Tugas Kelompok IV Hukum Acara Pidana Grup F-Dikonversi
Tugas Kelompok IV Hukum Acara Pidana Grup F-Dikonversi
DOSEN PEMBIMBING:
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Kasih dan
Karunia-Nya, sehingga kami kelompok IV dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Penyelidikan dan Penyidikan” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah sederhana ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana pada program studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya, Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Dr. Marlina, SH.,M.Hum, selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Hukum Acara Pidana.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Kami selaku penulis sangat
mengharapkan saran maupun kritik yang membangun dari para pembaca, agar dalam penulisan
makalah-makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita tahu, Negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum yang
demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas
kekuasaan semata-mata. Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum
untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah Hukum Pidana dan Hukum
Acara Pidana.1 Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakikatnya
hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana
atau yang juga dikenal dengan sebutan hukum pidana formal lebih tertuju pada ketentuan yang
mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan
menjatuhkan pidana. Sedangkan hukum pidana (materiil) lebih tertuju pada hukum yang
mengatur tentang kejahatan atau perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dihukum dengan
pidana yang ditentukan undang-undang dan terhadap siapa saja pidana tersebut dapat
dikenakan.2 Hukum acara pidana merupakan keseluruhan aturan hukum yang mengenai cara
melaksanakan ketentuan hukum pidana, jika ada pelanggaran terhadap norma-norma yang
dimaksud oleh ketentuan ini. Sehingga hukum acara pidana diciptakan sebagai sarana dalam
rangka penegakan hukum dan keadilan dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan tentram
dalam masyarakat.
Sebagai bentuk dari perwujudan Indonesia merupakan negara hukum maka dibuatlah peraturan
perundang-undangan yang salah satu dari perundang-undangan tersebut adalah Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur bagaimana cara beracara dalam hukum pidana.
Yang mana dalam buku pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
disebutkan bahwa “Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya minta
pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak
pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm. 160.
2
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 9.
1
Dalam KUHAP dikenal adanya istilah penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan merupakan
tahap permulaan dalam proses penyidikan, penyelidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari fungsi penyidikan, karena untuk melakukan proses penyidikan yang
menentukan tersangka dalam tindak pidana harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk
menentukan apakah perbuatan tertentu merupakan perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan
penyelidik dengan mengumpulkan bukti permulaan yang cukup. Fungsi penyelidikan antara
lain sebagai perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan
pembatasan yang ketat dalam penggunaan alat-alat pemaksa, ketatnya pengawasan dan adanya
lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi, dikaitkan bahwa tidak semua peristiwa yang terjadi
dan diduga sebagai tindak pidana itu terlihat bentuknya secara jelas sebagai tindak pidana.3
Adapun penyidikan tindak pidana pada hakikatnya adalah suatu upaya penegakan hukum yang
bersifat pembatasan dan pengekangan hak-hak warga negara, bertujuan untuk memulihkan
terganggunya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum agar
terpelihara dan terciptanya situasi keamanan dan ketertiban, oleh karena penyidikan tindak
pidana juga merupakan bagian dari penegakan hukum pidana, maka harus dilaksanakan
berdasarkan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.4
Berdasarkan Pasal 4 KUHAP yang dapat menjadi penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia. Jadi yang dapat menjadi penyelidik hanya anggota kepolisian saja,
berbeda halnya dengan penyidik, yang dapat menjadi penyidik bukan hanya anggota kepolisian
saja, tetapi pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Berdasarkan uraian singkat diatas maka penulis berkeinginan untuk menulis sebuah makalah
yang berjudul “PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN”
3
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 56.
4
Djisman Samosir, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung, 2013, hlm. 10.
2
5. Bagaimana prosedur pengehentian penyelidikan dan penyidikan?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Penyelidikan
Penyelidikan merupakan tahap permulaan dalam proses penyidikan,
penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan, karena
untuk melakukan proses penyidikan yang menentukan tersangka dalam tindak pidana
harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk menentukan apakah perbuatan
tertentu merupakan perbuatan pidana atau tidak yang dilakukan penyelidik dengan
mengumpulkan bukti permulaan yang cukup. Fungsi penyelidikan antara lain sebagai
perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia, adanya persyaratan dan
pembatasan yang ketat dalam penggunaan alat-alat pemaksa, ketatnya pengawasan dan
adanya lembaga ganti kerugian dan rehabilitasi, dikaitkan bahwa tidak semua peristiwa
yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu terlihat bentuknya secara jelas
sebagai tindak pidana.
Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi
penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan
pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. Jadi, sebelum dilakukan
tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan
maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar
dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan
dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak
berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak
pidana.
Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
memberikan definisi “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”Apakah maksudnya ini sama dengan reserse? Di dalam organisasi
kepolisian justru istilah reserse ini dipakai. Tugasnya terutama tentang penerimaan
laporan dan pengaturan serta penyatop orang dicurigai untuk diperiksa. Jadi, berarti
penyelidikan ini tindakan untuk mendahului penyidikan, jika dihubungkan dengan
4
teori hukum acara pidana seperti dikemukakan oleh van Bemmelen, maka
penyelidikan ini maksudnya ialah tahap pertama dalam tujuh tahap hukum acara
pidana, yang berati mencari kebenaran.
