Kel. 13 Tarikh Tasyri
Kel. 13 Tarikh Tasyri
Disusun oleh:
SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa dipanjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT.,
yang telah mencurahkan segala Taufik, Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tasyri dalam Konteks Indonesia Setelah Merdeka”
ini dengan baik. Salam dan shalawat semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
S.A.W. Beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini ditujukan guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Tarikh Tasyri’.
Teriring Ucapan Terima Kasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam
proses belajar mengajar.
Dalam penyusunan makalah ini, khususnya dari pihak penulis telah berusaha
semaksimal mungkin agar makalah ini tetap menjadi yang terbaik, namun seutuhnya kami
sadari bahwa sebagai manusia biasa penulispun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik
dari segi teknik penulisan maupun dari segi tata bahasa. Maka dari itu, penulis menerima saran
dan kritikan yang bersifat membangun baik dari pihak dosen maupun dari teman-teman
sekalian.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umunya.
Semarang, 6 November
2021
Kelompok 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ide pembaharuan islam dimulai dengan kesadaran umat islam dari tidur
panjangnya, umat islam kemudian bangkit menjadi suatu kekuatan yang setidaknya
setara dengan kekuatan Barat. Namun pada waktu itu umat islam terpecah belah
menjadi3 kerajaan besar islam, yakni seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah
sebelumnya yaitu kerajaan Turki Ustmani, Moghol, dan Safawi, namun ada juga yang
mendirikan kerajaan kecil sendiri dan ada yang tidak termasuk dalam dua kategori
tersebut.
Di Indonesia sendiri mulai bangkit dan semangat kebangsaan puncaknya saat
kemerdekaan bangsa Indonesia. Umat islam melanjutkan proses pengembangan
permasalahan dalam hukum islam yang baru muncul, seiring dengan terbentuknya
masyarakat modern. Dalam fase ini Indonesia disibukkan dengan problematika baru
yang belum terjadi sebelumnya, terutama terkait dengan konstitusionalisme negara,
seperti isu-isu negara islam, hak asasi manusia, hak-hak perempuan dan demokrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bgaimana latar belakang kondisi sosial budaya Indonesia setelah kemerdekaan?
2. Siapa saja tokoh-tokoh tasyri di Indonesia setelah merdeka?
3. Bagaimana pembaharuan hukumnya setelah Indonesia merdeka?
BAB II
PEMBAHASAN
Budaya adalah objek atau sasaran yang mengacu pada moral, perilaku,
dan instrumen cara hidup masyarakat, karena dalam pengertian yang lebih
terbatas budaya mengacu pada domain kegiatan artistik dan intelektual yang
dapat dimasukan untuk bekerjasama dalam program pemerintahan dan
dimasukan untuk beroperasi dalam bidang manajemen sosial.1 Dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil karya dan pemikiran manusia yang
tidak pernah berhenti diproduksi manusia dari zaman ke zaman, dengan kata
lain kebudayaan adalah bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat.
1
Tod Jones, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya Selama Abad Ke-20 Hingga Era-
Reformasi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2015), hlm. 29.
Kondisi sosial budaya sesudah proklamasi kemerdekaan, terjadi
perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Semula rakyat
Indonesia adalah masyarakat kolonial dengan diskriminasi ras sebagai ciri
pokoknya. Kemerdekaan telah berhasil menghapus segala bentuk diskriminasi
terhadap seluruh warga negara Indonesia. Pemerintah RI menghapus semua
perbedaan perlakuan berdasarkan ras (warna kulit), keturunan, agama dan
kepercayaan yang dianut warganya.
Puncak dari pemikiran tentang Fikih Indonesia ini terjadi pada tahun
1961, ketika Hasbi memberikan makna dan definisi Fikih Indonesia .ia secara
tegasmengatakan: “Fikih yang berkembang dalam masyarakat kita sekarang
adalah fikih Hijazi, Misri dan Hindi, yang terbentuk atas dasar adat istiadat dan
kebiasaan masyarakat Hijaz, Mesir dan India. Dengan demikian, karakteristik
yang khusus dari masyarakat muslim menurutnya dikesampingkan, karena fikih
asing tersebut dipaksakan penerapannya ke dalam komunitas lokal melalui
taqlid”. Hasbi mengamati bahwa hingga tahun 1961 ulama di negeri ini belum
mampu melahirkan fikih yang berkepribadian Indonesia. Menurutnya, salah
satu faktor yang menjadi penghambat adalah adanya ikatan emosional yang
2. Hazairin
2
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, edisi ke-4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm.531.
3
Hasbi Ash-Shiddieqy, Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman (Jakarta : Bulan Bintang,1966) , hlm. 43.
b) Kedua , hukum kewarisan bilateral sesuai dengan landasan yang terdapat
dalam Pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 27 dan 29. Hukum
3. Munawir Syadzali
4. Ibrahim Hosen
Ibrahim Hosen adalah salah satu pakar fikih Indonesia yang cukup
terkemuka. Beliau pernah menjabat guru besar Fakultas Syari’ah IAIN
(sekarang UIN) Sayarif Hidayatullah Jakarta.
4
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Tintamas, 1982), hlm. 19
5
Zulhamdi, PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA DAN TOKOH-TOKOHNYA, Jurnal Ilmiah ISLAM
FUTURA
Vol. 19. No. 2, Desember 2019,hlm.253
berdasarkan pada pedoman dan kaidah-kaidah yang telah diakui dan ditetapkan
dalam Ilmu Ushul Fikih.
C. Pembaharuan Hukum
6
Zulhamdi,…,hlm. 254
7
Imam Syaukani, Konstruksi Epistimologi Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal
81.
administrasinya tidak segera dapat diperbaiki. Pada umumnya tidak ada
perubahan tentang dasar peraturan peradilan agama secara prinsipil, selain
usaha-usaha pelestarian peradilan agama itu sendiri. Selama revolusi fisik yang
patut yang dicermati adalah;
8
Abdil Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Pres, 2005), hal. 75.
pasal 75 dan pasal 33. Undang-undang ini merupakan aturan yang penting
tentang pengadilan dalam masa pemerintahan RI Yogyakarta. Undang-undang
ini bermaksud mengatur mengenai peradilan dan sekaligus mencabut serta
menyempurnakan ii UU Nomor 7 tahun 1947 tentang susunan dan kekuasaan
Mahkamah Agung dan Kejaksaan yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret
1947.
9
Abdil Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Pres, 2005), hal. 78.
10
Abd. Basith Junaidy, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal. 311.
diberlakukannya hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Atas dasar inilah
semangat UUD 1945 menjadi dasar bagi eksistensi hukum di bidang keagamaan
di Indonesia.11
11
Jurnal Ilmiah Al- Syir’ah Vol.15 No.1 Tahun 2017, Institut Agama Islam Negeri (IAIN Manado), Eksistensi
Hukum Islam Di Indonesia (Analisis Kontribusi dan Pembaruan Hukum Islam Pra dan Pasca Kemerdekaan
Republik Indonesia) oleh Dahlia Haliah Ma’u, hal.21-22.
12
Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 46.
RI menyampaikan RUUPA kepada DPR untuk dibicarakan dan disetujui
menjadi UU menggantikan semua peraturan yang tidak sesuai dengan UUD
1945 UUPK No. 14 tahun 1970. Setelah melalui perdebatan yang cukup
panjang, 14 Desember 1989 RUUPA disetujui menjadi UU, yang mengatur
secara khusus pengadilan agama di Indonesia, kemudian dikenal dengan UU
No.7 tahun 1989. Dengan UU ini semakin mantap kedudukan Pengadilan
Agama sebagai satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri dalam
rangka menegakkan Hukum Islam bagi pencari keadilan yang beragama
Islam,mengenai perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf dan sedekah yang
telah mejadi hukum positif.
Para pakar hukum Islam berusaha membuat kajian hukum Islam yang
lebih komprehensif agar hukum Islam tetap eksis dan dapat digunakan untuk
menyelesaikan segala masalah di masa yang akan datang. Dalam kaitan ini
prinsip yang harus dilaksanakan adalah prinsip maslahat yang berasaskan
keadilan dan kemanfaatan.13 Dalam rangka inilah, sekitar tahun 1985 muncul
gagasan untuk membuat Kompilasi Hukum Islam di Indonesia dan
kemunculannya ini merupakan hasil kompromi antara pihak Mahkamah Agung
dengan Departemen Agama. Langkah untuk mewujudkan kegiatan ini didukung
banyak pihak.
13
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal 178.
14
Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hal
12.
kompilasi yang sesuai dengan karakternya. Yang mana hanyalah menjadi
pedoman saja, relatif tidak mengikat.
Menurut Ahmad Rofiq, ada empat produk pemikiran hukum Islam yang
telah berkembang di indonesia yaitu; fiqh, fatwa ulama (hakim), keputusan
15
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 25.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Para pakar hukum Islam berusaha membuat kajian hukum Islam yang
lebih komprehensif agar hukum Islam dapat digunakan untuk menyelesaikan
segala masalah di masa yang akan datang. Sekitar tahun 1985 muncul gagasan
untuk membuat Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Dasar hukum
keberadaan Kompilasi Hukum di Indonesia adalah intruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 kepada Menteri Agama RI yang mana
Kompilasi hukum Islam tersebut terdiri dari Buku I tentang Hukum
Perkawinan, Buku II tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum
Perwakafan. Menurut Ahmad Rofiq, ada empat produk pemikiran hukum Islam
yang telah berkembang di indonesia yaitu; fiqh, fatwa ulama (hakim),
keputusan pengadilan, dan perundang-undangan. Sebagai ijma’ ulama
indonesia, Kompilasi Hukum Islam tersebut diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi para hakim dan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah Ahmad.1996. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional,Jakarta : Gema
Insani Press.
Dahlan,Abdul Azis.1996. Ensiklopedi Hukum Islam, edisi ke-4 Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Imam Syaukani. 2006. Konstruksi Epistimologi Hukum Islam Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Jurnal Ilmiah Al- Syir’ah Vol.15 No.1. 2017. Institut Agama Islam Negeri (IAIN Manado),
Eksistensi Hukum Islam Di Indonesia (Analisis Kontribusi dan Pembaruan Hukum Islam Pra
dan Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia) oleh Dahlia Haliah Ma’u.