Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

NAMA : ASEP NURJAMAN

NIM : 1173030017

KELAS : HTN 6 A

MATA KULIAH : CAPITA SELECTA POLITIK ISLAM

DOSEN PENGAMPU : DR. ENDING SOLEHUDIN, M.AG.

SOAL

1. Konsep negara islam ditinjau dari sejarahnya sejak masa Rasulullah saw di Madinah,
masa kekhalifahan hingga masa moderen sekarang
2. Kontribusi tokoh-tokoh islam dalam mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia
3. Muatan politik Islam dalam Undang undang Dasar 1945 sebagai sebuah konstitusi
negara.
4. Rancangan UU HIP kaitannya Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi bangsa

JAWABAN

1. Menurut pandangan saya, konsep negara di dalam islam memiliki kekhasan di


banding dengan konsep konsep yang lainya, karna sistem politik Islam berbeda
dengan sistem-sistem politik lainnya. Dalam sistem politik Islam bahwa kedaulatan
itu tidak di tangan rakyat ataupun kepala negara (khalifah), tetapi di tangan syara’
(aturan dan hukum Islam) yang berdasarkan pada wahyu. Sedangkan kekuasaan
khalifah adalah untuk melaksanakan dan menerapkan hukum syariat Islam. Hal ini
berdasar pada teori siyasah syar’iyyah dimana kebijakan penguasa yang dilakukan
untuk menciptakan kemaslahatan dengan menjaga rambu-rambu syariat. Sedangkan
ciri khas kepemimpinan dalam islam dapat kita klasifikasikan dengan melihan periode
yang berbeda beda, diantaranya:
a) Masa Nabi Muhammad
Sistem pemerintahan Islam dimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Tugas
Rasulullah SAW adalah memimpin masyarakat Islam sebagai utusan Allah
SWT dan kepala negara Islam Madinah. Di kota ini, Rasulullah SAW segera
meletakkan dasar kehidupan yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat
baru di bawah pimpinan beliau. Rasulullah SAW mengumumkan tentang
peraturan dan hubungan antarkomunitas di Madinah. Pengumuman ini dikenal
dengan nama Piagam Madinah. Piagam ini merupakan undang-undang untuk
pengaturan sistem politik dan sosial masyarakat Islam dan hubungannya
dengan umat yang lain. Piagam inilah yang dianggap sebagai konstitusi negara
tertulis pertama di dunia. Di bidang pemerintahan, sebagai kepala
pemerintahan, beliau mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan
beberapa fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat
berjalan dengan baik. Rasul SAW mengangkat Abu Bakar as-Siddiq dan Umar
bin Khattab sebagai wazir (menteri). Juga, mengangkat beberapa sahabat yang
lain sebagai pemimpin di sejumlah wilayah kekuasaan Islam, di antaranya
Muaz bin Jabal sebagai gubernur di Yaman. Selain itu, sebagai kepala negara,
Rasulullah SAW juga melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain,
Rasulullah SAW mengirimkan sekitar 30 buah surat kepada kepala negara
lain, di antaranya kepada Almuqauqis raja negeri Mesir, Kisra penguasa
Persia, dan Kaisar Heraklius penguasa Romawi. Dalam surat yang dikirim
tersebut, Nabi mengajak mereka masuk Islam. Sehingga, bisa dikatakan politik
luar negeri negara Islam Madinah saat itu adalah dakwah semata. Bila mereka
tidak bersedia masuk Islam, diminta untuk tunduk dan bila tidak mau juga,
barulah negara tersebut diperangi. Masa Pemerintahan Islam
b) Dari Khulafaur Rasyidin
Al-Khulafa ar-Rasyidun merupakan pemimpin umat Islam setelah Rasulullah
SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sepeninggal Rasulullah
