Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MANAJEMEN PEMELIHARAAN


2.1.1. Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno management, yang memiliki
arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2010). Menurut Robbins, Stephen dan
Mary coulter, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan jadwal.

2.1.1.1. Defenisi Manajemen


Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola. Selanjutnya kata
benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai arti. (Herusito, 2001).
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan
pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa
manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu
diselenggarakan dan diawasi.
Menurut Pangestu Subagyo, (2000) manajemen adalah tindakan untuk mencapai
tujuan yang dilakukan dengan mengkoordinasi kegiatan orang lain fungsi-fungsi atau
kegiatan-kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan, staffing, koordinasi
pengarahan dan pengawasan.
Kemudian pengertian manajemen menurut Pamela S. Lewis, Stephen H.
Goodman dan Patricia m. Fondt (2004) dalam bukunya “management: challenges For
tomorrow’s Leaders”, yaitu : “management is the process of administering and
coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of
organitation ”
Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar dapat
dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Sedangkan Menurut Thomas S, Batemen, Scott A, Snell, (2007) manajemen
adalah proses bekerja dengan orang-orang dan sumber-sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen sebagai suatu proses, melihat bagaimana cara orang untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Manajemen merupakan kerjasama
dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling) (ritha F, 2003).
Jadi, dari beberapa pendapat di atas bahwa pengertian manajemen dapat
disimpulkan bahwa manajemen adalah seni dalam suatu pekerjaan untuk mencapai suatu
tujuan perusahaan secara efektif dan efisien dengan menggunakan sumber daya-sumber
daya yang dimiliki dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

2.1.1.2. Teori Manajemen


Menurut Kenneth E, (2003) mendefenisikan teori manajemen sebagai kelompok
dalil umum yang koheren, yang digunakan sebagai prinsip untuk menerangkan praktek
manajemen.
Menurut stoner, James A.F (Herujito, 2001) menguraikan gambaran dan 3 teori
manajemen:
a. Teori Klasik
Teori yang berusaha meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan
efisiensi tenaga kerja,
b. Aliran Perilaku
Teori ini muncul akibat ketidak mampuan teori klasik menjelaskan bagaimana
efisiensi produksi dan keserasian kerja dapat dicapai dalam suatu perusahaan atau
organisasi,
c. Ilmu Manajemen
Teori ini mencoba mendekatkan masalah manajemen dan organisasi untuk
perusahaan secara umum dengan membentuk matematik yang merupakan simulasi
dari masalah yang terjadi.

Menurut Griffin, (2004) dalam bukunya manajemen menyatakan teori


manajemen ada 4, yaitu:
1) Teori Manajemen Ilmiah
Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa inggris disebut scientific management,
pertama kali dipopuler kan Frederick Taylor dalam bukunya yang berjudul principle
of scientific management (Griffin, 2004) mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah
penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan. Frederick Taylor mengembangkan sistem manajemen ilmiah yang
ia yakini akan menjadikan angkatan kerja yang lebih efisien dan produktif.
2) Toeri Manajemen Administratif
Teori ini berfokus pada pengelolaan organisasi secara keseluruhan
3) Teori Manajemen Perilaku
Teori menekankan pada sikap dan proses perilaku individu dan kelompok-kelompok
mengakui pentingnya proses perilaku di tempat kerja.
4) Teori Manajemen Kuantitatif
Teori ini berfokus pada pengambilan keputusan efektifitas ekonomi, model
matematika, dan penggunaan computer atau menerapkan teknik kuantitatif ke dalam
manajemen.

Dari beberapa defenisi teori manajemen diatas, peneliti menyimpulkan teori


manajemen adalah teori yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan secara ilmiah, administratif, perilaku, dan kuantitatif .

2.1.1.3. Fungsi Manajemen


Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa fungsi.
Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai jenis pekerjaan
yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga membentuk suatu
kesatuanadministratif (herujito, 2001).
Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan disusunlah suatu rangkaian
kegiatan yang sistematis sehingga tujuan tersebut dapat sasaran yang hendak dicapai.
Karena itu, beberapa arti manajemen mengklasifikasikan fungsi manajemen berdasarkan
fungsi manajemen berdasarkan sudut pandang bermacam-macam, namun pertimbangan
tertib, efektif, efisiensi sebagai dasar atau prinsip manajemen tetap (Dharma S.S, 2002).
Menurut Henri Fayol seorang industrialis Prancis, menyatakan bahwa
keberhasilannya mengelola sebuah perusahaan berkat sistem manajemennya. Henri
Fayol menerapkan pentingnya kecermatan dalam mempraktikan perencanaan,
pengorganisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian, dan pengendalian yang
efisiensi (John M et al, 2005)
Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen dengan
fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen diperjelas secara
ringkas, yaitu (Amsyah, 2005):
1) Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan
penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaan untuk mencapai
tujuan tersebut,
2) Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan
personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan misinya,
3) Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan
pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada kegiatan,
seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi, sebagai
bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi dalam pengembangan
sumber daya manusia (SDM),
4) Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan
pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi,
5) Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk
menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan,
sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan perencanaanyang belum
mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi pelaksanaan yang belum
terselasaikan.
2.1.1.4. Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu
dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah.
Menurut Henry Fayol, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
a. Pembagian Kerja (Division Of Work)
Pembagian kerja disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga
pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan
harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus
objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.
Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelenggaraan kerja.
Kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin
menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan. Oleh karena itu, seorang
manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip
utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.
b. Wewenang dan Tanggung Jawab (Authority And Responsibility)
Setiap karyawan memiliki wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap
wewenang diikuti pertanggung jawaban. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan
pertanggung jawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil
wewenang makin kecil pula pertanggung jawaban demikian sebaliknya.
Kegagalan suatu usaha bukan disebabkan oleh karyawan, tetapi terletak pada
pimpinannya yang mempunyai wewenang terbesar. Apabila manajer tidak
mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya
merupakan boomerang.
c. Disiplin (Discipline)
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab. Disiplin juga erat kaitannya denga wewenang, jika wewenang tidak
berjalan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena itu, pemegang
wewenang harus menanamkan terhadap dirinya sendiri sifat disiplin sehingga
mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaan.
d. Kesatuan Perintah (Unity Of Command)
Dalam melaksanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan
perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus
tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang
diperolehnya.
e. Kesatuan Pengarahan (Unity Of Direction)
Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu
diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan
pembagian kerja. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan
mendapat wewenang untuk pelaksanaan pekerjaan dan kepada siapa ia harus
mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan.
f. Mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan sendiri
Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan
organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap
kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik. Prinsip
seperti ini dapat terwujud, apabila setiap karyawan merasa senang dalam bekerja
sehingga memiliki disiplin yang tinggi.
g. Penggajian Pegawai
Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan
terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan
kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas kewajibannya sehingga dapat
mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh Karena itu, prinsip
penggajian harus diperhatikan agar karyawan dapat bekerja dengan tenang. Sistem
penggajian harus diperhitungkan agar menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan
kerja sehingga karyawan berkompetensi untuk membuat sebuah prestasi yang lebih
besar. Prinsip more pay for more prestige diterapkan agar tidak menimbulkan
kelesuan dalam bekerja dan tindakan tidak disiplin.
h. Pemusatan (centralization)
Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu
kegiatan. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunkan wewenang,
melainkan untuk menghindari kesimpang siuran wewenang dan tanggung jawab.
Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asa pelimpahan wewenang
(delegation of authority).
i. Hirarki (tingkatan)
Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian ini
mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Dengan adanya hirarki
ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung
jawab dan mendapat perintah.
j. Ketertiban (order)
Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada
dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang.
Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud jika seluruh karyawan, baik atasan
maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi.
k. Keadilan dan Kejujuran
Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak
dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus di tegakkan mulai dari atasan
memiliki wewenang yang paling besar.
l. Stabilitas kondisi karyawan
Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala
pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya
disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.
m. Prakarsa (inisiative)
Prakarsa timbul dari diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Dalam prakarsa
terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh
karena itu setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa
(inisiative) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia
butuh penghargaan. Oleh karena itu, seorang manajer yang bijak akan menerima
dengan senang hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.
n. Semangat kesatuan, semangat korps
Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, senasip, sepenanggungan. Sehingga
menimbulkan semangat kerja sama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila
setiap karyawan memiliki kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan
lainnya dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya.

