Anda di halaman 1dari 15

Kolesistitis Akut et causa Kolelitiasis

KELOMPOK A4
MAGDALENA SRI FEBIOLITA TAMBUNAN 102013260
GRACECAELLA ARJANTI 102016024
ALFANDY MAMUAJA 102016048
GLORYA JESICA LOPIS 102016093
PUSPA PELITA SUKMA HERMAWAN 102016147
DEVONATA VIGAWAN 102016183
DELLA NABILA 102016190
MUTIARA NOVARINDA I.P. 102016217

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Kolelitiasis atau batu empedu adalah salah satu penyakit gastrointestinal yang sering
dijumpai. Sebagian besar pasien asimptomatik. Salah satu manifestasi klinisnya yaitu
kolesistitis akut. Kolesistitis akut adalah inflamasi akut kandung empedu yang dicetuskan
oleh obstruksi duktus sistikus. Penyebab utamanya adalah batu empedu (90%) yang terletak
di duktus sistikus sehingga menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil
kasus timbul tanpa adanya batu empedu atau kolesistitis akut akalkulus. Keluhan yang khas
adalah nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh, menggigil dan
leukositosis. Terapi utama untuk kolesistitis akut ini yaitu kolesistektomi. Komplikasi
potensisal kolesistitis akut adalah empiema, gangrene, perforasi, dan kolesistitis emfisematus.

Kata kunci : kolelitiasis, kolesistitis akut

Abstract
Kolelitiasis or gallstones is one of the common gastrointestinal diseases. Most
patients are asymptomatic. One of its clinical manifestations is acute cholecystitis. Acute
cholecystitis is an acute inflammation of the gallbladder induced by cystic duct obstruction.
The main cause is gallstones (90%) located in the cystic duct causing stasis of bile fluid,
whereas a small proportion of cases occur in the absence of gallstones or acute cholecystitis.
Typical complaints are upper right abdominal pain, tenderness and increase in body
temperature, chills and leukocytosis. The main therapy for acute cholecystitis is

1
cholecystectomy. Potential complications of acute cholecystitis are empyema, gangrene,
perforation, and emfisematous cholecystitis.

Keywords: kolelitiasis, acute cholecystitis

Pendahuluan
Kolesistitis adalah peradangan kantong empedu. Kantong empedu adalah organ
berbentuk buah pir di sisi kanan perut, tepat di bawah hati. Kantong empedu menyimpan
empedu, yaitu cairan pencernaan yang dilepaskan ke usus.
Dalam kebanyakan kasus, kolesistitis disebabkan oleh batu empedu yang
menghalangi saluran atau pintu keluar dari kantong empedu. Hal tersebut menyebabkan
penumpukan empedu yang dapat menyebabkan peradangan. Penyebab lain kolesistitis yaitu
masalah saluran empedu dan tumor. Jika tidak diobati, kolesistitis dapat mengakibatkan
komplikasi serius, seperti kantong empedu yang membesar atau menjadi pecah. Kolesistitis
juga merupakan keadaan yang membuat 10% hingga 25% pasien harus menjalani
pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut lebih sering ditemukan di antara wanita
yang berusia pertengahan; bentuk kronis di antara manula. Kolesistitis dengan penanganan
yang baik mempunyai prognosis yang cukup baik.
Kasus yang didapat yaitu seorang wanita 46 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu
hati terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi, sejak 3 hari yang lalu disertai mual terus
menerus dan mata kuning tidak disadari.

Isi
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung
atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan informasi,
membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan
pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif
berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat
pribadi dan sosial.1
Pada penyakit hepatobilier, perlu melakukan anamnesis untuk menanyakan ada
ikterus, memar, distensi abdomen, anoreksia, pruritus, edema perifer, bingung, atau tremor,
urin gelap, tinja pucat. Pertama kali menyadari timbulnya gejala, ada perburukan, riwayat
pengobatan atau bukti adanya infeksi.1
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu apakah pasien pernah ikterus,