SAW, kepemimpinan umat Islam beralih kepada Abu Bakar as-Siddiq.
Pemilihan dan penetapan Abu Bakar sebagai khalifah dilakukan secara
demokratis. Pencalonannya dilaksanakan oleh perseorangan, yaitu Umar bin
Khattab, yang ternyata disetujui oleh semua yang hadir pada saat itu. Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan
oleh suku-suku Arab yang membelot dari Islam dan tidak mau mengakui
kepemimpinan Abu Bakar. Mereka yang termasuk dalam golongan tersebut
disebut kaum Riddah (murtad, kaum yang keluar dari agama Islam). Setelah
menyelesaikan urusan dalam negeri, barulah perhatian Abu Bakar beralih
kepada masalah luar negeri. Masa pemerintahan Umar, juga mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan
dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula, jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal,
menempa mata uang, dan menciptakan penghitungan tahun hijriah. Di masa
pemerintahan Usman membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang
besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-
jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid Nabi di
Madinah. Setelah Usman wafat, Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah.
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Di antaranya, Ali harus
berhadapan dengan pendukung Usman yang tidak suka dengan pemecatan
gubernur yang dulunya diangkat usman. Selain itu, Ali juga harus berhadapan
dengan Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah. Di akhir
masa pemerintahannya, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik,
yaitu Mu'awiyah, Syiah (pengikut Ali), dan Khawarij.
c) Pada masa Dinasti
Ketika memegang tampuk pemerintahan Islam sesudah al-Khulafa ar-
Rasyidin, Dinasti Umayyah melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra-Islam di
Timur Tengah. Sikap ini mengundang kritik keras dan oposisi, terutama dari
golongan Khawarij dan Syiah. Usaha menekan kelompok oposisi terus
dijalankan bersamaan dengan usaha memperluas wilayah Islam hingga Afrika
Utara dan Spanyol. Pada masa awal memerintah, Dinasti Umayyah di bawah
kepemimpinan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan mengadakan dinas pos
dengan menyiapkan kuda yang lengkap dengan peralatannya di tempat
tertentu sepanjang jalan. Sistem penggunaan mata uang juga mulai
diperkenalkan pada masa ini, yakni dengan didirikannya percetakan mata
uang. Dalam mengendalikan pemerintahannya, Muawiyah didukung oleh
beberapa pembantu utama untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi.
Ia mengangkat sejumlah gubernur. Di bidang yudikatif, para qadli (hakim)
ditunjuk oleh gubernur setempat yang diangkat oleh khalifah. Semasa
memerintah, Muawiyah berhasil menciptakan keamanan dalam negeri dengan
membasmi para pemberontak. Ia juga berhasil mengantarkan negara dan
rakyatnya kepada kemakmuran dan kekayaan yang melimpah. Setelah
Umayyah, muncul Dinasti Abbasiyah yang bertahan lebih dari lima abad (750-
1258 M) dan pernah mewujudkan zaman keemasan umat Islam. Dinasti
Abbasiyah mendistribusikan kekuasaan secara lebih luas, baik orang Arab
maupun Muslim non-Arab. Sejak berkuasa, penguasa Abbasiyah mengangkat
ulama terkenal untuk menjalankan fungsi hukum. Kekuasaan peradilan
diserahkan sepenuhnya kepada para hakim, yang diangkat oleh pemerintah
pusat. Mereka melaksanakan fungsi yudikatif, bebas dari intervensi penguasa.