2.1.1.5. Organisasi manajemen


Menurut Antony C, 1992 ada beberapa hal yang perlu perhatikan pada suatu
perusahaan mengenai organisasi manajemen. Antara lain yaitu:
a. Struktur organisasi
Besar kecilnya suatu perusahaan sangat mempengaruhi struktur organisasi yang
dipakai. Jika suatu perusahaan berkembang, strukturnya harus berubah untuk
menampung perubahan yang di perlukan manajemen. Perusahaan dilihat kecil,
menengah, dan besar dapat dilihat sesuai table dibawah ini.

Tabel 2.1 Ukuran Organisasi yang di lakukan di Inggris

Kategori ukuran Persentase dari Jumlah total Jumlah karyawan


semua organisasi karyawan pemeliharaan

Kecil 94% Kurang dari 250 Kurang dari 25

Menengah 5% 250 – 1500 25 – 150

Besar < 1% Lebih 1500 Lebih dari 150

(Sumber: Antony C, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)

b. Uraian pekerjaan
Sebuah uraian pekerjaan harus di buat atau disusun dalam bentuk yang jelas.
Uraian ini harus memerinci kepad siapa dan untuk siapa pejabat tersebut bertanggung
jawab, dan apakah fungsi dan tugas utamanya. Harus di jelaskan juga batas-batas
wewenangnya, baik segi personalia, dan menyebutkan sampai tingkat berapa dia
memperkerjakan dan memecat, jika berhak.

c. Peranan kontraktor
Beberapa manajer pemeliharaan menyatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan dapat di
lakukan dengan menggunakan jasa kontraktor luar dari pada dengan menggunakan
sumber daya pemeliharaan dalam perusahaan sendiri, di karenakan lebih murah. Dan
yang lain menegaskan bahwa sering tidak ada kontraktor yang bersedia membantu
pemeliharaan. Dan mereka hanya mau menjamin ketika memasang mesin baru. Dengan
demikian, hal-hal berikut ini harus di perhatikan waktu untuk menggunakan jasa
kontraktor luar:
1) Ketika mempertimbangkan biaya apakah manajer pemeliharaan mengetahui
berapa biaya dalam departemen, apakah termasuk dalam perhitungan dalam
tawaran kontraktor?
2) Apakah kontraktor tersebut memiliki pengetahuan dan peralatan khusus yang
tidak di miliki manajer pemeliharaan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
khusus?
3) Apakah kontraktor dapat menyediakan bahan dan tenaga kerja pada hari dan
waktu tertentu, dan menjamin bisa menyelesaikan pekerjaa tersebut pada waktu
hari tertentu. Atau pada waktu terjadinya kerusakan darurat.
4) Apakah penawaran biaya untuk pekerjaa tersebut cukup bersaing dengan biaya
jika dikerjakan dengan karyawan dan material sendiri, kemudian apakah layak
dalam suatu organisasi kecil memperkerjakan kontraktor dalam bidang jasa untuk
melakukan pemeliharaan pencegahan terencana?

2.1.2. Pemeliharaan (Maintenance)


2.1.2.1.Defenisi Pemeliharaan
Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara Bagian
Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan dianggap yang
memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang
membuat uang (Soemarno, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh
manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat
diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan. (Corder,
Antony, K. Hadi, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang
meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses
produksi.
Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat, menjaga,
dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kobinasi dari berbagai tindakan yang
dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai, suatu
kondisi yang bisa diterima. (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Untuk Pengertian
Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan
memperbaharui umur masa pakai dan kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan F.D, 2008).
Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “operations
Management” pemeliharaan adalah : “all activities involved in keeping a system’s
equipment in working order”. Artinya: pemeliharaan adalah segala kegiatan yang
didalamnya adalah untuk menjaga sistem peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan
pesanan.
Menurut M.S Sehwarat dan J.S Narang, (2001) dalam bukunya “Production
Management” pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan
secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai
dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan kualitas).
Menurut Sofjan Assauri (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara
atau menjaga fasilitas/peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau
penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi
produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon, (2004), Pemeliharaan merupakan
semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan
pesanan pekerjaan.
Dari beberapa pendapat di atas bahwa dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan perusahaan agar
dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai dengan pesanan yang
telah direncanakan dengan hasil produk yang berkualitas.