2
riwayat hematemesis atau melena, riwayat hepatitis sebelumnya. Jika terdapat riwayat yang
ditanyakan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menjalani transfusi darah dan
penggunaan obat intravena. Riwayat keluarga hal-hal yang perlu ditanyakan riwayat penyakit
hati dalam keluarga, riwayat gejala neurologis, dan riwayat diabetes melitus.
Riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan yaitu, obat apa yang sedang
dikonsumsi pasien, apakah baru-baru ini terdapat perubahan pemakaian obat, mengkonsumsi
jamu dan juga pemakaian obat ilegal, terutama intravena. Riwayat konsumsi alkohol juga
perlu ditanyakan yaitu, berapa kali mengkonsumsi alkohol harian atau mingguan pasien,
pernah minum bir, anggur, atau minuman keras lainnya. 1
Pada kasus kali ini anamnesis didapatkan wanita 46 tahun dengan keluhan nyeri ulu
hati terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi, sejak 3 hari. Mual terus menerus. Mata
kuning tidak disadari. Riwayat maag sudah 2 tahun, pada 1 tahun yang lalu didiagnosis batu
empedu tapi menolak untuk operasi.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awal yaitu melihat keadaan umum dan kesadaran. Selanjutnya
memeriksa tanda-tanda vital (TTV). Pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup pemeriksaan
nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah, serta pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi pada bagian tubuh tertentu. Pertama yang diperiksa adalah Intensitas nadi, yaitu
berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan tekanan nadi dimana kecepatan
denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100 denyut/menit. Kecepatan
pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa. Suhu tubuh yang fisiologis rata-
rata yaitu 37oC dan tekanan darah normal pada kebanyakan orang dewasa sehat yaitu 120/80.2
Biasanya pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien datang dengan keluhan nyeri tekan
kuadran kanan atas, nyeri tekan kandung empedu yang dapat diperlihatkan pada inspirasi
(Murphy Sign), kandung empedu biasanya tidak dapat diraba dan ikterus pada sebagian kecil
pasien.2
Pada kasus didapatkan hasil pemeriksaan fisiknya terdapat nyeri ulu hati, dan untuk
TTV yaitu tekanan darah 110/70 mmHg, pernapasan 24x/menit, denyut nadi 98x /menit,
suhu38.5C, sklera ikterik ringan, murphy Sign (+).

3
Pemeriksaan Penunjang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik
khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit kolesistitis adalah pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.3
Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan beberapa kondisi seperti leukositosis,
peningkatan kadar bilirubin (< 4 md/dl), peningkatan serum transaminase dan fosfatase
alkali.3
Pemeriksaan Radiologi bisa dilakukan dengan yang pertama yaitu, Sonografi (USG)
dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut. USG abdomen sangat
bermanfaat untuk melihat besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu, dan
saluran empedu ekstra hepatik. Nilai ketepatan USG mencapai 90-95% (Gambar 1).3
Selain itu dapat juga dilakukan Skintigrafi yang merupakan alternatif pengganti dari
pemeriksaan USG. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau
99n Tc6 mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG, dan teknik ini tidak mudah
dilakukan.3
CT Scan abdomen dapat dilakukan tapi CT Scan kurang sensitif dan mahal, namun
mampu memperlihatkan adanya batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga
abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat mengidentifikasi
kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis akut seperti gangren, formasi gas dan
perforasi. CT Scan dengan kontras intravena berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut
pada pasein dengan nyeri perut yang tidak khas.3
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil yaitu leukosit 11.300 /mm 3, SGOT 207
/L, SGPT 97 /L, bilirubin total 2.7 mg/dL, dan bilirubin direk 1.2 mg/dL

Anatomi Vesica biliaris (fellea)


Vesica biliaris adalah suatu kantung berbentuk buah pir yang terletak pada facies
visceralis lobus dexter hepatis didalam suatu fossa diantara lobus dexter hepatis dan lobus
quadratus. Struktur ini memiliki suatu ujung yang membulat (fundus vesicae biliaris), yang
terletak pada margo inferior hepar. suatu bagian besar di dalam fossa (corpus vesicae
biliaris), yang dapat terletak didepan kolon tranversum dan pars superior duodeni. Suatu
bagian sempit (collum vesicae biliaris) dengan tunica mucosa vesicae biliaris yang
membentuk lipatan spiral.4

4
Gambar 1. Anatomi vesica biliaris.4

Suplai arteri untuk vesica biliaris adalah arteria cystica cabang dari arteri hepatica
dextra (ramus dexter arteria hepatica propia). Vesica biliaris menerima, mengkonsentrasikan,
dan menyimpan empedu dari hepar.4

Gambar 2. Vaskularisasi dari


arteri sistikus.4

Sistem Duktus untuk Empedu


Sistem duktus untuk saluran
empedu dimulai dari hepar,
berhubungan dengan vesica biliaris
(fellea) dan bermuara kedalam
pars descendens duodeni.
Penggabungan duktus-duktus dimulai dari parenchyma hepar dan berlanjut sampai duktus
hepatikus dektra dan sinistra terbentuk. Duktus tersebut mengalirkan masing-masing lobus
hepatis.
Kedua duktus hepaticus tersebut bergabung membentuk duktus hepatikus communis
yang berjalan dekat dengan hepar, bersama arteri hepatica propia dan vena porta hepatis
didalam tepi bebas omentum minus.4

5
Saat duktus hepaticus communis berlanjut kebawah, struktur ini bergabung dengan
duktus sistikus dari vesica biliaris. Keduanya membentuk duktus koledokus/biliaris. Pada
titik ini, duktus biliaris terletak dikanan arteria hepatica propia dan biasanya disisi kanan dan
anterior vena porta hepatis di dalam tepi bebas omentum minus. Foramen omentale atau
epiploikum berada di posterior dari struktur tersebut.4
Duktus biliaris berlanjut kebawah, lewat di posterior pars superior duodeni sebelum
bergabung dengan duktus pankreaatikus untuk memasuki pars descendens duodeni pada
papilla duodeni major.4

Gambar 3. Sistem duktus empedu.4

Working Diagnosis - Kolesistitis Akut


Radang kandung empedu adalah inflamasi akut kandung empedu yang dicetuskan
oleh obstruksi duktus sistikus yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan, dan demam. Hingga kini pathogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih
belum jelas walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens koleistitis dan batu
empedu (kolelitiasis) dinegara kita relative lebih rendah disbanding dengan negara-negara
barat.5,6
Penyebab tersering kolesistitis akut adalah obstruks terus menerus duktus sistikus oleh
batu empedu yang mengakibatkan peradangan akut empedu. Pada hampir 90% kasus disertai
dengan kolelitiasis. Respon inflamasi ditimbulkan oleh tiga faktor, yaitu mekanik, kimiawi,

