Anda di halaman 1dari 8

BAB I

EKSISTENSI TUHAN DALAM ISLAM


(ALLAH)

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Mendefinisikan arti dari istilah aqidah dan tauhid
2. Membedakan antara tauhid rububiyah dan uluhiyah
3. Memberikan contoh-contoh praktek kehidupan mayarakat yang bertentangan
dengan tauhid rububiyah dan uluhiyah. Masing-masing 3 contoh.
4. Menunjukkan ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan tauhid rububiyah,
uluhiyah serta asma wa shifat (masing-masing 5 ayat).
5. Menjelaskan hakekat kemusyrikan secara logis.
6. Menyebutkan dan menjelaskan macam-macam bentuk kemusyrikan.
7. Menentukan sikap yang benar terhadap teman, keluarga, masyarakat yang musyrik.
8. Menjelaskan mengapa manusia berhajad kepada kehadiran Rasul-Rasul.
9. Membuat skema mata rantai kerasulan sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad
saw.
10. Mengilustrasikan dengan gambar sistematika bagaimana Allah memberikan
petunjuk tentang hakekat tuhan, alam dan manusia itu sendiri melalui Rasul-Rasul
setelah akal dan rasa manusia tidak mampu keluar dari relativitas rasio dan rasanya.
11. Menyebutkan apa misi utama rasul-rasul Allah dalam tugas kerisalahannya.

A. URGENSI TAUHID DAN BAHAYA SYIRIK


1. Urgensi Tauhid.
Ilmu tentang tauhid merupakan kebutuhan pertama dan utama dalam kehidupan
berislam. Ketidakpahaman terhadap ajaran tauhid akan dengan mudah menjerembabkan
seseorang pada syirik. Tidak ada dosa yang lebih besar dan mengancam keselamatan
akhirat seorang hamba dari pada dosa syirik. Diantara bahaya yang disebabkan
perbuatan syirik di dalam al-Qur’an adalah:
a. Dosa syirik yang dibawa mati tak terampuni bahkan menghapus amal kebaikan.
4:48, 6:88,
b. Dosa syirik menyebabkan dihapuskan amal shaleh seseorang (az-Zumar: 64-65,
c. Dosa syirik membawa pada kedhaliman yang terbesar (Luqman: 13).
Masalah:
 Mengaku muslim bahkan mukmin tapi banyak yang berbuat kemusyrikan! Namun,
anehnya mereka masih optimis masuk syurga?

B. MAKNA TAUHID

Tauhid adalah bentuk masdar dari wazan ‫ح ْيدًا‬ ِ ‫ َو َّح َد – ي َُوحِّ ُد – تَ ْو‬yang berarti
ketunggalan, kesatuan, keutuhan, keesaan, kebulatan. Lawan dari kata tauhid adalah kata
َ ْ‫ يُ ْش َر ُك ـ َش ِري‬-‫( َش ِر َك‬syarika-yasyraku-syarikatan) yang berarti sekutu,
syirik , dari kata ً‫كة‬
teman, rekanan. Tauhid adalah prinsip ketunggalan dan keutuhan, sedangkan syirik adalah
prinsip kekacauan (chaos) kegandaan dan keterpecahan, dalam segala sesuatu.
Dalam hal keyakinan (i’tiqod), aqidah (keterikatan), mentauhidkan Allah artinya
hanya mengikatkan diri secara utuh, bulat, satu-satunya, tidak bercabang; kepada Allah
saja. Dan ikatan (aqidah) macam inilah yang ditetapkan dalam Islam. Jadi aqidah dalam
Islam adalah TAUHID! Sedangkan segala macam ikatan ketuhanan kepada selain ikatan
tunggal kepada Allah, adalah Syirik! Menghadirkan keberadaan Tuhan selain Allah, adalah
naïf, tidak realistis, irrarasional!
C. DALIL AKAL KEESAAN TUHAN

1. Tafsir ketuhanan Yang Maha Esa dalam Sila Pertama Pancasila

Realitas perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan, 17


Agustus 1945 hingga saat ini, menyisakan persoalan yang makin kompleks bagi ummat Islam.
Diantara masalah fundamental dan serius adalah masalah keselamatan ummat Islam dari
marginalisasi dan de-ideologisasi

