Anda di halaman 1dari 8
205 SEGI HUKUM DALAM PENGENDALIAN _______— Oleh : Soerjono Soekanto PENGANTAR Di dalam membicarakan segi hu- kum dalam pengendalian pencemaran lingkungan hidup, masalahnya akan berkisar pada usaha manusia untuk mencegah dan menanggulangi pence- maran dengan mempergunakan hukum sebagai sarananya. Kiranya jelas bahwa masalah tersebut bersegi banyak, baik dari sudut hukumnya maupun pence- maran, oleh Karena hal itu menyang- kut lingkungan hidup yang sedemi- kian luasnya. Oleh Karena itu, maka mungkin ada manfaatnya untuk menelaah masa- lah ini secara interdisipliner. Dalam hal ini, maka akan banyak di pergu- nakan analisa secara yuridis dan sosio- logis, yang masing-masing menggam- barkan “dan Sollen” dan "das Sein”. Mengingat keterbatasan pengetahu- an dari penyusun makalah ini, maka pembicaraan akan dibatasi pada ruang lingkup tertentu. Memang perlu di- akui, bahwa masalah pencemaran ling- kungan hidup, merupakan hal yang relatif masih baru bagi Indonesia, baik dari segi pemikiran maupun pe- nanganannya secara menyeluruh, Akan tetapi dari semua macam pencemaran, agaknya masalah pencemaran kebuda- yaan merupakan persoalan yang pa- ling jarang dibicarakan. Oleh karena itu, maka makalah ini lebih banyak membatasi diri pada pencemaran kebu- dayaan tersebut, yang nantinya juga ada pembatasan-pembatasannya. Urai- an nantinya semata-mata akan didasar- PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP * kan pada data sekunder, yang mudah- mudahan akan dapat dipergunakan un- tuk meneliti masalah secara lebih men- dalam dan lebih saksama di lapangan. LINGKUNGAN HIDUP Apabila seseorang =membicarakan lingkungan hidup, maka biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau apa-apa yang berada di sekitar manusia, baik sebagai individu maupun dalam per- gaulan hidup. Lingkungan hidup terse~ but biasanya dibedakan dalam kate- gori-kategori, sebagai berikut : I. Lingkungan pisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeli- ling manusia, I. Lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hi- dup (disamping manusia itu sen- diri), Lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang secara_ indivi- duil maupun kelompok yang berada di sekitar manusia. Biasanya agak sulit untuk secara se- pintas lalu membedakan antara orga- nisme hidup dengan benda-benda mati; namun, sifatsifat dasarnya dari masing-masing, dapatlah digambarkan secara deskrip if, sebagai berikut : TIL. 1 Teh dn tis a ‘ee ta tanh dae Ti apa moa an een a "tampon ney vv Repeal ae tld mange | py Sebaaratm a *) Ceramah pada Penataran Analisis Dam- pak Lingkungan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Mmu lingkungan Uni- Lingkungandingkungan_pisik, bio- logis maupun sosial, senantiasa meng- alami perubahan-perubahan. Agar da- pat mempertahankan hidupnya, maka manusia melakukan penyesuaian-pe- nyesuaian atau adaptasi. Biasanya dibedakan antara adaptasi- adap tasi, sebagai berikut : I. Adaptasi genetik; setiap lingku- ngan .hidup biasanya merang- sang penghuninya untuk mem- bentuk struktur tubuh yang spe- sifik, yang bersifat turun-temu- run dan permanen. I. Adaptasi somatis yang merupa- kan penyesuaian secara struktu- ril atau fungsionil yang sifatnya sementara (tidak turun-temurun) Dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya, maka manusia_mempunyai daya adaptasi yang relatif lebih besar. Di dalam hubungannya dengan or- ganisme hidup lainnya dalam lingku- ngan hidup, maka hubungan tersebut tidak jarang merupakan suatu kebutu- han. Hubungan tersebut mungkin ter- jadi secara sadar atau