6
dan bakterial. Inflamasi mekanik disebabkan oleh meningkatnya tekanan (intraluminal) dan
peregangan yang mengakibatkan tertekannya pembuluh darah dan iskemia dinding mukosa,
dapat terjadi infark dan gangren. Inflamasi kimiawi disebabkan oleh terlepasnya lisolesitin
(karena aksi dari fosfolipase pada lesitin dalam cairan empedu), reabsorpsi garam empedu,
serta keterlibatan prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya. Lisolesitin bersifat toksik
pada mukosa empedu. Inflamasi bakterial berperan pada 50-85% kasus kolangitis akut.
Kuman yang sering diisolasi dari kultur cairan kandung empedu antara lain E.coli, klebsiella
sp, streptococcus sp dan clostridium sp.6
Kolesistitis sering dimulai sebagai serangan nyeri bilier progresif. Hampir 60-70%
pasien melaporkan pernah mendapatkan serangan nyeri bilier sebelumnya yang sembuh
spontan. Nyeri sering kali timbul larut malam atau dini hari, biasanya di kuadran kanan atas
abdomen atau epigastrium dan menjalar ke bawah sudut scapula kanan. Nyeri terasa seperti
dibor atau seperti ditekan dan tidak ada posisi badan yang nyaman.6
Nyeri biasanya meningkat ke suatu platu dan dapat berlangsung selama 30-60 menit
tanpa mereda, biasanya lebih dari 3 jam dan setelah itu bergeser dari epigastrium ke kuadran
kanan abdomen, tidak seperti spasme pendek kolik bilier.6
Serangan dapat dicetuskan oleh makan berat atau makan berlemak malam hari. Pasien
berkeringat, terbaring tidak bergerak, dan posisi badan melengkung. Seranan sering seperti
mual, muntah-muntah, dan demam. Spektrum gejala pada kolesistitis akut cukup luas, pada
beberapa pasien menjadi sakit berat dan akut dalam waktu singkat dan pada beberapa pasien
menjadi sakit berat dan akut dalam waktu singkat dan pada beberapa pasien lain gejala timbul
relatif ringan dan sembuh tanpa intervensi medis.6
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan rasa nyeri di kuadran kanan atas yang
sering meluas hingga epigastrium. Adanya tanda klasik murphy menunjukan nyeri yang nyata
dan inspirasi terbatas pada palpasi (yang dalam) dibawah arcus kosta kanan. Pada sebagian
kasus (30-40%) dapat diraba massa yang merupakan kandung empedu.6
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan hitung jenis menunjukan
pergeseran ke kiri. Adanya gangguan tes fungsi hati, seperti meningkatnya bilirubin serum,
fosfatase alkali/gamma GT, dan transaminase serum, mengarah pada kecurigaan adanya
obstruksi saluran empedu (batu koledokus).6
Kenaikan kadar amilase dan atau lipase serum yang mencolok mengarah pada
kecurigaan adanya pankreatitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi akan menunjukan batu
empedu pada 90-95% kasus, dinding kandung empedu yang menebal (edema), tanda murphy
sonografik, dan cairan perikolesistile koleskintigrafi (misalnya HIDA) akan memastikan

7
diagnosis bila menampakan saluran empedu tanpa visualisasi kandung empedu, yang
merupakan bukti adanya obstruksi duktus sistikus.6
Diagnosis kolesistitis akut ditegakan atas dasar riwayat penyakit dan pemeriksaan
jasmani yang khas. Adanya triad gejala berupa nyeri di kuadran kanan atas, demam, dan
leukositosis mengarah pada kolesistitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen
menunjukan adanya edema kandung empedu da nada batu didalamnya pada sebagian besar
kasus. Scan bilier radio nuklid (misalnya HIDA) akan memastikan diagnosis bila tampak
pencitraan saluran empedu tanpa visualisasi kandung empedu.6

Differential Diagnosis
Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah batu di saluran empedu. Batu dalam duktus koledokus berasal
dari batu kandung empedu yang bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu,
duktus sistikus, dan koledokus. Batu tersebut dapat terus ke duodenum bila berukuran kecil.
Batu yang tinggal di koledokus akan menimbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi,
sekitar 10 % pasien dengan batu kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu,
umumnya pada duktus koledokus atau hepatikus komunis, tetapi dapat juga didapatkan di
saluran empedu intrahepatik Di negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari
pasase batu dari kandung empedu. Ukuran duktus sistikus dan ukuran batu empedu
berpengaruh pada insiden migrasi batu tersebut. Pada kasus ini, batu di kandung empedu dan
di saluran empedu berasal dari jenis yang sama, yakni batu kolesterol atau batu pigmen
hitam, disebut batu sekunder saluran empedu. Selain batu yang bermigrasi dari kandung
empedu, batu koledokus dapat pula terbentuk di awal saluran empedu, disebut batu primer
saluran empedu. Biasanya batu terbentuk akibat obstruksi bilier parsial karena batu sisa,
striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan bilier kongenital. Infeksi dapat
merupakan kejadian awal. Batu bewarna cokelat, tunggal atau multipel, oval, darn
menyesuaikan diri dengan sumbu memanjang saluran empedu. Batu cenderung terjepit di
ampula Vater.6

Manifestasi Minis Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena
batu tersebut berlaku sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu
koledokus dapat silent dan tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan,
kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus paling sering. Kelainan
laboratorium berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan fosfatase alkali, gamma GT,