5
Admin, Satreskrim Polres Ngawi Ungkap Kasus Curanmor dengan Pelaku Seorang Wanita, diakses dari
http://ngawi.jatim.polri.go.id/satreskrim-polres-ngawi-ungkap-kasus-curanmor-dengan-pelaku-seorang-
wanita/, pada tanggal 12 November 2021, pukul 11.19.
5
❖ Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
❖ Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP
Tahapan Penyelidikan
• Awal dimulainya penyelidikan
Dalam melakukan penyelidikan Polres Ngawi sangat memperhatikan nilai-nilai
perlindungan hak asasi manusia dan pembatasan ketat terhadap penggunaan
upaya paksa, dimana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang
terpaksa dilakukan. Penyelidikan mendahului Tindakan-tindakan lain yaitu
menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat dilakukan
penyidikan atau tidak. Dengan demikian, penggunaan upaya paksa dapat
dibatasi hanya dalam keadaan terpaksa demi kepentingan yang lebih luas.
Adapun hal yang perlu diperhatikan untuk memulai melakukan penyelidikan
didasarkan pada hasil penilaian terhadap informasi atau data-data yang
diperoleh. Sedangkan informasi atau data-data yang dilakukan untuk
melakukan penyelidikan oleh Polres Ngawi dapat diperoleh melalui:
2.1.2 Penyidikan
Tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting dalam rangkaian tahap-
tahap yang harus dilalui suatu kasus menuju pengungkapan terbukti atau tidaknya
dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap
penyidikan tidak bisa dilepaskan dari adanya ketentuan perundangan yang mengatur
mengenai tindak pidannanya.
6
Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing
(Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). Pasal 1
angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan definisi
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.”
Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing menurut Depinto, penyidik
(opsporing) berarti “Pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu
ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar
kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum.”
Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, serta
karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia. Bagian-
bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut:
❖ Ketentuan tentang alat-alat penyidik;
❖ Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik;
❖ Pemeriksaan ditempat kejadian;
❖ Pemanggilan tersangka atau terdakwa;
❖ Penahanan sementara;
❖ Penggeledahan;
❖ Pemeriksaan atau interogasi;
❖ Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan ditempat);
❖ Penyitaan;
❖ Penyampingan perkara;
❖ Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengambilannya kepada
penyidik untuk disempurnakan.
Penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti agar dapat ditemukan tersangka. Sedangkan menurut K. Wantjik
Saleh yang dikutip dalam jurnal hukum Sahuri Lasmadi, penyidikan sendiri diartikan
yaitu: “Usaha dan tindakan untuk mencari dan menemukan kebenaran tentang apakah
betul terjadi suatu tindak pidana, siapa yang melakukan perbuatan itu, bagaimana sifat
perbuatan itu serta siapakah yang terlibat dengan perbuatan itu.”
Penyidik sebelum melakukan penyidikan wajib terlebih dulu mengirimkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa dalam lingkup wilayah
7
hukumnya. Tujuan penyampaian SPDP kepada kejaksaan adalah sebagai sarana fungsi
pengawasan horisontal. Di dalam praktek masih banyak terjadi penyidik telah
melakukan penyidikan tetapi belum mengirimkan SPDP dan baru dikirim pada saat
menjelang atau pada saat berkas perkara dilimpahkan. Belum dikirimnya SPDP akan
menimbulkan beberapa kesulitan buat penyidik yaitu: penyidik akan mengalami
kesulitan jika akan menghentikan penyidikan, penyidik akan mengalami kesulitan bila
memerlukan perpanjangan penahanan.
Dalam praktek, pemecahan permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara
“negosiasi”, tetapi sebenarnya bukan pemecahan permasalahan yang komprehensif
karena fungsi kejaksaan sebagai pengawas tidak dilaksanakan dengan baik. Penyidikan
adalah tugas dan wewenang dari penyidik untuk mengumpulkan alat bukti dan barang
bukti sehingga menjadi terang tindak pidana dan sekaligus ditentukan si tersangkanya.
Dari rumusan pengertian tersebut, penentuan tersangka merupakan tahap akhir dari
proses penyidikan. Tersangka baru dapat ditentukan setelah terang atau jelas bahwa
perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana yang didasarkan pada alat bukti dan barang
bukti belum cukup.
Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik. ”Penyidik
adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan”. Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti
tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu :6
1) Penyidik adalah :
❖ Pejabat Polisi Negara Indonesia;
❖ Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Yahya Harahap memberikan penjelasan mengenai penyidik yaitu “Sebagaimana yang
telah dijelaskan pada pembahasan ketentuan umum Pasal I Butir 1 dan 2, Merumuskan
pengertian penyidikan yang menyatakan, penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat
pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang. Sadangkan
penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan
mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang suatu tindak
6
Sahuri Lasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana Korupsi Pada
Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2, Nomor 3, Universitas Jenderal
Soedirman Fakultas Hukum, Purwokerto, Juli, 2010, hlm. 10.
8
pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak
pidananya.7
Seorang penyidik melakukan penyidikan adalah dalam usaha menemukan alat bukti
dan barang bukti, guna kepentingan penyidikan dalam rangka membuat suatu perkara
menjadi jelas/terang dan untuk mengungkap atau menemukan tersangka kejahatan.
7
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta,
2000, hlm. 112.
9
Tersangka Nomor: SP.Tap/176/IX/2021/Ditreskrimum dan Surat Perintah
Penangkapan Nomor: SP/Kap/205/IX/2021/Ditreskrimum;
5. tanggal 29 September 2021 dikeluarkan oleh Penyidik Surat Perintah
Penahanan Nomor : Sp. Han/ 127/ IX/2021/ Ditreskrimum Polda Sumatera
dan Sdr. Sujono ditahan selama 20 hari dan akan di perpanjang jika masih
diperlukan untuk proses penyidikan.8
8
Laporan Polisi Nomor : LP/1307/VII/2020/SUMUT/SPKT II Polda Sumatera Utara
9
Rovan Kaligis. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Lex Crimen. Volume
II. Nomor 4. Hlm 17.
10
Dalam penyelidikan dilakukan oleh polisi, penyelidikan juga dilakukan oleh kejaksaan
Republik Indonesia. Keberadaan Kejaksaan Republik Indonesia, sebagai institusi penegakan
hukum, mempunyai kedudukan yang sentral dan peranan yang strategis di dalam suatu negara
hukum karena institusi Kejaksaan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses
pemeriksaan di persidangan, sehingga keberadaanya dalam kehidupan masyarakat harus
mampu mengemban tugas penegakan hukum.
Penyelidik kejaksaan mempunyai peranan dibidang penyelidikan yaitu meninindak
lanjuti laporan masyarakat atau informasi instansi akan adanya indikasi terjadinya
penyimpangan terhadap keuangan negara. Tindak lanjut tersebut disamping untuk mencari
bukti sesuai dengan acuan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga untuk
mengamankan barang bukti dan tersangka supaya tidak hilang dan melarikan diri. Pengamanan
tersebut mutlak diperlukan karena bukti awal tersebut merupakan dukungan utama bagi bidang
pidana khusus dalam upaya pemeriksaan ke tingkat penyidikan.
10
Peran jaksa penyelidik dalam melakukan penyelidikan terhadap informasi adanya
dugaan tindak pidana korupsi sangat besar. Penyelidik sebagai pencari informasi awal dalam
menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dituntut untuk dapat menjalankan fungsi
penyelidikan dalam menemukan dugaan tindak pidana korupsi. Tugas yang diemban oleh
penyelidik yakni mengumpulkan data serta bahan bahan keterangan yang mendukung telah
terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan tugas dan wewenang penyelidik kejaksaan
tersebut, yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 22.
Menurut ketentuan dalam Pasal 5 KUHAP, penyelidik karena kewajibannya memiliki
kewenangan antara lain sebagai berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Mencari keterangan dan barang bukti;
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab;
5. Alas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
• penangkapan, larangan meninggatkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
• pemeriksaan dan penyitaan Surat;
10
Fahririn. 2019. Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Penyelidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Dalam
Rangka Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi. Supremasi Jurnal Hukum. Volume 2. Nomor 1. Hlm 87.
11
• mengambit sidik jari dan memotret seorang;
• membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik;
6. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan
sebagaimana tersebut diatas;
7. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang
melakukan penangkapan.
1) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam Undang-Undang ini.
2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan:
a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b. dalam hal penyidikan sudah dianggap;
Berita acara yang disebutkan dalam Pasal 8, diatur dalam Pasal 75 KUHAP :
11
Hamzah Andi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985,
12
Yudowidagdo Hendrastanto, Kesuma Anang Suryanata, Adji Sutio Usman dan Ismunarto Agus, Kapita Selekta
Hukum Acara Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, h. 99.
12
i. pemeriksaan di tempat kejadian;
j. pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
1) Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut
pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.
2) Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2)
ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1)
Untuk melaksanakan tugasnya dalam proses penyidikan, penyidik diberikan wewenang oleh
peraturan perundang-undangan. Kewenangan Penyidik tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 7
KUHAP yang terdiri dari:
a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
Selain penyidik, juga terdapat penyidik pembantu dalam proses penyidikan. Berdasarkan pasal 11
KUHAP, penyidik pembantu memiliki wewenang yang sama dengan penyidik, kecuali mengenai
penahanan. Mengenai penahanan, harus ada pelimpahan wewenang dari penyidik. Dari penjelasan pasal
11 menyatakan bahwa pelimpahan wewenang penahanan kepada penyidik pembantu hanya diberikan
dalam keadaan yang sangat diperlukan, atau karena terdapat hambatan perhubungan di daerah terpencil,
atau di tempat yang belum ada petugas penyidik, dan/atau dalam hal lain yang dapat diterima menurut
kewajiban.13
13
Dina Pratiwi, Tria., “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyidik Anak yang Melakukan Tindak Kekerasan
Terhadap Anak Pada Saat Proses Penyidikan”, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, 2014
13
14
Maka dilihat dari pengertian yang ada maka tujuan dari penyelidikan adalah
mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang digunakan untuk
menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana atau bukan.
Siapa yang dapat dipertanggung jawabkan (secara pidana) terhadap tindak pidana tersebut.
Penyelidikan bisa dilakukan terhadap orang, benda, dan tempat, yang patut diduga ada
indikasi tetah terjadi tindak pidana. Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama
permulaan penyidikan. Akan tetapi, penyelidikan bukan merupakan tindakan yang berdiri
sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisah
dari fungsi penyidikan.
Berdasarkan pada ketentuan dalam KUHAP di atas, maka tujuan penyelidikan
dilaksanakan adalah untuk:
1. Mencari keterangan guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan/diadukan
merupakan tindak pidana atau bukan.
2. Melengkapi keterangan yang telah diperoleh agar menjadi jelas sebelum dapatnya
dilakukan penindakan.
3. Merupakan kegiatan persiapan pelaksana penyelidikan.
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”
14
Rovan Kaligis. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Lex Crimen. Volume
II. Nomor 4. Hlm 16.
14
1. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung Tindakan-tindakan yang antara satu
dengan yang lain saling berhubungan
4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.15
16
Kaligis, Rovan. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Vol. Ii No. 4
15
Lalu dicari keterengan dan barang bukti mengenai laporan tersebut. Bukti awal ini
dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan penerapan wewenang yang
diberikan oleh pejabat penyelidik yaitu menghentikan orang yang dicurigai melakukan
tindak pidana guna melakukan tindakan penyelidikan. Berdasarkan data dan fakta yang
diperolehnya penyelidik dapat menetukan apakah peristiwa itu benar merupakan tindak
pidana dan apakah terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan. “Hasil
yang diperoleh dengan dilaksanakannya penyelidikan tersebut menjadi bahan yang
diperlukan penyidik atau penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri.
Tahapan ini merupakan bagian dari proses mencari keterangan dan barang bukti. dalam
hal melakukan penyelidikan, seorang penyelidik mempunyai kewajiban untuk
menunjukkan tanda pengenalnya guna menghindari adanya penyalahgunaan dari
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bagi seorang penyelidik dalam rangka
melakukan penyelidikan mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan
untuk mempermudah penyelidikan selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang
misalnya penggeledahan pakaian. Tindakan tersebut dapat dilakukan aparat tidak perlu
untuk meminta surat perintah khusus atau dengan surat apapun apabila ada sesuatu
yang dicurigai melakukan tindakan dan dalam hal yang tidak memungkinkan mencari
surat perintah, salah satu contohnya adalah sidak.
Syarat dalam penyelidikan dan salam menyampaikan laporan pelaksanaan tindakan penyelidik
kepada penyidik ialah:
a) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
b) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan jabatan.
c) Tindakan itu harus patut dan masuk akal.
d) Dengan pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa.
e) Menghormati hak asasi manusia.17
17
Munib, M. Abdim. Tinjauan Yuridis Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penyelidikan Dan
Penyidikan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro
16
2.4.2. Alur Proses Penyidikan
Proses penyidikan adalah serangkaian kegiatan yang panjang, mulai dari mencari dan
mengumpulkan barang bukti, penindakan, penahanan, penyitaan, pemeriksaan, pemberkasan,
penyerahan berkas perkara, barang bukti dan tersangka ke kejaksaan. Penyidikan adalah
tindakan kepolisian untuk mencapai fakta atau mengungkap tindak kejahatan dengan
mempertanyakan siapa, apa, dimana, bagaimana dan mengapa tindak kejahatan itu dilakukan.
Dengan kata lain penyidikan atau investigasi adalah proses pengumpulan bukti-bukti dan
bahan-bahan untuk menemukan gambaran-gambaran yang jelas mengenai sebuah kejahatan.
Dugaan bahwa orang atau beberapa orang tertentu yang dinyatakan melakukan melakukan
pelanggaran pidana harus dibuktikan melalui pembuktian secara masuk akal di pengadilan.
Bukti tersebut diperoleh melalui investigasi atau penyidikan. 18 Penyidikan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 1 Angka 2 dan Pasal 6
sampai Pasal 12.Manajemen penyidikan oleh kepolisian diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Apabila bukti-buktinya cukup dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka dari proses
penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan. Dilakukan proses penyidikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Menerima laporan;
b. Pemeriksaan saksi-saksi yaitu saksi dari korban dan saksi yang ditunjuk;
c. Apabila perkara penganiayaan, maka akan dilakukan Visum et repertum;
d. Kemudian dilakukan gelar karya untuk membuktikan bahwa peristiwa awal
terdapat unsur tindak pidananya atau tidak;
e. Pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti guna menemukan tersangkanya;
f. Pemeriksaan tersangka dan apabila sudah cukup bukti maka dilakukan
pemberkasan;
g. Setelah berkas lengkap, kemudian dikirim ke Kejaksaan Negeri;
Peristiwa awal bukan merupakan tindak pidana dan juga tidak memenuhi unsur tindak pidana
maka penyidikan dihentikan dan dikeluarkan SP.3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Pelaksanaan proses penyidikan oleh penyidik Polri, yaitu sebagai berikut:
18
Handika, Tedi, “Pelaksanaan Penyitaan Barang Bukti Narkotika Oleh Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia di Wilayah Hukum POLRESTA Padang (Studi di Satuan Reserse Narkoba Polresta Padang)”,
Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 2018
17
1. Untuk dapat dilakukan suatu penyidikan, dengan mendasari adanya laporan atau
pengaduan masyarakat atau adanya tindak pidana yang ditemukan oleh pihak
kepolisian;
2. Setelah diketahui bahwa adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, maka
dilanjutkan dengan proses penyelidikan;
3. Apabila dalam proses penyelidikan diketahui bahwa unsur-unsur tindak pidana
memenuhi dan ditemukan minimal 2 alat bukti, maka dari proses penyelidikan
ditingkatkan menjadi proses penyidikan dengan dikeluarkannya SPDP (Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan);
4. Memanggil saksi dan tersangka untuk kemudian dilakukan pemberkasan;
5. Apabila berkas yang dibuat oleh penyidik sudah lengkap, maka dilimpahkan ke Jaksa
Penuntut Umum;
6. Akan tetapi, apabila berkas dari Penyidik dirasa oleh Jaksa Penuntut Umum belum
lengkap (P19), maka berkas perkara tersebut dikembalikan ke penyidik kembali;
7. Kemudian penyidik menindaklanjuti petunjuk dari Jaksa mengenai berkas perkara yang
dinyatakan belum lengkap tersebut, untuk selanjutnya dilengkapi sampai berkas
perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (P-21). Kemudian dilakukan
pelimpahan perkara tahap kedua;
8. Selanjutnya penyidik menyerahkan berkas, barang bukti, dan tersangka ke Jaksa
Penuntut Umum. Kepala Kepolisian Resor atau Wakil Kepala Kepolisian Resor yang
menentukan tingkat kesulitan kasus yaitu sangat sulit, sulit, sedang dan mudah,
dijelaskan dalam Pasal 17 Ayat 4 dan Pasal 18 Perkap Nomor 14 Tahun 2012.
Pasal 17 Ayat 4 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 berbunyi: Tingkat kesulitan penyidikan
perkara ditentukan berdasarkan kriteria:
a. Perkara mudah;
b. Perkara sedang;
c. Perkara sulit; dan
d. Perkara sangat sulit.
18
b. Alat bukti cukup;
c. Tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan
d. Proses penanganan relatif cepat.
19
g. Tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki
jabatan tertentu; dan
h. Memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.
Oleh Kejaksaan dilakukan penelitian dan apabila sudah lengkap (P21) kemudian dilakukan
penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik (Kepolisian) ke Jaksa Penuntut Umum
(JPU). Apabila perkara pidana berkaitan dengan objek perkara pidana di tempat yang lain,
maka dilakukan pelimpahan perkara ke satuan lain. Oleh karena itu proses penyidikan
merupakan suatu proses pemeriksaan yang sangat penting untuk memperjelas suatu tindak
pidana.
Dalam rangka penegakan hukum pidana, upaya penyidikan yang dilakukan Polri tidak
hanya didasarkan pada diselesaikannya pemberkasan saja, namun didasarkan pada nilai
keilmiahan. Yang untuk selanjutnya diterapkan dalam proses penyidikan melalui serangkaian
proses yang dinamakan scientific investigation. Proses ini dimaksudkan tidak hanya terbatas
pada pemanfaatan berbagai macam teknologi pendukung yang ada, namun juga penerapan
berbagai macam perkembangan teori-teori hukum dalam mencari dan menemukan alat bukti
dan fakta hukum.19
Hartono menyatakan bahwa dengan dilatarbelakangi oleh pemikiran yang maju dan tidak
terbatas pada apa yang tertulis di dalam perundang-undangan saja maka penegakan hukum
yang dilakukan oleh penyidik dapat dikatakan sebagai model “penyidikan yang progresif”. Dan
dengan perpaduan pendekatan scientific investigation dan penyidikan progresif diharapkan
dapat mewujudkan penegakan hukum yang proporsional, profesional, dan intelektual.20
19
Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 10
20
Ibid
20
Dengan penjelasan Pasal 1 diatas, maka penyelidikan sesungguhnya merupakan
tindakan awal bagi petugas penyelidik kepolisian untuk memastikan atau membuat terang telah
terjadi suatu kejahatan (tindak pidana) atau tidak. Lazimnya, apabila pada suatu peristiwa atau
perbuatan telah terdapat bukti yang cukup yang menunjukkan bahwa telah terjadi suatu
peristiwa pidana atau kejahatan, maka petugas kepolisian tidak perlu lagi melakukan
penyelidikan tetapi bisa langsung ke tahap penyidikan, misalnya telah dilakukan tangkap
tangan kepada pelaku atau tersangka.
Kemudian, merujuk pada Nur Basuki Minarno, beliau berpendapat bahwa apa yang
disebut sebagai penyelidikan sesungguhnya merupakan bagian dari penyidikan, sehingga
dalam pandangannya, penghentian penyelidikan seharusnya dalam tataran normatif, masuk
dalam kategori penghentian penyidikan. Artinya, menurut Nur Basuki Minarno, penyelidikan
merupakan bagian integral dari penyidikan. Oleh karena itu, jika dalam proses penyelidikan
diketahui bahwa perbuatan atau peristiwa yang diduga tersebut bukan termasuk tindak pidana
maka semestinya Surat Penghentian Penyelidikan Perkara diterbitkan untuk menghentikan
pemeriksaan lebih lanjut dari perkara tersebut. Adapun argumentasi hukumnya adalah:
1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pencari keadilan
2. Penyelidikan merupakan bagian integral dari penyidikan
3. Aturan lain di luar KUHAP membolehkan penyelidik mengeluarkan Surat Penghentian
Penyelidikan Perkara untuk tahapan penyelidikan misalnya dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
4. Surat Penghentian Penyelidikan Perkara bukan merupakan keputusan akhir melainkan
dapat dibuka kembali jika diketemukan bukti baru.
Lebih lanjut Nur Basuki Minarno menyebutkan bahwa interpretasi (penafsiran)
sistematis dapat dipergunakan untuk menjustifikasi perkara yang tengah diselidiki yaitu dengan
penerbitan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara. Tentunya, interpretasi atas penyelidikan
ini dapat ditindaklanjuti dengan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara. Namun, perlu diingat
bahwa penerbitan surat tersebut harus disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Artinya, interpretasi tidak dapat
dilakukan secara sewenang- wenang atau tanpa dasar. Sebagai contoh, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dapat mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara jika dalam
penyelidikan tidak diketemukan bukti permulaan yang cukup (minimal 2 (dua) alat bukti yang
sah) tentang perbuatan pidana korupsi.
Penghentian penyelidikan, sebagaimana juga penghentian penyidikan, dilakukan
apabila tidak terdapat bukti yang cukup untuk terpenuhinya unsur bahwa peristiwa atau
21
perbuatan tersebut dapat dituntut pertanggungjawaban pidana atau telah memenuhi unsur
pidana. Artinya, aparat kepolisian demi hukum akan menghentikan penyelidikan apabila
peristiwa atau perbuatan pidana yang sedang diselidiki istilah kepolisian dilidik, terindikasi
tidak memiliki cukup bukti untuk dimintakan pertanggungjawaban pidana.
Apabila mencermati seluruh ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, memang tidak ada satu pasal
pun yang mengatur secara jelas tentang penghentian penyelidikan oleh aparat kepolisian.21
Dalam perkembangannya, Kepala Kepolisian Jendral Tito Karnavian tertanggal 27 juli
2018 telah menerbitkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/7/VI/2018 tentang Penghentian
Penyelidikan (S.E Kapolri Penghentian Penyelidikan). S.E Kapolri Penghentian Penyelidikan
tersebut merujuk pada KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak
Pidana dan Perkap Nomor. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Pada dasarnya S.E Kapolri Penghentian Penyelidikan ini bertujuan untuk memberikan
pedoman penghentian penyelidikan guna memberikan kepastian hukum. Hal tersebut
dikarenakan dalam proses penyelidikan, berdasarkan pada fakta dan bukti yang didapatkan
oleh penyelidik dari hasil penyelidikan ternyata fakta dan bukti tersebut tidak memadai maka
penyelidik dapat tidak melanjutkan tahapan penyelidikan terhadap peristiwa tersebut
ketahapan penyidikan yang berarti penghentian penyelidikan.22
Dalam Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/7/VI/2018 tentang Penghentian Penyelidikan
menyebutkan bahwa dalam melaksanakan penghentian penyelidika harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
a. Persyaratan dalam proses penyelidikan:
1. Laporan Polisi, Laporan Informasi, dan pengaduan;
2. Surat Printah Tugas;
3. Surat Printah Penyelidikan;
4. Pengumpulan bahan keterangan;
5. Pengumpulan dokumen;
6. Pendapat ahli (jika diperlukan);
21
Jusuf, Choirul. 2019. Aspek Kepastian Hukum Penghentian Penyelidikan oleh Penyidik POLRI. Thesis:
Universitas Borneo Tarakan
22
Huzaini, Muhammad., Yuherawan, Deni S B. 2021. Kedudukan Hukum dan Fungsi Surat Edaran KAPOLRI
Nomor: SE/7/VII/2018 Tentang Penghentian Penyelidikan. Widya Yuridika: Jurnal Hukum. 4(1).
22
7. Laporan hasil penyelidikan.
b. Mekanisme penghentian penyelidikan
1. Penyelidik membuat laporan hasil penyelidikan guna menentukan apakah
peristiwa tersebut dapat ditingkatkan ke proses penyidikan atau tidak;
2. Penyidik melakukan gelar perkara biasa dan dapat melibatkan fungsi pengawas
dan fungsi hukum pada tingkat:
a) Mabes Polri oleh Direktorat,
b) Polda pada Subdit,
c) Polres pada Satuan,
d) Polsek pada Unit;
3. Menerbitkan Administrasi meliputi:
a) Laporan Hasil Gelar Perkara (absensi, dokumentasi, dan notulen gelar)
b) Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2 Lid) dengan alasan tidak
ditemukan peristiwa pidana;
c) Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan diberikan kepada
pelapor;
c. Apabila pelapor maupun penyelidik menemukan fakta dan bukti baru (novum), maka
penyelidikan dapat dibuka kembali melalui mekanisme gelar perkara dengan
menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Lanjutan
d. Untuk surat ketetapan penyelidikan sebagaimana tercantum dalam lampiran surat
edaran ini.23
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) dan pasal 8 ayat (1) UU No 15 Tahun 2019 tentang
Pembentukan Peratuan Perundang-Undangan, bahwa tidak ada ketentuan mengenai Surat
Edaran maupun Peraturan Kebijakan sehingga Surat Edaran jelas tidak termasuk dalam
Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan
hukum S.E Penghentian Penyelidikan hanya bersifat internal mengikat didalam ruang lingkup
Kepolisian Negara Republik Indonesia saja dan tidak mengikat siapapun di luar lingkup
Kepolisian. Surat Edaran tersebut hanya untuk pemberitahuan mengenai petunjuk teknis
pelaksana ataupun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan didalam mekanisme
penghentian penyelidikan. Oleh karena itu S.E Penghentian Penyelidikan ini tidak
mengandung pasal-pasal sebagaimana dalam undang-undang pada umumnya.
23
Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/7/VI/2018 tentang Penghentian Penyelidikan
23
Fungsi Surat Edaran Kapolri Nomor : SE / 7 / VII / 2018 tentang Penghentian
Penyelidikan untuk mengisi kekosongan hukum perihal mekanisme dan prosedur penghentian
penyelidikan yang tidak diatur di dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana, serta
menjadi petunjuk mengenai tata cara pelaksanaan persyaratan dalam proses penyelidikan serta
mekanisme penghentian penyelidikan yang ditujukan kepada penyelidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia. karena kepala kepolisian memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat
edaran yang berisikan instruksi ataupun pemberitahuan mengenai ketentuan penghentian
penyelidikan yang apabila dalam hal penyelidikan tersebut fakta dan bukti yang dikumpulkan
tidaklah cukup ataupun peristiwa tersebut bukanlah suatu tindak pidana maka penyelidik dapat
menghentikan penyelidikan dan tidak meneruskannya ketahap penyidikan tetapi apabila suatu
saat nanti pelapor ataupun penyelidik mendapatkan fakta dan bukti yang baru (novum) maka
tahapan penyelidikan yang sebelumnya diberhentikan akan dapat dibukakan kembali dengan
melewati mekanisme gelar perkara dan kemudian penyelidik menerbitkan Surat Perintah
Penyelidikan Lanjutan.
1) Untuk menegakkan prinsip peradilan yang cepat, tepat dan biaya ringan, dan sekaligus
untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika penyidik
berkesimpulan bahwa berdasar hasil penyeilidikan dan penyidikan tidak cukup bukti atau
alasan untuk menuntut tersangka di muka persidangan, untuk apa berlarut-larut menangani
dan memeriksa tersangka. Lebih baik penyidik secara resmi menyatakan penghentian
pemeriksaan penyidikan, agar segera tercipta kepastian hukum baik bagi penyidik sendiri,
terutama kepada tersangka dan masyarakat.
2) Supaya penyidikan terhindar dari kemungkinan tuntut ganti kerugian, sebab kalau
perkaranya diteruskan, tapi ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut ataupun
24
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan, edisi
kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 150.
24
menghukum, dengan sendirinya memberi hak kepada tersangka/terdakwa untuk menuntut
ganti kerugian berdasar Pasal 95 KUHAP.
Tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana karena untuk membuat suatu terang peristiwa yang diduga dan menentukan pelaku
sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti atau dari hasil penyidikan diketahui bahwa
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.25
Dan Untuk setiap penghentian penyidikan yang dilakukannya, penyidik yang berwenang wajib
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Jadi yang dimaksud dengan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh penyidik
sebagai bukti telah dihentikannya penyidikan suatu tindak pidana.
25
Harun M. Husein, Op. cit, hlm. 311.
26
Lilik Mulyadi, Op.cit, hlm. 54.
27
M. Yahya Harahap, Op. cit. hlm. 154.
25
Apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang
diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka jika diajukan
ke depan sidang pengadilan, maka penyidik berwenang melakukan penghentian
penyidikan. Untuk dapat mengetahui bahwa dalam suatu penyidikan tidak terdapat cukup
bukti, maka harus diketahui kapankah hasil penyidikan dipandang sebagai cukup bukti.
Untuk dapat dinyatakan sebagai cukup bukti ialah tersedianya minimal dua alat bukti yang
sah untuk membuktikan bahwa benar telah suatu tindak pidana dan tersangkalah sebagai
pelaku yang bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Saksi;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.28
28
Anonimous, KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 271.
29
Yahya Harahap, Loc-cit, hlm. 152.
26
Seseorang tidak dapat lagi dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang
sama, terhadap maana atas perbuatan itu orang yang bersangkutan telah pernah
diadili dan telah diputus perkaranya oleh hakim atau pengadilan yang berwenang
untuk itu di Indonesia, serta putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.30
➢ Tersangka meninggal dunia
Dengan meninggalnya tersangka, dengan sendirinya penyidikan harus
dihentikan. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal pada
abad modern, yakni kesalahan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang
adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pelaku yang bersangkutan.
➢ Kedaluwarsa
Setelah melampaui tenggang waktu tertentu, terhadap suatu tindak pidana tidak
dapat dilakukan penuntutan dengan alasan tindak pidana tersebut telah melewati
batas waktu atau daluwarsa, (Pasal 78 KUHP).
30
Yahya Harahap, Op-Cit, hlm. 153.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
1. Penyelidikan menurut Pasal 1 ayat (5) KUHAP adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyelidikan bukanlah fungsi yang
berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan melainkan hanya merupakan salah
satu cara/metode ataupun merupakan sub dari fungsi penyidikan yang mendahului
tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian
penyidikan dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.
2. Menurut Pasal 1 ayat (2) KUHAP yang dimaksud Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Secara formal
prosedural, suatu proses penyidikan dikatakan telah mulai dilaksanakan sejak
dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang di instansi penyidik.
3. Penyidikan sebagaimana dalam pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan, "Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya." Dengan kata lain tujuan Penyidikan adalah untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dan dengan bukti tersebut tindak pidana yang terjadi menjadi
terang agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Dengan demikian, dari
pengertian tersebut, jelas bahwa penetapan status seseorang menjadi tersangka
merupakan salah satu bagian dalam tahap penyidikan.
3.2 Saran
1. Untuk mewujudkan proses peradilan yang benar sesuai ketentuan hukum yang
berlaku, maka Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai dasar
28
pelaksanaan sistem peradilan pidana perlu segera diperbaharui/disempurnakan, baik
secara total atau parsial, agar proses penanganan perkara atau penyidikan ditentukan
batas waktunya secara tegas dan pasti, demi terwujudnya kepastian hukum serta
menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum
(penyidik), dan sebagai wujud kewajiban pemerintah untuk pemenuhan,
perlindungan, hak-hak asasi manusia (tersangka/terdakwa maupun saksi).
2. Peningkatan profesionalisme para aparat penegak hukum perlu diciptakan
mekanisme kontrol yang efektif serta perbaikan institusi penegak hukum, khususnya
penyidik dalam hal rekrutmen, mengadakan pelatihan atau program pendidikan
hukum secara konsisten, pembekalan etika profesi, serta peningkatan moral para
aparat penegak hukum.
29
DAFTAR PUSTAKA
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm.
160.
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 9.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm.
160.
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 9.
Husein, M. harun. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. (Jakarta : PT rineka
Cipta,1991) hlm 56
Watjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1997), hlm. 48-49
Ali Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana (Proses Persidangan Perkara Pidana), (Jakarta
: PT.Galaxy Puspa Mega, 2002, hlm. 16.
Sahuri Lasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana Korupsi
Pada Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2, Nomor 3,
Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Hukum, Purwokerto, Juli, 2010, hlm. 10.
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, PT. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 56.
Djisman Samosir, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Nuansa Aulia, Bandung, 2013,
hlm. 10.
Admin, Satreskrim Polres Ngawi Ungkap Kasus Curanmor dengan Pelaku Seorang Wanita,
diakses dari http://ngawi.jatim.polri.go.id/satreskrim-polres-ngawi-ungkap-kasus-curanmor-
dengan-pelaku-seorang-wanita/, pada tanggal 12 November 2021, pukul 11.19.
Rovan Kaligis. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Lex
Crimen. Volume II. Nomor 4. Hlm 17.
Fahririn. 2019. Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Penyelidik Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat Dalam Rangka Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi. Supremasi Jurnal Hukum.
Volume 2. Nomor 1. Hlm 87.
Hamzah Andi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985,
Yudowidagdo Hendrastanto, Kesuma Anang Suryanata, Adji Sutio Usman dan Ismunarto
Agus, Kapita Selekta
30
Hukum Acara Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, h. 99.
Dina Pratiwi, Tria., “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Penyidik Anak yang Melakukan
Tindak Kekerasan Terhadap Anak Pada Saat Proses Penyidikan”, Fakultas Hukum,
Universitas Airlangga, 2014
Rovan Kaligis. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Lex
Crimen. Volume II. Nomor 4. Hlm 16.
Kaligis, Rovan. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Vol.
Ii No. 4
Handika, Tedi, “Pelaksanaan Penyitaan Barang Bukti Narkotika Oleh Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia di Wilayah Hukum POLRESTA Padang (Studi di Satuan Reserse
Narkoba Polresta Padang)”, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 2018
Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum
Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 10 Ibid
Jusuf, Choirul. 2019. Aspek Kepastian Hukum Penghentian Penyelidikan oleh Penyidik
POLRI. Thesis: Universitas Borneo Tarakan
Huzaini, Muhammad., Yuherawan, Deni S B. 2021. Kedudukan Hukum dan Fungsi Surat
Edaran KAPOLRI Nomor: SE/7/VII/2018 Tentang Penghentian Penyelidikan. Widya
Yuridika: Jurnal Hukum. 4(1).
31