Gambar 2.1 konsep strategi pemeliharaan dan Reliability yang baik membutuhkan
karyawan dan prosedur yang baik
(Sumber: Jay Heizer and Barry Render (2001), operation management, practice hall,
sixth edition)

2.1.2.2.Tujuan Pemeliharaan
Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya
bagi suatu pabrik adalah pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan
(repair) mahal. (Setiawan F.D, 2008).
Menurut Daryus A, (2008) dalam bukunya manajemen pemeliharaan mesin
Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai berikut:
1. Untuk memperpanjang kegunaan asset,
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi
dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin,
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu,
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Sedangkan Menurut Sofyan Assauri, 2004, tujuan pemeliharaan yaitu:


1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi,
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan
oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu,
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar batas
dan menjaga modal yang di investasikan tersebut,
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien,
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan para
pekerja,
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari
suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu
tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan total biaya
yang terendah.

2.1.2.3.Fungsi pemeliharaan
Menurut pendapat Agus Ahyari, (2002) fungsi pemeliharaan adalah agar dapat
memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta
mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal
dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi.
Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang
baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Agus Ahyari, 2002):
a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan
akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang,
b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan
dengan lancar,
c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya
kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi
selama proses produksi berjalan,
d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses
dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula,
e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan
produksi yang digunakn,
f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan
bahan baku dapat berjalan normal,
g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam
perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin
baik.

2.1.2.4.Kegiatan-kegiatan pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Manahan P.
Tampubolon, 2004 meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
1) Inspeksi (inspection)
Kegiatan ispeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala
dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu
mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran
proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-
perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi, adan berusaha untuk
mencegah sebab-sebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan
yang diperoleh dari hasil inspeksi.
2) Kegiatan teknik (Engineering)
Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan
kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan
penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam kegiatan
inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dan perbaikan-
perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh
karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-
mesin yang rusak tidak di dapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang
dibutuhkan.
3) Kegiatan produksi (Production)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu
memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan
pekerjaan yang disarakan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik,
melaksankan kegiatan service dan perminyakan (lubrication). Kegiatan produksi ini
dimaksudkan untuk itu diperlukan usaha-usaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan
pada peralatan.

4) Kegiatan administrasi (Clerical Work)


Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-
pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan
pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan kemajuan (progress
report) tentang apa yang telah dikerjakan. waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan,
serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yag tersedia di bagian
pemiliharaan. Jadi dalam pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling,
yaitu rencana kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service
dan di resparasi.
5) Pemeliharaan Bangunan (housekeeping)
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap
terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.1.2.5. Masalah Efisiensi Pada Pemeliharaan


Menurut Manahan P. Tampubolon, 2004 dan Sofyan Assauri, 2004. Dalam
melaksanakan kegiatan pemeliharaan terdapat 2 persoalan yang dihadapi oleh suatu
perusahaan yaitu persoalan teknis dan persoalan ekonomis.
a. Persoalan teknis
Dalam kegiatan pemeliharaan suatu perusahaan merupakan persoalan yang
menyangkut usaha-usaha untuk menghilangkan kemungkinan–kemungkinan yang
menimbulkan kemacetan yang disebabkan karena kondisi fasilitas produksi yang tidak
baik. Tujuan untuk mengatasi persoalan teknis ini adalah untuk dapat menjaga atau
menjamin agar produksi perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Maka dalam persoalan
teknis perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Tindakan apa yang harus dilakukan untuk memelihara atau merawat peralatan yang
ada, dan untuk memperbaiki atau meresparasi mesin-mesin atau peralatan yang
rusak,
2) Alat-alat atau komponen-komponen apa yang dibutuhkan dan harus disediakan agar
tindakan-tindakan pada bagian pertama diatas dapat dilakukan.
Jadi, dalam persoalan teknis ini adalah bagaimana cara perusahaan agar dapat
mencegah ataupun mengatasi kerusakan mesin yang mungkin saja dapat terjadi, sehingga
dapat mengganggu kelancaran proses produksi.

b. Persoalan ekonomis
Dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan disamping persoalaan teknis,
ditemui pula persoalan ekonomis. Persoalan ini menyangkut bagaimana usaha yang
harus dilakukan agar kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan secar tekis dapat dilakukan
secar efisien. Jadi yang ditekankan pada persoalan ekonomis adalah bagaimana
melakukan kegiatan pemeliharaan agar efisien, dengan memperhatikan besarnya biaya
yang terjadi dan tentunya alternative tindakan yang dipilih untuk dilaksanakan adalah
yang menguntungkan perusahaan. Adapun biaya-biaya yang terdapat dalam kegiatan
pemeliharaan adalah biaya-biaya pengecekan, biaya penyetelan, biaya service, biaya
penyesuaian, dan biaya perbaikan atau resparasi. Perbandingan biaya yang perlu
dilakukan antara lain untuk menentukan:
1) Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) atau pemeliharaan korektif
(Corrective maintenance) saja. Dalam hal ini biaya-biaya yang perlu
diperbandingkan adalah:
a) Jumlah biaya-biaya perbaikan yang diperlukan akibat kerusakan yang terjadi
karena tidak adanya pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance), dengan
jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang diperlukan akibat
kerusakan yang terjadi walaupun telah diadakan pemeliharaan pencegahan
(preventive maintenance), dalam jangka waktu tertentu.
b) Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap
suatu peralatan dengan harga peralatan tersebut,
c) Jumlah biaya-biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh suatu
peralatan dengan jumlah kerugian yang akan di hadapi apabila peralatan tersebut
rusak dalam operasi produksi,
2) Peralatan yang rusak diperbaiki dalam perusahaan atau di luar perusahaan. Dalam
hal ini biaya-biaya yang perlu diperbandingkan adalah jumlah biaya yang akan
dikeluarkan untuk memperbaiki peralatan tersebut di bengkel perusahan sendiri
dengan jumlah biaya perbaikan tersebut di bengkel perusahaan lain. Disamping
perbandingan kualitas dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaannya,
3) Peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini biaya-biaya perlu
diperbandingkan adalah:
a) Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan tersebut,
b) Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.

