Anda di halaman 1dari 10

Peninggalan – Peninggalan Sejarah

Di Indonesia

Disusun Oleh :

Elly ramadhani
Deni febiola
Deny agile
Ariana
Arsyad prayogi
Sapridin hermansyah

SMK NEGERI 1 SILANGKITANG


TAHUN AJARAN 2021/2022
1. Peninggalan Sejarah Arca
Arca adalah patung, baik terbuat dari batu atau yang terbuat dari perunggu dengan
tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja tuhan atau dewa-
dewinya. Arca berbeda dengan patung pada umumnya, yang merupakan hasil seni yang
dimaksudkan sebagai sebuah keindahan. Oleh karena itu, membuat sebuah arca tidaklah
sesederhana membuat sebuah patung.

Kini di dalam dunia keagamaan Indonesia dikenal tiga macam arca, yakni arca
peninggalan agama Hindu, arca peninggalan agama Buddha, dan arca agama Kristen
(terutama Katolik). Contoh arca yang ada di Indonesia, seperti archa Ganesha, Arca
Prajnaparamita, arca Buddha Amarawati, dan masih banyak lagi.

Arca atau patung dari peninggalan Hindu adalah:

Gambar 1.1 Arca Airlangga dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur
Gambar 1.2 Kertarajasa Jayawardhana patung perwujudan raja pendiri kerajaan
Majapahit

Gambar 1.3 Prajna Paramitha perwujudan Ken Dedes dari kerajaan Singosari.

Arca atau patung dari peninggalan Budha adalah:


Arca Budha tertua ditemukan di Sikendeng, Sulawesi. Arca yang terbuat dari
perunggu ini diperkirakan buatan sekolah seni Amarawati, India.

Arca Budha punya ciri-ciri:

 hidungnya mancung
 cuping telinga lebar dan panjang
 bahu lebar
 rambut ikal disanggul ke atas
 ekpresi wajah damai
 matanya sedikit terbuka dengan tatapan ke bawah.

Laksana:

Arca dewa, dewi, atau boddhisatwa biasanya mengenakan perhiasan yang raya dan
mewah, seperti jamang, jatamakuta (mahkota), subang (anting-anting), cincin, gelang, kelat
bahu, upawita, pending, ikat perut, ikat pinggang, ikat pinggul, dan gelang kaki.

Tidak seperti patung biasa yang dibuat bebas sesuai keinginan seniman pematungnya,
arca dewa-dewi, buddha, bodhisattwa atau makhluk spiritual tertentu memiliki ciri-ciri yang
disebut laksana, yaitu atribut atau benda-benda tertentu yang dibawa oleh arca ini yang
menjadi cirinya. Laksana sudah disepakati dalam ikonografi seni Hindu dan Buddha.

Berikut ini adalah laksana atau ciri-ciri atribut dewa-dewa atau tokoh spiritual lainnya:

