Anda di halaman 1dari 23

Makalah Ilmu Tauhid

“Aliran – aliran Ideologi dalam Islam”

Mata Kuliah Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu : Miftah AF

Oleh :

Ninik handayani (1802026021)

Oky yolanda putri (1802026028)

M syifaaul khuluq (1802026037)

Meilisa Indriani (1802026033)

Ziya’ul fikri (1802026027)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sejarah agama Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan
umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk
diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan.Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang
tidak bisa dirubah lagi, dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-
kitab agama, terutama dalam kitab-kitab ushuluddin.Barang siapa yang membaca kitab-kitab
ushuluddin akan menjumpa didalamnya perkataan-perkataan: Syiah, Khawarij,Qodariah,
Jabariah, Sunny (Ahlussunnah Wal Jamaaah), Asy-Ariah, Maturidiah, dan lain-lain.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Orang-orang Yahudi


terpecah kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orangorang Nasrani, dan umatku akan
terbagi kedalam 73 golongan.” (HR. At-Tirmidzi)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan Qadariyah?
2. Bagaimanakah latar belakang kemunculan Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah,
Jabariyah, dan Qadariyah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan
Qadariyah?
4. Apa saja ajaran-ajaran Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan Qadariyah?
5. Bagaimana Sekte-sekte Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyah, dan
Qadariyah?

1.3 Tujuan
1. Dapat memahami dan menjelaskan apa Pengertian Aliran Syia’ah, Khowarij,
Murji’ah, Jabariyyah, dan Qadariyyah.
2. Dapat memahami dan menjelaskan latar belakang kemunculan Aliran Syia’ah,
Khowarij, Murji’ah, Jabariyyah, dan Qadariyyah.
3. Dapat mengetahui tokoh-tokoh Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah, Jabariyyah, dan
Qadariyyah.
4. Dapat memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran Aliran Syia’ah, Khowarij, Murji’ah,
Jabariyyah, dan Qadariyyah.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Aliran syi’ah


A. Pengertian syi’ah

Syi’ah adalah satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa ‘Ali bin Abi
Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan
umat setelah Nabi Muhammad saw. Dari segi bahasa, kata Syi’ah berarti
pengikut, atau kelompok atau golongan, seperti yang terdapat dalam surah al-
Shâffât ayat 83 yang artinya: “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar
termasuk golongannya (Nuh)1.

Syi’ah adalah salah satu aliran dalam Islam yang berkeyakinan bahwa
yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad
saw ialah keluarga Nabi saw sendiri (Ahlulbait). Dalam hal ini, ‘Abbas bin
‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu
sekaligus menantu Nabi saw) beserta keturunannya2.

Kata Syi’ah menurut pengertian bahasa secara umum berarti kekasih,


penolong, pengikut, dan lain-lainnya, yang mempunyai makna membela suatu
ide atau membela seseorang, seperti kata hizb (partai) dalam pengertian yang
modern. Kata Syi’ah digunakan untuk menjuluki sekelompok umat Islam yang
mencintai ‘Ali bin Abi Thalib karramallâhu wajhah secara khusus, dan sangat
fanatik3.

B. Sejarah Syi’ah

Para penulis sejarah Islam berbeda pendapat mengenai awal mula lahirnya
Syi’ah. Sebagian menganggap Syi’ah lahir langsung setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw, yaitu pada saat perebutan kekuasaan antara golongan
Muhajirin dan Anshar di Balai Pertemuan Saqifah Bani Sa’idah. Pada saat itu

1
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet. ke-
4, hlm. 5.
2
Muhammad Amin Suma, dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 3 (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2003), cet. ke-3, hlm. 343.
3
Abdul Mun’eim al-Nemr, Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah (T.tp.: Yayasan Alumni Timur Tengah,
1988), hlm. 34-35.
muncul suara dari Bani Hasyim dan sejumlah kecil Muhajirin yang menuntut
kekhalifahan bagi ‘Ali bin Abi Thalib.

Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya
perundingan antara pihak pasukan Khalifah ‘Ali dengan pihak pemberontak
Mu’awiyah bin Abu Sufyan di Shiffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa
tahkîm atau arbitrasi4.

Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan ‘Ali memberontak terhadap


kepemimpinannya dan keluar dari pasukan ‘Ali. Mereka ini disebut golongan
Khawarij. Sebagian besar orang yang tetap setia terhadap khalifah disebut
Syî’atu ‘Alî (pengikut ‘Ali).

Pendirian kalangan Syi’ah bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah imam atau
khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah
tumbuh sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi
Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian, menurut
Syi’ah, inti dari ajaran Syi’ah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi
Muhammad saw5.

Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah
bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara
pasukan Mu’awiyah terjadi pula kemelut antara sesama pasukan ‘Ali. Di
antara pasukan ‘Ali pun terjadi pertentangan antara yang tetap setia dan yang
membangkang6.

C. Tokoh-Tokoh Syi’ah

Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti


‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh
Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam
pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin
dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada
zamannya.

4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit., hlm. 5
5
Ibid., hlm. 5.
6
Ibid., hlm. 5.
Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh
dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara
langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu,
tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas
al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut
Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap
orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah7.

Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang
tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai
salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol.

Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’


(Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir,
fiqh, imamah, dan haji8.

Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di


antaranya:

a. Nashr bin Muhazim


b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi
e. Muhammad bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
g. Ali bin Babawaeh al-Qomi
h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
i. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi
k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi
l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi
m. Ayatullah Ruhullah Khomeini
n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
o. Sayyid Husseyn Fadhlullah
7
Ibid., hlm. 13-15
8
Ibid., hlm. 15
p. Murtadha Muthahhari
q. ‘Ali Syari’ati
r. Jalaluddin Rakhmat9
s. Hasan Abu Ammar10

D. Ajaran-ajaran Syi’ah
a. Ahlulbait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat.
Dalam sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada
keluarga atau kerabat Nabi Muhammad saw. Ada tiga bentuk
pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup istri-istri Nabi Muhammad
saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani Hasyim.
b. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan,
Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam
Syi’ah bentuk terakhirlah yang lebih populer11.
c. Al-Badâ’. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan bahwa Allah swt mampu
mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya
dengan peraturan atau keputusan baru12.
d. Asyura. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram
yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari berkabung umum untuk
memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya di
tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61
H di Karbala, Irak13.

9
Beliau adalah salah seorang tokoh Ahlulbait / Syi’ah Indonesia. Karya tulisnya dalam bidang keislaman antara
lain Islam Alternatif (1988), Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-renungan Sufistik (1995), Rintihan Suci Ahli
Bait Nabi (1997), Catatan Kang Jalal (1998), Islam Aktual (1998), dan Islam dan Pluralisme (2006). Pakar
komunikasi yang juga pengasuh SMA Plus Muthahhari, Bandung, ini adalah Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah
Ahlulbait Indonesia (Ijabi). Periode 2004-2008. Ijabi sendiri adalah organisasi kemasyarakatan yang berbasiskan
pada kaum Ahlul bait / Syi’ah Indonesia. Selengkapnya lihat http://www.ijabi.org/ijabi.html;
http://www.ijabi.org/pimpinan.html
10
Beliau adalah Doktor lulusan CIIS, Qum, Iran, yang lahir di Bondowoso, Jawa Timur. Pada 2 Oktober lalu
beliau berkesempatan menyampaikan materi pada acara Seminar Lintas Mazhab “Rasionalisme Islam
Perspektif Syi’ah dan Sunni” di Ruang Teater Lt. 4 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Beliau hadir sebagai representasi Syi’ah. Hadir pula pembicara Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara (Guru
Besar Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) sebagai perwakilan Sunni.
11
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit., hlm. 10.
12
Ibid., hlm. 11.
13
Ibid., hlm. 11.
e. Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa setelah
Nabi saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang
melanjutkan misi atau risalah Nabi14.
f. ‘Ishmah. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk
Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk
perbuatan salah atau lupa15.
g. Mahdawiyah. Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan
datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan
menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu
disebut Imam Mahdi16.
h. Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh. Kata marja’iyyah berasal dari kata
marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata
wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah berarti kekuasaan atau
kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau ahli hukum Islam.
Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para
fuqaha17
i. Raj’ah. Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau
kembali. Raj’ah adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali
sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh dan sejumlah hamba
Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan
kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya
Imam Mahdi18.
j. Taqiyah. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan
jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya19.
k. Tawassul. Adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut
pribadi atau kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali
suaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah swt20.
l. Tawallî dan tabarrî. Kata tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang
artinya mengangkat seseorang sebagai pemimpinnya.