Dari keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa walaupun secara teknis


pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) penting dan perlu dilakukan untuk
menjamin bekerjanya suatu mesin atau peralatan. Akan tetapi secara ekonomis belum
tentu selamanya pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) yang terbaik dan
perlu diadakan untuk setiap mesin atau peralatan. Hal ini karena dalam menentukan
mana yang terbaik secara ekonomis. Apakah pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance) ataukah pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) saja. Harus
dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang akan terjadi.
Disamping itu harus pula dilihat, apakah mesin atau peralatan itu merupakan
strategic point atau critical unit dalam proses produksi ataukah tidak, jika mesin atau
peralatan tersebut merupakan strategic point atau critical unit, maka sebaiknya di adakan
pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) untuk mesin atau peralatan itu. Hal
ini dikarenakan apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat diperkirakan, maka akan
mengganggu seluruh rencana produksi.
2.1.2.6.Jenis-jenis Pemeliharaan
Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan
dikategorikan dalam dua cara, yaitu Corder, Antony, K. Hadi, (1992):
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance)
2. Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)

1) Pemeliharaan terencana (planned maintenance)


Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginir
untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. (Corder, Antony,
K. Hadi, 1992).
Menurut Corder, Antony, K. Hadi, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi
dua aktivitas utama yaitu:
a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodik
untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti atau
berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk menghilangkan,
mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke kondisi semula atau
dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi abnormal mesin sebelum kondisi
tersebut menyebabkan cacat atau kerugian. (Setiawan F.D, 2008).
Menurut Jay Heizer dan Barry Render, (2001) dalam bukunya “Operations
Management” preventive maintenance adalah : “A plan that involves routine inspections,
servicing, and keeping facilities in good repair to prevent failure”. Artinya preventive
maintenance adalah sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan
dan menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di masa
yang akan datang. Ruang lingkup pekerjaan preventive termasuk: inspeksi, perbaikan
kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi
terhindar dari kerusakan. (Daryus A, 2007).
Menurut Dhillon B.S, (2006) dalam bukunya “maintainability, maintenance, and
reliability for engineers” ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance) yaitu:
1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat
dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain untuk
standar yang pasti,
2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material
atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti,
3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian
dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik,
4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu
untuk mencapai kinerja yang optimal,
5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan seterusnya,
bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan baru jadi,
6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu
pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang ditentukan,
7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen variabel
untuk mencapai kinerja yang optimal.

b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan yang
dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu
bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu
kondisi yang bisa diterima. (Corder, Antony, K. Hadi, 1992). Pemeliharaan ini meliputi
reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek, yang mungkin timbul diantara
pemeriksaan, juga overhaul terencana.
Menurut Jay Heizer dan Barry Reder, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective
Maintenance) adalah : “Remedial maintenance that occurs when equipment fails and
must be repaired on an emergency or priority basis”. Pemeliharaan ulang yang terjadi
akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena keadaan darurat atau
karena merupakan sebuah prioritas utama.
Menurut Dhillon B.S, (2006) Biasanya, pemeliharaan korektif (Corrective
Maintenance) adalah pemeliharaan yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan
perhatian lebih yang harus ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah
dijadwalkan sebelumnya.
Dengan demikian, dalam pemeliharaan terencana yang harus diperhatikan adalah
jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan, sasaran perencanaan pemeliharaan,
faktor-faktor yang diperhatikan dalam perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem
organisasi untuk perencanaan yang efektif, dan estimasi pekerjaan. ( Daryus A, 2007).
Jadi, pemeliharaan terencana merupakan pemakaian yang paling tepat mengurangi
keadaan darurat dan waktu nganggur mesin. Adapun keuntungan lainya yaitu:
a. Pengurangan pemeliharaan darurat,
b. Pengurangan waktu nganggur,
c. Menaikkan ketersediaan (availability) untuk produksi
d. Meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk pemeliharaan dan produksi,
e. Memperpanjang waktu antara overhaul
f. Pengurangan penggantian suku cadang, membantu pengendalian sediaan,
g. Meningkatkan efisiensi mesin,
h. Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang bisa diandalkan,
i. Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin.

2) Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance)


Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang
didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk
mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada
peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder, Antony, K. Hadi, 1992).
Pada umumya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana, dimana
peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga akhirnya,
peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya perbaikan atau
pemeliharaan.
Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan untuk
sistem pemeliharaan dibawah ini.
Gambar 2.2 Diagram alir dari pembagian pemeliharaan
(Sumber: Teknik Manajemen Pemeliharaan, Antony Corder (1992), Erlangga)

Menurut Daryus A, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin


membagi pemeliharaan menjadi:
1) Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance)
Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk mencegah
terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk pencegahan.
2) Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai
standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-
peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi
rancangan agar peralatan menjadi lebih baik.
3) Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance)
Pemeliharaan berjalan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan
bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus
beroperasi terus dalam melayani proses produksi.
4) Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau
kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari system peralatan. Biasanya
pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor
yang canggih.
5) Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada peralatan,
dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan tenaga
kerjanya.
6) Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)
Pemeliharan darurat adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan
karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
7) Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance)
Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama mesin
tersebut berhenti beroperasi.
8) Pemeliharaan rutin (routine maintenance)
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau terus-
menerus.
9) Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk menghilangkan
sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan yang tidak lagi atau
lebih sedikit membutuhkan maintenance.