bahkan tidak di- sadari. Namun demikian, biasanya di- bedakan antara : I. Hubungan simbiosis, yakni hu- bungan timbal balik antara orga- nisme-organisme hidup yang ber- beda speciesnya. Bentuk-bentuk hubungan simbiosis, adalah : A. Parasitisme, di mana satu pi- hak beruntung sedangkan pi- hak lain dirugikan. B. Komensalisme, di mana satu pihak mendapat keuntungan sedangkan pihak lain tidak dirugikan. C. Mutualisme, di mana terjadi hubungan yang saling meng- untungkan. I. Hubungan sosial yang merupa- kan hubungan timbal-balik anta- ta organisme-organisme hidup yang sama speciesnya. Bentuk- bentuknya adalah antara lain : A. Kompetisi B. Kooperasi. rn z00 — Hukum dan Pembangunan EKOSISTEM Kalau diperhatikan kehidupan dari lingkungan, maka mungkin akan dira- sakan atau akan tampak adanya ling- kungan yang berbeda-beda di dalam kehidupan manusia. Ada, misalnya, lingkungan perkotaan dan pedesaan, lingkungan tempat tinggal dan ling- kungan perkotaan, lingkungan industri dan lingkungan pertanian, dan seterus- nya, Sudah tentu bahwa lingkungan- lingkungan tersebut tidak terjadi demi- kian saja atau secara kebetulan. Ling- kungan tersebut terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara organis- me-organisme hidup tertentu, yang membentuk suatu keserasian atau ke- seimbangan tertentu. Apabila pada su- atu saat terjadi gangguan pada keser: sian tersebut, maka pada saat lain terjadi proses penyerasian kembali. Ke- seluruhan lingkungan hidup tertentu tersebut biasanya dinamakan masyara- kat organisme hidup atau biotic community”. Di dalam masyarakat or ganisme hidup tersebut, lazimnya ter- dapat piramida kehidupan, yang meru- pakan bentuk yang menggambarkan komposisi dari kehidupan organisme- organisme tertentu. Komposisi terse- but senantiasa harus dalam keadaan seimbang atau serasi, yang biasanya dinamakan regulasi jumlah. Suatu "biotic community” tinggal disuatuwilayah "masyarakat” benda atau "abiotic community”. Antara ke- duanya terjadi proses interaksi yang menuju kesuatu keadaan serasi, yang terwujud di dalam kesatuan-kesatuan tertentu yang disebut ekosistem. Seti- ap ekosistem senantiasa_ mengarah pada suatu keadaan yang seimbang, sehingga kontinuitasnya terjamin. Apa- bila keadaan yang seimbang tersebut terganggu, maka ada kecenderungan terjadinya proses keseimbangan kem- bali. Ekosistem ada yang alamiah dan ada pula yang merupakan hasil buatan manusia. Pada masyarakat-masyarakat sederhana, biasanya dijumpai ckosis- tem alamiah, sedangkan ekosistem bu- atan cenderung terdapat pada ma- Pencemaran Lingkungan syarakat-masyarakat_ madya dan mo: der (dan tentunya pada masyarakat- masyarakat | purna-industriil atau post-industrial societies”). Di dalam suatu ekosistem alamiah (“natural eco- system”) terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup, sehingga dengan sendirinya akan mampu untuk mempertahankan proses hidup di- dalamnya. Suatu ckosistem buatan (artificial ecosystem”) agak kurang heterogenitasnya, sehingga harus ada bantuan enersi terus, agar supaya menjadi stabil. Suatu ekosistem mungkin menga- lami perubahan-perubahan yang di- sebabkan oleh faktor-faktor pisik-ala- miah, yang mungkin besar pengaruh- nya terhadap manusia. Pengaruh-pe- ngaruh tersebut, misalnya, merupa- kan I. Pengaruh sinar matahari I. Pengaruh iklim 11, Pengaruh panas dan dingin. Dalam hal adanya pengaruh sinar matahari, misalnya, maka sinar terse- but merupakan salah satu bentuk ener si kehidupan yang dibutuhkan oleh se- tiap organisme. Sinar matahari terse- but, akan mendorong terjadinya pem- bentukan dari