SHALAT
Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah Pada Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam Program Studi Perbankan Syariah 1 Semester 1
DOSEN PENGAJAR
AMINUDDIN, S.Pd.I.,S.Pd.
OLEH :
KELOMPOK IV
ELIYA RAMADHANI (612062021010)
JUMERLIA (612062021016)
JULIADI SANDI (612062021017)
Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu untuk memahami makna dari shalat.
Kami sadar materi kuliah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi pembacanya,
terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi prbadi yang mengerti tentang shalat.
Penulis
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
SAMPUL
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………18
B. Saran …………………………………………………………………………………..18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat berjamaah merupakan kewajiban bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada
keringinan untuk meninggalkan terkecuali ada udzhur (yang dibenarkan dalah agama).
HR.Muslim dan Muttafaq’alaih adalah dua dari sekian banyak sabda Rasulullah
SAW. yang menegaskan bahwa sholat berjamaah. Tetapi dewasa umat islam tidak terlalu
memperdulikan panggilan adzan yang terdengar ditelinganya. Banyak alas an yang di
dapat dari hal tersebut. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan umat islam akan
dalil-dalil sholat berjamaah.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian hukum sholat berjamaah !
2. Menjelaskan tentang masbuq!
3. Menjelaskan shalat qashar dan jamak serta cara pelaksanaannya!
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hukum shalat berjamaah
2. Untuk mengetahui tentang masbuq
3. Untuk mengetahui shalat qashar dan jamak serta cara pelaksanaannya
1
BAB II
PEMBAHASAN
“Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda, “shalat berjamaah lebih utama
dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”(H.R.Bukhari dan
Muslim)”
2
2. Syarat Imam
Kedudukan imam dalam shalat berjamaah sangat penting. Dia akan menjadi
pemimpin seluruh jamaah shalat sehingga untuk menjadi imam ada syarat tersendiri.
3. Syarat Makmum
a. Makmum berniat mengikuti imam
b. Mengetahui gerakan
c. Berada dalam satu tempat dengan imam
d. Posisi dibelakang imam
e. Hendaklah shalat makmum sesuai dengan shalat imam, misalnya imam shalat asar
makmum juga shalat asar
4. Makmum Masbuq
Makmum masbuq adalah makmum yang tidak sempat membaca suarat al-Fatihah
bersama imam di rakaat pertama.Lawan katanya adalah makmum muwafiq, yakni
makmum yang dapat mengikuti seluruh rangkaian shalat berjamaah bersama imam.
3
Faktor yang menjadi halangan tersebut, diantaranya:
a. Hujan yang mengakibatkan susah menuju ke tempat shalat berjamaah
b. Angin kencang yang sagat membahayakan
c. Sakit yang mengaibatkan susah berjalan menuju ke tempat shalat berjamaah
d. Sangat ingin buang air kecil atau buang air besar
e. Karena baru makan makanan yang baunya sukar dihilangkan, seperti bawang,
petai, dan jengkol.
B. Masbuq
Makmum masbuq adalah mereka yang tertinggal beberapa raka’aat sholat atau
semua raka’atnya. Bisa juga disederhanakan dengan makmum yang bergabung sholat
berjamaah, akan tetapi imam sudah memulai sholat.
Menurut An Nawani, Minhaj at Tahlibin hal 42 vol.1 disebutkan bahwa “seorang
masbuq hendaknya tidak menyibukkan diri dengan melakukan sunnah dalam sholat
4
setelah dia bertakbirul ihram. Akan tetapi cukup membaca surat Al-Fatihah saja. Kecuali
jika dia yakni mampu mengejarnya”.
5
Masbuq dalam istilah para ulama fikih adalah orang yang yang ketinggalan imam dalam
sebagian raka’at shalat atau seluruhnya atau mendapati imam setelah satu raka’at atau lebih.
Apabila kaliah telah mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah
kalian berjalan dengan tenang dan santai jan jangan terburu-buru. Yang kalian dapat maka
shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurkanlah [HR.Al-Bukhari, no.636]
Dengan demikian, orang yang mendapatkan imam yang memulai shalatnya dan masih
dalam shalat, maka hendaknya dia langsung mengikuti imam setelah dia melakukan takbiratul
ihram, walaupun imam sedang berada ditasyahhud akhir. Ini berdasarkan keumuman hadits
diatas.
Apabila imam salam, maka orang masbuq tidak ikut salam tapi ia harus berdiri untuk
menyempurnakan raka’atnya yang terlewatkan dengan cara sebagai berikut:
1. Apabila ia mendapatkan imam dalam keadaan sedan ruku’, berarti dia telah mendapatkan
raka’at bersama imam. Inilah pendapat mayoritas ulama seperti seperti imam dan lainnya.
Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnu Umar r.a, Zaid bin Tsabit r.a dan yang
lainnya. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
Siapa yang mendapati satu raka’at shalat bersama imam, maka ia mendapati shalat.
[HR.Muslim, no.162]. Hal ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Khuzaimah rahimahullah
dalam Shahihnya no.1595 dengan lafaz :
6
Siapa yang mendapati satu raka’at shalat maka ia mendapati shalat sebelum imam
meluruskan tulang punggungnya.
Jika kalian datang untuk shalat sedangkan kami sedang sujud maka sujudlah dan jangan
menganggapnya satu raka’at, siapa yang mendapati satu raka’at maka ia mendapati
shalat. [HR.Abu Dawud, no.896 dan nilai sebagai hadits hasan oleh al-Albani]
Sungguh Abu Bakar telah menceritakan bahwa dia mendapati Rasulullah saw dalam
keadaan ruku’ lalu ia berkata, “Lalu akupun ruku’ sebelum sampai masuk shaf, kemudian
Rasulullah saw bersabda, “semoga Allah menambah semangatmu dan jangan
mengulangnya’”.
Dari dalil terpahami, kalau orang masbuq yang dapat ruku’ beserta imam tidak dianggap
(satu raka’at), maka tentu Nabi saw telah memerintahkannya untuk mengganti raka’at itu.
Akan tetapi tidak ada riwayat yang menerangkan perintah tersebut. Ini menunjukkan
bahwa siapa saja yang dapat ruku’ bersama imam, maka dia telah mendapatkan (satu)
raka’at.
Pendapat ini dirajihkan oleh syaikh bin Baz dalam Majmu’Fatawa beliau.
2. Apabila ia mendapati imam dalam keadaan telah berdiri dari ruku’ (I’tidal), berarti ia
tertinggal raka’at tersebut, apalagi bila ia mendapati imam telah atau sedang sujud.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
7
JI
Jika kalian datang untuk shalat sedangkan kami sedang sujud maka sujudlah dan
janganlah kalian menganggapnya satu raka’at, siapa yang mendapati satu raka’at berarti
ia mendapati shalat [HR.Abu Dawud, no896 dan hadits dinilai sebagai hadits hasan oleh
syaikh al-Albani rahimullah].
3. Apabila tertinggal satu raka’at dari imam, maka ia menyempurnakannya setelah imam
salam dan tidak menjahirkan bacaanya walaupun dalam shalat jahiryah, karena itu adalah
akhir shalatnya. Hanya saja ada perbedaan pendapat tentang hukum membaca surat al-
Qur’an setelah al-Fatihah berdasarkan perbedaan riwayat hadits Abu Qatadah ra:
Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakalah [HR.Al-
Bukhari, no.636]
Mayoritas ulama memandang bacaan surat setelah al-Fatihah yang terlewatkan dalam
raka’at pertama harus diqadha’ atau dibaca setelah al-Fatihah. Oleh karena itu asy-
Syaukani rahimahullah menukil pertanyaan al-hafizh Ibnu Hajar rahimullah dalam Fat-
hul Bari ketika menjelaskan pendapat ini. Beliau rahimahullah menyatakan, “Mayoritas
Ulama telah mengamalkan kedua lafazh ini. Mereka menyatakan bahwa apa yang
didapatkan bersama imam adalah awal shalatnya, namun ia mengqadha’ bacaan surat
yang terlewatkan bersama ummul Qur’an (al-Fatihah) dalam shalat yang empat raka’at
(ar-ruba’iyah) dan tidak disunnahkan untuk mengulangi bacaan secara keras (al-jahr)
pada dua raka’at tersisa. Dasar argumentasi ini adalah pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra:
8
Yang kamu dapatkan bersama imam maka awal shalatmu dan qadha’lah yang
terlewatkan dari al-Qur’an. [HR.Al-Baihaqi]
Sedang pendapat Ishaq rahimullah dan al-Muzani rahimullah adalah tidak membaca
kecuali al-Fatihah saja. Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimullah berkata : ini sesuai Qiyas.
4. Apabila tertinggal dari imam sebanyak dua rakaat, maka dia menunaikannya setelah
imam salam. Apabila shalatnya empat raka’at maka dua raka’at tersisa dilakukan sesuai
dengan tata cara shalat pada raka’at ketiga dan keempat tanpa mengeraskan bacaan.
Apabila pada shalat tiga raka’at seperti shalat magrib disunnahkan mengeraskan bacaan
al-Fatihah dan surat di raka’at yang dilakukan setelah imam salam, karena itu dianggap
raka’at yang kedua bagi masbuq tersebut dan duduk tahiyat awal. Kemudian shalat untuk
raka’at ketiga seperti biasanya dan salam.
5. Apabila tertinggal dari imam sebanyak tiga raka’at dalam shalat yang empat raka’at
dalam shalat yang empat raka’at, maka dia menuaikannya tiga raka’at tersisa setelah
imam salam. Menjadikan raka’at setelah imam salam sebagai raka’at kedua yang biasa
dilakukan karena itu dianggap raka’at yang kedua bagi masbuq tersebut dan duduk
tahiyat awal. Apabila tertinggal tiga raka’at dalam shalat magrib seperti biasanya dan
salam.
6. Apabila tertinggal dari imam sebanyak empat raka’at, maka dia menunaikan shalat secara
utuh setelah imam salam.
7. Apabila Masbuq mendapati imam dalam keadaan ruku’ atau sujud maka ia bertakbir
takbiratul ihram lalu bertakbir lagi setelahnya dengan takbir pindah untuk ruku’ atau
sujud bersama imam. Apabila mendapatkan imam sedang duduk tahiyat awal atau duduk
diantara dua sujud maka tidak bertakbir kecuali takbiratul ihram saja kemudian duduk
bersama imam tanpa takbir dan jangan menunggu imam berdiri pada raka’at berikutnya
untuk berjamaah dalam shalat.
8. Ketika berdiri untuk menyempurnakan shalat setelah imam salam, maka makmum yang
masbuq bertakbir apabila mendapatkan bersama imam dua raka’at terakhir dari shalat
yang empat raka’at atau tiga raka’at seperti magrib. Hal ini karena duduknya bersama
imam dalam tahiyat sesuai dengan keharusannya. Apabila mendapatkan bersama imam
dalam satu raka’at saja, maka yang masbuq tersebut bangun tanpa bertakbir, karena
9
duduk tahiyatnya bersama imam tidak seharunya dan dilakukan hanya untuk menikuti
dan menyesuaikan imam. Apabila mendapatkan bersama imam kurag dari satu raka’at
seperti mendapati imam sedang sujud atau tahiyat akhir maka ia bangun dengan
bertakbir, karena itu seperti pembuka shalatnya.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum bermakmum kepada orang yang masbuq
menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama : Tidak boleh bermakmum kepada orang yang masbuq dan shalatnya
tidak sah. Ini pendapat mazhab Hanafiyah dan Malikiyah. Malikiyah memberkan perinci,
yaitu tidak sah, apabila makmum yang dijadikan imam itu masbuqnya mendapatkan satu
raka’at atau lebih bersama imam. Apabila mendapatkan kurang dari satu raka’at, maka
shalatnya sah.
Makmum mengikuti imam, bukan diikuti. Seandainya makmum menjadi imam atau
dijadikan imam, maka apa yang disebutkan dalam hadits diatas tidak terwujudkan.
10
Karena Nabi SAW menjadikan satu shalat antara makmum dan imam, sehingga makmum
tidak bisa menjadi imam dan makmum sekaligus dalm satu waktu.
Makmum tidak membaca surat al-Fatihah dan berdiri ketika mendapatkan ruku’
bersama imam ditanggung oleh imam. Apabila demikian keadaan Masbuq lalu
bagaimana dengan orang yang beriman kepada Masbuq?
Ini diluar permasalahan yang dibahas, karena masbuq ketika imam telah salam
menyempurnakan shalatnya dengan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya
sehingga ia berada dalam hukum orang yang shalat sendirian. Dasarnya adalah bila
masbuq lupa setelah imam selesai salam maka imam tidak menanggungnya.
3. Karena dalam praktik menjadikan orang yang masbuq menjadi imam ini terkandung
perpindahan dari imam ke imam yang lain dan perpindahan tersebut ranpa ada udzur.
Juga tidak mungkin berpindah dari yang rendah (yaitu makmum) key nag lebih tinggi
(yaitu sebagai imam). Kedudukan imam lebih tinggi daripada kedudukan makmum.
4. Karena praktik menjadikan orang yang masbuq menjadi imam ini tidak dikenal dan
tidak masyhur di zaman salaf. Para sahabt ra, apabila tertinggal shalatnya, tidak
pernah sepakat untuk salah seorang diantara mereka maju menjadi imam. Seandainya
ini termasuk praktikan yang dibenarkan dan baik, tentu mereka telah melakukannya.
Pendapat kedua : Boleh bermakmum kepada orang yang masbuq dan sah shalatnya.
Inilah satu pendapat dalam madzhab asy-syafi’iyah dan pendapat yang paling sah
dalam madzhab hanabilah seta dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
11
1. Hadits Ibnu Abbas ra yang berbunyi :
Aku tidur dirumah Maimunah dan Nabi SAW sedang berada bersamanya malam
tersebut, lalu Beliau saw berwudhu kemudian bangun shalat. Kemudian aku
berdiri disebelah kiri Beliau saw namun Beliau menarikku dan menjadikan ku
disebelah kanan Beliau saw [Muttafaqun’alaihi]
Rasulullah saw shalat di Ramadhan, lalu aku datang dan berdiri disamping Beliau
saw dan datang orang lain lalu berdiri juga hingga kami berombongan. Ketika
Nabi saw merasa bahwa kami dibelakangnya maka Beliau saw memperingan
shalatnya [HR.Muslim]
Mereka menyatakan ini bahwa dua hadits ini berisi dalil tentang orang yang shalat
sendirian itu sah bila berubah statusnya menjadi imam. Ini sama dengan orang
yang masbuq ketika menyempurnakan kekurangan shalatnya. Ketika itu ia berada
pada hukuman orang yang shalatnya sendirian, sehingga kalau dijadikan imam,
maka keimanannya sah.
3. Hadits ‘Aisyah ra tentang Rasulullah yang datang kemasjid saat sakit keras,
sementara Abu Bakar ra sedang mengimani para sahabt ra. Hadits itu berbunyi :
12
Ketika Rasulullah saw masuk masjid, Abu Bakar ra mendengar gerakannya lalu
mundur, kemudian Rasulullah saw memberi syarat untuk tetap ditempatnya.
Rasulullah saw datang hingga duduk disebelah kiri Abu Bakar mengikuti shalat
Nabi saw dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar.[Musttafaqun’alaihi]
Perpindahan dari imam kepada imam lain sudah ada dalam sunnah Rasulullah
saw seperti dalam kisah Abu Bakar ra bersama Rasulullah saw ketika Abu Bakar
berpindah dari posisi beliau sebagai imam berubah menjadi makmum dan
Rasulullah saw menjadi imam setelah Abu Bakar ra menjadi imam sebelumnya.
Berdasarkan ini, berarti keimaman orang yang yang masbuq itu sah karena mirip
dengan hal perpindahan status imam tidak merusak shalat.
4. Atsar Amur bin Maimun rahimahullah dalam kisah terbunuhnya Umar bin al-
Khathab ra. dalam kisah disebutkan :
Umar ra menarik tangan Abdurrahman bin ‘Auh dan menyuruhnya maju [HR.Al-
Bukhari, no.3700]
Hadits ini berisi dalil tentang sahnya shalat dengan dua imam. Kadang makmum
menjadi imam, sebagaimana dalam kisah Umar bin Khatab ra diatas.
13
Beberapa kondisi terntentu memperbolehkan kaum muslim untuk
menggabungkan (jamak) dan meringkas (qashar) salat wajib. Allah berfirman dalam Al-
Qur’an, surat al-Baqarah (2) ayat 286; “Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sebatas
kemampuannya”. Namun sebelum mengerjakannya, lebih dulu harus mengetahui cara
shalat jamak dan qashar.
Tata Cara Shalat Jamak dan Qashar
Sebelum berlanjut mengenai cara shalat jamak dengan qashar, mari mengenai shalat
jamak qashar dengan lebih mendalam.
1. Jamak Taqdim
Shalat jamak taqdim dilakukan diwaktu awal shalat fardhu. Meringkas atau
mengerjakan 2 shalat wajib sekaligus diwaktu shalat yang pertama atau awal, yakni :
Shalat dzuhur dan ashar, dikerjakan di waktu dzuhur. Jika niat jamak saja, tanpa
meringkas (qashar) shalat, berarti dikerjakan 4 rakaat dzuhur hingga salam dan 4
rakaat ashar.
Jika ada memiliki niat untuk mengerjakan jamak dan qashar sekaligus, berarti
dikerjakan dengan 2 rakaat dzuhur lalu salam dan lanjut 2 rakaat untuk ashar.
Shalat magrib dan isya, dikerjakan di waktu maghrib. Niat shalat jamak maghrib dan
sya tanpa qashar, berarti 3 rakaat maghrib lalu salam dan 4 rakaat isya.
Jika anda memiliki nikat mengerjakan jamak dan qashar sekaligus, berarti dikerjakan
dengan 3 rakaat maghrib lalu salam dan lanjut 2 rakaat untuk isya. Tidak meringkas
maghrib menjadi 1,5 rakaat.
2. Jamak Takhir
Pemahamannya hampir sama dengan sebelumnya, letak perbedaanya pada niat dan
waktu pengerjaanya. Jamak takhir dilakukan diwaktu shalat yang terakhir, seperti :
Shalat dzuhur dan ashar, dikerjakan diwaktu ashar. Jika anda emiliki niat
mengerjakan jamak dan qashar sekaligus, berarti dikerjakan dengan 2 rakaat ashar alu
salam dan lanjut 2 rakaat untuk dzuhur.
Shalat maghrib dan isya, dikerjakan di waktu isya. Perbedaanya lagi, ketika
mengerjakan shalat jamak qashar, berarti 2 rakaat untuk isya baru salam, dilanjut 3
rakaat untuk maghrib.
14
Membaca niat shalat jamak taqdim dzuhur dan shar (dilakukan diawal shalat)
Usholli fardlozh zhuhri arbaa rakaaatin majmuuan maal ashri adaa-an lillahi taaalaa
Artinya : aku sengaja shalat fardhu dhuhur 4 raka’at yang dijama’ dengan ashar, fardu
karena Allah ta’ala.
Niat shalat jamak taqdim untuk Maghrib dan Isya (dilakukan diwaktu awal, Maghrib)
Ushollii fardlozh maghribi thalaatha rakaaatin majmuuan maal isyaai jama taqdiimin
adaa-an lillaahi taaalaa.
Artinya : Aku sengaja shalat fardhu maghrib 3 rakaat yang dijama dengan isyak, dengan
jama taqdim, fardu karena Allah Taaala.
Setelah selesai shalat maghrib, langsung dilanjut shalat isya dengan bacaan niat:
“Ushollii fardlozh isyaai arbaa rakaaatin majmuuan maal maghribi jama taqdiimin
adaa-an lillaahi taaalaa.
Artinya : Aku berniat shalat isyak empat rakaat dijamak dengan Maghrib, dengan jama
taqdim, fardhu karena Allah Taaala.
15
“Ushollii fardhol ashri rok’atainii qoshron lillaahi ta’aala”.
Artinya: “Aku niat shalat fardhu Ashar 2 rakaat qashar, karena Allah ta’aala”.
Artinya: “Aku niat shalat fardhu isya 2 rakaat qashar, karena Allah Ta’aala”.
16
Syarat Shalat Jamak dan Qashar
Niat, bacaan niat sesuai dengan pengerjaanya.
Muwalah atau bersegera. Diantara kedua shalat yang digabungkan atau jamak, harus langsung
dilanjut. Tidak ada pemisah untuk melakukan shalat sunnah. Masih berstatus sebagai musafir
atau masih dalam perjalanan jauh, belum sampai tujuan. Misalnya, ketika sedang takbiratul
ihram sampai shalat yang kedua, masih dalam waktu syarat sahnya shalat manjamak.
Tertib. Lakukan urutan shalat sesuai aturannya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Contoh : Jika shalat jamak taqdim qashar, maka mengerjakan Maghrib 3 rakaat dulu baru 2
rakaat Isya.
Jarak Perjalanan Jauh Diperbolehkannya Qashar
Dalam hadits Ibnu Syaibah menyebutkan bahwa shalat qashar adalah perjalanan sehari semalam,
menunggangi onta atau berjalan kaki normal. Setelah diperhitungkan, mendapatkan jarak sekitar
4 burd atau 16 farsakh atau 88,656km.
Dalam penjelasan Ibnu Abbas mengenai jarak diperbolehkannya shalat qashar, yakni 4 burd atau
16 farsakh = 5.541 m hingga 16 farskh=88,656km. hasil yang sama dan mayoritas ulama seperti
imam syafii,imam maliki,dan imam ahmad meyakin hal tersebut.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum sholat berjamaah merupakan sholat yang dikerjakan oleh dua orang atau
lebih, secara bersama-sama dan salah seorang dari mereka menjadi imam, sedangkan
yang lainnya menjadi makmum.
Sholat lima waktu yang kita sangat utamakan untuk dikerjakan secara berjamaah,
bukan sendiri-sendiri (munfarid).
Makmum masbuq adalah mereka yang tertinggal beberapa raka’at sholat atau
semua raka’atnya. Bisa juga disederhanakan dengan makmum yang bergabung sholat
berjamaah, akan tetapi imam sudah memenuhi sholat.
Sebagai seorang muslim, sholat merupakan kewajiban yang utama dikerjakan.
Dimana ibadah ini tidak boleh ditinggalkan. Meskipun begitu Allah SWT selalu
memberikan kemudian bagi pembaca.
B. Saran
Dari makalah ini dapat kami singkatkan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua umumnya kami pribadi. Yang baik datanya dari allah, dan yang buruk datangnya
dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah ini kami jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami bersifat membangun untuk perbaikan
makalah ini
18
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/7483-masbuq-dalam-shalat
https://news.detik.com/berita/d-5487216/makmum-masbuk-definisi-dan-cara-melakukannya-
saat-sholat-berjamaah
https://m.merdeka.com/trending/tata-cara-shalat-jamak-dan-qashar-sesuai-syariat-islam-serta-
syarat-diperbolehkannya
https://tirto.id/hukum-shalat-berjamaah-dan-keutamaan-mengerjakannya
19