2.1.2.7.Hubungan antara Preventive Maintenance dan Predictive Maintenance

a. Preventive Maintenance
Adalah metode untuk melakukan pencegahan kerusakan peralatan/mesin dengan
melakukan penggantian parts secara berkala berdasarkan waktu penggunaan dan
melakukan perawatan ringan serta inspeksi untuk mengetahui keadaan peralatan/mesin
yang terkini.
Contoh :
Membersihkan, memeriksa, melumasi, pengencangan baut, inspeksi berkala, restorasi
periodik dan small over haul
b. Predictive Maintenance
Adalah metode untuk melakukan perawatan dengan mengganti parts berdasarkan
prediksi dengan menggunakan alat bantu. Maksudnya adalah jika metoda preventive
hanya berdasarkan jadwal, maka metoda predictive berdasarkan hasil dari pengukuran.
Metoda ini bisa juga dengan menggunakan panca indera, contohnya dalam pemeriksaan
bearing dapat dibedakan dari suara yang dihasilkan. Atau pemerikasaan temperatur,
dengan menyentuhnya kita dapat merasakan perbedaan atau kelainan peralatan tersebut.
Bila dengan menggunakan alat bantu, kita harus mempunyai parameter yang bisa
didapat dari manual book atau dari study sendiri kemudian dibandingkan dengan hasil
pengukuran. Perlu diterapkan bahwa setiap selesai mengukur, catatlah tanggal
pengukuran agar kita mendapatkan suatu frekuensi akan kelayakan parts dari peralatan
kita untuk memudahkan memprediksikannya dikemudian hari.
Contoh alat bantu ukur yaitu :
• Tachometer, untuk mengukur putaran
• Thermometer, untuk mengukur suhu
• Ampermeter, untuk mengukur amper
• Vibrameter, untuk mengukur getaran pada bearing motor
• Desiblemeter, untuk mengukur suara
• Dll.
.
2.1.2.8.Hubungan Pemeliharaan Dengan Proses Produksi
Pemeliharaan menyangkut juga terhadap proses produksi sehari-hari dalam
menjaga agar seluruh fasilitas dan peralatan perusahaan tetap berada pada kondisi yang
baik dan siap selalu untuk digunakan. Kegiatan hendaknya tidak mengganggu jadwal
produksi.
Menurut Sofjan Assauri (2004) agar proses produksi berjalan dengan lancer,
maka kegiatan pemeliharaan yang harus dijaga dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menambah jumlah peralatan dan perbaikan para pekerja bagian pemeliharaan,
dengan demikian akan di dapat waktu rata-rata kerusakan dari mesin yang lebih
kecil,
2) Menggunakan pemeliharaan pencegahan, karena dengan cara ini dapat mengganti
parts yang sudah dalam keadaan kritis sebelum rusak,
3) Diadakannya suatu cadangan di dalam suatu system produksi pada tingkat kritis,
sehingga mempunyai suatu tempat parallel apabila terjadi kerusakan mendadak.
Dengan adanya suku cadangan ini, tentu akan berarti adanya kelebihan kapasitas
terutama untuk tingkat kritis tersebut, sehingga jika ada mesin yang mengalami
kerusakan, perusahaan dapat berjalan terus tanpa menimbulkan adanya kerugian
karena mesin-mesin menganggur,

4) Usaha-usaha untuk menjadikan para pekerja di bidang pemeliharaan ini sebagai


suatu komponen dari mesin-mesin yang ada, dan untuk menjadikan mesin
tersebut sebagai suatu komponen dari suatu system produksi secara keseluruhan,

5) Mengadakan percobaan untuk menghubungkan tingkat-tingkat system produksi


lebih cermat dengan cara mengadakan suatu persediaan cadangan diantara
berbagai tingkat produksi yang ada, sehingga terdapat keadaan dimana masing-
masing tingkat tersebut tidak akan sangat tergantung dari tingkat sebelumnya.

2.1.2.9. Hubungan Kegiatan Pemeliharaan Dengan Biaya


Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan sumber daya
berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin
dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan efektif dan efisien. Pada saat
ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan pemeliharaan harus mengeluarkan
biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
Menurut Mulyadi (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari barang yang
diproduksi terdiri dari:
a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan),
b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung),
c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik).

Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah bagaimana


menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk pencegahan maupun
setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya akan mempengaruhi
terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer produksi harus mengetahui
hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang ditimbulkan sehingga tidak salah
dalam mengambil kebijakan tentang pemeliharaan. Dibawah ini diperlihatkan hubungan
biaya pemeliharaan pencegahan dan breakdown dengan total biaya.

(a)

(b)

Gambar 2.3 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance dengan


biaya. (a) Traditional View Maintenance, (b) Full Cost View of Maintenance
(Sumber: Jay Heizer and Barry Render (2001), Operation Management, Prentice Hall,
sixt Edition)
Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin dalam
perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut Hani Handoko
T, (1997) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan adalah:
a. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup
dengan cara:
Rata-rata mesin hidup = ∑ (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah perbaikan
X probabilitas terjadinya kerusakan)
b. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan pemeliharaan
breakdown:

TCr =

Keterangan:
TCr = biaya bulanan total kebiakan Breakdown
NC2 = biaya perbaikan mesin
= jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan

c. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan pemeliharaan


preventive:

Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan setiap


satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung perkiraan
jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode.
Rumusnya adalah:

Bn = N + B(n-1)P1 + B(n-2)P2 + B(n-3)P3 + B1P(n-1)

Keterangan:
Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan,
N = jumlah Mesin,
Pn = Probabilitas mesin rusak dalam periode n.

2.1.2.10. Manajemen Pemeliharaan


Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis untuk
perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan dan
biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik digabungkan dengan
pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah masalah-masalah kesehatan
dan keselamatan dan kerusakan lingkungan; menghasilkan aset lagi hidup dengan lebih
sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup
yang lebih tinggi. (Yee J, 2000).
Manajemen pemeliharaan adalah jenis strategi pemeliharaan, pemeliharaan
terencana dan tidak terencana, kerusakan, pencegahan dan pemeliharaan prediktif.
Perbandingan keuntungan dan kerugian. Keterbatasan, jadwal pemeliharaan, manajemen
penghematan bahan, mengontrol daftar barang-barang, dan organisasi departemen
pemeliharaan.
Menurut Mobley, (2002) metode pelaksanaan dari manajemen pemeliharaan ada
dua jenis. Yaitu:
a) Run-to-failure,
Adalah manajemen teknik pengaktifan kembali yang menunggu mesin atau
peralatan rusak sebelum diambil tindakan pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah
“nomaintenance”. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal.
Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk
mempertahankan persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh
komponen utama peralatan penting pabrik.
b) Preventive Maintenance
Ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen
pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain tugas-
tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam manajemen
pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu
rata-rata kerusakan (MTTF). Dapat dilihat siklus MTTF dibawah ini.

Gambar 2.4 Tipe kurva bak mandi


Sedangkan Menurut Dhillon B.S, (2006) menyebutkan bahwa ada enam prinsip-
prinsip penting manajemen pemeliharaan. Yaitu:
1) Hubungan layanan pelanggan adalah dasar dari organisasi pemeliharaan yang
efektif,
2) Produktivitas maksimum terjadi ketika masing-masing karyawan dalam sebuah
organisasi memiliki tugas yang ditetapkan untuk melaksanakan secara bentuk
definitive dan waktu yang pasti,
3) Pengukuran sebelum datang pengawas. Maksudnya adalah ketika seseorang
diberikan sebuah tugas yang harus dilakukan dengan menggunakan metode yang
efektif dalam jangka waktu tertentu, ia menjadi sadar secara otomatis penuh
harapan,
4) Pengawasan pekerjaan tergantung pada yang pasti, tanggung jawab individu untuk
semua tugas perintah kerja selama rentang hidup. Sebuah tanggung jawab
departemen pemeliharaan adalah untuk mengembangkan, menerapkan, dan
memberikan dukungan operasi yang sesuai untuk perencanaan dan penjadwalan
pekerjaan pemeliharaan,

5) Semua jadwal terkontrol secara efektif. Sesuai jadwal pada interval titik control
sehingga semua masalah terdeteksi, dalam waktu dan jadwal penyelesaian pekerjaan
tidak tertunda,
6) Ukuran optimal kru adalah jumlah minimum yang dapat melaksanakan tugas yang
diberikan dengan cara yang efektif.
2.2. Pompa Sentrifugal
2.2.1. Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal
Prinsip kerja pompa sentrifugal ialah sebagai berikut:
a. gaya sentrifugal bekerja pada impeller untuk mendorong fluida ke sisi luar
sehingga kecepatan fluida meningkat
b. kecepatan fluida yang tinggi diubah oleh casing pompa (volute atau diffuser)
menjadi tekanan atau head.