karbohidrat. Karbohi- drat tersebut antara lain diambil oleh herbivora untuk dijadikan bahan makanan atau sumber enersi bagi bi- natang atau hewan, yang kemudian di- ubah menjadi protein, lemak, dan se- terusnya. Manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungan pengaruh sinar matahari yang berbeda zonasinya. Perbedaan zonasi tersebut, antara lain, berpengaruh terhadap kesehatan_ma- nusia, misalnya, dengan kemungkinan timbulnya "time syndrome.” Tklim mempunyai pengaruh juga tethadap kesehatan manusia. Bebe- rapa penyakit yang timbul pada ma- nusia, mempunyai kaitan langsung maupun secara tidak langsung dengan iklim. Penyakit "muntaber”, misal- nya, sering timbul dalam musim pa- nas. Penyakit influenza lebih sering terjadi pada musim hujan atau pera- zone 207 * lihan dari musim panas ke musim hu- jan. Pengaruh sinar matahari yang terik dan menyengat, dapat pula mengaki- batkan gangguan pada manusia. Keri- ngat bertambah banyak yang keluar, kulit terbakar, pusing-pusing, dan se- bagainya, merupakan gejala-gejala dari apa yang lazim dinamakan ”sun-burn syndrome.” PENCEMARAN Ada yang menya‘akan, bahwa pen- cemaran adalah (Otto Soemarwoto 1976 : 44) ”.adanya suatu organisma atau unsur lain dalam suatu sumber da- ya, misalnya air atau udara, da- lam kadar yang menggangeu perun- tukan sumberdaya itu.” Jadi, pencemaran akan texjadi apabila di dalam lingkungan hidup manusia, baik yang bersifat pisik, biologis maupun sosial, terdapat suatu bahan yang merugikan eksistensi_ manusia. Hal itu disebabkan oleh karena bahan tersebut terdapat dalam konsentrasi yang besar, yang pada umumnya me- rupakan hasil dari aktivitas manu- sia sendiri, Masalah pencemaran bia- sanya dibedakan dalam beberapa kla- sifikasi, seperti, pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, serta pencemaran kebudayaan. Ba- han pencemarnya (“pollutant”) ada- lah pencemar pisik, pencemar biolo- gis, pencemar kimiawi dan pencemar budaya atau sosial. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu akibat daripada subsidi ener- si yang dimasukkan oleh manusia ke dalam lingkungan buatannya. Untuk memajukan pertanian, misalnya, diper- lukan pupuk (ZA), sesuai dengan ke- butuhan tanah yang digarap. Bagi pembuatan pupuk tersebut, diperlu- kan pabrik, yang misalnya, terdapat di daerah Gresik (Jawa Timur), yang biasanya disebut industri petrokimia. ‘Akan tetapi pabrik tersebut tidak ha- nya menghasilkan pupuk yang sangat diperlukan oleh manusia, demi eksis- tensinya. Pabrik tersebut juga "meng: a mms, 208 hasilkan”” asap sebagai hasil_pemba- karan dan bahan buangan pabrik (?waste product’). Pada suatu waktu konsentrasi dari bahan-bahan terse- but sedemikian besamya, schingga mengakibatkan timbulnya _ penyakit pada penduduk yang tinggal di seki- tar pabrik tersebut (misalnya, pada ta- hun 1975 banyak penduduk yang menderita sakit mata, yang diduga merupakan akibat dari allergi terha- dap salah satu bahan buangan pabrik pupuk tersebut). Semula diduga, bahwa bahan pence- mar hanyalah terdiri dari bahan-ba- han yang relatif baru, seperti misal- nya, plastik, kaleng, dan lain sebagai- nya. Akan tetapi ternyata bahwa ba- han-bahan “lama” juga mungkin men- cemarkan lingkungan. Di samping itu, maka perbuatan-perbuatan atau ting- kah laku manusia dapat pula digo- longkan dalam bahan pencemar yang kemudian menghancurkan dirinya sen- diri. Dengan demikian, maka pence- maran sebenamya adalah (J. Barros & DM. Johnston 1974 dikutip oleh St. Munadjat Danusaputro 1979 116) the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy into the environment, resulting