 Shiwa: Memiliki mata ketiga di dahinya, pada mahkotanya terdapat bulan sabit dan
tengkorak yang disebut Ardhachandrakapala, upawita (tali kasta) ular naga, mengenakan
cawat kulit harimau yang ditampilkan dengan ukiran kepala dan ekor harimau di pahanya,
bertangan empat yang membawa atribut yaitu trisula, aksamala (tasbih), camara (pengusir
lalat), dan kamandalu (kendi). Wahana (kendaraannya) adalah Nandi.
 Wishnu: Mengenakan mahkota agung jatamakuta, bertangan empat yang membawa atribut
yaitu chakra (piringan cakram), cengkha (cangkang kerang bersayap), gada, dan buah atau
kuncup bunga padma. Wahananya adalah Garuda.
 Brahma: Berkepala empat pada tiap penjuru mata angin, mengenakan mahkota agung
jatamakuta, bertangan empat yang membawa atribut yaitu kitab, aksamala (tasbih), camara
(pengusir lalat), dan buah atau kuncup bunga padma.Wahananya adalah Hamsa (angsa).
 Agastya: Shiwa dalam perwujudannya sebagai resi brahmana pertapa, digambarkan pria
tua berjanggut dan berperut buncit, memegang aksamala, kamandalu, dan trisula.
 Ganesha: Putra Shiwa yang berkepala gajah ini digambarkan bertangan empat dengan
tangan belakang memegang aksamala dan kampak, sementara tangan depannya
memegang mangkuk yang dihirup belalainya, serta potongan gadingnya.
 Durga: Istri Shiwa ini sering diwujudkan sebagai Mahisashuramardhini (pembunuh ashura
banteng) dengan posisi menindas raksasa banteng. Ia digambarkan sebagai wanita cantik
dalam busana kebesaran bertangan delapan atau duabelas dengan memegang berbagai
senjata seperti pedang, perisai, parang busur panah, anak panah, chakra, cengkha, dan
tangan yang menjambak rambut Mahisashura dan menarik ekornya. Wahananya adalah
Singa.
 Laksmi: Istri Wishnu ini adalah dewi kemakmuran dan kebahagiaan. Digambarkan
sebagai wanita cantik dalam busana kebesaran bertangan dua atau empat dengan
memegang padma (teratai merah).
 Saraswati: istri Brahma ini adalah dewi pengetahuan dan kesenian. Digambarkan sebagai
wanita cantik dalam busana kebesaran bertangan empat yang memegang alat musik sitar,
aksamala, dan kitab lontar. Wahananya adalah hamsa (angsa).
 Wairocana: Buddha penguasa pusat zenith digambarkan sebagai Buddharupa dalam posisi
bersila atau duduk dengan mudra (sikap tangan) dharmachakra mudra atau witarka mudra.
 Awalokiteswara: Mengenakan mahkota agung jatamakuta yang ditengahnya terukir
Buddha Amitabha, bertangan dua atau empat yang membawa atribut buah atau kuncup
bunga padma.
 Maitreya: Mengenakan mahkota agung jatamakuta yang ditengahnya terukir stupa.
 Prajnaparamita: Dewi kebijaksanaan buddhis ini digambarkan sebagai wanita cantik
berbusana kebesaran tengah bersila dalam posisi teratai dengan mudra dharmachakra
(memutar roda dharma). Lengan kirinya menggamit batang bunga teratai yang diatasnya
terdapat naskah lontar kitab Prajnaparamita sutra.

2. Peninggalan Sejarah Benteng


Perjuangan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan bisa kamu temukan dari banyaknya
peninggalan benda-benda bersejarah di berbagai tempat. Salah satunya adalah benteng-
benteng peninggalan Belanda yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara.

Benteng-benteng tersebut seakan menjadi pengingat akan sengitnya pertempuran yang


terjadi di masa lampau. Mulai dari Benteng Vastenburg di Solo hingga Benteng Belgica di
Maluku, ada banyak deretan benteng bekas peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh
hingga saat ini.

Benteng–benteng di Indonesia :

Gambar 2.1 Benteng Malborough, Bengkulu


Gambar 2.2 Benteng Rotterdam, Makassar

Gambar 2.3 Benteng Van Den Bosch, Ngawi

Gambar 2.4 Benteng Belgica, Maluku


3. Peninggalan Sejarah Candi
Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan
keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha.
Bangunan ini digunakan sebagai tempat ritual ibadah, pemujaan dewa-dewi, penghormatan
leluhur ataupun memuliakan Sang Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan
oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-
religius dari masa Hindu-Buddha Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian
(petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi.

Candi merupakan bangunan replika tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu
Gunung Mahameru. Karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan
pahatan berupa pola hias yang disesuaikan dengan alam Gunung Mahameru. Candi-candi dan
pesan yang disampaikan lewat arsitektur, relief, serta arca-arcanya tak pernah lepas dari unsur
spiritualitas, daya cipta, dan keterampilan para pembuatnya.

Beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan dibangun amat megah, detail,
kaya akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan
teknologi arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi
bukti betapa tingginya kebudayaan dan peradaban nenek moyang bangsa Indonesia.

Jenis berdasarkan agama

Berdasarkan latar belakang keagamaannya, candi dapat dibedakan menjadi candi Hindu,
candi Buddha, paduan sinkretis Siwa-Buddha, atau bangunan yang tidak jelas sifat
keagamaanya dan mungkin bukan bangunan keagamaan.

 Candi Hindu, yaitu candi untuk memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau
Wisnu, contoh: candi Prambanan, candi Gebang, kelompok candi Dieng, candi
Gedong Songo, candi Panataran, dan candi Cangkuang.
 Candi Buddha, candi yang berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan biksu
sanggha, contoh candi Borobudur, candi Sewu, candi Kalasan, candi Sari, candi
Plaosan, candi Banyunibo, candi Sumberawan, candi Jabung, kelompok candi Muaro
Jambi, candi Muara Takus, dan candi Biaro Bahal.
 Candi Siwa-Buddha, candi sinkretis perpaduan Siwa dan Buddha, contoh: candi
Jawi.
 Candi non-religius, candi sekuler atau tidak jelas sifat atau tujuan keagamaan-nya,
contoh: candi Ratu Boko, Candi Angin, gapura Bajang Ratu, candi Tikus, candi
Wringin Lawang.