2.2.2. Klasifikasi Pompa Sentrifugal


Pompa sentrifugal diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain:
a. Kapasitas :
1) Kapasitas rendah : < 20 m3 / jam
2) Kapasitas menengah : 20-60 m3 / jam
3) Kapasitas tinggi : > 60 m3 / jam
b. Tekanan Discharge :
1) Tekanan Rendah : < 5 Kg / cm2
2) Tekanan menengah : 5 - 50 Kg / cm2
3) Tekanan tinggi : > 50 Kg / cm2
c. Jumlah / Susunan Impeller dan Tingkat :
1) Single stage : Terdiri dari satu impeller dan satu casing.
2) Multi stage : Terdiri dari beberapa impeller yang tersusun seri dalam
satu casing.
3) Multi Impeller : Terdiri dari beberapa impeller yang tersusun paralel dalam satu
casing.
4) Multi Impeller – Multi stage : Kombinasi multi impeller dan multi stage.
d. Posisi Poros :
1) Poros tegak
2) Poros mendatar
e. Jumlah Suction :
1) Single Suction
2) Double Suction
f. Arah aliran keluar impeller :
1) Radial flow
2) Axial flow
3) Mixed fllow
2.2.3 Bagian-Bagian Utama Pompa Sentrifugal
Secara umum bagian-bagian utama pompa sentrifugal dapat dilihat seperti
gambar berikut:
Gambar 2.5. Bagian-bagian utama pompa sentrifugal

A. Stuffing Box
Stuffing Box berfungsi untuk mencegah kebocoran pada daerah dimana poros
pompa menembus casing.
B. Packing
Digunakan untuk mencegah dan mengurangi bocoran cairan dari casing pompa
melalui poros. Biasanya terbuat dari asbes atau teflon.
C. Shaft
Shaft (poros) berfungsi untuk meneruskan momen puntir dari penggerak selama
beroperasi dan tempat kedudukan impeller dan bagian-bagian berputar lainnya.
D. Shaft sleeve
Shaft sleeve berfungsi untuk melindungi poros dari erosi, korosi dan keausan
pada stuffing box. Pada pompa multi stage dapat sebagai leakage joint, internal
bearing dan interstage atau distance sleever.
E. Vane
Sudut dari impeller sebagai tempat berlalunya cairan pada impeller.
F. Casing
Merupakan bagian paling luar dari pompa yang berfungsi sebagai pelindung
elemen yang berputar, tempat kedudukan diffusor (guide vane), inlet dan outlet
nozzel serta tempat memberikan arah aliran dari impeller dan mengkonversikan
energi kecepatan cairan menjadi energi dinamis (single stage).
G. Eye of Impeller
Bagian sisi masuk pada arah isap impeller.
H. Impeller
Impeller berfungsi untuk mengubah energi mekanis dari pompa menjadi energi
kecepatan pada cairan yang dipompakan secara kontinyu, sehingga cairan pada
sisi isap secara terus menerus akan masuk mengisi kekosongan akibat
perpindahan dari cairan yang masuk sebelumnya.
I. Wearing Ring
Wearing ring berfungsi untuk memperkecil kebocoran cairan yang melewati
bagian depan impeller maupun bagian belakang impeller, dengan cara
memperkecil celah antara casing dengan impeller.
J. Bearing
Bearing (bantalan) berfungsi untuk menumpu dan menahan beban dari poros agar
dapat berputar, baik berupa beban radial maupun beban axial. Bearing juga
memungkinkan poros untuk dapat berputar dengan lancar dan tetap pada
tempatnya, sehingga kerugian gesek menjadi kecil.

2.2.4. Kavitasi
Kavitasi adalah peristiwa terbentuknya gelembung-gelembung uap di dalam
cairan yang terjadi akibat turunnya tekanan cairan sampai di bawah tekanan uap jenuh
cairan pada suhu operasi pompa. Gelembung uap yang terbentuk dalam proses ini
mempunyai siklus yang sangat singkat. Knapp (Karassik dkk, 1976) menemukan bahwa
mulai terbentuknya gelembung sampai gelembung pecah hanya memerlukan waktu
sekitar 0,003 detik. Gelembung ini akan terbawa aliran fluida sampai akhirnya berada
pada daerah yang mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan uap jenuh cairan.
Pada daerah tersebut gelembung tersebut akan pecah dan akan menyebabkan shock pada
dinding di dekatnya. Cairan akan masuk secara tiba-tiba ke ruangan yang terbentuk
akibat pecahnya gelembung uap tadi sehingga mengakibatkan tumbukan. Peristiwa ini
akan menyebabkan terjadinya kerusakan mekanis pada pompa.
Gambar 2.6 Kerusakan pada permukaan sudu impeller akibat kavitasi

2.2.5. Net Positive Suction Head (NPSH)


Kavitasi akan terjadi bila tekanan statis suatu aliran turun sampai dibawah
tekanan uap jenuhnya. Untuk menghindati kavitasi diusahakan agar tidak ada satu
bagianpun dari aliran didalam pompa yang mempunyai tekanan statis lebih rendah dari
tekan uap jenuh cairan pada temperatur yang bersangkutan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan dua macam tekanan yang memegang peran penting. Pertama,tekanan yang
ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana pompa dipasang dan kedua, tekanan yang
ditentukan oleh keadaan aliran didalam pompa.
Berhubungan dengan dua hal diatas maka didefinisikanlah suatu Net Positive
Suction Head (NPSH) atau Head Isap Positif Neto yang dipakai sebagai ukuran
keamanan pompa terhadap kavitasi.Ada dua macam NPSH, yaitu NPSH yang tersedia
pada sistem (instalasi),dan NPSH yang diperlukan oleh pompa. Pompa terhindar dari
kavitasi jika NPSH yang tersedia lebih besar daripada NPSH yang dibutuhkan.

2.3. AIR
2.3.1. Pengertian Air
Air merupakan pelarut yang baik, oleh karena itu, air alam tidak pernah murni.
Air alam mengandung berbagai zat terlarut maupun tidak terlarut. Air alam juga
mengandung mikroorganisme. Apabila kandungan air tersebut tidak mengganggu
kesehatan manusia, maka air tersebut dianggap bersih. Air yang tidak layak diminum
masih bisa digunakan untuk keperluan yang lain, misalnya, irigasi, industri, maupun
kepentingan rumah tangga seperti halnya memasak, mencuci, dan masih banyak yang
lainnya.
Air dinyatakan tercemar apabila terdapat gangguan terhadap kwalitas air,
sehingga air tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaannya. Air tercemar akibat
masuknya makhuk hidup, zat, atau energi kedalam air, sehingga kwalitas air menurun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya atau kegunaannya.

2.3.2. Beberapa Parameter Kwalitas Air


Komposisi air kotor ditentukan melalui berbagai macam analisis, dimaksudkan
untuk menentukan kandungan zat pada BO,COD, dan PH.
a. Kandungan Zat Padat
Limbah padatan dalam air dapat dibedakan atas padatan tersuspensi dan padatan
terlarut. Padatan tersuspensi adalah padatan yang tidak dapat melewati kerats sering,
sementara padatan tersuspensi juga masih dapat dibedakan atas padatan yang dapat
mengalami sedimentasi dan yang tidak dapat sedimentasi.

b. Oksigen Terlarut (Dissolued Oxygen,DO)

Air mengandung oksigen terlarut dengan kadar sekitar 10 ppm dalam air bersih
pada suhu kamar. Oksigen terlarut diperlukan oleh makhluk hidup di dalam air.
Misalnya, ikan, udang, kerang dan binatang yang lainnya, termasuk bakteri. Agar ikan
dapat hidup, air harus mengandung sedikitnya 5 ppm oksigen. Oksigen terlarut juga
digunakan bakteri ( mikroorganisme ) aerob untuk menguraikan sampah organik yang
terdapat di dalam air. Bakteri aerob, mengoksidasi sampel organik C menjadi CO2, N
menjadi nitrat dan S menjadi sulfat, serta fasforus, menjadi fosfor. Oleh karena itu, jika
air mengandung banyak bahan organik, maka bakteri aerob di dalamnya akan
berkembang. Akibatnya, kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat sehingga
ikan dan udang akan mati. Selanjutnya, proses penguraian akan diambil oleh bakteri
anaerob. Bakteri anaerob mereduksi karbon, nitrogen, dan bahan belerang dari bahan
organik menjadi CH4, NH3, dan H2S. Gas NH3 dan H2S berbau tidak sedap itulah
sebabnya got atau selokan,sungai yang tercemar berat berbau busuk.

c. BOD dan COD

BOD ( Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)


menyatakan banyaknya limbah organik dalam air. BOD adalah banyaknya oksigen yang
digunakan oleh microorganisme dalam lima hari untuk menguraikan sampah yang
terdapat dalam air limbah. COD menyatakan jumlah oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi limbah organik dalam contoh air secara kimiawi. COD ditentukan dengan
memasak (Marefluks) contoh air dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai
pengoksidasi. BOD dan COD dinyatakan dalam mg perliter (= ppm). Makin banyak
limbah organik dalam air, makin besar nilai BOD dan COD. Nilai COD umumnya lebih
besar dari nilai BOD . Hal itu terjadi karena berbagai senyawa karbon organik tidak
dapat didegradasi oleh microorganisme, tetapi dapat dioksidasi secara kimiawi. Jika nilai
COD berbeda secara nyata dari nilai BOD dapat memberi indikasi bahwa air
mengandung zat beracun yang menghambat pertumbuhan microorganisme.

d. PH

Air murni mempunyai PH = 7. Air dapat dianggap bersih jika PHnya antara 6,5 -
8,5. Akan tetapi air yang mempunyai PH antara 6,5 - 8,5 sebelum tentu bersih.
Bergantung pada parameter lainnya.

2.3.3. Air Bersih


2.3.3.1. Pengertian air bersih

Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya manusia berbasis air yang bermutu
baik dan biasanya dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan
aktivitas mereka sehari-hari (Wikipedia, 2010). Air bersih merupakan salah satu
kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat.
Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi
setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Oleh karena itu,
ketersediaan air dapat menurunkan water borne disease sekaligus dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Namun sampai dengan tahun 2000, berdasarkan data
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, baru sekitar 19% penduduk Indonesia
di mana 39% nya adalah penduduk perkotaan yang dapat menikmati air bersih dengan
sistem perpipaan. Sedangkan di daerah perdesaan, berdasarkan data yang sama, hanya
sekitar 5% penduduk desa yang menggunakan sistem perpipaan, 48% menggunakan
sistem non-perpipaan, dan sisanya sebesar 47% penduduk desa menggunakan air yang
bersumber dari sumur gali dan sumber air yang tidak terlindungi.
2.3.3.2. Syarat Air Bersih
Syarat-syarat umum/fisik :
a. Tidak berbau.
b. Tidak berwarna (harus jernih).
c. Tidak berasa asin/anyir/basa dan sebagainya.
d. Bebas dari pantogen organik.