D. MACAM –MACAM TAUHID

1. Tauhid Rububiyah : Allah Sebagai Rabbul ‘Alamin


(Rububiyah)

Prinsip pertama yang harus diyakini secara bulat dan penuh, adalah bahwa Allah
sebagai rabb al-‘alamin (Tuhan seru sekalian alam). Secara harfiah, diambil dari
rangkaian kata : rabba-yarubbu-rubban, yang artinya mencipta, mengasuh, memimpin,
menguasai, dan mengatur, mendidik. Prinsip ini kemudian dikenal dengan tauhid
rububiyyah. Bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa,
dan pengatur alam seisinya, tidak ada yang ikut serta di dalamnya (Abdul Wahid
hasyim, K.H, 2002 : 16)
Bahwa seluruh manusia telah tertanam benih-benih tauhid rububiyah. Mereka
mengetahui dan yakin (knowledge and believe) bahwa alam ini tidak wujud dengan
sendirinya, tapi diwujudkan oleh Dzat Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Semua
manusia, bahkan tumbuhan, binata
ng, kompak dan sepaham, dalam satu aqidah ini. Bahkan iblis sekalipun tidak
mengingkari hal ini, karena ia tahu langsung, ketika Allah hendak mencipta Adam
(Q.S. al-Baqarah (2) : 30-39). Semua manusia memang sudah memiliki benih-benih
tauhid Rububiyah ini, karena seluruh roh manusia pernah berikrar di hadapan Allah,
bahwa RABB mereka hanyalah Allah, seperti yang diceritakan Allah dalam Surat al-
A’raf : 172 :
‫ت بَِربِّ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ِ َ ُّ‫واِ ْذ اَخ َذ رب‬
ُ ‫ك م ْن بَىِن َاد َم م ْن ظُ ُه ْو ِره ْم ذُِّريََّت ُه ْم َواَ ْش َه َد ُه ْم َعلَى اَْن ُفس ِه ْم اَلَ ْس‬ َ َ َ
ِِ ِِ ِ
َ ‫ىش ِه ْدنَا اَ ْن َت ُق ْولُْوا َي ْو َم الْقيَ َامة انَّا ُكنَّا َع ْن ه َذا َغافلنْي‬
َ َ‫قَالُْوا َبل‬
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari punggung mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka , “Bukankah Aku ini Rabbmu ?” mereka menjawab,
“Benar, kami menjadi saksi”. Supaya di hari akhirat kamu tidak mengatakan, sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang lengah, tidak tahu menahu, tentang hal ini (keesaan Allah).
Q.S. Al-A’raf :172

Dengan demikian, sebenarnya masalah mengesakan Allah secara rububuyah,


telah inheren dalam setiap manusia, apapun agamanya. Tetapi, karena orang tua,
lingkungan, pendidikannya, yang membuat manusia menutupi dan mengingkari cahaya
rububiyah dari dalam qalbunya ini, sehingga ada pertentangan abadi antara hati (qalbu)
atau nurani ketuhanan Allah (God Spot) dengan pikiran, dan perasaan, serta
tindakannya. Namun, ketika pikiran, perasaan, dan tindakannya dalam keadaan lemah
tak berdaya, maka tampaklah dengan sendirinya cahaya nurani yang sesungguhnya itu ,
dan pikiran dan lisannya mengakui keberadaan Allah sebagai pencipta, pengasuh,
penguasa serta pengatur alam semesta ini, termasuk dirinya. Fenomena alamiyah ini
direkam oleh Allah dalam al-Qur’an :
‫س َوالْ َق َمَر لََي ُق ْولُ َّن اهللُ فَاَنَّا‬ ‫م‬ ‫الس‬
َّ ‫ر‬ ‫خ‬
َّ ‫س‬ ‫و‬ ‫ض‬ ِ ‫السماو‬
ِ ‫ات َواأل َْر‬ َّ ‫ق‬ ‫ل‬
َ ‫خ‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ت‬ْ‫ل‬‫ا‬
َ ‫س‬ ‫ن‬ ِ‫ولَئ‬
َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ
‫يُ ْؤفَ ُك ْو َن‬
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka (orang musyrik), “siapakan yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan ?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah “, maka
berapakan mereka (dapat) dapat dipalingkan (dari jalan yang benar/fitrah tauhid) “ (Q.S. Al-Ankabut (29)
: 61).
Pada ayat yang lain :
ِ ‫الس م ِاء م اء فَأَحيا بِ ِه اْألَرض ِمن بع‬
‫ـد َم ْوهِتَا لََي ُق ْولُ َّن‬ ِ ِ
َْ ْ َ ْ َ ْ ً َ َ َّ ‫َولَئ ْن َس اَلَْت ُه ْم َم ْن َن َز َل م َن‬
} 63{ ‫ن‬ َ ‫اهلل ُ قُ ِل احْلَ ْم ُد ِهلل ِبَ ْل أَ ْكَث ُر ُه ْم الَ َي ْع ِقلُ ْو‬
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka (orang musyrik): “siapakah yang
menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka
menjawab: “Allah”. Katakanlah : “Segala puji bagi Allah!” tetapi kebanyakan mereka tidah
memahaminya”. (Q.S. Al-Ankabut (29) : 63)