in de- leterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and eco-system and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. PENCEMARAN KEBUDAYAAN Masalah pencemaran kebudayaan dalam) masalah ini, akan dibatasi pembicaraannya pada pencemaran pe- ninggalan-peninggalan sejarah dan ke- purbakalaan. Fungsi daripada pening- galan sejarah dan kepurbakalaan, ada lah antara lain (Uka Tjandrasasmita 1976 : 174,175) : 1. Alat atau media yang mencerminkan cipta, rasa dan karya leluhur bangsa, di mana unsur-unsur kepribadiannya dapat dijadikan suri tauladan bangsa, kini dan masa mendatang dalam rang- ka membina dan mengembangkan ke- Hukum dan Pembangunan budayaan nasionalnya _berlandas- kan Pancasila; 2. Alat atau media yang memberikan ins- pirasi, aspirasi dan asselerasi_ dalam pembangunan bangsa baik materiil mau- pun spirituil, sehingga tercapai_ kehar- monisan diantara keduanya; 3. Obyek ilmu pengetahuan di bidang sejarah dan kepurbakalaan pada khu- susnya dan ilmu pengetahuan lain pa- da umumnya; 4. Alat atau media untuk memupuk saling pengertian dikalangan masyarakat dan bangsa serta umat manusia melalui nilai- nilai sosial-budaya yang terkandung oleh peninggalan sejarah dan kepurbaka- Jaan sebagai warisan budaya dari masa lalu itu”. Peninggalan sejarah dan _kepurbaka- Peninggalan sejarah dan kepurbaka- laan sangat fungsionil untuk dapat me- nelusuri kembali masa lalu dalam upa- ya untuk meluruskan langkahdangkah ke masa depan. Hal itu penting, oleh karena manusia perlu untuk mencari avas-azas hubungan timbal balik an: tara manusia dengan lingkungan hi- dupnya yang lebih serasi. Keserasian atau keseimbangan antara manusia de- ngan lingkungan hidupnya, sangat ter gantung dari kemampuan manusia un- tuk menata mang hidupnya. Disini- lah perlindungan peninggalan sejarah dan kepurbakalaan terhadap pence- maran merupakan masukan berharga bagi manusia untuk memelihara ekosis- temnya (R.E. Soeriaatmadja 1981 8). Dengan mengutip pendapat dari John W. Lawrence, dinyatakan bahwa (Martono Yuwono 1981 : 1) “An environment whether it is old or new is worth preserving when it is hu- mane and a place where people want to be”. Suatu lingkungan mempunyai nilai se- jarah dan kepurbakalaan, apabila (Mar- tono Yuwono 1981 : 13) 1). berpola_karakteristik dan asli dalam susunan lay-out bangunan-bangunannya (suatu tinjauan_historis-tradisionil dan planologis).. 2), bangunan-bangunannya_mempunyai_ni- lai tersendiri, baik ditinau dari segi strukturnya (suatu tinjauan _historis- Pencemaran Lingkungan tradisionil dan arsitektoris) 3). yung terakhir ialah terdapat suatu ke- lanjutan kchidupan sosial dan budaya di dalamnya (suatu tinjauan sosial-bu- daya).”” Lingkungan yang bernilai sejarah dan kepurbakalaan tersebut lazimnya tum- buh dari suatu dasar sistem kehidupan yang bersifat menyeluruh, serta merta (spontan) dan mungkin masih seder- Pencemaran peninggalan Sejarah dan kepurbakalaan mungkin terjadi, karena sebab-sebab alamiah, seperti misalnya (Suwandhi Hendromartono 1981 : 4) I. Pelapukan pada bahan dari ben- da-benda tersebut Karena usia, cuaca dan seterusnya, U1. Sifat dan macam tanah serta pengaruh air terhadap tanah, III. Getaran karena gempa (misal- nya gempa vulkanik atau tekto- nik) Pencemaran yang terjadi karena per- buatan atau tingkah-laku manusia, ada- lah misalnya : I. Pendirian gedung-gedung atau bangunan-bangunan lain di seki- tar bangunan sejarah. I. Pencoretan - pencoretan dan penggoresan-penggoresan pada peninggalan sejarah dan kepur- bakalaan, III. Kebisingan oleh karena tempat atau benda