14
Ibid., hlm. 11.
15
Ibid., hlm. 11.
16
Ibid., hlm. 12.
17
Ibid., hlm. 12.
18
Ibid., hlm. 13.
19
Ibid., hlm. 13.
20
Ibid., hlm. 13.
Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a ‘an fulân yang artinya
melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang21.

E. Sekte-sekte Syi’ah

Para ahli umumnya membagi sekte Syi’ah ke dalam empat golongan


besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah, dan Kaum Ghulat. Golongan
Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan. Yang terbesar adalah
golongan Itsna ‘Asyariyah atau Syi’ah Dua belas. Golongan lainnya adalah
golongan Isma’iliyah22.

Sementara itu, Abdul Mun’im al-Hafni dalam Ensiklopedia Golongan,


Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam,
mengklasifikasikan Syi’ah secara rinci sebagai berikut:

a. Al-Ghaliyah: Bayaniyah, Janahiyah, Harbiyah, Mughiriyah,


Manshuriyah, Khithabiyah, Mu’ammariyah, Bazighiyah,
‘Umairiyah, Mufadhaliyah, Hululiyah, Syar’iyah, Namiriyah,
Saba’iyah, Mufawwidhah, Dzamiyah, Gharabiyah, Hilmaniyah,
Muqanna’iyah, Halajiyah, Isma’iliyah.
b. Imamiyah: Qath’iyah, Kaisaniyah, Karbiyah, Rawandiyah, Abu
Muslimiyah, Rizamiyah, Harbiyah, Bailaqiyah, Mughiriyah,
Husainiyah, Kamiliyah, Muhammadiyah, Baqiriyah, Nawisiyah,
Qaramithah, Mubarakiyah, Syamithiyah, ‘Ammariyah
(Futhahiyah), Zirariyah (Taimiyah), Waqifiyah (Mamthurah-
Musa’iyah-Mufadhdhaliyah), ‘Udzairah, Musawiyah, Hasyimiyah,
Yunusiah, Setaniyah.
c. Zaidiyah: Jarudiyah, Sulaimaniyah, Shalihiyah, Batriyah,
Na’imiyah, Ya’qubiyah23.

2.2 Aliran Khowarij

21
Ibid., hlm. 13.
22
Ibid., hlm. 6.
23
Abdul Mun’im al-Hafni, Ensiklopedi Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, terj.
Muchtarom (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006), cet. ke-1, hlm. 575.
A. Pengertian Khowarij

Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya
yang keluar . Dinamai demikian karena kelompok ini adalah orang-orang yang
keluar dari barisan Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra sebagai protes
terhadap Imam Sayyidina Ali ra yang menyetujui perdamaian dengan
mengadakan arbitrase dengan muawiyah bin Abi Sufyan.

Pendapat lain mengatakan bahwa khawarij berasal dari kata kharaja-


khurujan didasarkan atas (QS An Nisa [4]: 100) Yang pengertiannya keluar
dari rumah untuk berjuang dijalan Allah. Kaum khawarij memandang diri
mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah semata-mata untuk
berjuang dijalan Allah24.