8
serta peningkatan transaminase serum. Pada penyumbatan yang transien dari papila vater,
transaminase serum bisa meningkat secara mencolok. Derajat obstruksi bilier berkorelasi
dengan derajat ikterus yang timbul. Cairan empedu yang tergenang mudah terkena infeksi
yang kemungkinan berasal dari usus. Cairan empedu menjadi opak dan cokelat gelap (lumpur
bilier). Kadang infeksi timbul lebih akut dan cairan empedu menjadi purulen. Duletus
koledokus menebal dan melebar, kolangitis ini dapat menyebar ke dalam saluran empedu
intrahepatik dan menimbulkan abses hati, dan pankreatitis bilier.6

Pankreatitis Akut
Batu empedu yang bermigrasi dari kandung empedu ke duktus koledokus dapat
mengakibatkan pankreatitis akut ketika melalui ampula. Batu tersebut biasanya kecil dan
keluar melalui tinja, kemudian inflamasi mereda. Kadang batu tidak dapat keluar melalui
ampula sehingga pankreatitis menetap dan dapat menjadi berat. Terdapat bukti bahwa lumpur
bilier dapat menyebabkan pankreatitis akut.6
Patogenesis dari pankreatitis aku itu diakibatkan meningkatnya tekanan dalam duktus
pankreatikus dan saluran empedu, serta adanya refluks cairan empedu dan isi duodenum ke
dalam duktus pankreatikus berperan dalam patogenesis pankreatitis akut bilier. 6
Gejala klinis dan diagnosis pasien dengan pankreatitis batu empedu mempunyai
gejala dan hasil laboratorium serupa dengan pankreatitis karena sebab yang lain. Diagnosis
didukung oleh adanya batu di kandung empedu melalui ultrasonografi. Pada sebagian pasien
dengan mikrolitiasis, batu tampak pada pemeriksaan ultrasonografi, hal ini juga ditemukan
pada pasien dengan lumpur bilier. Harus diingat bahwa kolesistitis akut atau kolangitis dapat
juga muncul bersama dengan pankreatitis kolang bilier. Batu yang sudah lewat atau batu kecil
tidak tampak ada USG. Pelebaran duktus koledokus pada pasien n batu kandung empedu
merupakan bukti kuat denga bahwa pankreatitis tersebut berhubungan dengan batu empedu.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eningkatan amilase dan atau lipase serum yang
mencolok, kelainan tes fungsi hati berupa peningkatan fosfatase alkali/gama GT,
transaminase, dan bilirubin serum.6

Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis
akut adalah batu empedu 90% yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis
cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu

9
(kolesistitia akut akalkulus), bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan
kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.5
Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan
mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu
disalura empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid
dan diabetes melitus.5

Gejala Klinis
Keluhan kolesistitis akut ini agak khas yaitu kolik perut disebelah kanan atas
epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar
kepundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat
ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan
sampai dengan gangrene atau perforasi kandung empedu.5
Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya
perempuan, gemuk dan berusia diatas 40 tahun. 5
Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal (tanda murphy). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin <4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
disaluran empedu ekstrahepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya leukositosis
serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan alkali fosfatase. Apabila keluhan
nyeri bertambah hebat disertau suhu tiggi dan menggigil serta leukositosis berat,
kemungkinan terjadi empyema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan. 5

Penatalaksanaan
Tindakan umumnya dapat berupa tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan
tanpa lemak dan menghilangkan nyeri dengan petidin (demerol) dan buscopan. 6
Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan
empiema. Mikroorganisme yang sering ditemukan adalah Escherichia coli, streptococcus
faecalis, klebsiella, sering dalam kombinasi. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti
bacteriodes dan clostridia. 6
Terapi bedah pada kolesistitis akut sebaiknya dilakukan kolesistektomi laparoskopi
secepatnya pada 1-2 hari perawatan. Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan

10
mengobati pasien dengan harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan
tindakan bedah bila kondisi pasien benar-benar hamper pulih, dengan dasar pemikiran bahwa
aspek teknis kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi menyembuh. Masalahnya
sekitar 25% pasien gagal mengalami perbaikan atau malah memburuk sehingga memerlukan
tindakan bedah yang mendesak. Pada saat itu kecenderungannya ialah dengan melakukan
tindakan bedah segera setelah diagnosis sudah pasti dan keadaan umum pasien secara
keseluruhan sudah stabil. 6
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi laparoskopik, pasien
dapat keluar rumah sakit dalam minima l -2 hari pascaoperasi dengan jaringan parut minimal
dan dapat kembali beraktivitas lebih cepat. Sekitar 10% kolesistektomi laparoskopik harus
diubah menjadi operasi terbuka (kolesistektomi konvensional) di kamar operasi karena
adanya inflamasi yang luas, perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cidera saluran
empedu yang memerlukan perbaikan. Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya,
namun dalam keadaan sakit keras atau sangat beresiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien
harus diterapi secara medis dengan pemberian cairan, antibiotika dan analgesik, bila terapi ini
gagal, perlu dipertimbangkan suatu kolesistotomia perkutan. Disini, isi kandung empedu
dikeluarkan dalam lumen di drainase dengan kateter yang ditinggalkan. Pada pasien yang
mengalami kolesistosomia dan telah sembuh dari keadaan akut, harus dilakukan
kolesistektomi 6-8 minggu kemudian bila kondisi medisnya cukup baik. 6
Terapi nutrisi pada penyakit kandung empedu difokuskan kepada meminimalkan
stimulasi kandung empedu. Diet rendah lemak biasanya dilakukan untuk menurangi stimulasi
kandung empedu dan serta nyeri berkurang. Apabila pasien telah semuh dari serangan kolik
bilier awal makanan rendah lemak ( 20 – 60 g/hari ) dianjurkan. Karena ada gangguan sekresi
kandung empedu menyebabkan defisiensi vitamin sehingga dapat diganti dengan vitamin
larut air A,D,E K. Serta pasien dianjurkan untuk menghindari kopi dan makan dengan porsi
kecil tapi sering.7

11
Komplikasi
Komplikasi kolesistitis akut dapat berupa empiema dan hidrops kandung empedu,
perforasi kandung empedu, abses perikolesistik, fistulasi ke usus, kolesistitis emfisematus,
ileus batu empedu, dan sindroma Mirizzi. 6
Empiema dan hidrops kandung empedu
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat progresi kolesistitis akut dengan
obstruksi duktus sistikus persisten dan superinfeksi cairan empedu yang stagnan disertai
pembentukan pus. 6
Gambaran klinis menyerupai kolangitis dengan demam tinggi, nyeri hebat di kuadran
kanan atas, dan leukositosis yang nyata. Empiema berisiko tinggi untuk terjadinya sepsis
gram negatif atau perforasi. Bila diagnosis mencurigakan ke arah keadaan ini, secepatnya
dilakukan intervensi bedah dengan perlindungan antibiotik yang sesuai. Hidrops atau
mukokel kandung empedu dapat juga timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang
berkepanjangan, biasanya karena batu soliter yang besar. Pada keadaan ini, lumen kandung
empedu yang tersumbat melebar dengan progresif oleh mukus (mukokel) atau oleh transudat
yang jernih (hidrops). Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa visibel, mudah diraba, tidak
nyeri, dan kadang meluas dari kuadran kanan atas sampai ke dalam fossa iliaka kanan,
biasanya asimptomatik walau dapat timbul nyeri kronik di kuadran kanan atas. Pada pasien
ini perlu dilakukan kolesistektomi. 6

Gangren dan perforasi kandung empedu


Gangren kandung empedu timbul akibat iskemia dan nekrosis dinding, dan
merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi. Batu empedu dapat mengikis dinding
yang nekrotik. Alternatif lain berupa sinus Rokitansky- Aschoff yang mengalami dilatasi dan
terinfeksi, dapat merupakan titik lemah untuk terjadi ruptur. Keadaan lain yang sering
melatarbelakangi, meliputi distensi hebat kandung empedu, vaskulitis, diabetes melitus,
empiema, atau torsi yang mengakibatkan oklusi arteri. Perforasi biasanya terjadi di bagian
fundus yang merupakan bagian yang paling sedikit vaskularisasinya. Perforasi ke dalam
omentum akan menimbulkan abses perikolesistik, perforasi ke organ di dekatnya akan
menimbulkan fistula bilier internal ke duodenum, jejunum, fleksura hepatika dari kolon atau
ke lambung . Lebih jarang lagi ( 1.2 % ) terjadi perforasi bebas ke kavum peritoneum.
Prognosis buruk dengan angka mortalitas sekitar 30 % . Penanganan berupa antibiotik yang
adekuat dan tindakan bedah secepatnya. 6

12
Abses perikolesistik

Abses perikolesistik adalah suatu bentuk perforasi yang paling sering terjadi dengan isinya
terlokalisasi dan dibatasi dengan rapat oleh omentum serta viscera di dekatnya. Keadaan ini
perlu dicurigai bila suatu kolesistitis akut lambat sembuh, terutama bila terdapat episode
kedua demam, nyeri perut bagian kanan, atau timbul massa di abdomen kanan atas. Dengan
ultrasonografi dan CT scan, abses ini akan tampak. Keadaan ini terutama terjadi pada pasien
tua atau pasien yang mendapat steroid jangka panjang dengan demam dan respon inflamasi
minimal. 6

Ileus batu empedu


Bila batu empedu besar (>3,5 cm) memasuki fistula dan masuk ke usus, dapat timbul
ileus batu empedu. Lokasi obstruksi tersering adalah valvulus ileosekal. Pada pasiern ini,
terdapat keluhan gejala, dan perlu pemeriksaan radiologis obstruksi usus. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan radiologi. Foto polos abdomen menunjukkan obstruksi usus
halus dengan adanya gas di saluran empedu dan batu empedu ektopik. Tindakan pilihan
adalah laparotomi dengan ekstraksi batu (atau mendorong batu ke dalam kolon). 6

Kolesistitis emfisematosa
Istilah ini dipakai untuk menunjukkan infeksi kandung empedu dengan organisme
yang membentuk gas, E Coli, Clostridium wekhii atau Streptococcus anaerob. Biasanya
pasien dalam keadaan sakit berat dan teraba massa di abdomen. Pada pemeriksaan radiologik
tampak kandung empedu sebagai bayangan gas berbentuk buah pir berbatas sangat jelas,
kadang tampak udara menginfiltrasi dinding dan jaringan sekitarnya. Pada posisi tegak,
tampak permukaan cairan dalam kandung empedu. CT scan dapat juga menampakkan gas.
Terapi berupa antibiotik yang adekuat dan tindakan bedah. 6

Sindrom Mirizzi
Pada keadaan ini, batu terjepit di leher kandung empedu atau duktus sistikus sehingga
dapat menyebabkan obstruksi parsial duktus hepatikus komunis di dekatnya. Sindrom ini
sering menyebabkan kolangitis dan didiagnosis dengan cara ERCP. Tindakan yang dilakukan
adalah pemasangan stent untuk sementara per endoskopi bila keadaan kolangitis atau ikterus
mencolok. Untuk membersihkan batu yang menyumbat, dapat digunakan litotriptor
elektrohidrolik selanjutnya dilakukan kolesistektomi. 6

13
Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi
kolesistitis rekuren . kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi
gangren, empiema, dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum.
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal serangan.
Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek disamping
kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.5

Kesimpulan
Wanita berusia 46 tahun tersebut menderita Kolesistitis akut et causa Kolelitiasis.
Kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu dengan gejala
klinis berupa nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Penatalaksanaan utama
penyakit ini merupakan bedah Kolesistektomi dengan Laparaskopi. Prognosis kolesistitis
dengan tindakan bedah pada usia tua buruk dan memiliki kemungkinan timbul banyak
komplikasi pasca bedah.

14
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2006.h.155.
2. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h.30-1.
3. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2016.h.210-24.
4. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray Dasar-Dasar Anatomi. Singapore:
Elsevier; 2012.
5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid Ke-II
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
6. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati.
Jakarta: Sagung Seto; 2012.h.171-87.
7. Williams S, Tucker L, Mayer BH. Ilmu gizi menjadi sangat mudah. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2011.

15

Anda mungkin juga menyukai