bersejarah biasanya dianggap mempunyai arti yang religo-magis bagi penduduk di sekitamya. Benda tersebut di- anggap merupakan bagian dari ekosistemnya, IV. Pemindahan peninggalan-pening- galan sejarah dan kepurbakalaan, Vv. Tindakan memperjual _belikan dan mengekspor peninggalan-pe- ninggalan sejarah dan kepurba- kalaan. Masalahnya adalah, bagaimana men- cegah pencemaran terhadap peningga- lan sejarah dan kepurbakalaan yang sedemikian besar artinya bagi masya- rakat ? PENGENDALIAN SOSIAL Pengendalian sosial atau sistem pe- ngendalian sosial merupakan suatu ke- giatan direncanakan maupun yang dak direncanakan, untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi kaedah- kaedah dan nilai-nilai yang berlaku da- lam masyarakat Tujuan utamanya adalah, agar perilaku warga masyara- kat tidak terlalu menyimpang, sehing- ga mungkin akan menggoyahkan inte- grasi kehidupan bersama yang diang- gap pantas atau wajar. Dengan demiki- an diharapkan terjadinya keserasian antara stabilitas dengan perubahan-pe- rubahan (Soerjono Soekanto & Sole- man B Taneko 1981 : 92). Secara sosiologis, dimungkinkan un- tuk membedakan antara dua jenis pe- ngendalian sosial, yaitu pengendalian sosial formil dan indormil. Yang per tama menunjuk pada tata cara yang di- bentuk dengan sengaja oleh badan-ba- dan resmi, tata cara mana dapat di- paksakan berlakunya. Yang kedua da- ya berlakunya senantiasa tergantung pada kenyataan apakah warga masya- rakat menyukainya atau tidak, atau apakah warga masyarakat mengakui- nya atau tidak (Roucek & Warren 1962 : 165). Hukum di dalam arti norma atau kaedah, biasanya dibedakan antara hukum tertulis dengan hukum tidak tertulis (atau hukum kebiasaan atau hukum adat). Hukum tertulis meru- pakan suatu sistem pengendalian so- sial formil, oleh karena terdiri dari peraturan perundang-undangan (dan traktat atau perjanjian internasional) yang secara sah dibuat oleh badan-ba- dan yang berwenang secara resmi. Hukum tidak tertulis merupakan sis- tem pengendalian sosial informil, oleh karena timbul dari adat-istiadat masya- rakat, yang kemudian diakui oleh pe- nguasa ataupun warga-warga masyara- kat itu sendiri. Apabila pembicaraan dibatasi pada hukum tertulis saja, maka agar supaya 210 hukum tersebut efektif, perlu ada kaitan yang serasi antara paling sedikit empat faktor, yakni : I. Secara teoritis-rasionil, teorit empiris dan empiris-praktis, hu- kum tadi adalah baik, Il. Mentalitas penegak hukum tidak terlalu tercela, Ill, Fasilitas untuk penegakan hu- kum secara relatif memadai, IV. Warga masyarakat mengetahui, memahami, mentaati dan meng- hargai hukum tersebut Apabila suatu hukum tertulis yang bertujuan mengendalikan pencemaran memenuhi syarat-syarat tersebut, ma- ka pencemaran akan dapat dikendali- kan dengan baik. Sebagai contoh, akan disajikan suatu peraturan atau hukum tertulis, khususnya mengenai peninggalan sejarah dan kepurbakala- an, yang dikenal dengan sebutan Mo- numenten Ordonnantie. MONUMENTEL ORDONNATIE Monumenten Ordonnantie (selan- jutnya disingkat M.O.) merupakan sua- tu peraturan yang dikeluarkan atas da- sar pasal 61 ayat IT 1.S., yang mengatur soal-soal intern wilayah Hindia Belan- da. M.O tersebut dikeluarkan pada ta- hun 1931 dan bernomor 138, dan ke- mudian dirubah dengan ordonnantie tahun 1934 nomor 515. M.O. terse- but bertujuan untuk melindungi benda ("zaken”) yang mempunyai ni- lai yang penting bagi prasejarah, se- jarah kesenian atau palaeo antro- pologi (semula "palaeontologie”; ke- mudian dirubah menjadi ”palaeo-an- thropologie” menurut Staatsblad ta- hun 1934 nomor 515). Yang. diartikan sebagai monumen, adalah (pasal 1) : I. Benda-benaa tetap maupun ber gerak yang dibuat manusia, ba- gian atau kumpulan benda-ben- da serta sisa-sisanya yang ber umur lebih dari 50 tahun atau sedikit-dikitnya memiliki masa langgam 50 tahun serta diang- gap mempunyai nilai_penting mS” lV Hukum dan Pembangunan bagi prasejarah, sejarah atav kesenian; I. Benda-benda ( "Voorwerpen” ) yang dari sudut palaeoantropo logi mempunyai nilai penting; all. Tempat-tempat yang atas dasar petunjuk yang kuat, mengan- dung benda-benda tersebut di atas di dalam sub I dan II. Larangan-larangan yang diatur di dalam M.O. tersebut, adalah antara lain (pasal 6, 7, 8 dan 9) : I. Mengekspor benda-benda terse- but (termasuk didalamnya ben- da-benda yang berasal dari za- man sebelum masa Islam, yang belum tercatat), I, Memperbaiki, menghancurkan, merubah wujud, bentuk atau penggunaannya, Mengambil’ benda-benda tetap atau memisahkan benda-benda bergerak, JV. Mengalihkan hak atas benda tan- pa pemberi tahuan kepada Ke- pala Dinas Purbakala, V. Menemukan tanpa melaporkan kepada Kepala Daerah, VI. Melakukan penggalian-penggali- an tanpa izin tertulis dari Kepala Dinas Purbakala. Delik-delik yang terjadi, dikwalifi- kasikan sebagai pelanggaran dan bukan sebagai kejahatan. Pelanggaran terse- but, diancam dengan hukuman kuru- ngan paling lama tiga bulan atau den- da paling banyak 500 gulden. Kemu- dian dikeluarkan serangkaian peratur- an-peraturan perundang - undangan yang lebih rendah tingkatnya, yakni antara lain : 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor Pem. 65/1/7/60, Il. Instrusi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 8/M/1972, II. Instruksi Menteri. Pendidikan dan Kebudayaan nomor 01/ A1/1973, IV. Surat Keputusan bersama Men- teri Perdagangan, Menteri Keua- ngan dan Gubernur Bank Sentral Pencemaran Lingkungan nomor 27/A/Kpb/II/1970, no- mor KEO-62/MK/II/2/1970, dan nomor KEP 3 BGI/1970, V. _ Instruksi Kopkamtib nomor 002/KOPKAM/1973 Masalahnya adalah, apakan per aturan perundang-undangan tersebut di atas mampu untuk mencegah ter- jadinya pencemaran benda-benda yang merupakan peninggalan sejarah dan kepurbakalaan. Kalangan-kalangan res- mi tertentu, menganggap bahwa per- aturan perundang-undangan dari za- man Hindia Belanda itu sudah tidak efektif lagi, dengan terutama menda- sarkannya pada ancaman hukuman yang terlampau ringan, oleh karena penyelewengan terhadap M.O. hanya dikwalifikasikan sebagai pelanggaran belaka. Apakah masalahnya seseder- hana itu? Memang perlu diakui, bahwa M.O. sudah tidak memadai lagi; tidak sa- ja dari sudut ancaman hukuman yang tercantum didalamnya, akan tetapi juga mengenai ha-hal lainnya, mi- salnya, tentang masalah pendaftaran peninggalan-peninggalan sejarah dan kepurbakalaan. Akan tetapi hal itu juga tidak dapat dilepaskan dari mentalitas penegak hukum, misalnya, petugas-petugas yang menangani per- kara-perkara benda-benda tersebut, maupun hakim yang mengadili perkara tersebut. Sebab, walaupun merupakan peraturan yang khusus, akan tetapi terhadap perbuatan-perbuatan menye- leweng tersebut dapat dikenakan per- aturan lainnya, misalnya, apabila ter jadi penyelundupan dapat dikenakan Undang-Undang Darurat nomor 7 ta- hun 1955 yang ancaman hukuman- nya relarif berat. Selain daripada itu, maka untuk pencurian dapat dikena- kan’ pasal 362 KUHP, dan seterusnya. OO OO 211 Warga masyarakat juga perlu di- beri penerangan dan penyuluhan hu- kum. Merekalah yang dapat memban- tu terjadinya pencegahan terhadap pencemaran peninggalan sejarah dan kepurbakalaan tersebut. Bahkan ka- lau