Birokrasi juga mulai ditumbuhkan pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Di antaranya, adanya jabatan baru, yaitu wazir (penasihat khalifah),
pembagian departemen, seperti militer, administrasi, dokumentasi, dan
perbendaharaan.Selanjutnya, wilayah kekuasaan di tingkat provinsi dipimpin
oleh gubernur (amir). Khalifah juga mengangkat hakim agung (qadli al-qudlat)
di setiap provinsi untuk mengatasi masalah-masalah hukum. Salah satu ciri
yang cukup menonjol dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyah adalah sistem
sentralisasi kekuasaan, terutama dalam masalah administrasi keuangan dan
perpajakan. Ini adalah salah satu yang membedakannya dari kekuasaan
Umayyah. Implikasi dari sentralisasi ini ialah adanya upaya yang sungguh-
sungguh untuk memastikan bahwa provinsi memberikan sumbangan yang
memadai untuk mendukung pemerintahan pusat.
d) Pada masa modern
Pada masa modern ini islam tentunya tidak henti-hentinya memberikan pola
atau sistem dalam bernegara karna Islam adalah agama yang kompleks yang
dapat mengikuti perkembangan jaman. Islam memang tidak bernegara tetapi
umat islam memiliki tanah air, oleh sebab itu ajaran islam akan menyesuaikan
dengan kondisi dari negara umatnya tersebut. Pada masa modern ini, tidak ada
keharusan dalam menjadikan sebuah negara menjadi negara islam, namun
kembali pada teori siyasah syar’iyyah bahwasanya kebijakan penguasa yang
dilakukan untuk menciptakan kemaslahatan dengan menjaga ramburambu
syariat. Jadi pada intinya meskipun bukan negara islam tetapi kontribusi ajaran
islam akan senantiasa hadir dalam konsep bernegara.
2. Indonesia bisa merdeka seperti sekarang ini tentunya bukan dengan usaha yang
mudah, tetapi dengan penuh pengorbanan dan perjuangan. Di antara para pejuang
yang berani mengorbankan harta benda bahkan nyawa nya untuk kemerdekaan
Indonesia banyaklah para ulama dan tokoh islam. Semangat juang yang di pancarkan
mereka demi tanah air tercinta yaitu NKRI sehingga munculah pepatah bahwasannya
cinta tanah air merupakan sebagian dari iman. Ini merupakan aura yang dipancarkan
dari keimanan mereka sehingga mereka mengorbankan segalanya untuk jihad
melawan penjajah, karna jauh sebelum kolonialisme datang islam terlebih dahulu
mengajarkan konsep jihad agama, jihad negara, ataupun jihad yang lainnya. Dan
meskipun Indonesia telah merdeka tetapi tokoh-tokoh islam tidak henti hentinya
dalam menjaga keutuhan NKRI.
Diantara tokoh – tokoh islam yang menjadi pejuang dalam berdirinya NKRI
diantaranya seperti:
a) Mohammad yamin, diantara peran beliau adalah dengan merumuskan
pancasila sebagai dasar negara, serta merumuskan pembukaan UUD 1945
b) KH Ahmad dahlan, beliau merupakan salah satu ppenggagas pergerakan umat
islam di Indonesia
c) Mas mansyur, beliau merupakan tokoh yang sangat berperan dalam
kebangkitan kesadaran kebangsaan di Indonesia
d) Mohammad hatta, beliau merupakan tokoh yang membela kaum kecil
e) M. Natsir, beliau adalah seorang cendikiawan sekaligus negarawan. Beliau
berperan menjadi pelop[or dalam konflik antara pendukung RIS federalistik
dengan pendukung NKRI
f) KH Hasyim asy’ari, beliau merupakan ulama yang menjadi penggerak
perjuangan kemerdekaan di kalangan santri dan umat islam yang bermula dari
pesantren. Sepeerti revolusi jihad dalam mempertahankan keutuhan NKRI

Tentunya masih banyak tokoh-tokoh islam yang berperan besar dalam mendirikan
dan menjaga NKRI
3. Dalam konteks Undang-Undang Dasar 1945, para perumusnya mengikhtiyarkan agar
konstitusi dibangun sesuai dengan karakter bangsa nya. Pada konteks ikhtiyar inilah
nilai nilai agama khusus nya nilai nilai universalitas islam sebagaimana dianut
mayoritas pribumi bangsa Indonesia memberi kontribusi dalam proses perumusan
nilai dan norma pada konstitusi ini. Keberadaan nilai – nilai islam berhasil
diperjuangkan dalam konstitusi yang ditandai dengan tercapainya agrement atau
dikenal dengan piagam jakarta. Piagam ini diusulkan menjadi preambule UUD 1945
dalam sidang BPUPKI. Dalam piagam ini pula terdapat formulasi sila pertama
Pancasila dengan menyatakan “ ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Eksistensi idiologi agama, khususnya agama islam,
secara expresiv tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
memuat falsafah dasar negara, yakni pada sila pertama yang menyatakan, “Ketuhanan
yang maha Esa”. Selanjutnya pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang maha Esa. Dalam pandangan
saya tentunya ini sesuai dengan ayat Al-Quran Surat Al-Iklas ayat 1 yang berbunyi
“Katakanlah, Dialah Alloh yang maha Esa”. Hal ini menjadi cerminan konsep
monoteisme atau tauhid yang terkandung dalam konstitusi sehingga mengandung
nilai islam. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengenal doktrin pemisahan agama
dengan negara. Hal ini menunjukan adanya kesinambungan antara agama, dan negara.
Hal ini sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “ atas
berkat rahmat Allah yang maha kuasa”. Yang merupakan pengakuan religius yang
menandakan bahwa Indonesia mengakui nilai nilai agama yang sekaligus dijadikan
dasar dalam membangun hukum maupun dasar moral. Di kemudian hari, ketika
Undang-Undang Dasar mengalami perubahan pada tahun 1999 sampai dengan tahun
2002, di dalam ketentuan Perubahan UUD 1945, nilai-nilai keislaman ditemukan
dalam sejumlah pasal, yakni Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjadi dasar pembentukan peradilan agama di bawah Mahkamah Agung, Pasal 27,
Pasal 28B, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28G, dan Pasal 28I UUD 1945 yang berisi
pengakuan atas persamaan dan kesetaraan serta hak asasi manusia. Untuk itu, saya
berpandangan bahwa ketentuan di dalam konstitusi telah mencerminkan nilai-nilai
Islam dan mengakui keberadaan nilai-nilai agama. Bahkan dalam Pasal 28J ayat (2)
UUD 1945, salah satu pembatasan atas Hak Asasi Manusia adalah nilai-nilai agama.
Hal itu berati nilai-nilai agama berada di atas HAM.
4. Penyusunan rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila yang
dilaksanakan pada 22 April 2020, RUU HIP dirumuskan bahwa saat ini belum ada
Undang-Undang yang mengatur mengenai haluan idiologi pancasila untuk menjadi
pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan Undang-
Undang tentang Haluan Idiologi Pancasila. Beberapa yang dibahas dalam RUU
tersebut adalah dibentuknya beberapa badan. Diantaranya kementrian atau badan
risetr dan inovasi nasional, kementrian atau badan kependudukan dan keluarga
nasional, serta badan yang menyelenggarakan urusan bidang pembinaan idiologi
pancasila.Adapun terkait dengan Badan yang menyelenggarakan urusan di bidang
pembinaan Ideologi Pancasila memiliki beberapa wewenang:
 Mengarahkan pembangunan dan pembinaan politik nasional yang berpedoman
pada Haluan Ideologi Pancasila;
 Mengarahkan riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
landasan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan nasional di
segala bidang kehidupan, berpedoman pada Haluan Ideologi Pancasila;
 Mengarahkan pelaksanaan kebijakan pembangunan di lembaga-lembaga
negara, kementerian/lembaga, lembaga pemerintahan nonkementerian,
lembaga nonstruktural dan Pemerintahan Daerah berpedoman pada Haluan
Ideologi Pancasila.
Menurut saya pemerintah tidak usah membuat rancangan Undang Undang HIP ini,
karna masyarakat indonesia pun telah mengerti arti dan hakikat dari pancasila
sehingga tidak perlu dirancang menjadi sebuah pedoman idiologi, terlebih indonesia
pada saat ini mengalami krisis moral, bukan krisis idiologi. Kemudian beberapa pasal
di dalamnya pun membuat pancasila menjadi sempit, dengan adanya konsep trisila
yang kemudian menjadi ekasila, hal ini menjadikan pungsi ketuhanan menjadi
dihilangkan.

Anda mungkin juga menyukai