Syarat kimia :
a. Tidak mengandung bahan zat-zat kimia yang beracun dan tak kekurangan (harus
mengandung) zat-zat kimia dalam batas-batas tertentu yang diperlukan bagi tubuh
manusia.
Syarat bakteriologi :
a. Agar tidak mengandung bakteri atau kuman berbahaya yang dapat menimbulkan
berbagai penyakit perut/usus.
2.3.3.3. Sumber air

a. Air Laut
Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCI. Kadar garam NaCI
dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk
air minum.
b. Air Atmosfir
Dalam keadaan murni sangat bersih. Karena dengan adanya pengotoran udara yang
disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu. Maka untuk menjadikan air hujan
sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada
saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
Selain itu, air hujan mempunyai sifat agresif (Sutrisno, Totok, 2010), terutama
terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini dapat
mempercepat korosi (karatan). Disamping itu, air hujan juga mempunyai sifat lunak
sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
c. Air Permukaan
Menurut Totok Sutrisno (2010) air pemukaan adalah air hujan yang mengalir
dipermukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama
pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri
kota dan sebagainya.
Beberapa pengotoran ini, untuk masing-masing air permukaan akan berbeda-
beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah
merupakan kotoran fisik, kimia, dan bacteriologie.

d. Air Tanah
1. Air tanah dangkal
Terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan
tertahan, sehingga air tanah akan jernih tetapi masih banyak mengandung zat kimia
(garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur
kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai
saringan.
2. Air tanah dalam.
Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam,
tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan
memasukan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman ( biasanya antara 100-
300 m) akan didapatkan suatu lapisan air.
Jika tekanan air tanah besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini,
sumur ini disebut dengan sumur artetis. Jika air tidak dapat keluar dengan sendirinya,
maka digunakanlah pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.
3. Mata air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air
yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya
akan sama dengan keadaan air dalam.
2.3.3.4. Instalasi Pengolahan Air
Instalasi Pengolahan Air Sunggal merupakan salah satu unit pengolahan air milik
PDAM Tirtanadi dengan sumber air baku dari sungai Belawan dan merupakan instalasi
yang kedua dibangun setelah Instalasi Mata Air (IMA) Sibolangit.
Proses pengolahan meliputi:
1. Bendungan
Sumber air baku adalah air permukaan sungai Belawan yang diambil melalui
bendungan dengan panjang 25 m (sesuai lebar sungai) dan tinggi 4 m. Pada sisi kanan
bendungan dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi
dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake.

Gambar 2.7. Bendungan


2. Intake
Bangunan ini adalah saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen
(saringan kasar) dan fine screen (saringan halus) yang berfungsi untuk mencegah
masuknya kotoran-kotoran yang terbawa oleh arus sungai. Masing-masing saluran
dilengkapi dengan pintu (sluce gate) pengatur ketinggian air. Pemeriksaan maupun
pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah masuk
air.

Gambar 2.8. Intake

3. Raw Water Tank (RWT)


Bangunan RWT (bak pengendapan) dibangun setelah intake yang terdiri dari 2
unit (4 sel) setiap unitnya berdiamensi 23,3 m x 20 m, tinggi 5 m dilengkapi dengan 2
buah inlet gate, 2 buah outlet sluce gate dan pintu bilas 2 buah, berfungsi sebagai tempat
pengendapan lumpur sementara, pasir, dan lain-lain yang bersifat sediment.

Gambar 2. 9. Raw Water Tank


4. Raw Water Pump (RWP)
RWP (Pompa Air Baku) berfungsi untuk memompakan air dari RWT ke
Clearator terdiri dari 16 unit pompa air baku, dengan kapasitas RWP I 160 l/s denga head
22 meter.

Gambar 2. 10. Raw Water Pump


5. Clearator
Bangunan Clearator (proses penjernihan air) terdiri dari 5 unit, dengan masing-
masing kapasitas 350 l/s berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang bersifat
sediment dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan) dilengkapi agigator sebagai
pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut
kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis.
Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang
dilengkapi dengan sekat-sekat pemisah untuk proses-proses sebagai berikut:
a. Primary Reaction Zone
b. Secondary Reaction Zone
c. Return Reaction Zone
d. Clarification Reaction Zone
e. Concentrator
Gamabar 2. 11. Clearator
6. Filter
Dari Clearator air dialirkan untuk menyaring kekeruhan (turbidyti) berupa flok-
flok halus dan kotoran lain yang lolos dari Clearator melalui pelekatan pada media filter
yang berjumlah 32 unit menggunakan jenis saringan cepat masing-masing menggunakan
motor AC nominal daya 0,75 KW.
Dimensi tiap filter yaitu lebar 4 m, panjang 8,25 m, tinggi 6,25 m. Tinggi permukaan air
maksimum 5,05 m serta ketebalan media filter 114 cm, dengan susunan lapisan sebagai
berikut:
a. Pasir kuarsa, diameter 0,50 mm – 1,50 mm dengan ketebalan 61 cm.
b. Pasir kuarsa, diameter 1,80 mm – 2,00 mm dengan ketebalan 15 cm.
c. Kerikil halus, diameter 4,75 mm – 6,30 mm dengan ketebalan 8 cm.
d. Kerikil sedang, diameter 6,30 mm – 10, 00 mm dengan ketebalan 7,5 cm.
e. Kerikil sedang, diameter 10,00 mm – 20,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm.
f. Kerikil kasar, diameter 20,00 mm – 40,00 mm dengan ketebalan 15 cm.
Dalam jangka waktu tertentu Filter ini harus dibersihkan dari kotoran atau
endapan yang dapat mengganggu proses penyaringan dengan menggunakan elektromor.
Gambar 2. 12. Filter
7. Reservoir
Yaitu bangunan beton berdimensi panjang 50 m, lebar 40 m, tinggi 7 m berfungsi
untuk menampung air minum/air olahan setelah melewati media filter dengan kapasitas
12.000 m3 dan kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui reservoir-reservoir
distribusi di berbagai cabang. Air yang mengalir dari filter ke reservoir dibubuhi chlor
(post chlorinasi) dan untuk proses netarlisasi dibubuhkan larutan kapur jenuh atau soda.

Gambar 2. 13. Reservoir

8. Finish Water Pump ( FWP)


FWP (pompa distribusi air bersih) berjumlah 14 unit berfungsi untuk
mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir. Distribusi
cabang-cabang melalui pipa transmisi yang di bagi menjadi 5 jalur Q1 s/d Q5 dengan
kapasitas masing-masing 150 l/s, total head 50 m menggunakan motor AC masing-
masing nominal daya 132 KW.

Gambar 2.14. Finish Water Pump


9. Sludge Lagoon
Daur ulang adalah cara paling tepat dan aman dalam mengatasi clan
meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di Unit
Instalasi Pengolahan Air Sunggal yaitu dengan membangun unit pengendapan berupa
Lagoon dengan kapasitas 10.800 m3.
Lagoon ini berfungsi sebagai media penampungan air buangan bekas pencucian
sistim pengolahan dan kemudian air olahannya disalurkan kembali ke RWT untuk
diproses kembali.

Gambar 2.15. Slude Lagoon


(Sumber: Tirtanadi, 2010)
Gambar 2.16. Diagram Pengolahan Air

Anda mungkin juga menyukai