sudah ada kepercayaan-kepercaya- an tertentu, maka hal tersebut dapat diperkuat, sehingga _pemnggalan-pe- ninggalan tersebut terhindar dari ta- ngan-tangan iahat. PENUTUP Segi hukum dari pengendalian ter- hadap pencemaran lingkungan hidup, merupakan masalah yang sangat luas ruang lingkupnya. Tidak semua aspek pencemaran lingkungan hidup akan da- pat dikendalikan dengan memperguna- pencemaran lingkungan hidup akan da- pat dikendalikan dengan memperguna- kan hukum sebagai sarananya. Perlu juga di sarana lainnya yang mungkin ‘dapat dimanfaatkan. Hukum hendaknya dija- dikan sarana yang paling akhir, yaitu apabila sarana-sarana lainnya sudah tidak ada hasil positifnya. Di dalam mempergunakan hukum juga ada dera- jat-derajatnya, misalnya, biasanya pada awalnya dipergunakan hukum perdata, kemudian hukum administrasi. Kalau penggunaan hukum administrasi juga tidak menghasilkan sesuatu yang posi- tif, maka barulah dipergunakan hu- kum pidana yang sebenarnya merupa- kan suatu "ultimum remidium”. Akan tetapi yang lebih penting lagi ada- lah masukan dari para abli lingkungan mengenai masalah-masalah apa yang perlu mendapat pengaturan hukum. Kalangan hukum yang kemudian akan merumuskan kaedah-kaedah hukum- nya, yang materinya berasal dari ka- langan lingkungan atau ekologi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Otte Soemarwoto, Permasalanan Lingkungan Hidup. Makalah pada Seminar Segi-Segi hukum dari Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : 25 — 27 Maret 1976. Martono Yuwono, Masalah pelestarian Lingkungan Hidup Manusia, suatu Pendekatan Pemugaran. Kertas Kerja pada Seminar Pemugaran dan Perlindungan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Yogyakarta 18 = 21 Januari, 1981. oe ie Hukum dan Pembangunan Roucek and Warren, Sociology, an Introduction. Peterson, N.J. : Littlefield, Adams & Co, 1962. Soeriaatmadja, R.E. Pendekatan Ekologis dalam Pemugaran dan Perlindungan Peningga- Jan Sejarah dan Purbakala. Kertas Kerja pada Seminar Pemugaran dan Perlindungan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Yogyakarta : 18 — 21 Januari 1981 Soerjono Soekanto & Soleman b Taneko. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : Penerbit C.V. Radjawali, 1981 St. Munadjat Danusaputro, Tentang Pencegahan Pencemaran Laut. Makalah pada Semi- nar SegkSegi Hukum dari Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : 25 — 27 Maret 1976. Suwandhi Hendromartono. Masalah Kerusakan Bangunan Purbakala dan Peninggalan Nasional dan Usaha Perbaikannya. Kertas Kerja pada Seminar Pemugaran dan Per- lindungan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Yogyakarta : 18 — 21 Januari 1981. Uka, Tjandrasasmita. Pencegahan terhadap Pencemaran Peninggalan Sejarah dan Kepur- bakalaan sebagai Warisan Budaya Nasional. Makalah pada Semianr Segi-Segi Hukum. dari Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : 25 — 27 Maret 1976. INILAH TERBITAN KAMI YANG TERBARU DI BIDANG HUKUM TETAP BERMUTU ! 1, Bushar Muhamad, SH. : — POKOK-POKOK HUKUM ADAT, 104 him Rp. 1.000,-— 2. Marhainis Abdulhay, SH. : — DASAR-DASAR ILMU HUKUM I, 244 him. Rp. 2.250,--— — DASAR-DASAR ILMU HUKUM II, 220 hlm. Rp. 2.000.-— 3. R. Suryatin, Drs, Iur : — HUKUM IKATAN, 304 him Rp. 2.500, 4. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA, 186 him. Rp. 1.000,--— 5. BR. Sarasih, SH. : ~ HIMPUNAN UNDANG-UNDANG dan Per- UNDANGAN PEMERINTAH DAERAH 700 him. Rp. 5.000,- mintalah daftar buku pada PENERBIT DAN TOKO BUKL PT. PRADNYA PARAMITA JLN. KEBON SJRIH 66 TELEPON (021) 360411 TEROMOL POS 146/sKT

Anda mungkin juga menyukai