Dengan demikian khawarij adalah aliran (firqah) yang keluar dari jamaah
(almufaraqah li al-jamaah) disebabkan ada perselisihan pendapat yang
bertentangan dengan prinsip yang mereka yakini kebenarannya. Selain nama
khawarij, ada beberapa nama lagi yang dinisbatkan kepada kelompok aliran
ini, antara lain al-muhakkimah, syurah, haruriyah dan al-mariqah.

Al-Muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang terkenal (Tidak


hukum kecuali hukun Allah) atau (Tidak ada pembuat hukum kecuali Allah).
Berdasarkan alasan inilah mereka menolak keputusan Imam Sayyidina Ali bin
Abi Thalib ra. Menurut pendapat aliran ini yang berhak memutus perkara
hanya Allah Azz wa Jalla, bukan melalui arbitrase (tahkim).

Syurah berasal dari syara-syira’an artinya menjual. Penanaman ini


didasarkan pada (QS Al Baqarah [2] : 207),”Dan diantara manusia ada yang
mejual dirinya untuk memperoleh keridlaan Allah”. Pengikut aliran ini
menganggap kelompoknya sebagai golongan yang dimaksud dengan ayat
diatas25.

Haruriyah berasal dari kata hururah, nama derah tempat menggalang


kekuatan dan pusat kegiatan kelompok ini setelah memisahkan diri dari Ali
bin Abi Thalib. Haruriyah berarti orang-orang berkebangsaan harurah.
24
Lathief Rousydiy, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Medan: Rimbow, 1986), cet. 1, hlm. 249.
25
Lathief Rousydiy, Op.Cit., hlm. 249-250.
Al-Mariqah berasal dari kata maraqa artinya anak panah keluar dari
busurnya. Pemberian nama ini oleh orang-orang yang tidak sepaham (lawan)
aliran ini karena dianggap telah keluar dari sendi-sendi agama islam.

Adanya sebutan (nama) yang variatif bagi aliran khawarij itu didasarkan
kepada slogan-slogan yang diproklamirkan aliran ini, atau berdasarkan markas
dan pusat perkembangan serta penyebaran aliran ini, bahkan ada yang
berdasarkan kecaman dari yang tidak sefaham dengan aliran ini.

B. Sejarah Aliran Khowarij

Aliran ini muncul saat terjadinya perselisihan antara Muawiyah bin Abu
Sufyan dengan Ali bin Abi Tholib dalam perang shiffin tahun 37 H. kedua
kelompok yang bertikai akhirnya sepakat mengadakan perundingan dan
sepakat kembali ke Kitabullah. Dalam perundingan itu terjadilah
pengelabuhan yang dilakukan Amr bin Ash (perwakilan Muawiyah) terhadap
Abu Musa al-Asy’ari (perwakilan Ali). Kejadian ini menimbulkan kejadian
krisis baru dan pembangkangan yang dilakukan sekelompok muslim yang
kebanyakan dari Bani Tamim. Mereka menyatakan “La Hukma Illallah”. Para
kelompok tersebut kemudian membaiat Abdullah bin Wahb Ar Rosiby 26.
Mereka menyebut dirinya dengan sebutan Syurah (golongan yang bersedia
mengorbankan dirinya demi mendapatkan keridloan Allah).

khawarij muncul pertama kali sebagai gerakan politis yang kemudian


beralih menjadi gerakan teologis, sehingga khawrij menjadi aliran dalam
teologi islam yang pertama, kaum khawarij dikenal sebagai kelompok orang
yang melakukan pemberontakan terhadap imam yang sah yangb diakui olehb
rakyat (umat). Oleh karena itu, istilah khawarij bisa dikenakan kepada semua
orang yang menentang para imam,baik pada masa sahabat maupun pada masa-
masa berikutnya.

C. Tokoh-tokoh Aliran Khowarij


a. Urwah bin Hudair
b. Mustarid bin Sa’ad

26
Lathief Rousydiy, Op.Cit., hlm. 249.
c. Hausarah Al-Asadi
d. Quraib bin Maruah
e. Nafi’ bin Al-Azraq
f. ’Abdullah bin Basyir
g. Abu Bakr Al-Baghdadi (Diduga sejak 2014)27.

