Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN AN.

A DENGAN DIAGNOSA
CONGENITAL HYDROCEPHALUS DI PAVILLIUN KEMUNING
BAWAH RSU KABUPATEN TANGERANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Dasar


Dosen Pengampu : Hj.Lindawati,S.Kep.Ners,MKM

Disusun oleh :
YANITA SUMARDI ( P27901120044)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
TAHUN 2021
A. DEFINISI
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).

Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan


dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi
gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF
berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat
mengalirnya liquor (Mualim, 2010)

B. ETIOLOGI

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi
dan anak ialah:

1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam


rahim,atau infeksi intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah. Didapat :
disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya
suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

C. KLASIFIKASI

Jenis Hidrosefalus dapat diklasifikasikan menurut:

1. Waktu Pembentukan
a. Hidrosefalus Congenital, yaitu Hidrosefalus yang dialami sejak
dalamkandungan dan berlanjut setelah dilahirkan
b. Hidrosefalus Akuisita, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah
bayidilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi
dilahirkan.
2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus
a. Hidrosefalus Akut, yaitu Hidrosefalus yang tejadi secara
mendadak yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan
Serebrospinal)
b. Hidrosefalus Kronik, yaitu Hidrosefalus yang terjadi setelah
cairanCSS mengalami obstruksi beberapa minggu.
3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal
a. Communicating, yaitu kondisi Hidrosefalus dimana CSS masih
biaskeluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.
b. Non Communicating, yaitu kondis Hidrosefalus dimana
sumbatanaliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur
sempit yangmenghubungkan ventrikel-ventrikel otak.
4. Proses Penyakit
a. Acquired, yaitu Hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi
yangmengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput
pembungkusotak (meninges).
b. Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau
cederatraumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan
otak atauathrophy.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : anak dibawah usia


2 tahun, dan anak diatas usia 2 tahun.

1. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun


a. Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran
kepala.
b. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak
berdenyut.
c. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap
dengan pelebaran vena-vena kulit kepala.
d. Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked
pot sign yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
e. Perubahan pada mata.
f. bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan penipisan
tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-
akan seperti matahari yang akan terbenam
g. strabismus divergens
h. nystagmus
i. refleks pupil lambat
j. atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum
k. papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.
2. Hydrochepalus pada anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra
kranial oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup

E. ANATOMI FISIOLOGI

Ruangan CSS (cairan cerebrospinal) mulai terbentuk pada minggu


kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sistem magna pada dasar
otak dan ruangan subaraknoid yang meliputi seluruh susunan syaraf. CSS
yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke
dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan araknoid yang
meliputi seluruh susunan syaraf pusat (SSP). Hubungan antara sistem
ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di
median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS
yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus
Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscha dan Magendie ke
dalam ruang subaranoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna
basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem
kapiler.

FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINALIS

1. Pembentukan CSF (Cerebrospinal fluid)


Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan
demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan
hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di
bentuk oleh PPA;
a. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar
b. Parenchym otak
c. Arachnoid
2. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat
pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II
ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel
III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui
satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan
cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju
cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga
subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra
tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex
cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi
melalui villi arachnoid.

F. PATOFISIOLOGI

Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan


subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan
ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater
dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis.
Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak
mengalami gangguan.

Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut
dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses
akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura
kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa
cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang
dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga /
keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel
lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu
penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow).
Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior
menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein
dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum
yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga
membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala :
Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar.
Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak
komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan
ketiadaan absorbsi total akan menyebabkankematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma
normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika
route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut
maka akan terjadi keadaan kompensasi.

G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis
posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup
maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran
kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan
ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi
selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi
dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan
lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart
(jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada
anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh
karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan
suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara
menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras
lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung
difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan
mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.
Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita
hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak
dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti
halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.
Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas
oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

I. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan
penyuluhan genetic, penerangan keluarga berencana serta
menghindari perkawinan antar keluarga dekat. Proses
persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk
menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu
saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi
sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi
pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi
asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut
dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat
diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian
diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan
“pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan
tempat absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis
aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS
kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalah memberikan
pengertian pada keluarga mengenai penyakit dan alat-alat
yang harus disiapkan (misalnya : kateter “shunt” obat-
obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan
serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke
rongga peritoneum yaitu pi8ntasan ventrikuloatrial atau
ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak
menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat
ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit
terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi,
atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS
dengan tempat absorbs
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

a. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan
dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
b. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi
vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran
likuor atau perbaikan suatu malformasi. saat ini cara terbaik
untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.
c. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran
likuor dengan kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase
yang terpilih adalah rongga peritoneum. baisanya cairan
ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca
operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi
infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang
dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan
kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan

a. Identifikasi Pasien

Umumnya berisikan nama, nomor rekam medik, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, dan
diagnosa medis. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien
yang dihadapi adalah pasien yang dimaksud, selain itu identitas diperlukan
untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya (Sudoyo, 2009).

b.Riwayat Kesehatan

1)Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menulis keluhan utama harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien akan mengalami hal tersebut
(Sudoyo, 2009). Pasien dengan hematemesis melena perlu ditanyakan tentang
perdarahan yang timbul apakah mendadak dan banyak, atau sedikit tetapi terus
menerus, apakah timbul perdarahan yang berulang, serta sebelumnya pernah
mengalami perdarahan atau tidak. Biasanya pasien akan mengeluh muntah
darah yang tiba-tiba dalam jumlah yang banyak, berwarna kehitaman dan
tidak membeku karena sudah tercampur dengan asam lambung, nyeri pada
daerah epigastrium apabila mengalami tukak lambung, namun apabila
disebabkan karena pecahnya varises esofagus tidak mengeluh nyeri atau pedih
pada epigastrium, BAB berwarna gelap, dan badan terasa lemah akibat
kehilangan banyak darah (Hadi, 2013).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan


jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Biasanya pasien akan mengalami nyeri pada daerah
epigastrium, namun pada pasien dengan penyebab varises esofagus biasanya
tidak mengalami nyeri, mual, muntah darah dengan warna yang gelap atau
lebih terang dengan volume yang banyak, biasanya dengan frekuensi sering
dan tiba-tiba, BAB berdarah dengan warna lebih gelap, pusing, sesak nafas,
dan badan terasa lemah. Pasien juga akan terlihat pucat, membrane mukosa
kering dan pucat, turgor kulit buruk, intake dan output cairan tidak seimbang.

3)Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-


kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakitnya sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami
kecelakaan, menderita penyakit yang berat dan menjalani operasi tertentu,
riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah sembuh sempurna
atau tidak. Obat-obat yang pernah dikonsumsi seperti steroid, kontrasepsi,
transfusi, kemoterapi, dan apabila pasien pernah mengalami pemeriksaan
maka harus dicatat dengan seksama hasilnya (Sudoyo, 2009).Biasanya pada
pasien yang mengalami hematemesis dan melena memiliki riwayat penyakit
hepatitis, penyakit hati menahun, sirosis, penyakit lambung, pemakaian obat-
obatan ulserogenik, alkoholisme, dan penyakit darah seperti leukemia,
hemophilia, dan ITP (Hadi, 2013).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit


herediter atau penyakit infeksi. Biasanya pasien memiliki riwayat keluarga
yang mengalami kelainan pada sistem pencernaan, seperti kanker lambung,
gastritis, atau penyakit penyerta yang dapat memperburuk kondisi seperti
penyakit darah dan penyakit pada hati seperti hepatitis dan sirosis. Kemudian
dikaji juga kebiasaan anggota keluarga yang memicu penyakit ini seperti
alkohol (Sudoyo, 2009).
Pemeriksaan Fisik

1)Keadaan Umum

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana keadaan


umum pasien melalui ekspresi wajahnya dan tanda-tanda spesifik lainnya.
Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sakit sedang atau
sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan
pasien dalam keadaan darurat atau tidak seperti menilai apakah pasien sudah
memperlihatkan tanda-tanda syok atau belum. Biasanya keadaan umum pasien
dengan hematemesis melena lemah karena kekurangan cairan dalam jumlah
yang cukup banyak (Sudoyo, 2009).