Oleh karena itu, aqidah Islam mensyaratkan manusia untuk memurnikan


pikiran, dan perasaan yang menimbulkan keyakinan, bahwa “Tidak ada keterlibatan
pihak lain selain Allah dalam urusan penciptaan, pemeliharaan, penguasa dan
pengatur alam semesta seisinya ini”. Misalnya; sebidang tanah ada yang menguasai
(danyang), laut selatan dalam kekuasaan Nyi Rara Kidul, sehingga ia takut dengannya.
Dst.1

2. Tauhid Uluhiyah : Allah sebagai Tuan dari semua tuan.


Tauhid atas dasar pengakuan bahwa hanya Allah-lah Tuan dari semua tuan, dan
manusia adalah hamba-Nya, menuntut manusia rela diatur dan diperintah oleh-Nya. Ini
merupakan konsekwensi dari kejujuran akal, pikiran dan perasaan akan Rububiyahnya
Allah. Sungguh ironis dan inkonsistensi jika mengakui Allah sebagai yang mencipta,
memelihara, memiliki dan mengatur alam semesta, sedangkan dirinya ada di dalamnya, tapi
kemudian yang dihormati, ditaati, ditakuti bukan Allah. Padahal sesuatu itu juga seperti
dirinya, yang tidak berdaya terhadap kekuasaan Allah ! Atau, bagaimana pendapat anda,
jika ada seorang pelayan ada di rumah Bosnya. Dia (bosnya) yang punya rumah, dia yang
membangun, menguasai rumah itu dia yang mengatur rumah itu, dan dia begitu baik pada
pelayannya itu. Segala kebuthannya pelayan-pelayannya dipenuhi. Tetapi, si pelayan itu
justru lebih hormat, taat, dan takut kepada sesama pelayan ? bahkan ada yang lebih hormat
dan takut kepada perabot-perabot rumah milik Bosnya ? Sungguh, kemusrikan uluhiyah
merupakan kebodohan yang sejati. Dan hakekat kebodohan adalah kemusyrikan.
Makna Tauhid uluhiyah, bertumpu pada arti kata “ilah” yang berarti;
َ‫ت اِلَي فُالَ ٍن ا‬ ُ ‫لِ ْه‬ : aku merasa tenang kepada si fulan
ِ
ُ‫اَ لهَ الََّر ُج ُل يَأَله‬ : Seseorang memerlukan pertolongan dari kesusahan yang dialaminya.
ِ ِ
‫رجل‬ ُ َّ‫رج ِل الَي ال‬ ُ َّ‫اَلهَ ال‬ : menfokuskan pada seseorang karena terlalu mencintainya.
‫ص ْي ُل بِاُِم ِه‬
َ ‫اَلِهَ ال ُف‬ : Anak unta mencari induknya karena ia terpisah
ً‫ اُلُ ْو َهة‬- ً‫ اَلِهَ – اِالَ َهة‬: Mengabdi, pengabdian ,
berlindung, perlindungan

Jika di sarikan seluruh arti bahasa tersebut, maka pengertian ilah adalah : sesuatu
(= ......) Yang dicintai, dirindukan, dicari, dicenderungi, dimintai pertolongan,
dibutuhkan dst, sedemikian rupa sehingga ia rela diperhamba oleh sesuatu (=.....) Itu
Atau :
“Segala Sesuatu yang mendominir dirinya, sehingga ia rela dominir olehnya”.
Dengan pengertian ini maka, seseorang yang telah menyatakan secara dewasa bahwa
Allah sebagai satu-satunya ilah, dengan mengucapkan syahadatain, maka dituntut

1
Tauhid Rububiyyah: 2:21, 2:131, 2:139, 3:51, 3:193, 5:28, 5:72, 5:117, 6:45, 6:71, 6:100,
melakukan tindakan ketaatan secara penuh dengan menjalankan syari’at Islam. Beribadah
hanya kepada Allah dengan ketentuan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dan tidak
melakukan peribadatan lain, baik ritual maupun muamalah yang tidak diajarkan dan
dicontohkan Rasulullah.
Dengan kata lain, sebagai postulat akal (dalil akal) bahwa tauhid uluhiyah
merupakan fungsi dari tauhid rububiyah yang murni dan konsekwen. 2
Bertauhid rububiyah harus dalam kerangka bertauhid uluhiyah. Bertauhid
rububiyah yang tidak diikuti dengan tauhid uluhiyah sama halnya dengan aqidahnya
iblis, fir’aun, dan orang-orang jahiliyah. Sebab mereka juga mengakui Allah sebagai
pencipta alam semasta. Tetapi mereka tidak mau mentaati-Nya sebagaimana alam-
semesta, bahkan jasmaninya sendiri telah taat kepada Allah. Memang ironis, aneh, dan
tak bermoral !
Yang menjadi persoalan adalah, selama ini fokus kajian tauhid yang diajarkan dan
ditanamkan di seluruh sekolah, sejak SD hingga Universitas, adalah TAUHID
RUBUBIYAH, bukan tauhid uluhiyah. Yang diajarkan tentang hafalan rukun iman,
sifat-sifat wajib (rububiyah) Allah, sifat jaiz dst. Termasuk materi tauhid yang diajarkan
ditanamkan oleh para kiyai, dan dai-dai lebih bersifat rububiyah! Sedangkan tauhid
uluhiyah, yang menuntut tindakan ketaatan total kepada Allah, justru dijauhi, bahkan
ada yang terang-terangan mengecam! Padahal, secara inhern tauhid rububiyah tidak lagi
menjadi masalah. Maka realitas pendidikan tauhid dan materi dakwah semacam ini,
adalah pemandangan yang paradoksal. Bagaiman mungkin, mengharap ketaatan total
kepada Allah, tetapi materinya tauhidnya hanya menekankan pengakuan tentang sifat-
sifat rububiyah saja, sebagaimana yang ada pada pribadi iblis, dan orang-orang
jahiliyah ? Wajarlah kalau saat ini, ummat Islam, yang yakin Tuhannya Allah, tetapi
peri lakunya , tindakannya, tidak nurut Allah dan Rasul-Nya! Shalat, tetapi tidak
tumbuh dari kesadaran melainkan sekedar mengugurkan kewajiban. Wajarlah kalau
ummat Islam, tak jauh dari sifat musuhnya, yakni Iblis dan orang-orang kafir. Mereka
bermaksiat, orang kafirpun juga berbuat maksiat. Ritualnya tidak mempengaruhi
tindakannya. Tidak beda budaya ummat Islam dengan budaya orang Yahudi dan
Nasrani. Wanita-wanita Yahudi dan Nasrani berpakaian mengumbar aurat, wanita-
wanita muslimat dan siswi-siswi, mahasiswi-mahasiswi muslimat juga berpakaian
mengumbar auratnya, walaupun Allah melarangnya.

3. Tauhid Asma’ wa shifah: Allah Dzat sumber kebaikan dari


segala kebaikan (asma’ ul khusna).

Prinsip tauhid yang ketiga ini menyangkut, nama sekaligus sifat Allah SWT. Bahwa
dengan sifat kesempurnaan dan Maha Rahman dan Rahim-Nya, Allah terlepas dari segala
macam kekurangan dan keburukan. Segala kekurangan dan keburukan hanya melekat pada
manusia dan ciptaannya. Konsekwensi bertauhid rububiyah dan uluhiyah harus bertauhid
asma’ wa shifatiyah. Artinya bahwa tauhid sifat (asma’) ialah iman dan benar-benar
yakin bahwa Allah bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan dan mustahil bersifat
dengan sifat-sifat kekurangan. Oleh kerenanya sifat-sifat Allah tidak boleh dibandingkan
atau disamakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
Sifat kesempurnaan dan kebaikan Allah, yang menyediakan segala kebutuhan manusia,
dan makhluknya yang lain ini tergambar jelas pada asma’ul husna yang berjumlah 99
nama, sebagiman firman-Nya :
‫َولِلِّ ِه اْالَمْسَ ِاءاحْلُ ْسىَن فَ ْادعُ ْوهُ هِب َ َاوذَ ُر ْواالَّ ِذيْ َن يُْل ِخ ُد ْو َن ىِف اَمْسَائِِه َسيُ ْجَز ْو َن َما‬
‫َكانُ ْوا َي ْع َملُ ْو َن‬
Allah mempunyai nama-nama yang baik maka serulah Dia dengan nama-nama-Nya itu, dan biarkanlah
orang-orang yang berpaling tentang nama-nama-Nya nanti mereka akan dibalas dengan setimpal dengan
apa yang mereka perbuat” (Q.S. Al-a’raf (7) :180)
2
Tauhid Uluhiyyah: 1:5, 2:21, 2:22, 2:83, 2:126, 2:131, 2:132, 2:133, 2:136, 2:139, 2:163, ,
Syarat:
Memahami asma’ul husna dengan aktif- progresif

B. HAKEKAT SYIRIK (KEMUSYRIKAN) DAN PRESTISE ALLAH.

1. Kemusyrikan i’tiqodi
Dengan tauhid Rububiyah, Allah mengenalkan Keagungan Kekuasaan kerajaan-
Nya di langit dan bumi. Dia Maha Besar, Maha Gagah. Hanya dia yang berhak dipuji,
karena segala kejadian baik pada manusia dan makhluk lainnya atas kehendak dan
kekuasaan-Nya. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang dikehendaki-Nya dan tidak
ada yang dapat menghendaki apapun yang tidak dikehendai-Nya. Tidak ada daya dan
kekuatan selain dari pada-Nya. Dia tidak bergantung pada sipapun, Dia tidak butuh bantuan
dari makhluk-Nya untuk mengatur dan mengendalikan alam semesta dan seinyinya,
sebagaimana firman-Nya :
‫اهللُ َخالِ ُق ُك َّل َش ْي ٍئ َو ُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍئ َوكِ ْي ٌل‬
“Allah itu Pembikin tiap-tiap sesuatu dan Ia memelihara atas tiap-tiap sesuatu” Q.S Az-Zumar :62)

Ini semua prestise Allah, hak Allah untuk dipuji dan diagungkan. Bukan hak makhluk!
maka siapapun hamba-Nya yang meyakini bahwa ada pihak lain, selain Allah, yang ikut
serta mengatur, menguasai alam dan menetukan segala kejadian, yang bisa memberi
keberkahan, mendatangkan kemalangan, menetukan nasib manusia, maka Ia sangat murka.
Dan siapapun yang lebih menghormati, mengagumi, merasa takut, dan oleh karenanya dia
memuji-muji segala sesuatu selain Allah melebihi hormatnya, kagumnya, takutnya kepada
Allah, maka ia sangat menyinggung perasaan , prestise, dan harga diri Allah.). Maka
kebaikan apapun dan berapun kepada sesamanya menjadi tidak dihargai-Nya.
Ketersinggungan Allah membuat dosa-dosa lain tak diampuni, selama dosa syirik masih
ada sekecil apapun Ia tersinggung harga diri Kebesaran-Nya. Dan hamba itu layak
mendapatkan murka-Nya atas kebodohan, kepicikannya yang fatal. Inilah hakekat
kemusyrikan i’tiqodi (keyakinan)

2. Kemusyrikan Ta’abudi

Dengan tauhid uluhiyah, Allah menyadarkan bahwa sudah selayaknya, sangat


rasional, jika hanya dan hanya kepada Allah manusia dan seisi alam tunduk dan mengabdi
kepada-Nya. Sudah hak Dia, sebagai Raja segala Raja, Tuan dari segala tuan, untuk
ditaati oleh hamba-Nya. Ini kewajiban hamba terhadap hak Allah. Ini prestise Allah !
Maka jika ada hamba yang taat kepada sesama hamba, atau ada hamba yang bertingka
layaknya Tuan, betapa murkanya Dia. Dan betapa bodoh dan totolnya hamba itu. Inilah
hakekat kemusyrikan ta‘abudi (ibadah)3.

2. Kemusrikan Asma’ wa shifati


Dengan tauhid asma wa sifat Allah, menunjukkan Maha Kasih Sayangnya kepada
hamba dan ciptaan-Nya, melebihi apapun dan siapapun di alam semesta, termasuk ibu
bapaknya sekalipun. Karena kebaikan dan kasih sayang Ibu dan Bapak mereka bergantung
pada kasih dan sayang-Nya pula. Dia sumber segala kebaikan dan kebutuhan hamba-Nya.

3
Syirik
 Hukum syirik
 Syirik adalah kezaliman: 2:51, 2:54, 2:57, 2:59, 2:92, 2:165, 6:45, 6:82, 7:5, 31:13
o Syirik adalah dosa terbesar: 4:36, 4:48, 4:116, 4:117, 5:17, 5:72, 5:73,
 Hukum memohon bantuan orang musyrik: 9:23, 33:1, 60:1, 60:4, 60:9, 60:13
o Kelemahan tuhan selain Allah: 5:76, 6:40, 6:41, 6:46, 6:51, 6:63, 6:70, 6:80, , Trinitas: 4:171,
5:73
o Siksa orang kafir: 2:27, 2:123, 2:165, 2:167, 3:151, 4:48, 4:116, 4:119, 4:121, Perintah tidak
mengikuti orang musyrik: 2:120, 2:135, 2:145, 3:28, 3:149,
o Menjadikan makhluk sebagai tuhan: 19:81
Maka tidak ada yang paling berhak untuk disyukuri, mendapat ucapan terima kasih
dan dicintai kecuali Dia. Dia menyadang segala gelar kebaikan, kemuliaan, dan
kesempurnaan. Ini juga prestise Allah! Oleh kerana itu kecintaan manusia kepada selain
Dia yang melebihi kecintaan kepada-Nya adalah sangat menyinggung prestisenya, harga
diri-Nya. Ucapan dan sebutan yang bertentangan dengan sifat kesempurnaan Dia di
hadapan hamba-Nya, adalah sangat melukai harga Diri-Nya. Dan ini adalah hakekat
kemusyrikan asma wa ash-shifati.

C. TAUHID SEBAGAI INTI MISI KERASULAN

1. Kesatuan /ketunggalan Din (Agama)

Di dalam al-Qur’an, manusia pertama sekaligus Rasulullah pertama Adam as,


menganjurkan bertauhid, dan memurnikan tauhid dengan beribadah dengan ikhlas,
menyerahkan diri secara total kepada Allah. Adam as mengajarkan kepada kedua
putranya untuk menegakkan tauhid. Putra Adam, Qabil dan Habil, suatu ketika
diperintah mempersembahkan hasil kerjanya masing-masing untuk beribadah kepada
Allah, dan Habil-lah yang berhasil mewujudkan tauhidnya dengan menyerahkan
ternaknya yang terbaik untuk Allah dan Rasul-Nya. Tapi Qabil tidak, dia membagi
ikatan ketaatan, yakni selain kepada Allah juga ikatan ketaatan kepada hawa nafsunya.
Dinul Islam, adalah konsekwensi tuntutan Tauhid. Dinul Islam mengatur
bagaimana cara kepasrahan total kepada Allah. Islam berintikan pada prinsip Tauhid.
Maka manusia pertama beragama Islam, bukan animisme dan dinamisme yang
berkembang menjadi monoteisme, seperti yang diteorikan oleh Rene Sedilot (tokoh
orientalis). Islam juga bukan agama monoteisme! Sebab konsep ketuhanan monoteisme
yang dimaksud oleh para orientalis adalah kepercayaan pada tuhan yang esa yang
menguasai tuhan-tuhan yang lain yang lebih kecil otoritasnya. Monoteisme bersifat
semu (nisbi) (Sidi Gazalba, 1975: 44). Sedangkan tauhid esa dalam arti mutlak.
Misi kerasulan Adam as diteruskan oleh misi kerasulan berikutnya, Idris as.
Prinsip tauhid tetap (statis), tetapi cara pelaksanaannya berbeda, sesuai dengan
kemampuan dan keadaan yang terus berkembang pada ummat Nabi Idris as, demikian
seterusnya hingga kerasulan Ibrahim, Lud, Ismail, hingga Nabi Muhammad saw.
Keniscayaan adanya mata rantai kerasulan itu ditunjukkan oleh firman Allah :
‫ت فَ ِمْن ُه ْم َّم ْن‬ ِ ‫ولََق ْد بع ْثنَا ىِف ُك ِّل اَُّم ٍة رسوالً اَ ِن ْاعب ُدوا اهلل َو‬
َ ‫اجتَنبُوا الطَّاغُ ْو‬
ْ َ ُ ُْ َ ََ َ
‫ف َكا َن‬
َ ‫ض فَانْظُُر ْوا َكْي‬ ِ ‫الضالَ لَِة فَ ِسْي ُر ْوا فِي اْأل َْر‬
َّ ‫ت َعلَْي ِه ُم‬ ِ
ْ ‫َه َدىاهللُ َومْن ُه ْم َّم ْن َح َّق‬
ِ
َ ‫َعاقبَةُ الْ ُم َك ِّذبِنْي‬
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan ) :
“sembahlah Allah (saja) , dan jauhilah thaghut itu “ , maka diantara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul). Q.S. An-Nahl : 36 )

Mata rantai kerasulan itu dapat digambarkan sebagai sebikut :


Rasio=Syirik rasionalisme, materialisme
Adam as Idris Nuh as Hud as Muhammad saw
Rasio

rasa rasa
rasa = Syirik nativisme : dinamisme, animisme dst

2. Hajad Manusia Terhadap Rasul


Mengapa perlu dihadirkan Rasul kepada manusia? Tidak lain kerena
sepeninggal Rasul, manusia kembali berbuat syirik dan kembali sesat. Karena Kasih
sayang Allah, maka diturunkan kembali Rasul-rasul Allah untuk menyelamatkan
mereka dari kesesatan. Dengan akal dan rasanya saja yang terbatas dan relatif, manusia
tidak akan menemukan siapa Allah, Tuhan Yang sebenarnya, kecuali berdasarkan
kesimpulan masing-masing. Satu satunya jalan mengenal Tuhannya, maka Tuhanlah
yang menunjukkan Dirinya, dengan hidayah-Nya melalui malaikat-Nya, kitab-Nya dan
Rasul-Nya.

Pencarian manusia terhadap Tuhan, yang didorong oleh fitrahnya, dapat


divisualisasikan sebagai berikut:

Robot
Allah Allah
(kebenra
n ? Kitab2
mutlak) Allah
Garis Diciptakan
relativita Malaikat
s (alat)
manusia Paket2 informasi
(tuhan, alam,
manusia, qiyamat,
Bingung ! Jalan buntu! taqdir)

Agama2 budaya (nativisme) & filsafat akal murni

Siapa tuhan yang


Rasul
sebenarnya? Manusia
Dari mana asal kejadian
dan akhirnya alam?
terbaik
Siapakah aku, dari mana
dan hendak ke mana aku?
III. INTISARI
Sesuai
urutan
dalam
Rukun
Iman

1. Aqidah dalam Islam adalah TAUHID. Sedangkan segala macam ikatan ketuhanan
(aqidah) kepada selain ikatan (aqidah) tunggal kepada Allah, adalah Syirik ! Menghadirkan
keberadaan Tuhan selain Allah, adalah naïf, tidak realistis, tidak rasional.
2. Tauhid Rububiyah sebenarnya secara telah inhern di dalam diri setiap Bani Adam ketika
ruh manusia memberi kesaksian dan pengakuannya terhadap keesaan Allah. Sedangkan tauhid
uluhiyah ialah tindak lanjutnya dalam kehidupan nyata dengan mengutuhkan pengabdian
kepada Allah SWT. Tauhid Uluhiyah adalah konsekwensi dan fungsi tauhid rububiyah yang
bersih danmurni.
3. ArttiTauhid asma wa shifah bahwa tauhid sifat (asma’) ialah iman dan benar-benar yakin
bahwa Allah bersifat dengan sifat-sifat kesempurnaan dan mustahil bersifat dengan sifat-sifat
kekurangan. Oleh kerenanya sifat-sifat Allah tidak boleh dibandingkan atau disamakan
dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
4. Kemusrikan, baik secara I'tiqodi, ta'abudi maupun asma' wa shifati, adalah kesalahan dan
dosa yang paling besar dan tak terampuni jika dibawa hingga mati. Hal ini wajar dan logis,
karena menyinggung prestise Kekuasaan Allah SWT.
5. Kehadiran Rasul-Rasul Allah adalah bukti kasih say ang Allah pada hamba-Nya. Ia
tida relaIV.
danEVALUASI
tidak tega terhadap kesesatan manusia dalam menempuh kebahagiaan hakiki
akibat keterbatasan akal dan rasa manusia yang tak mungkin sampai kepada keadilan dan
kebenaran yang obyektif. Apalagi menemukan tuhan sebenarnya jika tanpa pertolongan
(hidayah Allah).
6. Misi tunggal Para Rasul ialah menawarkan dan megakkan Tauhid dalam kehidupan
ummat manusia dan menyelamatkan manusia dari segala macam tirani taghut.
1. Apa arti dari istilah aqidah ?
2. Apa arti yang terkandung dari istilah tauhid
3. Sebutkan dan bedakan antara tauhid rububiyah dan uluhiyah!
4. Sebutkan contoh-contoh praktek kehidupan mayarakat yang bertentangan
dengan tauhid rububiyah dan uluhiyah. Masing-masing 3 contoh.
5. Carilah ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan tauhid rububiyah, serta
asma wa shifat (masing-masing 5 ayat).
6. Jelaskan apa hakekat kemusyrikan! Jelaskan secara logis mengapa Allah sangat
murka bahkan tidak mengampuni orang yang membawa dosa syirik hingga mati ?
7. Sebutkan dan jelaskan macam-macam bentuk kemusyrikan!
8. Jelaskan mengapa manusia berhajad kepada kehadiran Rasul-Rasul Allah?
9. Gambarkan Mata rantai kerasulan sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad
saw.
10. Ilustrasikan dengan gambar sistematika bagaimana Allah memberikan petunjuk
tentang hakekat tuhan, alam dan manusia itu sendiri melalui Rasul-Rasul setelah
akal dan rasa manusia tidak mampu keluar dari relativitas rasio dan rasanya!
11. Sebutkan apa misi utama rasul-rasul Allah dalam tugas kerisalahannya !

REFERENSI
1. Al-Qur’an
2. Al-Badits (kutubusssittah)
3. Ala-a-Maududi, Abul., Principles of Islam, Terj. Suhaili, Abdullah,
Penerbit PT Alma’arif, Bandung, 1985
4. Al-Faruqi, Isma’il Raj’I , Islamization of Knowledge, Islamisasi
Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin, Penerbit Pustaka, Bandung, 1984
5. Al-Faruqi, Isma’il Raj’I , TAUHID, Its Implications for Thought and Life,
terj. Rahmani Astuti, Penerbit Pustaka, Bandung, 1982
6. AM Rasyidi, Bible, Qur’an dan Sain
7. Galab, Inilah Hakekat Islam
8. Mamud Syaltut, Islam aqidah wasyari’ah
9. Sidi Gazalba, Azas-azas Islam
10. Saleh, Khairul, Menunu Kedewasaan Berislam, Penerbit: BP Polines,
2005

Anda mungkin juga menyukai