Anda di halaman 1dari 17

KONSEP MEDIS AUTISME

A. DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan
anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


23
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri.

B. KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa
autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale
(CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
1) Autis Ringan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


24
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon
dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang
tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti
setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
C. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh
para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan
makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan
pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan
VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


25
yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis
terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan
menjadi penyebab utama dari kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit
masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan
sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu,
misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang
berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan
terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan
protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida.
Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor
ekonomi.
D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit,
dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal
sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak
yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


26
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-
derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related
gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal
pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam
berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya
ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur
dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam
proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid,
asam lemak esensial, serta asam folat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


27
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia
(meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton
seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila
dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila
menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat
bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi
satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksama
dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar,
kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda
lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering
memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak.
Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang
sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam
rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana
kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan
tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti
memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam),
duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal.
Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


28
menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata.
Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan
sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt
berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian
tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan
bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan
pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes
secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang
dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
         Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
         The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


29
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal
tahun 1990-an.
         The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang
terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun
untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
         The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt
didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor
dan konsentrasi.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin,
dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan
saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,
agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan
serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor
serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk
mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri
sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


30
respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri
sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan
depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang
melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari
Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara,
terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi
lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk
mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan
sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi
pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi
(kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta
pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani
hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa
yang mandiri dan berprestasi

2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-
temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


31
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya.

BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.
 Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cidera otak

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


32
 Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e. Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


33
 Tidak mampu menangis ketika lapar

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk
mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasife autisme antara lain:
1. Risiko mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai
respons terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak
memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa
cemas
Intervensi
 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan
yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri.
 Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin
keselamatan anak)
 Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai
respon terhadap kecemasan
 Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat
memilih cara /alternative pemecahan yang tepat.
 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak
memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik –

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


34
narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka
pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
 Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu
perawat
 Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien
 Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu
mening-katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
 Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada
perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman
2. Kerusakan interaksi sosial
 Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang
pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah
dan kontak mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
o Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
o Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan
perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan
orang lain
o Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
o Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan
keper-cayaan
 Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten
meningkatkan pembentukan kepercayaan
o Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan,
selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distress
 Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam
waktu-waktu aman bila anak merasa distres
o Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika
anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


35
untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan
saling percaya
 Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan
pembentukan dan mempertahankan hubungan saling
percaya
o Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan,
senyuman , dan pelukan
 Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu
rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa
o Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha
keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain
dilingkungannya
 Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk
hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman
3. Kerusakan komunikasi verbal
 Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam
waktu yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
o Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh
orang lain
o Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
o Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang
lain
Intervensi
o Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-
tindakan dan komunikasi anak
 Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan
kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan
komunikasi pasien

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


36
o Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan
pola komunikasi terbentuk
 Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat
mengurangi kecemasan anak sehingga anak akan dapat
mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan
asertif
o Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk
menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda
bermaksud untuk mengatakan bahwa…..?” )
 Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan
akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-
pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati
untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”
o Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan
contoh
 Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni
terhadap dan hormat kepada seseorang
4. Gangguan Indentitas Pribadi
 Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang
ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain
saat pulang dengan kriteria hasil:
o Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya
dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
o Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-
kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)
Intervensi:
o Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


37
 Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan
data kepercayaan
o Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
 Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang
terpisah dari orang lain
o Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian
tubuhnya
 Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan
kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang
terpisah dari orang lain
o Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien
dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan
anak telah terbentuk
 Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan
sebagai suatu ancaman oleh pasien
o Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari
batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta
gambar-gambar dari anak
 Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk
tubuh dan gambaran diri pada anak secara tepat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


38
DAFTAR PUSTAKA

Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC.

Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta:


Salemba Medika

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. DPP PPNI. Jakarta.

Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2):


9-17.
Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME


39

Anda mungkin juga menyukai