2) Kesadaran

Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien
yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang
sadar dapat tertidur tetapi akan bangun apabila dirangsang. Biasanya pasien
akan datang dengan tingkat kesadaran yang baik namun beberapa juga datang
dengan kesadaran yang menurun atau sinkop. Sinkop merupakan penurunan
kesadaran sementara yang berhubungan dengan penurunan aliran darah di
otak. Sinkop berhubungan dengan kolaps postural dan dapat menghilang tanpa
gejala sisa. Pasien sirosis hepatis dengan perdarahan cenderung mengalami
koma hepatikum (Sudoyo, 2009).

3)Tanda-tanda Vital

Biasanya terjadi penurunan tekanan nadi, penurunan tekanan darah,


peningkatan frekuensi pernafasan serta peningkatan suhu tubuh akibat
kekurangan cairan. Tanda-tanda vital perlu diperhatikan guna menilai tanda-
tanda syok dan anemia pada pasien sehingga apabila pasien sudah syok perlu
diberikan pertolongan untuk mengatasi syoknya (Sudoyo, 2009).

• Kaji adanya pembesaran kepala pada bayi, vena terlihat jelas pada kulit
kepala, bunyi cracked-pot pada perkusi, tanda setting sun, penurunan
kesadaran, opisthotonus, dan spatik pada ekstermitas bawah, tanda
peningkatan tekanan intrakranial (muntah, pusing, papil edema), bingung

• Kaji lingkar kepala

• Kaji ukuran ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun menonjol

• Kaji perubahan tanda vital khususnya pernafasn

• Kaji pola tidur, perilaku dan interaksi

Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon


pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga dan
komunitasterhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (SDKI, 2016)

Perencanaan

1. Anak akan menunjukkan tidak adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi


jaringan serebral adekuat

2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda terpasangnya shunt dengan tepat

3. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda injury

4. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi

5. Orang tua akan menerima anak dan akan mencari bantuan untuk mengatasi
rasa berduka

Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 2010).

• Mengukur lingkar kepala setiap 8 jam

• Memonitor kondisi fontanel

• Mengatur posisi anak miring ke arah yang tidak dilakukan tindakan


operasi

• Menjaga posisi kepala tetap sejajar dengan tempat tidur untuk


menghindari pengurangan tekanan intrakranial yang tiba-tiba

• Mengobservasi dan menilai fungsi neurologis setiap 15 menit hingga


tanda-tanda vital stabil

• Melaporkan segera setiap perubahan tingkah laku (misalnya: mudah


terstimulasi, menurunnya tingkat kesadaran) atau perubahan tanda-tanda vital
(meningkatnya tekanan darah, denyut nadi perlahan)

• Menilai keadaan balutan terhadap adanya perdarahan dan daerah sekitar


operasi terhadap tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan setiap 15 menit
hingga tanda vital stabil, selanjutnya setiap 2 jam

• Mengganti posisi setiap 2 jam dan jika perlu gunakan matras yang berisi
udara untuk mencegah penekanan yang terlalu lama pada daerah tertentu

3. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 2010).

4. Evaluasi

Dalam evaluasi, perawat dapat mengetahui sejauh mana asuhan keperawatan


telah diberikan kepada pasien dengan melihat pada kerangka SOAP jika pada
analisa data disebutkan bahwa masalah teratasi berarti dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan kondisi pasien telah berubah ke arah yang lebih baik dan
artinya sudah mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sehingga
intervensi dapat dihentikan. Namun jika pada analisa data disebutkan bahwa
masalah teratasi sebagian maka dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
kondisi pasien belum sepenuhnya baik/hanya sebagian dan tujuan maupun
kriteria hasil belum mencapai hasil yang optimal sehingga perawat butuh
mempertahankan intervensi yang telah dibuat. Apabila dalam Analisa data
disebutkan bahwa masalah belum teratasi berarti dalam asuhan keperawatan
kondisi pasien masih belum membaik sehingga intervensi perlu dilanjutkan
dengan mengikuti tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai dan jika dalam
analisa data disebutkan muncul masalah baru berarti perawat harus menyusun
intervensi dan menetapkan tujuan maupun kriteria hasil yang ingin dicapai
untuk masalah baru tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. (2007). Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Mualim. (2010). Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 31 januari 2017


http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html

Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan


bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta:EGC.

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai