
dan lemah ketika diberikan latihan soal.
Untuk dapat mengembangkan metode pembelajaran, maka harus
didukung dengan kondisi lingkungan yang kondusif, oleh karena itu diperlukan
metode maupun strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif
dan menyenangkan dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas.
Agar dapat menyelesaikan masalah pembelajaran tersebut diperlukan suatu
pendekatan pembelajaran yang tepat salah satunya adalah Problem Based
Learning.
Metode Problem Based Learning menurut Dewey menulis bahwa
pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk setiap mata pelajaran di
sekolah adalah pendekatan yang manpu merangsang pikiran siswa untuk
memperoleh segala keterampilan belajar yang bersifat nonskolastik.
Pembelajaran hendaknya senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari

2
siswa karena konteks alamiah ini memberikan sesuatu yang dapat dilakukan
siswa, bukan sesuatu yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara
alamiah menuntut siswa berfikir dan mendapatkan hasil belajar yang alamiah
pula. Berdasarkan pandangan tersebut model PBL selanjutnya berkembang
menjadi sebuah model pembelajaran yang berbasiskan masalah sebagai hal
yang muncul pertama kali pada saat proses pembelajaran.
Harapan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan Problem Based Learning siswa bisa menguasai materi pelajaran
dengan baik, proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, siswa
dapat belajar aktif, siswa dapat memiliki prestasi belajar yang tinggi. Oleh
karena itu pemilihan pembelajaran Problem Based Learning diharapkan lebih
efektif, karena siswa akan belajar lebih aktif dalam berfikir dan lebih mudah
memahami materi pelajaran khususnya mata pelajaran IPS terpadu..
Alasan memilih Problem Based Learning sebagai alternatif pemecahan
masalah terhadap keaktifan belajar siswa kelas VIIA di SMP Negeri 5 Satap
Bonti adalah sebagai berikut:
1) Problem Based Learning oleh guru mata pelajaran belum pernah
diterapkan dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS
terpadu.
2) Metode ini memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif
dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga pada akhirnya siswa
bisa aktif selama pembelajaran .
3) Metode pembelajaran aktif yang tepat untuk diterapkan pada siswa
adalah Problem Based Learning.
4) Metode ini melatih siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan
pembelajaran.
Selain itu, saat proses pembelajaran berlangsung khususnya pada mata
pelajaran IPS terpadu proses tanya jawab, hanya beberapa dari siswa yang
aktif. Sedangkan siswa yang lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing
yang tidak ada sangkut pautnya dengan materi yang diajarkan. Saat diberi
kesempatan untuk bertanya, sebagian besar hanya diam. Siswa tidak

3
mempunyai keberanian untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui Problem
Based Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap
Bonti.

B. Rumusan Masalah
Masalah umum dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah upaya
meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui Problem Based Learning pada
pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti. Rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan Problem Based Learning pada pelajaran IPS
terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti?
2. Bagaimanakah keaktifan belajar siswa pada pelajaran IPS terpadu kelas
VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti?
3. Bagaimanakah peningkatan keaktifan belajar siswa melalui Problem Based
Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap
Bonti?

C. Tujuan Penelitian
Penulisan ini dilaksanakan dengan tujuan memperoleh informasi serta
kejelasan tentang upaya meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui
Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu VIIA SMP Negeri 5
Satap Bonti. Secara khusus, penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Pelaksanaan Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas
VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti.
2. Keaktifan belajar siswa pada pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP
Negeri 5 Satap Bonti.
3. Peningkatan keaktifan belajar siswa melalui Problem Based Learning pada
pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti.

4
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah menambah wawasan
pengembangan pengetahuan ilmu pengetahuan mengenai upaya
meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui Problem Based Learning
pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Siswa
Bagi siswa dapat meningkatkan keaktifan belajar dalam mengikuti
proses pembelajaran dikelas serta merangsang anak untuk aktif, baik
secara individual maupun kelompok.
b. Guru
Memotivasi guru agar tampil dalam mengembangkan strategi
pembelajaran dan mengembangkan kemampuan dalam mengajar.
c. Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi sekolah dalam
mendukung meningkatkan mutu peningkatan pendidikan di sekolah.
d. Peneliti
Hal ini bertujuan agar peneliti memperoleh ilmu dan pengalaman
baru serta dapat meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan
strategi pembelajaran yang disenangi oleh siswa.

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk menarik kesimpulannya. Arikunto (2010:118) mengatakan

5
”variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan
peneliti”. Nawawi (2012:60) ”variabel adalah objek penelitian, ataupun
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Menurut Sugiyono,
(2013:143), “Variabel adalah sesuatu yang menjadi fokus perhatian (center
of attention) atau pusat yang memberikan pengaruh (effect) dan mempunyai
nilai (value)”. Hal ini membuat variabel dapat berubah. Variabel dapat
disebut juga sebagai peubah. Objek penelitian yang dapat menentukan hasil
penelitian juga merupakan variabel. Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa variabel adalah suatu objek yang
akan diamati dan diteliti dengan karateristiknya dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini penulis mengemukakan dua variabel. Adapun variabel
penelitian ini adalah :
a. Variabel Tindakan
Variabel yang mempengaruhi munculnya variabel yang lain.
Nawawi (2012:56) Variabel tindakan dapat dipikirkan sebagai variabel
yang sengaja dimunculkan atau dipelajari pengaruhnya untuk mengetahui
akibat yang ditimbulkan terhadap variabel hasil”. Darmadi (2014:21)
menyatakan: “Variabel Tindakan adalah variabel yang menjadi sebab
munculnya variabel hasil”. Adapun yang menjadi variabel tindakan
dalam penelitian adalah Problem Based Learning. Metode ini
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha menerapkan
masalah yang terjadi di dunia nyata. Dengan ini, siswa akan dilatih
berpikir kritis serta menemukan solusi. Ada enam ciri, di antaranya:

1. Kegiatan belajar dimulai dengan pemberian sebuah masalah.


2. Masalah yang disuguhkan masih berkaitan dengan kehidupan nyata
para siswa.
3. Mengorganisasikan pembahasan seputar masalah, bukan disiplin
ilmu.
4. Siswa diberi tanggung jawab maksimal dalam menjalankan proses
belajar secara langsung.
5. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terjadi kolaborasi.
6. Siswa harus mendemonstrasikan kinerja yang sudah dipelajari.

6
b. Variabel Hasil
Variabel keaktifan muncul karena adanya variabel tindakan.
Darmadi (2014:23) menyatakan: “Variabel keaktifan yaitu variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel tindakan.
Adapun yang menjadi variabel keaktifan dalam penelitian adalah
keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP
Negeri 5 Satap Bonti. Meliputi aspek sebagai berikut :
1) Mendengar
2) Melihat
3) Mencium
4) Merasa
5) Meraba
6) Mengolah ide.
7) Menyatakan ide
8) Melakukan latihan (Mohammad Ali, 2006:37)

2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan
kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang di perlukan untuk
mengukur konstrak atau variabel. Agar tidak terdapat perbedaan penafsiran
antara pembaca dan peneliti, maka peneliti merasa perlu untuk memperjelas
beberapa istilah yang di gunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah yang
dimaksud adalah :
a. Keaktifan
Proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata. Proses tersebut
terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar. Seberapa besar
perubahan itu dapat dicapai atau berhasil tidaknya siswa dalam mencapai
tujuan dari proses belajar dapat diketahui dari hasil belajarnya. Keaktifan
belajar dapat juga dikatakan sebagai hasil akhir dari proses belajar
mengajar di kelas serta merupakan perwujudan dari kemampuan diri

7
yang optimal setelah menerima pelajaran, khususnya pada mata pelajaran
IPS terpadu
b. Problem Based Learning
Model Problem Based Learning (PBL) berakar dari keyakinan
Jhon Dewey dalam Abidin (2014: 158) bahwa guru harus mengajar
dengan menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan.
Dewey menulis bahwa pendekatan utama yang seyogyanya digunakan
untuk setiap mata pelajaran di sekolah adalah pendekatan yang manpu
merangsang pikiran siswa untuk memperoleh segala keterampilan belajar
yang bersifat nonskolastik.
c. IPS Terpadu
IPS merupakan bidang studi yang menghormati, mempelajari,
mengolah, dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah-
masalah human relationship hingga benar-benar dapat dipahami dan
diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan bentuk yang
terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah terpilih, kemudian
disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolah-sekolah.

8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Keaktifan Belajar Siswa


1. Pengertian Keaktifan Belajar
Kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta didik terlibat dalam
sebuah interaksi yang dilakukan secara bersamaan yaitu yang disebut
dengan aktivitas belajar. Kata keaktifan secara etimologis dapat diartikan
sebagai “kegiatan atau kesibukan” Slameto (2010: 36) mengemukakan
“proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam
berfikir maupun berbuat”.
Keaktifan siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama
proses belajar mengajar, kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan
yang mengarah pada proses belajar mengajar seperti bertanya, mengajukan
pendapat, mengerjakan tugas, dapat menjawab pertanyaan guru, dan bisa
bekerjasama dengan siswa lain serta bertanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan. Suryabrata (2008:13) menyatakan secara umum “keaktifan dapat
dicari hukum-hukum psikologi yang mendasari, maksudnya adalah penting
sekali para pendidik mengetahui hukum-hukum tersebut sehingga dengan
demikian akan dapat memahami anak didik dengan baik”. Sardiman
(2004:97) “dalam kegiatan belajar, siswa harus aktif” dengan kata lain,
bahwa dalam aktivitas belajar diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas
proses belajar mengajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Artinya
siswa selama proses belajar mengajar harus aktif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, yang
dimaksud dengan keaktifan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa
pada proses pembelajaran. Keaktifan belajar adalah serangkaian kegiatan
fisik atau jasmani maupun mental atau rohani yang saling berkaitan
sehingga tercipta belajar yang optimal. Keaktifan belajar adalah aktivitas
yang terdapat dalam proses pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran
IPS terpadu.

9
2. Pentingnya Keaktifan Belajar
Pada prinsipnya pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk
mengubah tingkah laku, jadi keaktifan adalah melakukan kegiatan. Jadi
proses belajar mengajar tidak hanya mengarah pada penguasaan dan
pengetahuan serta keterampilan, tetapi juga mengacu kepada perubahan,
tetapi juga mengacu kepada pola perubahan tingkah laku dan sikap secara
menyeluruh. Siswa merupakan salah satu komponen yang yang menempati
sentral dalam proses belajar mengajar, karena didalamnya siswa adalah
orang yang ingin merubah perilaku dari yang tidak tahu menjadi tahu, dan
tidak mengerti menjadi mengerti, itulah sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar.
Bruton, (Wahab, 2009:6) “Teaching is the stimulation, guidance,
direction and encouragement of learning”. Artinya pengajaran adalah
rangsangan, bimbingan, arahan dan dorongan belajar. Bent (1990:380)
bahwa belajar menghendaki suatu perubahan, memperoleh pengalaman,
terhadap sesuatu, memberikan arti secara menyeluruh.
Keaktifan diperlukan dalam belajar, karena pada dasarnya belajar
adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, karena dalam
kehidupan manusia berpikir dan berbuat sebagi suatu rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan.Begitu juga dalam belajar sudah barang tentu tidak
mungkin meninggalkan dua kegiatan tersebut, yang dikatakan belajar dan
berbuat. Sani, (2013:68) aktivitas dalam belajar IPS adalah:
a. Membaca teks yaitu membaca informasi dari buku, dokumen cetak
maupun non cetak, sejarah, data sensus
b. Melihat presentasi yaitu memperoleh informasi dari guru, ahli dan
teman sejawat secara lisan atau melalui media
c. Melihat gambar/citra yaitu memeriksa tayangan diam atau bergerak
baik cetak maupun digital
d. Mendengarkan audio yaitu mendengarkan rekaman suara, radio, tv,
maupun ceramah
e. Diskusi kelompok yaitu diskusi secara kelompok membahas ilmu
pengetahuan
f. Kunjungan wisata yaitu mengujungi objek fisik atau lokasi tertentu
g. Simulasi yaitu terlibat simulasi situasi sosial baik secara digital
maupun nyata.

10
h. Debat yaitu mendiskusikan sebuah isu sosial dengan membuat
kelompok pro dan kontra.
i. Penelitian Yaitu menganalisis dan menyintesis informasi yang
terkait dengan fenomena sosial
j. Melakukan wawancara yaitu melakukan wawancara dengan nara
sumber atau anggota masyarakat baik secara tatap muka, melalui
telepon atau email.
k. Melakukan inkuiri tentang situs yaitu mengekplorasi sebuah situs
yang diamati langsung atau gambarnya.

Dengan demikian jelas bahwa didalam proses belajar mengajar siswa


harus aktif. Sebab sisawa sebagai subjek belajar yang melakukan kegiatan
belajar itu sendir. Tanpa aktivitas proses belajar siswa akan menjadi sia-sia
dan tidak akan mendapat hasil yang optimal. Rincian tersebut tentu saja
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis bidang studi yang
dipelajari siswa, bahan ajar, waktu yang tersedia serta pendekatan yang
digunakan dalam strategi belajar mengajar.
Jadi keaktifan yang seperti yang telah diuraiakan diatas, menunjukan
bahwa keaktifan disekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai
macam kegiatan tersebut dapat diciptakan dan diaplikasi disekolah, tentu
sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar
menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal bahkan akan memperlancar
peranannya sebagai pusat dan transformasi ilmu pengetahuan. Kreativitas
guru sangat diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan siswa yang
bervariasi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar yang dilakukan siswa sangat ditentukan oleh
berbagai macam faktor baik faktor yang berasal dari dalam diri siswa
maupun dari luar, kedua faktor itu tentu sangat berpengaruh pada keaktifan
belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa
dijelaskan Zuldafrial (2005:24) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar meliputi “faktor internal dan faktor eksternal”.

11
a. Faktor Internal
1) Faktor Psikis (Jasmani)
Kondisi umum jasmani dapat mempengeruhi semangat dan
intensitas anak dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh
yang lemah, apalagi jika disertai dengan pusing-pusing kepala
misalnya dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi
yang dipelajarinya tidak terbekas.
2) Faktor Psikologis (kejiwaan)
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas perolehan pembelajaran anak dari
pembelajaran. Sardiman (2010:39) mengemukakan“kehadiran
faktor-faktor psikologis dalam belajar akan memberi andil yang
penting”. Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki
peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara
berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan
pemahaman bahan pelajaran, sehingga penguasahaan terhadap
bahan yang dijadikan akan lebih mudah dan efektif. Staton, dalam
(Sardiman, 2010:39), menguraikan enam macam faktor psikologis
sebagai berikut: motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi,
pemahaman, ulangan
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti guru, staf administrasi dan teman-
teman sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak.
2) Lingkungan Non-sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial berupa gedung
sekolah dan lingkungannya, rumah tempat keluarga dan anak dan
lingkungannya, alat-alat belajar, keadaan cuaca waktu belajar yang
digunakan anak.
c. Faktor Pendekatan Belajar
Disamping faktor internal dan faktor eksternal anak sebagaimana
yang telah dipaparkan diatas, faktor pendekatan belajar juga
mempengaruhi taraf keberhasilan proses pembelajaran anak tersebut.
Seperti keterampilan mengajar guru dengan aktivitas belajar dalam
menyampaikan materi pelajaran, khususnya pada materi pelajaran
sejarah, keterampilan guru dalam mendidik anak juga berpengaruhi
besar pada keaktifan belajar siswa.

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau


strategi yang digunakan anak dalam menunjang efektifitas proses
pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat
langkah oprasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar belajar tertentu.

12
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk
melihat keaktifan belajar siswa pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan
belajar. Dalam kemajuan metodologi dewasa ini asas keaktifan lebih
ditonjolkan melalui program unit activity, sehingga kegiatan belajar
siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang
memadai.
Berdasarkan uraian tentang belajar di atas, peneliti berpendapat
bahwa dalam belajar terjadi dua proses yaitu perubahan tingkah laku
pada diri seseorang yang sedang belajar dan interaksi dengan
lingkungannya baik berupa pribadi, fakta. Jadi peneliti berkesimpulan
bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam
proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan
belajar. Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada
siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
terciptalah situasi belajar aktif.
4. Jenis-Jenis Keaktifan Belajar
Peserta didik dikategorikan pasif apabila peserta didik hanya
mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru atau teman, dan juga
peserta didik tersebut berprilaku yang tidak relevan. Mohammad Ali
(2006:37) membagi jenis keaktifan siswa dalam proses belajar ada delapan
aktivitas, yaitu: mendengar, melihat, mencium, merasa, meraba, mengilah
ide, menyatakan ide, dan melakukan latihan. Secara sederhana kedelapan
aktivitas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mendengar, dalam proses belajar yang sangat menonjol adalah
mendengar dan melihat. Apa yang kita dengar dapat menimbulkan
tanggapan dalam ingatan-ingatan, yang turut dalam membentuk
jiwa sesorang.
b. Melihat, peserta didik dapat menyerap dan belajar 83% dari
penglihatannya. Melihat berhubungan dengan penginderaan
terhadap objek nyata, seperti peragaa atau demonstrasi. Untuk
meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar melalui proses
mendengar dan melihat, sering digunakan alat bantu dengar dan
pandang, atau yang sering dikenal dengan istilah alat peraga.

13
c. Mencium, sebenarnya penginderaan dalam proses belajar bukan
hanya mendengar dan melihat, tetapi meliputi penciuman.
Seseorang dapat memahami perbedaan objek melalui bau yang
dapat dicium.
d. Merasa, yang dapat memberi kesan sebagai dasar terjadinya
berbagai bentuk perubahan bentuk tingkah laku bisa juga dirasakan
dari benda yang dikecap.
e. Meraba, untuk melengkapi penginderaan, meraba dapat dilakukan
untuk membedakan suatu benda dengan yang lainnya.
f. Mengolah ide, dalam mengolah ide peserta didik melakukan proses
berpikir atau proses kognisi. Dari keterangan yang disampaikan
kepadanya, baik secara lisan maupun secara tulisan, serta dari
proses penginderaan yang lain yang kemudian peserta didik
mempersepsi dan menanggapinya. Berdasarkan tanggapannya,
dimungkinkan terbentuk pengetahuan, pemahaman, kemampuan
menerapkan prinsip atau konsep, kemampuan menganalisis,
menarik kesimpulan dan menilai. Inilah bentuk-bentuk perubahan
tingkah laku kognitif yang dapat dicapai dalam proses belajar
mengajar.
g. Menyatakan ide, tercapainya kemampuan melakukan proses
berpikir yang kompleks ditunjang oleh kegiatan belajar melalui
pernyataan atau mengekspresikan ide. Ekspresi ide ini dapat
diwujudkan melalui kegiatan diskusi, melakukan eksperimen, atau
melalui proses penemuan melalui kegiatan semacam itu, taraf
kemmapuan kognitif yang dicapai lebih baik dan lebih tinggi
dibandingkan dengan hanya sekedar melakukan penginderaan,
apalagi penginderaan yang dilakukan hanya sekedar mendengar
semata-mata.
h. Melakukan latihan: bentuk tingkah laku yang sepatutnya dapat
dicapai melalui proses belajar, di samping tingkah laku kognitif,
tingkah laku afektif (sikap) dan tingkah laku psikomotorik
(keterampilan). Untuk meningkatkan keterampilan tersebut
memerlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena itu, kegiatan
proses belajar yang tujuannya untuk membentuk tingkah laku
psikomotorik dapat dicapai dengan melalui latihan-latihan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa jenis-jenis kegiatan keaktifan peserta didik dalam proses belajar
dapat dikelompokkan menjadi keaktifan jasmani dan keaktifan rohani,
dimana bentuk dari kedua jenis keaktifan tersebut sangat beragam,
diantaranya adalah: keaktifan panca indera, akal, ingatan, dan emosional.

14
B. Problem Based Learning
1. Pengertian Problem Based Learning
Model Problem Based Learning (PBL) berakar dari keyakinan
Jhon Dewey dalam Abidin (2014: 158) bahwa guru harus mengajar
dengan menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan.
Dewey menulis bahwa pendekatan utama yang seyogyanya digunakan
untuk setiap mata pelajaran di sekolah adalah pendekatan yang manpu
merangsang pikiran siswa untuk memperoleh segala keterampilan belajar
yang bersifat nonskolastik. Berdasarkan keyakinan ini, pembelajaran
hendaknya senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa
karena konteks alamiah ini memberikan sesuatu yang dapat dilakukan
siswa, bukan sesuatu yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara
alamiah menuntut siswa berfikir dan mendapatkan hasil belajar yang
alamiah pula. Berdasarkan pandangan tersebut model PBL selanjutnya
berkembang menjadi sebuah model pembelajaran yang berbasiskan
masalah sebagai hal yang muncul pertama kali pada saat proses
pembelajaran.
Masalah tersebut disajikan sealamiah mungkin dan selanjutnya
siswa bekerja dengan masalah yang menuntut siswa mengaplikasikan
pengetahuan dan kemampuannya sesuai dengan tingkat kematangan
psikologis dan kemampuan belajarnya. Konsep pembelajaran ini
selanjutnya dipandang sebagai konsep pembelajaran yang sangat sesuai 18
dengan tuntutan belajar pada abad ke-21 yang mengharuskan siswa
senantiasa mengembangkan kemampuan berfikir, kemampuan
memecahkan masalah, dan kemampuan melaksanaka penelitian sebagai
kemampuan yang diperlukan dalam konteks dunia yang cepat berubah.
2. Tujuan Problem Based Learning
Trianto, (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu
membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengatasi masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik dan
menjadi pembelajaran yang mandiri. Sehingga Problem Based Learning

15
memudahkan siswa untuk mengeluarkan pendapat atau pikiran saling
bekerjasama menyelesaikan suatu permasalahan.

3. Manfaat Problem Based Learning


Secara umum manfaat Problem Based Learning (sumber internet:
pinterest.com) yaitu:
1) Metode yang efektif untuk memahami isi pelajaran.
2) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4) Mengaplikasikan materi yang selama ini diajarkan ke dalam
kehidupan nyata.
5) Mengembangkan pengetahuan baru hasil dari brainstorming.
6) Belajar bertanggungjawab atas pembelajaran yang dilakukan.
7) Menunjukkan pada siswa bahwa mata pelajaran yang dipelajari di
kelas pada dasarnya merupakan sesuatu yang harus dimengerti.
Bukan hanya sekadar belajar dari guru atau baca buku.
8) Lebih menyenangkan.
9) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
menyesuaikan dengan pengetahuan baru
10) Meningkatkan minat siswa untuk belajar terus menerus, bahkan di
luar sekolah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa manfaat dari model
pembelajaran Problem Based Learning, untuk lebih memudahkan
proses belajar mengajar dan hasil pembelajaran yang direncanakan bisa
diraih dengan  sebaik dan semudah mungkin sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

4. Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning


Pada umumnya proses metode problem based learning berbicara
mengenai masalah. Umumnya, metode ini akan mengenalkan siswa pada
suatu kasus yang memiliki keterkaitan dengan materi yang dibahas.
Kemudian, siswa akan diminta agar mencari solusi untuk menyelesaikan
kasus/masalah tersebut. Selain itu, metode ini akan meningkatkan
kecakapan berpartisipasi dalam tim sehingga pembelajaran diharapkan
disukai siswa dan meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Selain itu langkah – langkah model Problem Based Learning dalam
buku E. Kosasih (2014: 91) yaitu:

16
a) Mengamati, mengorientasikan siswa terhadap masalah. Guru
meminta siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan terhadap
fenomena tertentu, terkait dengan KD yang akan dikembangkannya.
b) Menanya, memunculkan permasalahan. Guru mendorong siswa
untuk merumuskan suatu masalah terkait dengan fenomena yang
diamatinya. Masalah itu dirumuskan berupa pertanyaan yang bersifat
problematis.
c) Menalar,mengumpulkan data. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi (data) dalam rangka menyelesaikan
masalah, baik secara individu ataupun berelompok, dengan membaca
berbagai referensi, pengamatan lapangan, wawancara, dan
sebagainya.
d) Mengasosiasi, merumuskan jawaban Guru meminta siswa untuk
melakukan analisis data dan merumuskan jawaban terkait dengan
masalah yang mereka ajukan sebelumnya.
e) Mengomunikasikan. Guru memfasilitasi siswa untuk
mempresentasikan jawaban atas permasalahan yang mereka
rumuskan sebelumnya. Guru juga membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang
dilakukan.
Peran guru dalam pembelajaran adalah membimbing dan
memfasilitasi siswa pada kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar yang
diciptakan guru hendaknya mampu merespon berbagai tuntutan siswa dan
segala apa yang menjadi kebutuhan para siswa. Selain itu, guru juga harus
mempertimbangkan berbagai kendala dan hambatan yang ada sehingga
kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
5. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning
Sejalan dengan karakteristik diatas, model PBL dipandang sebagai
sebuah model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Keunggulan
tersebut diungkapkan Kemendikbud (2013b) dalam Abidin (2014:161) yaitu
sebagai berikut:
a. Dengan model PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang
belajar memecahkan suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan.
Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika perserta didik
berhadapan dengan situasi tempat konsep diterapkan.

17
b. Dalam situasi model PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
c. Model PBL dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis,
menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal
dalam belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.
Beberapa keunggulan model PBL juga dikemukakan oleh Delisle
dalam Abidin (2014:162) yaitu sebagai berikut:
a. Model PBL berhubungan dengan situasi kehidupan nyata sehingga
pembelajaran menjadi bermakna.
b. Model PBL mendorong siswa untuk belajar secara aktif.
c. Model PBL mendorong lainnya sebagai pendekatan belajar secara
interdisipliner.
d. Model PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa
yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
e. Model PBL mendorong terciptanya pembelajaran kolaboratif.
f. Model PBL diyakini mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

C. Mata Pelajaran IPS Terpadu

1. Pengertian Mata Pelajaran IPS Terpadu


Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan
modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional
pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Mata pelajaran IPS Terpadu merupakan mata pelajaran
yang mengandung materi sosial seperti geografi, sosiologi, ekonomi dan
sejarah. Trianto (2012:224) menyatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti:
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya. Ilmu
Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang

18
mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang
ilmu-ilmu sosial.
Moeljono (2010:89) mengemukakan bahwa IPS adalah Perwujudan
dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi
dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya,
psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia,
yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan
yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan IPS merupakan
bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas
hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah human relationship
hingga benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya.
Penyajiannya harus merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu
sosial yang telah terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan
kepentingan sekolah-sekolah.
2. Ruang Lingkup Pelajaran IPS Terpadu
Pembelajaran IPS secara mendasar, berkaitan dengan kehidupan
manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS erat
kaitannya dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan
untuk memenuhi materi, budaya dan kejiwaannya, memanfaatkan sumber
daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka
mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Singkatnya IPS
mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di
permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota
masyarakat. Melalui mata pelajaran IPS peserta didik diharapkan dapat
menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab
serta warga dunia yang cinta damai.
3. Tujuan Mata Pelajaran IPS Terpadu
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di

19
masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap segala ketimpangan
yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari
baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan
tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah
diorganisasikan secara baik.
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan
pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki,
tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan
institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian
tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan kurikuler atau
tujuan mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk
bidang studi IPS.
4. Manfaat Belajar IPS Terpadu
Secara rinci manfaat pndidikan Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya
sejarah sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar mempunyai
tujuan sebagai berikut. Mengenalkan kepada siswa tentang hubungan antara
manusia dengan lingkungan hidupnya,  Memberikan pengetahuan  agar
siswa memahami peristiwa-peristiwa serta perubahan yang terjadi di
sekitarnya, Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal
kebutuhan-kebutuhan serta menyadari bahwa manusia lain pun memiliki
kebutuhan, Menghargai bidaya masyarakat sekitar, bangsa dan juga bangsa
lainnya, Memahami dan menghargai sejarah bangsanya, serta hak-haknya
sebagai manusia hidup di suatu negara yang merdeka dan memahami cara
hidup yang demokratis.
5. Problem Based Learning dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial.
Model Problem Based Learning (PBL) berakar dari keyakinan Jhon
Dewey dalam Abidin (2014: 158) bahwa guru harus mengajar dengan
menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan. Dewey
menulis bahwa pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk setiap
mata pelajaran di sekolah adalah pendekatan yang mampu merangsang

20
pikiran siswa untuk memperoleh segala keterampilan belajar yang bersifat
nonskolastik. Berdasarkan keyakinan ini, pembelajaran hendaknya
senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena konteks
alamiah ini memberikan sesuatu yang dapat dilakukan siswa, bukan sesuatu
yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara alamiah menuntut siswa
berfikir dan mendapatkan hasil belajar yang alamiah pula
Keaktifan siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi
selama proses belajar mengajar, kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah
kegiatan yang mengarah pada proses belajar mengajar seperti bertanya,
mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, dapat menjawab pertanyaan
guru, dan bisa bekerjasama dengan siswa lain serta bertanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan.
D. Hipotesis Tindakan
Penelitian yang digunakan adalah termasuk kedalam penelitian
kuantitatif dalam Penelitian Tindakan Kelas sehingga memerlukan adanya
hipotesis tindakan. Hipotesis penting untuk dikemukakan sebelum melakukan
penelitian. Sugiyono (2013:159) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat tanya. Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :Terdapat peningkatan keaktifan belajar siswa
melalui Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP
Negeri 5 Satap Bonti.

21
BAB III
METODOLOGI PENELITI

A. Metode dan Bentuk Penelitian


1. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan dalam mencapai tujuan dalam
kegiatan penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian tindakan. Arikunto (2010;145) “Penelitian tindakan
bertujuan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang efisien dan
efektif pada situasi yang alamiah. Penelitian tindakan kelas (classroom
action research), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di sekolah
dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses
pembelajaran”. Nawawi, (2010:32) penelitian tindakan kelas adalah; Suatu
bentuk kajian yang bersifat reflektif dan dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan rasional dari tindakan-tindakan guru dalam melaksanakan
tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukannya,
serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran pendidikan
jasmani dilakukan, dimulai dari adanya perencanaan, pelaksanaan, observasi
dan refleksi untuk setiap siklus.
Pemilihan bentuk penelitian ini didasarkan pada pertimbangan
tertentu antara lain disesuaikan dengan masalah, tujuan dan jenis variasi
gejala atau ruang lingkup yang hendak diteliti.
2. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang tepat untuk digunakan adalah bentuk
penelitian kolaborasi. Sugiyono (2013: 144) mengemukakan” penelitian
tindakan kelas adalah bentuk penelitian yang dilakukan secara
kolaboratif”. Artinya secara kolaboratif, guru tidak melakukan penelitian
sendiri, ada kemungkinan berkolaborasi atau bekerja sama dengan sesama
guru. Secara partisipatif bersama-sama mitra peneliti akan melaksanakan
penelitian ini langkah demi langkah. Arikunto, (2010:20) mengemukakan
permasalahan penelitian tindakan kelas harus digali atau didiagnosis

22
secara kolaboratif dan sistematis oleh guru dan peneliti dari masalah yang
nyata dihadapi guru dan/atau siswa di sekolah. Masalah penelitian bukan
dihasilkan dari kajian teoretik atau dari hasil penelitian terdahulu, tetapi
masalah lebih ditekankan pada permasalahan aktual pembelajaran di kelas.
Berdasarkan pendapat di atas tersebut menjelaskan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan tindakan yang sengaja dilakukan
oleh peneliti untuk memperbaiki proses pembelajaran. Oleh karena itu
diharapkan melalui perlakuan tersebut pembelajaran dapat berjalan lebih
baik.
3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian bisa diartikan suatu proses analisis dan
pengumpulan data penelitian. Pada dasarnya rancangan penelitian
merupakan rencana yang menjelaskan setiap prosedur penelitian mulai
dari tujuan penelitian sampai dengan analisis data Adapun langkah-
langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas Arikunto (2013:52) adalah
sebagai berikut.
1) Membuat rencana pemebelajaran beserta skenario tindakan yang akan
dilaksanakan.
2) Merumuskan tujuan instruksional umum dan khusus.
3) Merumuskan indikator keberhasilan.
4) Memilih media pembelajaran.
5) Memilih metode penelitian.
6) Mempersiapkan alat ukur.
7) Memperjelas skenario pembelajaran.
Penelitian ini merupakan proses yang dilakukan secara bertahap,
yakni dari perencanaan dan perancangan penelitian, menentukan fokus
penelitian, waktu penelitian, pengumpulan data, analisis, dan penyajian
hasil penelitian. Penulisan hasil penelitian ini dilakukan secara deskriptif
atau melalui uraian-uraian yang menggambarkan dan menjelaskan subjek
penelitian. Pendekatan dalam penelitianini mengikuti langkah-langkah
kerja penelitian kualitatif.

23
2. Subjek Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2009:151) memberi batasan subjek
penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel
penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dalam sebuah penelitian,
subjek memiliki peran yang sangat strategis karna pada subjek penelitian
itulah data tentang variabel penelitian yang akan diamati.
Subjek dalam ini adalah VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti yaitu di
kelas VIIA yang terdiri dari 20 siswa. Dipilihnya kelas VIIA ini adalah
disebabkan hasil belajarnya masih rendah sehingga perlu untuk bertujuan
memperbaiki hasil belajar siswa. Penyebab rendahnya hasil belum
tepatnya penggunaan metode pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran IPS Terpadu.
Tabel 3.1
Distribusi Subjek Penelitian

Kelas Jenis Kelamin Jumlah


No. Laki-laki Perempuan
1. VIIA 8 12 20
Sumber : TU SMP Negeri 5 Satap Bonti
Alasan peneliti mengambil kelas VIIA berdasarkan hasil pra
penelitian belajar siswa nilai rata-rata hasil belajar siswa 68,89% tahun
pelajaran 2020/2021 masih ada 25% di bawah standar acuan yaitu sebesar
80%, yang sudah ditentukan guru, sehingga kelas tersebut mengalami
kepasifan yang cukup signifikan dalam proses pembelajaran.

3. Setting Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Tempat lokasi penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 5
Satap Bonti, alamatnya berada di jalan Raya Desa Majel Kabupaten
Sanggau Provinsi Kalimantan Barat.

24
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2020/2021, penentuan
waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah karena
penelitian tindakan kelas memerlukan beberapa siklus yang membutuhkan
proses belajar mengajar yang efektif di kelas.Penelitian dilaksanakan pada
25 Mei 2021-15 Agustus 2021.

4. Prosedur Tindakan
Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang
didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian
ditafsirkan dan dicari pencapaian kualitasnya kemudian dianalisis dan
disimpulkan. Hasil refleksi menentukan apakah peneliti akan melanjutkan
tindakan pada siklus berikutnya atau tidak. Alur penelitian tindakan kelas
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Perencanan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Berhasil

Bagan 3.1
Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suwandi, 2011:69)
Rencana Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan dalam dua
siklus secara utuh. Tindakan yang diterapkan dalam Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) digambarkan dalam siklus melalui tahapan sebagai berikut:

25
a. Perencanaan
Tahapan perencanaan kegiatan penelitian sebagai berikut.
1) Peneliti memilih terlebih dahulu pembelajaran yang ada dalam
pembelajaran IPS terpadu, khususnya melalui Problem Based
Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap
Bonti.
2) Peneliti menganalisis terlebih dahulu faktor-faktor hambatan dalam
menggunakan Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu
kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti.
3) Peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
menggunakan Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu
kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti. Peneliti menyiapkan sumber
belajar, mengembangkan format evaluasi, dan observasi
pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahapan pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:
1) Peneliti melaksanakan tindakan dengan menggunakan Problem Based
Learning pada pelajaran IPS terpadu yang mengacu pada silabus dan
RPP yang ada.
2) Peneliti berperan mendampingi siswa untuk memberikan pengarahan
dan motivasi agar siswa dapat melaksanakan perannya sesuai rencana.
c. Pengamatan dan Observasi
Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan tahapan kedua, yaitu
pada tahapan pelaksanaan tindakan. Peneliti melakukan pengamatan
terhadap aktivitas siswa, dan melakukan pengumpulan data sebagai
bahan refleksi melalui lembar observasi.
d. Refleksi
Tahap ini guru dan peneliti mendiskusikan hasil dari pengamatan
tindakan yang sudah dilaksnakan.Hal-hal yang akan dibahas sebagai
berikut:
1) Untuk menganalisis tentang tindakan yang sudah dilaksanakan

26
2) Untuk menganalisis penggunaan Problem Based Learning pada
pelajaran IPS terpadu.
3) Untuk melakukan tindakan evaluasi yang diperoleh dari kegiatan
observasi.
4) Untuk memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk
mempersiapkan siklus II.

B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


a. Teknik Pengumpul Data
Untuk mendapatkan data secara objektif hendaknya didukung
dengan menggunakan teknik dan alat pengumpul data yang tepat.
Adapun teknik pegumpul data yang tepat digunakan adalah sebagai
berikut:
b. Teknik Observasi Langsung
Teknik ini digunakan untuk membantu peneliti melakukan
pengamatan secara langsung terhadap aktivitas siswa dan guru dalam
proses pembelajaran. Nawawi (2012:100) “Teknik ini adalah cara
mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan
gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaannya
langsung pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang
terjadi”. Peristiwa, keadaan atau sistuasi itu dapat dibuat dan dapat pula
yang sebenarnya. Sedang pengamatan dapat dilakukan dengan atau tanpa
bantuan alat.Sugiyono (2013:131) “cara untuk mengumpulkan data yang
dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala yang tampak pada
objek penelitian yang pelaksanaanya langsung pada tempat dimana
peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi dengan menggunakan
pedoman dan pencatatan data berupa pedoman observasi”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa observasi
langsung ini membantu untuk menggali sumber data yang akan diteliti
dan dapat melihat secara langsung tempat yang akan dijadikan objek
penelitian. Teknik ini adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan

27
melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek
penelitian yang dilaksanakan langsung dilakukan di kelas pada saat proses
belajar mengajar yang disampaikan oleh guru mata pelajaran IPS
Terpadu pada siswa kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti.
c. Teknik Komunikasi Tidak Langsung
Teknik komunikasi tidak langsung merupakan mengumpulkan data
yang dilakukan dengan mengadakan hubungan secara tidak langsung atau
dengan perantara alat, baik berupa alat yang sudah tersedia maupun alat
khusus yang dibuat untuk keperluan tersebut. Teknik komunikasi tidak
langsung adalah teknik pengumpulan data secara tidak langsung atau
melalui angket, sebagaimana di kemukakan oleh Arikunto (2010:106)
bahwa “Teknik komunikasi tidak langsung adalah cara pengumpulan data
yang di lakukan dengan mengadakan hubungan tidak langsung atau
melalui Perantara alat, baik alat yang sudah tersedia maupun alat yang
sengaja di buat untuk keperluan itu. Maka alat pengumpulan datanya
adalah angket”.
Darmadi (2014:162) mengatakan "Teknik komunikasi tidak
langsung adalah teknik dimana penyidik mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan komunikasi dengan subjek penyelidikan melalui
perantara alat, baik yang sudah tersedia maupun alat khusus yang dibuat
untuk keperluan itu". Jadi teknik komunikasi tidak langsung adalah cara
pengumpulan data yang dilakukan dengan suatu alat pengumpulan data
yang sudah di sediakan oleh peneliti yaitu berupa skala sikap likert yang
di sebarkan kepada siswa
d. Teknik Studi Dokumenter
Teknik ini digunakan untuk membantu penulis untuk melengkapi
data dalam penelitian. Nawawi (2012:33) “teknik studi dokumenter
adalah suatu metode pengumpulan data dengan mengumpulkan dan
mempelajari data atau informasi yang diperlukan melalui dokumen-
dokumen penting yang tersimpan yang berhubungan dengan masalah”.
Arikunto,(2010:183) mengatakan “dokumentasi adalah teknik

28
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian,
tetapi melalui dokumen”. Sugiyono, (2013:329). Data dokumenter yang
digunakan dalam penelitian ini berupa silabus,rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), dan foto. Dokumentasi merupakan data yang paling
penting sebagai bukti terjadinya sesuatu peristiwa. Dalam penelitian ini,
peneliti memandang perlu mengunakan dokumentasi foto sebagi salah
satu data instrumen nontes.
Pengunaan instrumen pengambilan foto ini dimaksud sebagai
bukti fisik bahwa peneliti telah melakukan penelitian selama proses
pembelajaran mengunakan media grafis. Selain itu, data yang diambil
melalui dokumentasi foto ini juga memperjelas data lain yang hanya
terdeskripsikan melalui tulisan atau angka. Sebagai data penelitian, hasil
dokumentasi foto ini selanjutnya dideskripsikan sesuai keadaan yang ada
dan dipandukan dengan data-data yang lainnya.
a. Alat Pengumpul Data
Berdasarkan teknik-teknik pengumpul data yang digunakan, maka alat
pengumpul data yang sesuai dengan teknik-teknik tersebut adalah.
a. Panduan Observasi
Panduan observasi digunakan untuk proses pembelajaran
menggunakan Problem Based Learning pada pelajaran IPS di kelas VIIA
SMP Negeri 5 Satap Bonti yaitu untuk membantu peneliti melakukan
pengamatan secara langsung terhadap aktivitas siswa dan guru dalam
proses pada mata pelajaran IPS terpadu pada siswa VIIA SMP Negeri 5
Satap Bonti. Sugiyono (2013:30) “menyatakan bahwa observasi adalah
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk bersifat
perilaku dan tindakan manusia. Fenomena alam (kejadian-kejadian yang
ada di alam sekitar), proses kerja dan penggunaan responden kecil".
Arikunto (2010:174) “Panduan observasi adalah pencatatan data
yang dilakukan oleh peneliti dengan mempergunakan sebuah daftar yang
memuat nama-nama reserve disertai jenis-jenis gejala yang akan diamati.
Daftar itu harus disediakan sebelum observasi dilakukan”. Dengan

29
demikian tugas reserver adalah memberikan tanda check (silang atau
lingkarandan sebagainya), apabila pada saat melakukan pengamatan
ternyata gejala di dalam daftar itu muncul. Sebaliknya tidak memberi
tanda check dalam bentuk apapun, bila mana gejala tersebut tidak muncul
selama observasi dilakukan.
Panduan observasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan daftar checklist (lembar observasi) sebagai alat
pengumpulan data, lembaran observasi yang digunakan tersebut ditujukan
kepada siswa saat proses belajar mengajar.
b. Angket
Angket merupakan suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis
pula oleh responden. Sugiyono (2013:199) menyatakan bahwa angket
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab. Nawawi (2012:117) dikatakan bahwa angket atau kuisioner
adalah ''usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumah
pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden".
Tugas responden hanya memberikan tanda silang (x) pada altematif
jawaban yang dianggap sesuai. Angket dalam penelitian ini adalah alat
untuk mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.Angket adalah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab. Sehingga responden hanya member tanda silang (X) pada salah
satu alternatif yang dianggapnya tepat atau sesuai dengan angket skala
likert.
c. Dokumen
Dokumen adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditunjukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. Arikunto
(2010:274) menyatakan bahwa “dokumentasi yaitu mencari data

30
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,transkip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,lengger, lagenda dan sebagainya”.
Sugiyono (2013:90) “Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan
cara mengalir atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi,
administrasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti”.Dokumen dibuat
untuk membuktikan bahwa peneliti sudah melakukan penelitian disekolah
tersebut. Dalam dokumen ini penelitian menyajikan foto-foto saat proses
pembelajaran, silabus, dan rencana perecanaan pembelajaran (RPP) dan
hasil isian angket terkait dengan keaktifan belajar.

C. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
didasarkan oleh data. Darmadi (2011:66) mengemukakan: “Teknik analisis
yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil
dikumpullkan antara lain dengan teknik deskriptif (statsitik deskriptif) dan
teknik analisis kritis. Teknik deskriptif digunakan untuk data kuantitatif,
sedangkan teknik analisis kritis berkaitan dengan data kualitatif”.
a. Teknik Analisis Kritis
Teknik analisis kritis ini digunakan untuk data kualitatif. Data
kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang bersifat nontes berupa
lembar observasi. Hasil analisis digunakan untuk mengetahui
keaktifan belajar siswa. Melalui analisis data kualitatif ini dapat diketahui
peningkatan proses pembelajaran dan keaktifan belajar siswa dengan
menggunakan Problem Based Learning. Adapun langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut:

R
NP = X 100
SM
Keterangan:
NP = Nilai persen yang dicari atau yang diharapkan.

31
R = Skor mentah yang diperoleh siswa.
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan.
101 = Bilangan tetap.
b. Teknik Statistik Deskriptif Komparatif
Teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data
kuantitaif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus. Data
kuantitatif dipakai untuk menganalisis data yang diperoleh dari angket
keaktifan belajar siswa pada siklus I dan siklus II. Hasil angket dari
masing-masing siklus tersebut kemudian dianalisis. Adapun langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut:
1) Merekap skor yang diperoleh siswa
2) Menghitung skor komulatif dari seluruh aspek
3) Menghitung skor rata-rata

∑X
x=
N
∑X = Jumlah nilai rata-rata
N = Jumlah Subjek. Darmadi, (2014: 300)
Kriteria penilaian:
90 – 100 = Sangat Baik
80 – 89 = Baik
70 – 79 = Cukup
60 – 69 = Kurang
50 – 59 = Gagal. Arikunto, (2010: 319)

Hasil yang diperoleh dari perhitungan masing-masing siklus kemudian


dibandingkan. Melalui perhitungan ini akan diketahui presentase
peningkatan keaktifan belajar siswa.

D. Indikator Keberhasilan
PTK adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi guru di kelasnya. Untuk mengukur

32
keberhasilan PTK, diperlukan Indikator Kinerja. Menurut Arikunto
(2006:88) Indikator kinerja merupakan penilaian dengan berbagai macam
tugas dan situasi di mana siswa diminta untuk mendemonstrasikan
pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta
keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Indikator kinerja
keberhasilan penelitian adalah mengalami peningkatan keaktifan belajar
siswa melalui Problem Based Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas
VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti. Acuan dalam menentukan keberhasilan
untuk mengetahui proses pembelajaran sebesar 80% dari hasil angket yang
diberikan peneliti kepada siswa. Peneliti menetapkan sebesar persentase
80% dari total keseluruhan angket berdasarkan tolok ukur tinggi.

33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pra Tindakan
Pada saat pra tindakan peneliti meminta siswa untuk memahami materi
pembelajaran, untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa tentang materi
pembelajaran tersebut. Dari pra tindakan yang diberikan berupa uji coba
siswa terlihat pada hasil belajar siswa yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Angket Keaktifan Belajar Siswa Pra Tindakan
No Aspek yang diamati %
1 Setelah mendengarkan penjelasan guru, saya memliki 66,7
tanggapan terhadap materi yang sudah dijelaskan
2 Saya tidak memberikan tanggapan sesuai dengan 62,0
materi yang dibahas
3 Saya mempelajari dan mengingat materi yang 70,7
dijelaskan sebelumnya
4 Saya tidak memperhatikan penjelasan yang dilakukan 63,3
oleh guru
5 Dalam kegiatan pembelajaran, saya fokus dalam 68,7
belajar
6 Saya cenderung mengobrol dengan teman dari pada 68,7
memperhatikan penjelasan yang di sampaikan oleh
guru
7 Saya merasa tidak perlu memberikan pendapat dalam 68,0
presentase
8 Saya mendengarkan dengan seksama saat teman 69,3
menjelaskan pendapatnya
9 Saya enggan memperhatikan presentasi teman di 71,3
depan kelas
10 Setelah guru menjelaskan materi dengan baik, saya 68,7
tidak memahami materi yang sudah dijelaskan

34
11 Saya belajar fokus, agar memberikan kesan belajar 64,7
yang sungguh-sungguh
12 Saya cenderung untuk melamun/tidak mendengarkan 59,3
ketika guru menjelaskan
13 Agar nampak lebih aktif saya sering mengajukan 52,7
pertanyaan pada guru
14 Saya tidak membuat ringkasan pada buku catatan 64,7
ketika guru menjelaskan materi pelajaran
15 Saya menggunakan bahan belajar dengan kualitas 58,7
baik
16 Ketika saya belajar, saya tidak melatih otak saya 64,0
untuk berfikir
17 Saya belajar merupakan sarana untuk mengolah otak 59,3
agar lebih cerdas
18 Dalam kegiatan pembelajaran, saya tidak aktif secara 72,7
lisan maupun tulisan sebagai bentuk keaktifan dalam
belajar
19 Saya salah satu siswa yang aktif dalam bertanya 64,0
20 Dalam kegiatan pembelajaran, siswa sama-sama tidak 65,3
memberikan apresiasi ketika salah satu siswa
memperoleh hasil yang maksimal
21 Saya semmakin hari mengalami peningkatan dalam 62,0
belajar
22 Selain kemampuan belajar yang dikembangkan, saya 72,0
tidak berani mengemukakan ide dalam pembelajaran
23 Keaktifan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat 62,7
salah satunya dengan kegiatan diskusi
24 Saya tidak melakukan diskusi sebagai sarana kerja 72,7
kekompakan siswa dalam belajar
25 Selain kemampuan belajar, sikap siswa juga menjadi 70,0
acuan dalam penilaian
26 Saya tidak memilik aktivitas yang baik dalam 72,0
kegiatan pembelajaran
27 Ketika belajar, saya menjaga sopan santun dengan 70,0
guru
28 Saya tidak belajar untuk melakukan latihan dalam 70,0

35
bentuk ulangan hari atau tes
29 Proses pembelajaran yang dilakukan tujuan utama 70,0
adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar
30 Belajar tidak membawa dampak positif dalam 64,0
kehidupan saya
Total 66,3
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh hasil persentase sebesar 66,3%. Hasil
tersebut secara fakta belum mencapai persentase acuan sebesar 80% sehingga
dapat ditarik kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil sebaran angket
keaktifan belajar siswa bahwa hasil belajar siswa masih kurang sehingga
perlu dilakukan perlakuan pada siklus I.
2. Siklus I
Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) ini diperoleh berupa data hasil
pengamatan (observasi). Data lembar observasi diambil dari lembar
pengamatan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan Problem Based
Learning. Data hasil pengamatan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
dengan menggunakan Problem Based Learning.
Pelaksanaan pada siklus I, yang meliputi perencanaan, proses
pelaksanaan, pengamatan, hasil penelitian, dan refleksi. Untuk lebih jelasnya
diuraikan sebagai berikut.

a. Tahap Perencanaan
Kegiatan perencanaan siklus I dilakukan pada tanggal 30 Mei 2021.
Perencanaan pembelajaran siklus I disusun peneliti. Kegiatan yang dilakukan
adalah peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran, dideskripsikan dalam
bentuk kalimat sebagai berikut.
Peneliti menyamakan persepsi dengan guru kolaborasi mengenai
penelitian yang dilakukan dalam Penelitian Tindakan Kelas. Setelah satu
persepsi antar peneliti dengan guru kolaborasi selanjutnya peneliti maksud
melaksanakan pembelajaran menggunakan Problem Based Learning yang
sesuai dengan kompetensi dasar di dalam silabus.

36
Peneliti dan guru bersama-sama menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran untuk siklus I dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.
Kemudian peneliti dan guru kolaborasi mendiskusikan media pembelajaran
yang akan digunakan pada saat proses pembelajaran siklus I dalam kegiatan
pembelajaran pada saat berlangsung dan kemudian peneliti dan guru
kolaborasi bersama-sama mempersiapkan serta mendiskusikan instrumen
penilaian dan alat-alat pengajaran yang mendukung proses pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan penelitian pada siklus I dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan 2 x 40 menit, 80 menit. Pada tanggal 1 Juni 2021 pukul 09.15 -
10.35 WIB. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas VIIA SMP
Negeri 5 Satap Bonti dengan jumlah 20 siswa. Peneliti sebagai observer
berkolaborasi dengan guru IPS Terpadu, melaksanakan tindakan dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang
sudah dipersiapkan.
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Kamis, 1 Juni 2021 pukul 09.15-
10.35 WIB yang dilakukan oleh peneliti sebagai pengamat. Pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I berjalan dengan cukup lancar namun belum
maksimal. Disinilah langkah-langkah menggunakan Problem Based Learning
menjadi solusi dari masalah pembelajaran IPS Terpadu. Langkah-langkah
yang dilakukan peneliti pada saat proses pembelajaran siklus I dapat
dideskripsikan dalam bentuk narasi sebagai berikut.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran peneliti membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam sebagai tanda pembelajaran akan segera dimulai,
kemudian peneliti mengecek kesiapan siswa (absensi, ketertiban dan
kerapian). Hal ini bertujuan untuk melihat kesiapan siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di sekolah. Kemudian peneliti melakukan apersepsi
dengan tanya jawab ringan seputar materi yang ingin dibahas dalam kegiatan
pembelajaran.

37
Peneliti menyampaikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari
pembelajaran ini sehingga jelas tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran. Kemudian peneliti memberikan motivasi agar siswa
memahami materi yang dijelaskan oleh peneliti dalam kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya siswa diberikan penjelasan tentang pengertian dan penjabaran
materi yang dipelajari, selanjutnya siswa dikenalkan dengan materi.
Setelah proses pembelajaran berlangsung kemudian siswa diberikan
pedoman dan contoh yaitu dengan peragaan di depan kelas oleh peneliti
dengan begitu siswa yang sudah memahami siswa diberikan soal-soal latihan
untuk dikerjakan. Selanjutnya dilakanakan evaluasi dengan tujuan
mengumpulkan hasil latihan-latihan soal yang telah dikerjakan siswa. Tahap
terakhir adalah mengecek pada bagian mana saja siswa mengalami kesulitan
dan peneliti bisa membahasnya kembali.
c. Tahap Pengamatan (Observasi)
Observasi atau pengamatan dilakukan bersamaan melaksanakan
tindakan dengan mendokumentasikan kejadian-kejadian selama proses
pembelajaran. Pada tahap ini, peneliti sebagai observer melakukan
pemantauan dan pencatatan selama proses pembelajaran IPS Terpadu.
Dalam hal ini proses pembelajaran menggunakan Problem Based
Learning, observasi menggunakan instrumen pengumpul data yang telah
ditetapkan yaitu lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk
mengamati proses pembelajaran di kelas yaitu untuk mengamati siswa pada
saat proses pembelajaran IPS Terpadu. Hasil observasi aktivitas siswa
mengikuti Problem Based Learning pada siklus I dalam kegiatan
pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut:

Selain angket yang digunakan untuk mengukur keaktifan belajar siswa,


pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam proses pembelajaran perlu
dilakukan untuk melihat aktivitas belajar siswa. Hal yang diobservasikan
adalah segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

38
Hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Pengamatan Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

No Aspek yang diamati Ada Tidak Ket

A Persiapan
1. Siswa menyiapkan perlengkapan √
pembelajaran
2. Siswa menyiapkan kertas yang akan √
digunakan dalam pembelajaran
3. Siswa memeriksa kesiapan belajar √

4. Siswa mendengarkan absen kehadiran √

5. Siswa mempersipkan diri untuk √


mengikuti pembelajaran

B Pelaksanaan

1. Siswa mendapatkan bagian materi √


yang sudah dibagi kedalam sub-sub
materi yang akan dipelajari

2. Siswa membentuk kelompok- √


kelompok kecil yang heterogen,
sebanyak sub-sub materi yang akan
disampaikan guru.

3. Siswa menyebar setiap kelompok dan √


bertindak sebagai tutor sebaya.

4. Masing-masing kelompok diberi tugas √


mempelajari satu bab materi.

5. Setiap kelompok di pandu oleh siswa √


yang pandai sebagai tutor sebaya.

6. Siswa diberikan waktu yang cukup, √

39
baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.

7. Setiap kelompok siswa melalui √


wakilnya menyampaikan sub materi
sesuai dengan tugas yang telah
diberikan.

8. Siswa bertindak sebagai pelaksana √


pembelajaran

9. Siswa menyampaikan kesimpulan √


secara keseluruhan

C Evaluasi

1. Siswa diberikan penghargaan bagi √


yang berhasil
2. Siswa diingatkan untuk mempelajari √
materi yang akan disampaikan pada
pertemuan selanjutnya
3. Menutup pelajaran √

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran kurang menggunakan


media dan model yang variatif, sehingga kurang dapat membangkitkan
keaktifan belajar siswa dalam belajar. dengan menggunakan instrumen
observasi, ditemukan hal-hal yang dideskripsikan sebagai berikut:
a) Siswa menyiapkan perlengkapan pembelajaran.
b) Siswa belum menyiapkan kertas yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
c) Siswa memeriksa kesiapan belajar.
d) Siswa mendengarkan absen kehadiran.
e) Siswa mempersipkan diri untuk mengikuti pembelajaran.
f) Siswa mendapatkan bagian materi yang sudah dibagi kedalam sub-sub
materi yang akan dipelajari.

40
g) Siswa membentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen,
sebanyak sub-sub materi yang akan disampaikan guru.
h) Siswa menyebar setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya.
i) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu bab materi.
j) Setiap kelompok di pandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor
sebaya.
k) Siswa diberikan waktu yang cukup, baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.
l) Setiap kelompok siswa melalui wakilnya menyampaikan sub materi
sesuai dengan tugas yang telah diberikan.
m) Siswa belum bertindaksebagai pelaksana pembelajaran
n) Siswa belum menyampaikan kesimpulan secara keseluruhan
o) Siswa diberikan penghargaan bagi yang berhasil
p) Siswa diingatkan untuk mempelajari materi yang akan disampaikan
pada pertemuan selanjutnya
q) Menutup pelajaran
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
peneliti pada proses pembelajaran IPS Terpadu pada siklus I belum
terlaksana secara maksimal dan akan ditingkatkan pada siklus II.
d. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan setelah melakukan proses belajar
pembelajaran. Evaluasi dilakukan tiap kali pertemuan. Kegiatan refleksi
dilakukan berdasarkan hasil observasi peneliti selama kegiatan
pembelajaran berlangsung dan berdasarkan keaktifan angket siswa
dengan menggunakan Problem Based Learning. Berdasarkan hasil
refleksi siklus I ditemukan proses pembelajaran masih belum berjalan
sesuai rencana. Peneliti melakukan refleksi untuk menemukan faktor-
faktor apa saja yang menjadi kendala sehingga proses pembelajaran
tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Keaktifan belajar siswa
dengan menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS
Terpadu dapat dilihat pada tabel angket siklus I sebagai berikut:

41
Tabel 4.3
Angket Keaktifan Belajar Siswa Siklus I
No Aspek yang diamati %
1 Setelah mendengarkan penjelasan guru, saya 67,3
memiliki tanggapan terhadap materi yang sudah
dijelaskan
2 Saya tidak memberikan tanggapan sesuai dengan 60,0
materi yang dibahas
3 Saya mempelajari dan mengingat materi yang 74,0
dijelaskan sebelumnya
4 Saya tidak memperhatikan penjelasan yang dilakukan 64,7
oleh guru
5 Dalam kegiatan pembelajaran, saya fokus dalam 74,7
belajar
6 Saya cenderung mengobrol dengan teman dari pada 70,0
memperhatikan penjelasan yang di sampaikan oleh
guru
7 Saya merasa tidak perlu memberikan pendapat dalam 76,0
presentase
8 Saya mendengarkan dengan seksama saat teman 76,0
menjelaskan pendapatnya
9 Saya enggan memperhatikan presentasi teman di 73,0
depan kelas
10 Setelah guru menjelaskan materi dengan baik, saya 76,0
tidak memahami materi yang sudah dijelaskan
11 Saya belajar fokus, agar memberikan kesan belajar 66,7
yang sungguh-sungguh
12 Saya cenderung untuk melamun/tidak mendengarkan 70,7
ketika guru menjelaskan
13 Agar nampak lebih aktif saya sering mengajukan 72,0
pertanyaan pada guru
14 Saya tidak membuat ringkasan pada buku catatan 80,7
ketika guru menjelaskan materi pelajaran
15 Saya menggunakan bahan belajar dengan kualitas 67,3
baik
16 Ketika saya belajar, saya tidak melatih otak saya 65,3

42
untuk berfikir
17 Saya belajar merupakan sarana untuk mengolah otak 62,7
agar lebih cerdas
18 Dalam kegiatan pembelajaran, saya tidak aktif secara 75,3
lisan maupun tulisan sebagai bentuk keaktifan dalam
belajar
19 Saya salah satu siswa yang aktif dalam bertanya 62,0
20 Dalam kegiatan pembelajaran, guru dan siswa sama- 75,3
sama tidak memberikan apresiasi ketika salah satu
siswa memperoleh hasil yang maksimal
21 Saya semmakin hari mengalami peningkatan dalam 62,0
belajar
22 Selain kemampuan belajar yang dikembangkan, saya 74,0
tidak berani mengemukakan ide dalam pembelajaran
23 Keaktifan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat 64,7
salah satunya dengan kegiatan diskusi
24 Saya tidak melakukan diskusi sebagai sarana kerja 74,0
kekompakan siswa dalam belajar
25 Selain kemampuan belajar, sikap siswa juga menjadi 75,0
acuan dalam penilaian
26 Saya tidak memilik aktivitas yang baik dalam 76,0
kegiatan pembelajaran
27 Ketika belajar, saya menjaga sopan santun dengan 76,0
guru
28 Saya tidak belajar untuk melakukan latihan dalam 73,0
bentuk ulangan hari atau tes
29 Proses pembelajaran yang dilakukan tujuan utama 76,0
adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar
30 Belajar tidak membawa dampak positif dalam 66,7
kehidupan saya
Total 70,9
Berdasarkan data tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa keaktifan
belajar dengan menggunakan Problem Based Learning dalam
pembelajaran pada siklus I, diperoleh persentase siswa yaitu 70,9%
sedangkan acuan angketnya adalah 80%, namun demikian sudah

43
mengalami peningatan dibandingkan dengan pra tindakan. Sehingga
untuk selanjutnya masih perlu dilakukan perlakukan pada siklus II.

Tabel 4.4

Persentase Keaktifan Belajar Siswa Pra Tindakan dan Siklus I

Persentase
Pra Tindakan Siklus I
66,3% 70,9%

72
71
70.9
70
69
68
67
66 66.3
65
64
63
Persentase

Diagram 4.1 Persentase Keaktifan Belajar Siswa Pra Tindakan dan


Siklus I

Adapun beberapa hal saat proses pembelajaran terjadi sehingga


tercipta kendala yang menjadikan proses pembelajaran kurang maksimal
pada siklus I, refleksi aspek menjadi tolok ukur penilaian aktivitas siswa

44
dalam mengikuti pembelajaran menunjukkan bahwa siswa masih belum
melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Permasalahan yang terjadi
adalah sebagai berikut:

a) Siswa belum menyiapkan kertas yang akan digunakan dalam


pembelajaran.
b) Siswa belum bertindaksebagai pelaksana pembelajaran
c) Siswa belum menyampaikan kesimpulan secara keseluruhan.
Berdasarkan analisis tersebut, berikut ini dikemukakan tindakan
pembelajaran yang harus dilakukan sebagai berikut:
a) Untuk pembelajaran selanjutnya siswa harus menyiapkan kertas
yang akan digunakan dalam pembelajaran
b) Siswa belum bertindak sebagai pelaksana pembelajaran
c) Siswa belum menyampaikan kesimpulan secara keseluruhan.
Untuk selanjutnya dari banyak faktor penghambat proses
pembelajaran menjadi tidak maksimal, maka akan dilakukan perbaikan
pada siklus II. Tujuan dilaksanakan siklus II untuk memperbaiki pada
siklus I yang kurang maksimal.
2. Siklus II
Pada siklus II memperhatikan revisi pada hasil siklus I yang meliputi
perencanaan, proses/pelaksanaan, observasi, dan refleksi, untuk lebih
jelasnya diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang
terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran, instrumen penilaian, dan
alat-alat pengajaran yang mendukung. Perencanaan dilakukan pada tanggal
15 Juni 2021. Kegiatan yang dilakukan adalah peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran, dideskripsikan dalam bentuk kalimat sebagai
berikut.
Peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang
dilakukan dalam Penelitian Tindakan Kelas. Setelah satu persepsi antar

45
peneliti dengan guru selanjutnya peneliti maksud melaksanakan
pembelajaran menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran
IPS Terpadu pada materi yang sesuai pada saat penelitian.
Peneliti dan guru bersama-sama menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran untuk siklus I dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.
Kemudian peneliti dan guru mendiskusikan media pembelajaran yang akan
digunakan pada saat proses pembelajaran siklus I dalam kegiatan
pembelajaran pada saat berlangsung dan kemudian peneliti dan guru
bersama-sama mempersiapkan serta mendiskusikan instrumen penilaian dan
alat-alat pengajaran yang mendukung proses pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 24 Juni 2021 di kelas VIIA dengan jumlah 20 siswa. Adapun proses
pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan maupun kekurangan
pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I diketahui bahwa salah satu
kekurangannya adalah aspek-aspek penilaian hasil belajar siswa dalam
materi pembelajaran dikarenakan peneliti terpaku mengajar di depan saja
dan kurang dalam penguasaan kelas selama pembelajaran sehingga suasana
belajar kurang kondusif, selain itu penyampaian materi masih kurang jelas
dan kurang runtut atau sistematis sehingga siswa bingung menangkap
pembelajaran yang diberikan, kemudian dalam mengerjakan tugas terkait
materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar di dalam silabus.
Di samping itu kurangnya ketegasan guru dan kemauan siswa dalam
mempelajari materi pembelajaran sehingga banyak kesalahan dalam tata
bahasa serta banyak menghabiskan waktu dalam melaksanakan tugas.
Pembelajaran pada siklus 1 tidak tersususn secara sitematis dan tepat
sasaran sehingga membinggungkan siswa. Dari pemaparan di atas ini
berakibat penerapan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS
Terpadu.

46
Persentase keaktifan belajar siswa masih belum dikatakan tuntas.
Kebanyakan siswa kurang memahami cara materi pembelajaran. Untuk
mengatasi masalah ini supaya tidak terulang lagi maka peneliti harus lebih
maksimal menyampaikan tentang penerapan Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS Terpadu dan mengarahkan siswa dalam
mengaplikasikannya di dalam proses belajar mengajar sehingga penerapan
Problem Based Learning pada pembelajaran IPS Terpadu berjalan lancar
dan maksimal. Selain itu, penekanan terhadap siswa serta penguasaan kelas
secara menyeluruh sehingga peneliti dapat menguasai dan menilai setiap
individu siswa dalam penerapan Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS Terpadu.
Pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2021 hari Kamis
pukul 09.15-10.35 WIB yang dilakukan oleh peneliti. Sesuai dengan
perencanaan sebelumnya, peneliti mengajar sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Langkah-
langkah yang dilakukan peneliti dalam Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS terpadu pada siklus II pertemuan pertama dapat
dideskripsikan dalam bentuk narasi sebagai berikut.
Sebelum pelaksanaan pembelajaran peneliti membuka pelajaran
dengan mengucapkan salam sebagai tanda pembelajaran akan segera
dimulai, kemudian peneliti mengecek kesiapan siswa (absensi, ketertiban
dan kerapian). Hal ini bertujuan untuk melihat kesiapan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Kemudian peneliti melakukan
apersepsi dengan tanya jawab ringan seputar materi yang ingin dibahas
dalam kegiatan pembelajaran.
Peneliti menyampaikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari
pembelajaran ini sehingga jelas tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran. Kemudian guru memberikan minat agar siswa memahami
materi yang dijelaskan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya
siswa diberikan penjelasan tentang pengertian dan penjabaran materi yang
di pelajari, selanjutnya siswa dikenalkan dengan materi selanjutnya.

47
Siswa diberikan pedoman dan contoh yaitu dengan peragaan didepan
kelas oleh peneliti dengan begitu siswa yang sudah memahami siswa
diberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan. Evaluasi ini sebaiknya
dilakukan setiap akhir pertemuan, dengan cara siswa harus mengumpulkan
hasil latihan-latihan soal yang telah dikerjakan siswa. Tahap terakhir adalah
mengecek pada bagian mana saja siswa mengalami kesulitan dan peneliti
bisa membahasnya kembali pada pertemuan minggu berikutnya.
c. Tahap Pengamatan (Observasi)
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
pembelajaran sebagaimana yang dilakukan pada siklus I. Adapun data hasil
penelitian pada sikus II adalah sebagai berikut :

Hasil observasi aktivitas siswa mengikuti Problem Based Learning


pada pembelajaran IPS Terpadu pada siklus II ini tidak luput dari revisi
pada hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I. Masih sama pada siklus I,
observasi aktivitas siswa tetap dilakukan oleh peneliti saat mengajar.
Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan aktivitas siswa saat mengikuti Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS terpadu pada siklus II dibanding pada siklus I. Hal yang
diobservasikan adalah segala sesuatu yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung.

Hasil observasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan dengan


pedoman lembar observasi yang telah disusun oleh peneliti. Observasi
digunakan untuk memperoleh gambaran dalam kegiatan pembelajaran.
Objek yang diamati dalam observasi aktivitas siswa. Aspek-aspek tersebut
menjadi tolok ukur untuk mengetahui aktivitas siswa saat mengikuti proses
pembelajaran. Rincian aspek tersebut sebagai berikut.

48
Tabel 4.5

Pengamatan Observasi Siswa Siklus II

No Aspek yang diamati Ada Tidak Keterangan

A Persiapan
1. Siswa mempersiapkan perlengkapan √
pembelajaran
2. Siswa menyiapkan kertas yang akan √
digunakan dalam pembelajaran
3. Siswa memeriksa kesiapan belajar √

4. Siswa mendengarkan absen kehadiran √

5. Siswa mempersipkan diri untuk √


mengikuti pembelajaran
B Pelaksanaan

1. Siswa mendapatkan bagian materi √


yang sudah dibagi kedalam sub-sub
materi yang akan dipelajari

2. Siswa membentuk kelompok- √


kelompok kecil yang heterogen,
sebanyak sub-sub materi yang akan
disampaikan guru.

3. Siswa menyebar setiap kelompok dan √


bertindak sebagai tutor sebaya.

4. Masing-masing kelompok diberi tugas √


mempelajari satu bab materi.

5. Setiap kelompok di pandu oleh siswa √


yang pandai sebagai tutor sebaya.

49
6. Siswa diberikan waktu yang cukup, √
baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.

7. Setiap kelompok siswa melalui √


wakilnya menyampaikan sub materi
sesuai dengan tugas yang telah
diberikan.

8. Siswa bertindaksebagai pelaksana √


pembelajaran

9. Siswa menyampaikan kesimpulan √


secara keseluruhan

C Evaluasi

1. Siswa diberikan penghargaan bagi √


yang berhasil
2. Siswa melakukan diingatkan untuk √
materi yang akan disampaikan pada
pertemuan selanjutnya
3. Menutup pelajaran √

Dilihat dari hasil observasi pada table 4.8, dapat dijelaskan


secara rinci hasil observasi peneliti pada siklus II yang dideskripsikan
sebagai berikut:
a) Siswa perlengkapan pembelajaran
b) Siswa menyiapkan kertas yang akan digunakan dalam pembelajaran
c) Siswa memeriksa kesiapan belajar
d) Siswa mendengarkan absen kehadiran
e) Siswa mempersipkan diri untuk mengikuti pembelajaran
f) Siswa mendapatkan bagian materi yang sudah dibagi kedalam sub-
sub materi yang akan dipelajari
g) Siswa membentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen,
sebanyak sub-sub materi yang akan disampaikan guru.

50
h) Siswa menyebar setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya.
i) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu bab materi.
j) Setiap kelompok di pandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor
sebaya.
k) Siswa diberikan waktu yang cukup, baik di dalam kelas maupun di
luar kelas.
l) Setiap kelompok siswa melalui wakilnya menyampaikan sub materi
sesuai dengan tugas yang telah diberikan.
m) Siswa bertindak sebagai pelaksana pembelajaran
n) Siswa menyampaikan kesimpulan secara keseluruhan
o) Siswa diberikan penghargaan bagi yang berhasil
p) Siswa melakukan diingatkan untuk materi yang akan disampaikan
pada pertemuan selanjutnya
q) Menutup pelajaran.
Berdasarkan aktivitas siswa pada siklus II, maka tujuan yang ingin
dicapai dari kegiatan pembelajaran sudah berjalan dengan maksimal.
Suasana pembelajaran dengan menerapkan Problem Based Learning
pada pembelajaran IPS Terpadu sudah berjalan dengan baik.

b. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan setelah melakukan proses belajar
pembelajaran. Evaluasi dilakukan sebanyak satu kali tiap pertemuan.
Kegiatan refleksi dilakukan berdasarkan hasil observasi peneliti selama
kegiatan pembelajaran berlangsung dan berdasarkan hasil pengamatan pada
Problem Based Learning pada pembelajaran IPS Terpadu siswa pada siklus
I. Kemudian dilanjutkan refleksi siklus II ditemukan proses pembelajaran
sudah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hasil angket siswa
dengan menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS
Terpadu dapat dilihat pada tabel hasil angket keaktifan belajar siswa siklus II
sebagai berikut:
Tabel 4.6

51
Angket Keaktifan Belajar Siswa Siklus II
No Aspek yang diamati %
1 Setelah mendengarkan penjelasan guru, saya memliki 81,3
tanggapan terhadap materi yang sudah dijelaskan
2 Saya tidak memberikan tanggapan sesuai dengan 76,0
materi yang dibahas
3 Saya mempelajari dan mengingat materi yang 92,0
dijelaskan sebelumnya
4 Saya tidak memperhatikan penjelasan yang dilakukan 78,7
oleh guru
5 Dalam kegiatan pembelajaran, saya fokus dalam 83,3
belajar
6 Saya cenderung mengobrol dengan teman dari pada 90,0
memperhatikan penjelasan yang di sampaikan oleh
guru
7 Saya merasa tidak perlu memberikan pendapat dalam 78,7
presentase
8 Saya mendengarkan dengan seksama saat teman 86,0
menjelaskan pendapatnya
9 Saya enggan memperhatikan presentasi teman di 88,7
depan kelas
10 Setelah guru menjelaskan materi dengan baik, saya 82,0
tidak memahami materi yang sudah dijelaskan
11 Saya belajar fokus, agar memberikan kesan belajar 83,3
yang sungguh-sungguh
12 Saya cenderung untuk melamun/tidak mendengarkan 77,3
ketika guru menjelaskan
13 Agar nampak lebih aktif saya sering mengajukan 78,7
pertanyaan pada guru
14 Saya tidak membuat ringkasan pada buku catatan 70,7
ketika guru menjelaskan materi pelajaran
15 Saya menggunakan bahan belajar dengan kualitas 68,7
baik
16 Ketika saya belajar, saya tidak melatih otak saya 74,0
untuk berfikir
17 Saya belajar merupakan sarana untuk mengolah otak 78,0

52
agar lebih cerdas
18 Dalam kegiatan pembelajaran, saya tidak aktif secara 71,3
lisan maupun tulisan sebagai bentuk keaktifan dalam
belajar
19 Saya salah satu siswa yang aktif dalam bertanya 77,3
20 Dalam kegiatan pembelajaran, guru dan siswa sama- 69,3
sama tidak memberikan apresiasi ketika salah satu
siswa memperoleh hasil yang maksimal
21 Saya semmakin hari mengalami peningkatan dalam 76,0
belajar
22 Selain kemampuan belajar yang dikembangkan, saya 92,2
tidak berani mengemukakan ide dalam pembelajaran
23 Keaktifan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat 78,7
salah satunya dengan kegiatan diskusi
24 Saya tidak melakukan diskusi sebagai sarana kerja 83,3
kekompakan siswa dalam belajar
25 Selain kemampuan belajar, sikap siswa juga menjadi 90,0
acuan dalam penilaian
26 Saya tidak memilik aktivitas yang baik dalam 78,7
kegiatan pembelajaran
27 Ketika belajar, saya menjaga sopan santun dengan 86,0
guru
28 Saya tidak belajar untuk melakukan latihan dalam 88,7
bentuk ulangan hari atau tes
29 Proses pembelajaran yang dilakukan tujuan utama 82,0
adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar
30 Belajar tidak membawa dampak positif dalam 83,3
kehidupan saya
Total 80,6
Berdasarkan data tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa dengan
menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS Terpadu
yang sudah diajarkan pada siklus II, diperoleh nilai persentase siswa
yaitu 80,8%. Nilai persentase tersebut sudah susai target sebesar 80%
sehingga Penelitian Tindakan Kelas dianggap berhasil.
Tabel 4.7

53
Persentase Keaktifan Belajar Siswa Pada Siklus I dan Siklus II

Nilai Persentase
Siklus I Siklus II
70,9% 80,8%

80.8

70.9

Persentase

Diagram 4.2 Persentase Keaktifan Belajar Siswa Pada Siklus I dan

Siklus II

Peneliti melakukan refleksi untuk menemukan faktor-faktor apa


saja yang menjadi kendala sehingga proses pembelajaran tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Adapun beberapa hal saat proses
pembelajaran terjadi sehingga tercipta kendala yang menjadikan proses
pembelajaran kurang maksimal pada siklus II seperti berikut.
1) Refleksi kemampuan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

54
Berdasarkan paparan yang terjadi di atas, maka terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan Problem
Based Learning pada pembelajaran IPS pada proses pembelajaran
berlangsung sudah mengalami kemajuan pada saat proses mengajar
berlangsung. Kemampuan peneliti dalam melaksanakan proses belajar
mengajar pada siklus II, sudah berjalan dengan baik, dapat terlihat dari
aspek semua terlaksana.
2) Refleksi aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Refleksi dari aspek menjadi tolok ukur penilaian aktivitas siswa
dalam mengikuti pembelajaran menunjukkan bahwa siswa sudah
melaksanakan pembelajaran secara maksimal. Dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar pada
siklus II, sudah berjalan dengan baik, dapat terlihat dari aspek semua
terlaksana.
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar
pada peningkatan keaktifan belajar siswa dengan menggunakan
metode debate pada pembelajaran IPS Terpadu. Dari data-data yang
telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Berdasarkan data hasil angket keaktifan belajar siswa pada
Problem Based Learning pada pembelajaran IPS Terpadu
mencapai persentase 80,9%.
b) Selama proses belajar mengajar peneliti telah melaksanakan
pembelajaran dengan baik berdasarkan hasil observasi. Meskipun
ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi presentase
pelaksanaannya untuk masing-masing aspek sudah baik.
c) Berdasarkan data hasil pengamatan siswa mengalami
peningkatan.
d) Kekurangan pada siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan
dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. Acuan keaktifan

55
belajar siswa dengan menggunakan Problem Based Learning
pada pembelajaran IPS Terpadu mencapai persentase 80%.
Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan pada bagian
pendahuluan serta deskripsi hasil penelitian keaktifan belajar siswa
dengan menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran
IPS Terpadu berdasarkan pengalaman pribadi. Pembelajaran dengan
menggunakan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS
Terpadu yang berisikan langkah-langkah yang efektif digunakan
untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam proses
pembelajaran IPS Terpadu.
4. Pembahasan Hasil Penelitian
Peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran untuk
kegiatan penelitian yang dilakukan. Kemudian peneliti menentukan media
pembelajaran yang akan digunakan pada saat proses pembelajaran dalam
kegiatan pembelajaran pada saat berlangsung dan kemudian peneliti
mempersiapkan instrumen penilaian dan alat-alat pengajaran yang
mendukung proses pembelajaran. setelah dilakukan proses pembelajaran
dalam 2 (dua) siklus menggunakan Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS Terpadu diperoleh hasil yang sangat baik.
a. Pelaksanaan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS terpadu
di kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti berjalan dengan baik.
Pelaksanaan dapat dilihat dari pengelolaan waktu yang sesuai dengan
pembelajaran, perhatian dan pengawasan peneliti juga merata,
sehingga siswa merasa diawasi melakukan kegiatan pembelajaran.
b. Keaktifan belajar siswa pada pra tindakan dan siklus I masih rendah,
hasil tersebut dapat dilihat dari hasil presentase angket yang diperoleh,
serta hasil pengamatan siswa yang dilakukan peneliti, setelah
dilakukan perlakuan yang lebih baik, maka diperoleh peningkatan
yang signifikan pada siklus II untuk keaktifan belajar siswa dalam
proses pembelajaran, yang diperkuat dengan pengamatan, secara
umum hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah di kelas VIIA

56
SMP Negeri 5 Satap Bonti mengalami peningkatan yang signifikan
dari pra tindakan hingga siklus 2 dengan Problem Based Learning
pada pembelajaran IPS terpadu.
Hasil belajar siswa pada pra tindakan dan siklus I masih rendah,
hasil tersebut dapat dilihat dari hasil presentase angket yang diperoleh,
serta hasil pengamatan siswa yang dilakukan peneliti, setelah
dilakukan perlakuan yang lebih baik, maka diperoleh peningkatan
yang signifikan pada siklus II untuk keaktifan belajar siswa dalam
proses pembelajaran, yang diperkuat dengan pengamatan. Keaktifan
siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses
belajar mengajar, kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan
yang mengarah pada proses belajar mengajar seperti bertanya,
mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, dapat menjawab pertanyaan
guru, dan bisa bekerjasama dengan siswa lain serta bertanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan.
c. Terdapat peningkatan keaktifan belajar siswa melalui Problem Based
Learning pada pembelajaran IPS Terpadu di kelas VIIA SMP Negeri 5
Satap Bonti dari peningkatan yang signifikan dari Pra Tindakan
66,3%, Siklus I, 70,9% dan Siklus II, 80,8%. Sehingga dapat
dinyatakkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dinyatakan berhasil.

Tabel 4.8

Persentase Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pada Pra Tindakan

Siklus I dan Siklus II

Nilai Persentase
Pra Tindakan Siklus I Siklus II
66,3% 70,9% 80,8%

57
80.8
66.3 70.9

Pra Tindakan Siklus I Siklus II

Diagram 4.3 Persentase Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa Pada Pra


Tindakan, Siklus I dan Siklus II

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, secara umum dapat
disimpulkan terdapat peningkatan keaktifan belajar siswa melalui Problem
Based Learning pada pelajaran IPS terpadu kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap
Bonti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada penelitian
tindakan kelas, dapat disimpulkan khusus sebagai berikut:

58
1. Pelaksanaan Problem Based Learning pada pembelajaran IPS terpadu
di kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti berjalan dengan baik.
Pelaksanaan dapat dilihat dari pengelolaan waktu yang sesuai dengan
pembelajaran, perhatian dan pengawasan gurujuga merata, sehingga
siswa merasa diawasi melakukan kegiatan pembelajaran.
2. Keaktifanl belajar siswa pada pra tindakan dan siklus I masih rendah,
hasil tersebut dapat dilihat dari hasil presentase angket yang diperoleh,
serta hasil pengamatan siswa yang dilakukan peneliti, setelah dilakukan
perlakuan yang lebih baik, maka diperoleh peningkatan yang signifikan
pada siklus II untuk keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran,
yang diperkuat dengan pengamatan, secara umum hasil belajar siswa di
kelas VIIA SMP Negeri 5 Satap Bonti mengalami peningkatn yang
signifikan dari pra tindakan hingga siklus II dengan Problem Based
Learning.
3. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa melalui Problem Based
Learning pada pembelajaran IPS Terpadu di kelas VIIA SMP Negeri 5
Satap Bonti terdapat peningkatan yang signifikan dari Pra Tindakan
66,3%, Siklus I, 70,9% dan Siklus II, 80,8%. Sehingga dapat
dinyatakkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dinyatakan berhasil.

B. Saran
Saran yang peneliti dapat berikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Pelaksanaan pembelajaran, hendaknya guru dapat mengatur alokasi
waktu dengan baik agar proses pembelajaran berjalan lancar. Dapat
dilakukan dalam proses pembelajaran hendaknya guru mengawasi dan
memberikan perhatian menyeluruh kepada siswa yang ada di kelas.
2. Keaktifan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran harus terus
ditingkatkan dengan cara-cara yang baik, agar proses pembelajaran

59
menjadi lebih aktif sehingga sesuai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
3. Mengingat dalam menggunakan Problem Based Learning pada
pembelajaran IPS Terpadu dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
maka untuk selanjutnya dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Mulyono, A (2001) Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka

60
Nawawi, H. (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Sani (2002). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sardiman. (2004). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suprijono. (2012). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajsar

Suwandi, S. (2011). Penelitian Tindakan Kelas & Penulisan Karya Ilmiah.


Surakarta: Yuma Pustaka

Ali, M (2006). Jenis-Jenis Keaktifan Belajar: https://blogeulum. Blogspot.


Com/2013/02/keaktifan-belajarsiswa.html. diakses pada tanggal 3 Oktober
2018 jam 15.35 wib

61

Anda mungkin juga menyukai