Jenis berdasarkan hierarki dan ukuran

Dari ukuran, kerumitan, dan kemegahannya candi terbagi atas beberapa hierarki, dari
candi terpenting yang biasanya sangat megah, hingga candi sederhana. Dari tingkat skala
kepentingannya atau peruntukannya, candi terbagi menjadi:
 Candi Kerajaan, yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat
digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya
dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: Candi Borobudur, Candi Prambanan,
Candi Sewu, dan Candi Panataran.
 Candi Wanua atau Watak, yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah
atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan
tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit,
Candi Sanggrahan di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi
Pringapus.
 Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh,
dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan
Anusapati, raja Singhasari), candi Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja
Singhasari), Candi Rimbi (pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam
Wuruk), Candi Tegowangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan Candi Surawana
(pendharmaan Bhre Wengker).

4. Peninggalan Sejarah Prasasti


Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama.
Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi menandai akhir dari zaman prasejarah,
yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan,
menuju zaman sejarah, di mana masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang
mempelajari tentang prasasti disebut Epigrafi.

Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing,
prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa.
Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat menguntungkan dunia penelitian masa
lampau. Selain mengandung unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama
dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan.

Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan tulisan di batu
nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu pertama atau peresmian suatu proyek
pembangunan. Dalam berita-berita media massa, misalnya, kita sering mendengar presiden,
wakil presiden, menteri, atau kepala daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan seterusnya
dengan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti. Dengan demikian istilah prasasti
tetap lestari hingga sekarang.

Isi prasasti lainnya berupa keputusan pengadilan tentang perkara perdata (disebut prasasti
jayapatra atau jayasong), sebagai tanda kemenangan (jayacikna), tentang utang-piutang
(suddhapatra), dan tentang kutukan atau sumpah. Prasasti tentang kutukan atau sumpah
hampir semuanya ditulis pada masa kerajaan Sriwijaya. Serta adapula prasasti yang berisi
tentang genealogi raja atau asal usul suatu tokoh.
Sampai kini prasasti tertua di Indonesia teridentifikasi berasal dari abad ke-5 Masehi,
yaitu prasasti Yupa dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti tersebut berisi mengenai
hubungan genealogi pada masa pemerintahan raja Mulawarman. Prasasti Yupa merupakan
prasasti batu yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Periode terbanyak
pengeluaran prasasti terjadi pada abad ke-8 hingga ke-14. Pada saat itu aksara yang banyak
digunakan adalah Pallawa, Prenagari, Sanskerta, Jawa Kuno, Melayu Kuno, Sunda Kuno, dan
Bali Kuno. Bahasa yang digunakan juga bervariasi dan umumnya adalah bahasa Sanskerta,
Jawa Kuno, Sunda Kuno, dan Bali Kuno.

Beberapa contoh prasasti di Nusantara :

Gambar 4.1 Prasasti Vo Canh, dalam bahasa Sanskerta, ditemukan di desa Vo Canh, Nha
Trang, Khanh Hoa, Vietnam. Replika di Museum Khanh Hoa.

Gambar 4.2 Prasasti yupa.


Gambar 4.3 Prasasti Kebon kopi I (prasasti tapak gajah)

5. Peninggalan Sejarah Situs


Situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala, seperti fosil binatang purba. Banyak
situs di Indonesia yang merupakan peninggalan zaman purba atau zaman Hindu dan Buddha,
misalnya:

Gambar 5.1 Situs Sangiran

6. Peninggalan Sejarah Makam


Banyak makam yang dijadikan sumber sejarah dan peninggalan sejarah. Berikut ini
adalah beberapa makam yang terkenal sebagai peninggalan sejarah:

 Makam Raja-raja Surakarta dan Yogyakarta di Imogiri, Yogyakarta


 Makam Pangeran Diponegoro di Makassar, Sulawesi Selatan
 Makam RA. Kartini di Rembang Jawa Tengah
 Makam Ir. Soekarno di Blitar, Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai