Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS PSIKOLOGI
PEKANBARU
PENDAHULUAN
Pendidikan ialah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap manusia, ini
berarti bahwa setiap manusia di Indonesia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang
layak. Secara umum pendidikan ini berarti suatu proses didalam kehidupan untuk
menjadikan seorang yang terdidik itu menjadi sangat penting, dengan adanya pendidikan
manusia menjadi berguna terutama bagi diri sendiri, keluarga, agama, serta nusa dan bangsa.
Lingkungan pendidikan yang pertama kali diperoleh setiap manusia ialah dari lingkungan
untuk menentukan kemajuan suatu Negara. Oleh sebab itu Sekolah menjadi sarana
pendidikan formal dan sebagai salah satu elemen penting dalam proses perkembangan pada
masa remaja.
Pendidikan ialah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
dirinya agar menjadi lebih baik, mempunyai akhlak yang mulia, memiliki kepribadian yang
berfungsi, memiliki kecerdasan optimal dan mempunyai pegangan spiritual keagamaan untuk
mengendalikan dirinya, serta memunyai skill untuk dirinya dan juga masyarakat. (Dalam UU
SISDIKNAS No.20 tahun 2003). Pendidikan mempunyai peran yang sangat besar untuk
mempersiapkan serta mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang pantas dan mampu
Didalam konvensi hak-hak anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1989. Ini sejalan dengan konsitusi nasional, bahwa
pemerintah republik Indonesia mempunyai kewajiban guna menjamin akses pendidikan
setiap anak sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Pasal 33. Melalui
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang memberi penekanan bahwa
setiap anak di Indonesia harus melalui sembilan tahun pendidikan dasar (dikenal dengan
program wajib belajar sembilan tahun). Kumpulan produk hukum ini juga menekankan
bahwa setiap anak, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, memiliki kesempatan yang
sama untuk mendaftar di pendidikan dasar serta pemerintah perlu menjamin ketersediaan
Pendidikan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis
karena ilmu ini ditujukan terhadap praktek serta bagaimana perbuatan mempengaruhi anak
didik tersebut. Mendidik bukanlah suatu hal yang asal-asalan karena menyangkut kehidupan
dan nasib manusia untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu pendidikan
merupakan tugas moral yang tidak ringan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting
masyarakat serta membangun martabat bangsa, oleh sebab itu pemerintah berusaha dalam
memberikan perhatian yang sangat serius dalam mengatasi berbagai masalah di bidang
pendidikan dari SD, SMP, serta SMA. Perhatian yang diberikan oleh pemerintah ialah
menyediakan alokasi anggaran yang sangat berarti. Dan pemerintah juga membuat kebijakan
yang berkaitan guna meningkatkan mutu dalam pendidikan. Namun yang sangat penting ialah
selalu melakukan berbagai macam ikhtiar untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat
untuk memperoleh pendidikan yang maksimal pada semua jenjang yang ada.
sudah memasuki usia sekolah. Di lembaga itu anak-anak akan mendapatkan bekal
mewujudkan peran sekolah, diperlukan strategi guna menciptakan lingkungan yang baik
dalam sekolah. Sekolah akan memberikan ide baru untuk membentuk penghayatan akan diri
mereka sendiri. Anak-anak akan meluangkan banyak waktunya disekolah sebagai anggota
masyarakat yang kecil, di sekolah anak-anak dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan,
dan ia harus belajar bersosialisasi, serta aturan-aturan yang memberi definisi dan membatasi
Sekolah sebagai institusi pendidikan juga diharapkan mampu menjadi tempat untuk
siswa dalam mengembangkan diri kuhususnya pada aspek intelektual maupun psikologis.
Sekolah ialah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan
yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang
sudah duduk dibangku SMP atau SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari
disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja
di sekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja
dengan adanya survei Political and Economic Risk Consultant (PERC) yang menyebutkan
bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia
(Sahin, 24 Agustus 2014). Dapat kita lihat dari permasalahan kualitas pendidikan yang
kurang memadai, sekolah perlu menciptakan suasana yang membuat siswa merasa nyaman,
senang dan berharga saat berada di sekolah, sehingga membuat remaja merasa sejahtera dan
puas. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan
baik ialah kesejahteraan sekolah (school wellbeing). Weisner (dalam Bornstein, Davidson,
Keyes & Moore, 2003) berpendapat bahwa wellbeing adalah tercapainya keberfungsian
pribadi yang ditandai oleh integrasi multifungsi, baik fisik, kognitif, dan sosioemosional.
Integrasi yang dimaksud akan menjadikan individu berhasil menjalankan perannya di
lingkungan secara baik, mencapai pemenuhan kebutuhan hubungan sosial, dan juga memiliki
Kesejahteraan tersebut dapat terjadi apabila siswa memiliki penilaian yang positif
terhadap sekolahnya. Penilaian siswa ini dapat disebut sebagai school well-being.
Kesejahteraan (well-being) siswa di sekolah atau yang dikenal dengan konsep school well-
being pertama kali dikemukakan oleh Konu dan Rimpelä (2002) yang mendefinisikan school
well-being sebagai keadaan yang memungkinkan individu dalam usahanya untuk memuaskan
(loving), pemenuhan diri (being), dan status kesehatan (health). Pencapaian prestasi siswa
berkontribusi dengan tingginya well-being siswa, keterlibatan dengan sekolah, dan rendahnya
School well-being merupakan hal yang paling penting bagi siswa di sekolah. Konsep
dari school well-being dibahas oleh Konu dan Koivisto (2011) bahwa school well-being pada
siswa meliputi kondisi sekolah, hubungan sosial, dan status kesehatan yang berperan dalam
proses belajar di sekolah. Maka, konsep school well-being siswa menjadi pertimbangan
sekolah untuk memahami hal apa saja yang bisa membuat siswa merasa senang dan sejahtera
saat berada di sekolah (Nidianti & Desiningrum, 2017). Konu dan Lintonen (2006) juga
menjelaskan dengan adanya school well-being ini siswa dapat mengutarakan pendapat
pendapat dan apa yang dirasakan oleh siswa selama berada di sekolah.
Ketika siswa memiliki keterhubungan dengan sekolah mereka akan terlibat dan
meningkatkan harga diri, memiliki keterampilan mengatasi masalah yang lebih baik dan juga
memiliki dukungan sosial sehingga siswa mampu meningkatkan school wellbeing dengan
merasa nyaman dengan lingkungan belajar di sekolahnya, mampu membangun hubungan
sosial dengan baik di lingkungan sekolah dan juga teman-temannya, serta mampu
dengan bakat dan minat sehingga secara fisik juga merasa sehat karena merasa nyaman
Menurut Syah 2007 (dalam Iman & Nailul 2018), menyatakan bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang
dialami siswa di sekolah. Oleh karena itu sekolah perlu menciptakan suasana yang nyaman,
menyenangkan dan tidak membosankan bagi siswa. Suasana tersebut berpengaruh terhadap
penilaian siswa terhadap sekolahnya. Penilaian subjektif siswa terhadap sekolahnya dapat
disebut dengan school well-being (Konu & Rimpela, 2002). Konsep school well-being
Tujuan utamanya ialah tidak hanya sekedar pemenuhan kesejahteraan siswa saja, tetapi juga
pemenuhan akan prestasi, potensi, dan juga kemampuan fisik maupun mental siswa (Konu &
Rimpela, 2002).
Aspirasi ialah cita-cita atau tuntutan kearah perbaikan (Abdillah P dan Al Barry, 47).
Das (dalam Herman Nirwana, 2003) tingkat aspirasi ialah tujuan spesifik yang ditetapkan
siswa untuk dicapainya. Setiap orang mempunyai standar yang diharapkan (aspirasi) dalam
pikirannya ketika ingin mengerjakan tugas. Sama halnya dengan siswa di sekolah. Setiap
mereka memiliki tingkat aspirasi dalam pikirannya ketika ingin mengerjakan tugas. Jika tugas
itu dapat diselesaikannya dan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka dia merasa puas,
sebaliknya jika tugas itu tidak dapat di selesaikan nya sehingga hasilnya tidak mencapai yang
diharapkannya, maka ia merasa gagal Hamachek (dalam Herman Nirwana, 2003:31). Dari
pendapat di atas, disimpulkan bahwa aspirasi ialah cita-cita atau harapan yang ingin dicapai
oleh seorang siswa di masa yang akan datang untuk mengerjakan tugas dalam mencapai
keberhasilan. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa tingkat aspirasi pendidikan siswa
sekolah menengah ialah salah satu prediktor yang sangat signifikan untuk pendidikan
tertinggi yang dapat diselesaikannya ( Wei - Cheng Mau & Lynette Heim Bikos, 2000).
Menurut Hurlock (2003) ketidakbahagian remaja ialah terlebih pada masalah pribadi
daripada masalah lingkungannya. Remaja merasa memiliki tingkat aspirasi yang tinggi dan
tidak ralistik untuk dirinya maupun prestasinya yang tidak sesuai dengan harapan, sehingga
akan timbul rasa tidak puas bagi dirinya kemudian muncul sikap menolak kepada dirinya
sendiri. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa aspirasi sangat berpengaruh terhadap
well being remaja karena remaja mempunyai aspirasi yang tidak ralistik yang akan
menimbulkan rasa tidak bahagia. Beberapa faktor yang mempengaruhi school well being
yang diungkapkan oleh Keyes dan Waterman (dalam Bornstein, Davidson, Keyes, & Moore,
2008) ialah hubungan sosial, teman dan waktu luang, peran sosial, tipe kepribadian, kontol
diri dan optimisme untuk tujuan dan aspirasi. Keyes dan Waterman (dalam Bornstein,
Davidson, Keyes, & Moore, 2008) menyebutkan tipe karakteristik kepribadian, kontol diri
dan optimisme untuk tujuan dan aspirasi secara konsisten bisa meningkatkan school well
B. Rumusan Masalah
masalah yang akan diteliti adalah: “apakah ada hubungan antara aspirasi siswa
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan atau aktivitas yang disadari pasti ada yang ingin dicapai. Adapun
tujuan penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara aspirasi siswa dengan school well
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait didalam
penelitin ini. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
E. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait hubungan antara aspirasi siswa dengan school well being pada siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Urifa (2018) dengan judul: “ Hubungan Aspirasi
Siswa dengan School well being pada Siswa MTS Penerima Dana Program Keluarga Harapan
(PKH)” menemukan bahwa adanya hubungan yang positif yang menunjukkan adanya
hubungan searah, artinya semakin tinggi aspirasi siswa semakin tinggi pula school well being
pada siswa. Persamaan dengan penelitian ini yaitu: sama-sama membahas variabel bebas
aspirasi siswa dan variabel terikatnya school well being. Namun terdapat perbedaan ini yaitu
peneliti meneliti siswa MTS yang menerima program keluarga harapan (PKH).
Penelitian yang dilakukan oleh Luthfi (2019) dengan judul: “Hubungan Kecerdasan
Emosional dengan School well being pada Siswa SMK Tujuh Lima 1 Purwokerto”
menemukan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional
dengan school well being pada siswa SMK tujuh lima 1 Purwokerto. Artinya semakin tinggi
kecerdasan emosional siswa SMK tujuh lima 1 Purwokerto semakin rendah school well being
pada siswa SMK tujuh lima 1 Purwokerto. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama
meneliti variabel terikat school well being dan perbedaannya ialah peneliti menggunakan
Penelitian ini dilakukan oleh Riantika (2021) dengan judul: “Hubungan Antara
internal locus of control dengan school well being pada Siswa SMAN 1 Tujuah Limo Nagari
di Payakumbuh” menemukan bahwa adanya hubungan yang positif secara signifikan antara
internal locus of control dengan school well being pada siswa SMAN 1 tujuah limo nagari di
Payakumbuh, Semakin tinggi internal locus of control siswa maka akan semakin tinggi
school well-being. Begitu juga sebaliknya semakin rendah internal locus of control maka
semakin rendah school well-being. Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama
meneliti variabel terikat school well being, dan perbedaannya ialah variabel bebas yang
Penelitian yang dilakukan oleh Mega (2019) dengan judul: “ Hubungan Antara
School well being dengan Motivasi Belajar pada Siswa SMA Negeri 6 Banda Aceh”
menemukan bahwa adanya hubungan yang positif antara school well being dengan motivasi
belajar pada anak SMA negeri 6 Bnda Aceh, artinya semakin tinggi school well being maka
akan semakin tinggi pula motivasi belajar siswa. Persamaan dalam penelitian ini ialah
peneliti sama-sama meneliti variabel school well being, namun terdapat perbedaan yaitu
variabel terikatnya school well being dan variabel bebasnya motivasi belajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
timbal balik antara rasa hormat dan anggota sekolah. Hubungan timbal balik itu bertujuan
untuk memperkecil masalah antara mereka sehingga bisa mempertahankan kondisi yang
seimbang, berkeadilan, dan juga memperlihatkan kerja keras guna mencapai prestasi pribadi
serta sosial. (Duckett et al., 2010). Dalam usaha menyejahterakan siswa, keberhasilan sekolah
termasuk konsep yang dinamakan dengan school well being (kesejahteraan sekolah).
School well being ialah suatu konsep yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpella
berdasarkan teori well being yang diutarakan oleh Allart. Allardt (dalam Konu dan Rimpella,
2002) berpendapat bahwa well being ialah suatu kondisi yang membolehkan individu guna
memenuhi kebutuhan dasar seperti, kebutuhan yang bersifat material dan non material.
School well being menurut Konu dan Rimpella (2002) ialah suatu pikiran tentang sekolah
yang aman, nyaman dan juga menyenangkan sehingga siswa bisa memenuhi kebutuhan
Dengan adanya school well being pada siswa bisa memberikan efek yang positif
tentang penilaian siswa dengan lingkungan sekolahnya. Siswa yang mempunyai rasa
sejahtera yang tinggi akan bertautan dengan peningkatan hasil belajar siswa, kehadiran siswa
di sekolah, perilaku prososial siswa, keamanan sekolah serta kesehatan mental seorang siswa
(Noble, McGrath, Wyatt, Carbines, & Robb, 2008). Ini menunjukkan adanya peningkatan
kesejahteraan siswa ialah faktor yang penting untuk diwujudkan oleh pihak sekolah. School
well being juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor sosial yaitu
hubungan sosial dan peran sosial. Siswa yang sering terlibat dalam hubungan sosial dan
memiliki peran sosial yang baik serta tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Hubungan
sosial juga mengarahkan pada hubungan guru dan siswa, dinamika kelompok (belajar dengan
kelompok), dan juga hubungan siswa dengan teman sebayanya (Konu dan Rimpella, 2002).
Pemuasan diri bagi siswa di sekolah biasanya disebut dengan being dalam school well being.
Dengan adanya harapan untuk siswa dalam belajar sesuai dengan kemampuannya ialah
pemenuhan diri (Konu dan Rimpella, 2002). Konu dan Rimpella juga menyebutkan bahwa
status kesehatan pada siswa ialah dimensi health, yaitu kesehatan siswa mencakup dimensi
Konu dan Koivisto (2011) menyebutkan bahwa ada 4 aspek dalam school well being
yaitu: having, loving, being, dan health. Penjelasan aspek berikut ini tetap mengarah pada
uraian dari Konu, Alenan, Lintonen, dan Rimpella (2002) karena tidak ada perubahan dari
evaluasi school well being pada siswa sekolah dasar. Konu dan Koivisto (2011). Aspek-
1. Kondisi sekolah (having) ialah suatu kondisi sekolah yang mencakup lingkungan
fisik di dalam sekolah. Lingkungan itu merupakan yang bisa diukur dari tingkat
Lingkungan fisik ini juga mencakup bagaimana kondisi kurikulum, jadwal jam
Dan dilingkup sekolah being juga dapat dilihat dari bagaimana sekolah bisa
menyadari begitu pentingnya membentuk bagian dari sekolah. Hal ini juga dapat
juga aspek lainnya yang ada di sekolah. Harapannya ialah untuk meluaskan
pengetahuan dan mengasah keterampilan siswa pada minatnya ialah hal yang
krusial, dan itu juga merupakan pengalaman dari pembelajaran yang positif guna
4. Status kesehatan (health) merupakan aspek fisik dan mental. Aspek fisik ini dapat
dilihat dari abnormalitas pada bagian tubuh seseorang yang dilihat dengan ilmu
medis. Begitu juga dengan aspek mental dapat dilihat dari perasaan yang dialami
oleh seseorang. Konu & Rimpella menjadikan aspek status kesehatan (health)
terpisah dikarenakan dalam konteks kesejahteraan (well being) bisa dilihat dari
kesehatan individu secara umum dan juga dipengaruhi oleh masalah eksternal.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi school well being siswa menurut Keyes
1. Hubungan sosial
individu dengan kelompok serta antar kelompok baik secara langsung maupun
tidak langsung guna menciptakan rasa menguntungkan dan kejra sama. Dalam
penelitian Keyes dan Waterman (2008) individu yang sering terlibat pada
hubungan sosial yang baik akan mempunyai peran sosial yang baik pula untuk
melihat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Peran sosial individu di lingkungannya
berada bisa meningkatkan well being dan juga bisa menurunkan stress yang
dimiliki individu tersebut. Siswa yang mempunyai hubungan sosial yang baik di
sekolahnya akan meningkatkan well beingnya dan juga sebaliknya jika siswa
mempunyai hubungan sisiaol yang kurang baik makan akan berdampak buruk
untuk well beingnya. Keyes & Waterman (2008) menyebutkan jika individu
Myers (dalam Keyes & Waterman, 2008) menyebutkan bahwa individu yang
merasa bahagia ialah individu yang mendapat dukungan dari temannya. Santrock
(2003) menyebutkan bahwa teman sebaya ialah sumber status, persahabatan serta
rasa saling memiliki dan dibutuhkan dalam situasi sekolah. Scanlan, dkk (dalam
Mahoney, Larson & Eccles, 2005) menyebutkan bahwa kegiatan di waktu luang
seperti olahraga akan diikuti siswa untuk menciptakan mood yang positif serta
bisa menurunkan stress pada individu tersebut dan bisa membuat perasaan
menjadi bahagia.
3. Partispasi sosial
Keyes & Ryff (dalam Keyes & Waterman, 2008) menyebutkan bahwa kegiatan
sukarela bisa mengembangkan hubungan yang positif dengan individu lainnya dan
bisa meningkatkan integrasi sosial. Selain itu banyak sekolah yang mempunyai
ikut dalam berbagai kegiatan (Santrock, 2003). Partispasi di dalam kegiatan juga
4. Peran sosial
Erikso (dalam Hurlock, 1996) mengungkapkan bahwa remaja yang mempunyai
masyarakat. Bagi siswa lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat untuk
siswa dalam menjalani peran sosial untuk aktivitas-aktivitas yang ada. Keyes
being pada individu itu ialah karena peran sosial di lingkungan individu itu
berada.
5. Karakteristik kepribadian.
Kepribadian ekstrovert ada hubungan antara emosi dan perasaan. Ekstrovert ialah
individu yang ekstrovert ini lebih aktif dalam berpartisipasi di kegiatan sosial
Individu yang memiliki komitmen bisa mengatur tujuannya untuk membantu dan
Kesuksesan juga berguna dalam mencapai tujuan dan aspirasi yang dimiliki untuk
meningkatkan well being pada individu. (Diener, dkk dalam Keyes dan
B. Aspirasi Siswa
Istilah ”aspirasi” berasal dari kata aspire, yang artinya bercita-cita atau menginginkan
sesuatu untuk dicapai. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan aspirasi sebagai harapan
dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang. Menurut (Hurlock, 1999:23)
aspirasi ialah keinginan akan sesuatu yang lebih tinggi dengan kemajuan sebagai tujuannya.
Menurut (Slameto, 2003:182) menyebutkan aspirasi ialah suatu harapan atau keinginan
Menurut (Ahmadi, 2009:134) menjelaskan aspirasi sama dengan kemauan yaitu suatu
dorongan kehendak yang lebih terarah pada tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh
pertimbangan akal budi. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
aspires ialah suatu harapan atau keinginan yang kuat untuk mencapai hasil yang diharapkan
oleh siswa untuk melanjutkan studi ke masa yang akan datang guna mempermudah siswa
melanjutkan pendidikan yang tinggi. Menurut Ana 2015 aspirasi adalah konsep multifaktor
yang dapat didefinisikan sebagai sesuatu dari keinginan abstrak dan impian untuk realisasi
rencana dan harapan. Aspirasi berarti keinginan yang besar untuk mencapai sesuatu yang
tinggi.
Menurut Hurlock (1983) menjelaskan ada 4 cara yang dapat digunakan untuk
a. Keinginan siswa
Siswa diminta untuk menjelaskan apa yang akan menjadi harapan di masa
depan. Pada studi ini keinginan siswa akan diperoleh keinginan jangka panjang dan
jangka pendek, seperti keinginan guna memperbaiki diri dan keinginan untuk
berprestasi.
b. Orang disekitarnya
misalnya orang tua, guru, dan atau kerabat mereka yang nantinya akan memberikan
terbuka daripada keinginan, selain itu dalam ketetapan hati aspirasi diungkapkan
secara spesifik. Sebagai contoh siswa ingin menjadi manajer yang sukses.
d. Tujuan siswa
Studi ini dibatasi dalam mengukur tujuan jangka pendek, dengan adanya studi
di atas, maka dapat disimpulkan aspirasi terdapat tiga aspek antara lain: derajad
tujuan, hasrat, dan ketetapan hati dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab
yang dipikulnya. Aspirasi dapat bersifat realistis yaitu apabila ada cukup kesempatan
untuk berhasil dalam mencapainya, dan bersifat tidak realistis apabila kesempatan
a. Faktor pribadi
cita-cita akan memiliki aspirasi positif, dan juga sebaliknya seseorang yang
aspirasi negatif.
konsep diri sebagai inti kepribadian dan sifat sebagai struktur yang
nilai pribadi (nilai ini menentukan aspirasi ini sangat penting, sesuatu yang
diharapkan oleh keluarga, guru dan teman-teman pada setiap anak serta
semakin meningkatnya aspirasi semakin kuat pula keinginan untuk diakui oleh
kelompoknya)
lain, semenjak kecil individu sudah berkompetisi dengan anak yang lebih tua
dan juga teman sebayanya. Seringnya berkompetisi dengan orang lain akan
latar belakang ras (orang tua dari kelompok minoritas sering bertujuan tinggi
b. Faktor lingkungan
ambisi orangtua (ambisi orangtua sering lebih tinggi bagi anak yang lahir
pertama dibandingkan dengan yang lahir berikutnya, dan hal ini juga
berpengaruh pada pola asuh yang diterapkan orangtua. Individu yang berasal
dari keluarga yang tingkat sosial ekonomi stabil cenderung mempunyai tingkat
aspirasi yang lebih tinggi. Penilaian orang lain juga mempengaruhi aspirasi
masyarakatnya)
satu bidang juga dapat berhasil di semua bidang jika itu diinginkannya.
karena satu sama lain mempunyai keinginan yang sama, sehingga semakin
semakin kuat)
sosial yang stabil cenderung mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi
daripada individu yang berasal dari keluarga yang tidak stabil. Selain itu
individu yang berasal dari keluarga kecil mempunyai orientasi prestasi yang
lebih besar daripada dari keluarga besar, sebab orang tua pada keluarga kecil
tidak sekedar menuntut anak tetapi juga akan mendorongnya untuk maju)
tradisi budaya (tradisi budaya yang beranggapan bahwa semua orang dapat
mencapai apa saja yang diinginkannya jika usahanya cukup keras. Pada
dididik bahwa mereka dapat mencapai hasil yang tinggi dalam masyarakat bila
C. Kerangka Berpikir
School well being pada siswa bisa memberikan efek yang positif tentang penilaian
siswa dengan lingkungan sekolahnya. Siswa yang mempunyai rasa sejahtera yang tinggi akan
bertautan dengan peningkatan hasil belajar siswa, kehadiran siswa di sekolah, perilaku
prososial siswa, keamanan sekolah serta kesehatan mental seorang siswa. Ini menunjukkan
adanya peningkatan kesejahteraan siswa ialah faktor yang penting untuk diwujudkan oleh
pihak sekolah. School well being juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah
faktor sosial yaitu hubungan sosial dan peran sosial. Siswa yang sering terlibat dalam
hubungan sosial dan memiliki peran sosial yang baik serta tingkat kepuasan hidup yang lebih
tinggi.
Aspirasi sama dengan kemauan yaitu suatu dorongan kehendak yang lebih terarah
pada tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aspires ialah suatu harapan atau keinginan
yang kuat untuk mencapai hasil yang diharapkan oleh siswa untuk melanjutkan studi ke masa
yang akan datang guna mempermudah siswa melanjutkan pendidikan yang tinggi. Remaja
merasa memiliki tingkat aspirasi yang tinggi dan tidak ralistik untuk dirinya maupun
prestasinya yang tidak sesuai dengan harapan, sehingga akan timbul rasa tidak puas bagi
dirinya kemudian muncul sikap menolak kepada dirinya sendiri. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa aspirasi sangat berpengaruh terhadap well being remaja karena remaja
mempunyai aspirasi yang tidak ralistik yang akan menimbulkan rasa tidak bahagia.
D. Hipotesa
Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini ialah Adanya hubungan yang signifikan antara aspirasi siswa dengan school well being
Rohman, Iman Hidayatur & Nailul Fauziah. 2016. HUBUNGAN ANTARA ADVERSTY
Alpian, Yayan, M.Pd. Dkk. 2019. Pentingnya Pendidikan Pada Manusia. Jurnal Buana
21.
Istiqomah, Nuril & Agustin Rahmawati. 2020. School Well Being Siswa Full Day School dan
Hal 19 – 28.
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan Masa-Hidup. Jilid 1. (Edisi Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nanda, Adistiya & Prasetyo Budi Widodo. 2015. EFIKASI DIRI DITINJAU DARI
Faizah. Dkk. 2018. School Well-Being pada Siswa Berprestasi Sekolah Dasar yang
Rahma, Ulifa. Dkk. 2020. Bagaimana meningkatkan school wellbeing? memahami peran
school connectedness pada siswa SMA. (Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan). Vol. 08
1. Hal 107-113.
Zulfa, Mega Aprilia (2019). HUBUNGAN ANTARA SCHOOL WELL BEING DENGAN
Nurcahyaningsari, Dhenis & Lely Ika Maryati. 2018. School well being pada siswa SMP.
Meilisa. Dkk. 2018. Relation of Student-Teacher Trust with School Well-Being to High
WELL-BEING: Studi pada Siswa Pondok Pesantren yang Bersekolah di MBI Amanatul
Anjani, Ayu Selfi. Dkk. 2019. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Penghasilan Orang