D. Ajaran-ajaran Khowarij
a. Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
b. Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara
Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan Ali bin Abi Thalib dan pelaku
arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi
kafir.
c. Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi
Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy.Jadi, seorang
muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu
memimpin dengan benar28.
E. Sekte-sekte Aliran Khowarij
a. Muhakkimah
Abdullah ibn Wahhab Al-Rasyibi pemimpin sekte Al-
Muhakkimat. Beliau adalah tokoh utama dari 12.000 orang yang keluar
dari barisan Ali r.a. dan menjadikan Haruriah sebagai basis pergerakan.
Di desa itu, Abdullah bersama kroninya mendirikan “khilafah baru”
dengan pemimpinnya Abdulllah sendiri29
b. Azariqah
Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal dari
Bani Hanifah. Mereka merupakan pendukung terkuat mazhab
Khawarij yang paling banyak anggotanya dan paling terkemuka di
antara semua aliran yang mazhab ini. Nafi’ meninggal karena terbunuh
dalam peperangan, kemudian kedudukannya digantikan oleh Nafi’ ibn
‘Abdullah dan Qothri ibn al-Fuja’ah30

27
https://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij, diakses 21 Agustus 2015
28
https://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij, diakses 21 Agustus 2015
29
Imam Muhammad abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, Terjemahan Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib dari tarikh al-Madzahib al-Islamuyyah, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 78-80
30
Ibid., hlm. 78-80.
c. Najdah
Sekte Najdat yang merupakan pecahan dari sekte Azariqoh.
Pemimpin dari aliran ini adalah Najdah ibn ‘Uwaimir yang berasal dari
Bani Hudzaifah. Aliran ini tidak sependapat dengan aliran Azariqah
tentang kafirnya orang Khawarij yang tidak mau turut berperang dan
bolehnya membunuh anak-anak, sebagaimana mereka juga tidak
sependapat tentang status Ahl Dzimmah. Menurut aliran Azariqah
mereka tidak boleh diperangi karena menghormati perjanjian mereka,
sementara para pengikut aliran Najdah mengatakan mereka halal untuk
diperangi31

d. Shafriyyah
Penganut aliran ini adalah pengikut Ziyad ibn al-Ashfar.
Pandangan mereka lebih lunak daripada pandangan aliran Azariqah,
tetapi lebih ekstrim dibandingkan dengan aliran Khawarij lainnya.
Mengenai pelaku dosa besar, mereka tidak sependapat dengan aliran
Azariqah yang memandang pelakunya menjadi musyrik dan kekal di
dalam neraka.
Mereka berpendapat bahwa kaum Muslimin tidak boleh
diperangi, wilayah orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka
bukan wilayah perang, tidak boleh melecehkan wanita dan anak-anak,
serta tidak boleh memerangi seseorang kecuali tentara pemerintah32.

e. ‘Ajaridah
Diantara pendapat mereka adalah boleh mengangkat seseorang
pemimpin jika diketahui bahwa orang tersebut adalh penganut
Khawarij yang bertakwa walaupun ia tidak turut berperang. Hijrah dari
wilayah penganut paham yang berlainan bukan kewajiban, melainkan

31
Ibid., hlm. 80-81
32
Ibid., hlm. 81-82.
suatu tindakan terpuji. Harta orang lainb tidak boleh dikuasai
sewenang-wenang, dan hanya boleh merampas harta orang yang
berlainan paham jika orang tersebut diperangi, sedangkan lawan tidak
boleh diperangi kecuali jika mereka menyerang kelompok ‘Ajaridah.
Dan aliran ini juga terpecah kedalam kelompok-kelompok yang lebih
kecil33.

f. Ibadiyyah
Beberapa pendapat mereka yang menonjol adalah:
 Orang Islam yang berbeda paham dengan mereka bukan orang
musyrik, tetapi juga bukan orang Mu’min.
 Haram memerangi orang yang tidak sepaham dengan aliran
Ibadhiyyah, dan wilayah mereka adalah wilayah tauhid dan
Islam, kecuali wilayah pasukan tentara pemerintah.
 Harta rampasan dari kaum Muslimin yang menjadi lawan
mereka haram diambil, kecuali kuda, senjata dan perlengkapan
peranng lainnya, sedangkan emas dan perak harus dikebalikan.
 Orang yang berbeda pendapat dengan Ibadhiyyah dapat
menjadi saksi dalam suatu perkara, boleh menikahi mereka,
serta saling mewarisi antara merekadan penganut Khawarij
lainnya tetap berlaku34.

2.3 Aliran Mur’jiah


A. Pengertian aliran Mur’jiah

Kata murji’ah berasal dari suku kata bahasa arab “Raja’a” yang berarti
“Kembali” dan yang dimaksud adalah golongan atau aliran yang berpendapat

33
Ibid., hlm. 82.
34
Ibid., hlm. 83-84.
bahwa konsekuensi hukum dari perbuatan manusia bergantung pada Allah
SWT.

B. Sejarah aliran Murjiah

Awal mula timbulnya Murji’ah adalah sebagai akibat dari gejolak dan
ketegangan pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang
kemudian mengarah ke bidang teologi. Pertentangan politik ini terjadi sejak
meninggalnya Khalifah Usman yang berlanjut sepanjang masa Khalifah Ali
dengan puncak ketegangannya terjadi pada waktu perang Jamal dan perang
Shiffin. Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi
menjadi dua golongan yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali
lalu terpecah menjadi dua yaitu Syi’ah dan Khawarij.

Setelah wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah


(661M). Kaum Khawarij dan Syi’ah yang saling bermusuhan, mereka sama-
sama menentang kekuasaan Bani Umayyah itu. Syi’ah menganggap bahwa
Muawiyyah telah merampas kekuasaan dari tangan Ali dan keturunannya.
Sementara itu, Khawarij tidak mendukung Muawiyyah karena ia dinilai telah
menyimpang dari ajaran islam. Di antara ke tiga golongan itu terjadi saling
mengkafirkan.

Dalam suasana pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murji’ah
yang ingin bersikap netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan
yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-
sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai
dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang
lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di hadapan
Tuhan.

C. Tokoh-tokoh Aliran Murji’ah


Pemimpin utama Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al Muzi, Abu Sallat
al samman, Dirrar bin Umar. Selain itu, tokoh-tokoh yang terkenal lainnya
adalah:
a. Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
b. Abu Hanifah
c. Abu Yusuf
D. Ajaran-ajaran Aliran Murji’ah
a. Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan
rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu
keharusan bagi adanya iman. Berdasan hal ini seseorang tetep
dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan
dan melekukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman
dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atau
gangguan atas seseorang. Untuk mendatangkan pengampunan,
manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati
dalam keadaan akidah tauhid.
c. Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir.
d. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat
syahadat.
e. hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat.

E. Sekte-sekte Aliran Murji’ah

Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada


umumnya Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion, terbagi kepada dua
golongan besar, yakni “golongan moderat” dan “golongan ekstrim”.

Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar


bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai
dengan besar kecilnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah ekstrim,
yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah
menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati.

Bahkan, orang yang menyembah berhala, menjalankan agama Yahudi dan


Kristen sehingga ia mati, tidaklah menjadi kafir. Orang yang demikian,
menurut pandangan Allah, tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna
imannya.

Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar,


yaitu:

a. Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya,


berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman
dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam
tubuh manusia.
b. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa
iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan.
c. Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan
maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang.
d. Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang
makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu
adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.

2.4 Aliran Qodariyah


A. Pengertian Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara
yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah
pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya
atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution
menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan35.

B. Sejarah Aliran Qodariyah

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian
pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh
Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M36.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan


oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak
yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke
agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu
Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M37.

C. Tokoh-tokoh Aliran Qodariyah


a. Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham
b. Abi Syamr dan Ibnu Syahib
c. Galiani al-Damasqi
d. Saleh Qubbah
e. Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi
35
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hlm. 70.
36
Ibid,. hlm. 71
37
Ibid,. hlm. 71
f. Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)

D. Ajaran-ajaran Aliran Qodariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah


bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia
sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas
kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia
hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala
perbuatannya38.

E. Sekte-sekte Aliran Qodariyah


a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha
dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan
larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-
bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan kami tidak mengharamkan
apapun.
b. Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat
dalam penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan
pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya,
sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut
kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak
mengetahuinya.
c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber
terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan
kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis,
tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat
dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

2.5 Aliran Jabariyah


38
Ibid,. hlm. 71.
A. Pengertian Aliran Jabariyah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian
memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari
kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan
sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha
Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan
dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain
adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa


segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar
Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-
Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak
memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran
manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya39.

B. Sejarah Aliran Jabariyah

Latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu
Zahra menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani
Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan
kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan .

Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi
oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup
mereka.

Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan
udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya

39
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1983), hlm.
33.
pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering
dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya
udara.

C. Tokoh-tokoh Aliran Jabariyah


a. Al-Ja’d bin Dirham
b. Jahm Ibnu Shafwan
c. Husain bin Muhammad An-Najjar
d. Adh-Dhirar

D. Ajaran-ajaran Aliran Jabariyah


a. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap
perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang
menentukannya.
b. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
c. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru).
d. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
e. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
f. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
g. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
h. Bahwa Alqur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah

E. Sekte-sekte Aliran Jabariyah

Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu:

a. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seorang yang
paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran
Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta‟ala (Allah SWT Tuhan Maha
Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat
yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hayat) dan mengetahui
(„alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan
Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin
terjadi.
b. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845
M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-
Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki
kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki manfaat dan mudharat.
c. Dhirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin
tersebut sepakat meniadakan sifat-sifat Tuhan dan keduanya juga
berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam
pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ajiz (lemah).
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Aliran Syiah adalah Aliran yang mendukung Ali bin Abi Tholib dan
ahli bait nya sebagai pemimpin yang sah.
 Aliran Khowarij adalah aliran yang keluar dari barisan Ali bin Abi
Tholib karena mereka tidak puas dengan tahkim yang dilakukan Ali.
Mereka berpendapat bahwa Ali telah melakukan dosa besar.
 Aliran Murji’ah adalah golongan atau aliran yang berpendapat bahwa
konsekuensi hukum dari perbuatan manusia bergantung pada Allah
SWT. Aliran ini berpendapat Iman adalah cukup dengan mengakui dan
percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja.
 Aliran Qodariyah adalah aliran yang berpendapat bahwa manusia
mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
bAliran Jabariyah adalah aliran yang berpendapat bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar
Allah. Jadi manusia tidak punya wewenang dan kehendak untuk
berbuat sendiri, mereka percaya bahwa semua tingkah lakunya telah
ditentukan Allah.erasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
pada qadar Tuhan
DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam Jilid 5. Jakarta: Ichtiar


Baru Van Hoeve
Suma, Muhammad Amin dan Taufik Abdullah, ed. 2003. Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam Jilid 3. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Al-Nemr, Abdul Mun’eim. 1988. Sejarah dan Dokumen-dokumen Syi’ah. T.tp.:
Yayasan Alumni Timur Tengah.
al-Hafni, Abdul Mun’im. 2006. Ensiklopedi Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab,
Partai, dan Gerakan Islam, terj. Muchtarom. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu.
Rousydiy, Lathief. 1986. Agama dalam Kehidupan Manusia. Medan: Rimbow.
https://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij, diakses 21 Agustus 2015
Zahrah, Imam Muhammad abu. 1996.  Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam
Islam, terj. Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dari tarikh al-Madzahib al-
Islamuyyah.  Jakarta: Logos.
Anwar, Rosihan. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Puskata Setia.
Nasution, Harun. 1983. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan.Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai