Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Ginjal
a. Pengertian Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ bersimpai yang terletak di area
retroperitoneum. Sebuah arteri renalis dan vena renalis keluar dari setiap ginjal
di daerah hilus. Sekitar 25% curah jantung mengalir ke ginjal. Darah difiltrasi
di ginjal untuk membersihkan zat-zat sisa terutama urea dan senyawa yang
mengandung nitrogen dan mengatur elektrolit ekstravaskular dan volume
intravaskular. Karena aliran darah ginjal berjalan dari korteks ke medula dan
karena medula memiliki aliran darah yang relatif kecil dibandingkan dengan
aktivitas metaboliknya yang tinggi, tekanan oksigen normal di medula lebih
rendah daripada di bagian-bagian ginjal lainnya. Hal ini menyebabkan medula
rentan terhadap cedera iskemik. (McPhee dan Ganong, 2012)
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki
berat kurang lebih 125g, panjang ginjal kira-kira 12 cm, terletak pada posisi
disebelah lateral vertebra torakalis bawah. Organ ini terbungkus oleh jaringan
ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renalis. Ginjal terbagi menjadi 2 bagian
eksternal yang disebut korteks dan bagian internal yang dikenal sebagai medula
(Cahyaningsih, 2011)
Organ utama sistem perkemihan adalah ginjal yang memproses plasma
darah dan mengeluarkan buangan dalam bentuk urine melalui organ
perkemihan yang meliputi ureter, kandung kemih, dan uretra. Produk buangan
terbentuk dari metabolisme nitrogen (protein makanan) dan pemecahan otot
(protein tubuh). Produk buangan yang mengandung nitrogen, seperti ureum
dan kreatinin dapat dideteksi di dalam darah dan cairan tubuh lain. Fungsi
utama ginjal yang lain meliputi mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit (khususnya natrium dan kalium), keseimbangan asam-basa,
pengaturan tekanan darah dan produksi hormon serta enzim. (Price dan Wilson,
2006)
6
7
Sumber : hedisasrawan.blogspot.com/2013/03/bagian-bagian-ginjal
Gambar 2.1 Struktur Ginjal
b. Fungsi Ginjal
1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan
3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh
5) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum, kreatinin
dan amoniak.
6) Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
7) Pengaturan konsentrasi osmoralitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit
8) Pengaturan tekanan arteri
9) Sekresi hormon dan glukoneogenesis. (Manaba, 2016)
c. Filtrasi, Reabsorpsi dan Sekresi
1) Filtrasi glomerulus
Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang
masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang
interstisium dan dari sini ke dalam kapsula bowman. Pada ginjal yang sehat, sel
darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang mengalami filtrasi.
Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses
filtrasi di seluruh kapiler lain. Kapiler glomerulus ginjal sangat permeabel
terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. (Corwin, 2001)
8
2) Reabsorpsi ginjal
Reabsorpsi adalah proses kedua yang dilakukan oleh ginjal untuk
menentukan konsentrasi suatu bahan yang difiltrasi dari plasma. Reabsorpsi
mengacu kepada pergerakan aktif (memerlukan energi dan selalu diperantarai
oleh pembawa) atau pasif (melalui difusi) suatu bahan yang disaring di
glomerulus kembali ke kapiler peritubulus. Reabsorpsi dapat total (misal
glukosa) atau parsial ( misal natrium, urea, klorida dan air). (Corwin, 2001)
Reabsorpsi protein plasma hanya sedikit sekali yang difiltrasi menembus
glomerulus. Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorpsi di tubulus
proksimalis. Karena Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) juga tinggi, maka
walaupun hanya sedikit molekul protein plasma, misalnya albumin, yang
difiltrasi, namun pengeluaran protein harian akan tinggi apabila tidak dilakukan
reabsorpsi. Sebagian kecil protein difiltrasi di glomerulus tidak direabsorpsi.
Protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel tubulus dan diekskresikan di
urin. (Corwin, 2001)
3) Sekresi
Sekelompok bahan lain ditambahkan ke filtrat urin dari kapiler
peritubulus melalui proses sekresi. Melalui proses reabsorpsi dan sekresi inilah
nefron memanipulasi komposisi dan volume filtrat urin awal untuk
menghasilkan urin akhir. (Corwin, 2001)
d. Manifestasi Perubahan Fungsi Ginjal
Manifestasi utama perubahan fungsi ginjal adalah efeknya pada ekskresi
urea dan pada pemeliharaan keseimbangan asam-basa, Na+, K+, dan air.
Kegagalan mengekskresikan urea secara adekuat, yang bermanifestasi sebagai
peningkatan progresif nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN) dan
kreatinin serum, menyebabkan uremia. Uremia adalah sindrom klinis berupa
nyeri kepala, muntah, dispnea, insomnia dan delirium yang berkembang
menjadi kejang dan koma, mungkin akibat penimbunan satu atau lebih toksin
yang belum diketahui. Toksin ini mungkin secara normal dibentuk di tubuh dan
diekskresikan di urin, atau mungkin terbentuk suatu zat baru akibat perubahan
metabolisme pada gagal ginjal. Tanpa mekanisme pembersihan oleh ginjal
yang memadai, ingesti Na+, K+, air atau asam dalam jumlah berlebihan akan
9
3) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis timbul akibat adanya peradangan yang merusak bagian
ginjal yang menyaring darah (glomerulus) sehingga glomerulus ini tidak bisa
lagi menyaring zat-zat yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan cairan yang
berlebihan kedalam aliran darah untuk membentuk cairan urine. (Mahdiana,
2011)
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
atau hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi
seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi
gagal ginjal kronik. (Price dan Wilson, 2006)
4) Pielonefritis kronik atau nefropati refluks dan penyakit ginjal polikistik
Pielonefritis kronik merupakan cidera ginjal progresif yang menunjukkan
pembentukan jaringan parut parenkimal yang disebabkan oleh infeksi berulang
atau infeksi yang menetap pada ginjal. Kerusakan ginjal diakibatkan oleh
refluks urin terinfeksi ke dalam ureter yang kemudian masuk ke dalam
parenkim ginjal. Pada penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-kista
multipel, bilateral, dan berekpansi yang lambat laun menggangu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar dan terisi oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. (Price
dan Wilson, 2006)
d. Patogenesis Gagal Ginjal Kronik
Patogenesis gagal ginjal akut sangat berbeda dari patogenesis gagal ginjal
kronik. Cedera ginjal akut menyebabkan kematian dan terlepasnya sel-sel
epitel tubulus, yang sering diikuti oleh regenerasi sel tersebut, cedera kronik
menyebabkan hilangnya nefron secara ireversibel. Akibatnya, nefron yang
tersisa menerima beban kerja yang lebih besar dan bermanifestasi sebagai
peningkatan tekanan filtrasi glomerulus dan hiperfiltrasi. Oleh sebab-sebab
yang belum jelas, hiperfiltrasi kompensatorik ini, yang dapat dianggap sebagai
suatu bentuk “hipertensi” di tingkat nefron, memicu fibrosis dan pembentukan
jaringan parut (sklerosis glomerulus). Akibatnya, laju destruksi dan penyusutan
nefron meningkat sehingga perkembangan menjadi uremia, yaitu kompleks
15
gejala dan tanda yang terjadi jika fungsi ginjal yang tersisa menjadi kurang
memadai dan bertambah cepat. (McPhee dan Ganong, 2012)
Karena cadangan fungsional ginjal yang sangat besar, hingga 50% nefron
dapat lenyap tanpa timbulnya tanda-tanda gangguan fungsional dalam jangka
pendek. Hal ini merupakan alasan mengapa orang dengan dua ginjal sehat
dapat mendonasikan satu ginjal mereka untuk transplantasi. Jika Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) terus berkurang sehingga tersisa hanya 20% kapasitas ginjal
semula, azotemia (peningkatan kadar darah produk-produk yang secara normal
diekskresikan oleh ginjal) akan terjadi. Bagaimanapun, pasien mungkin akan
asimtomatik karena tercapainya keadaan keseimbangan baru saat kadar
produk-produk tersebut dalam darah belum cukup tinggi untuk menimbulkan
toksisitas yang nyata. Selain itu, karena pasien dengan tingkat LFG seperti ini
tidak memiliki cadangan fungsional yang memadai, mereka mudah mengalami
uremia jika mendapat stres tambahan atau mengalami keadaan katabolik yang
disertai oleh peningkatan pertukaran/pergantian produk-produk yang
mengandung nitrogen disertai penurunan LFG. (McPhee dan Ganong, 2012)
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal
yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi
klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya serta mengalami
hipertrofi. Seiring makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut
ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari sirkulasi kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang.
Pelepasan renin mungkin meningkat, bersama dengan kelebihan beban cairan,
dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin
dengan meningkatkan filtrasi (dan dengan demikian tuntutan untuk reabsorpsi)
protrein-protein plasma. (Corwin, 2001)
16
3) Pemeriksaan Ureum
Pemeriksaan fungsi glomerulus, namun konsentrasi nitrogen/urea dalam
darah bukan untuk mengukur fungsi glomerulus yang ideal, karena
peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal.
(Sutedjo, 2007)
4) Pemeriksaan Proteinuria
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan untuk tes fungsi ginjal karena
ketika ginjal mengalami kerusakan dapat menunjukkan adanya protein dalam
urin. (Kee, 2014)
5) Pemeriksaan albumin
Ginjal yang sehat menghilangkan bahan ampas dari darah tetapi protein
tetap ditinggalkan. Ginjal yang rusak dapat gagal memisahkan protein darah
yang disebut albumin dari bahan ampas. Pada awal, hanya sedikit albumin
mungkin bocor sampai ke air seni, yang menandakan fungsi ginjal memburuk.
Bila tes laboratorium kita menunjukkan tingkat protein yang tinggi, sebaiknya
dilakukan tes ulang 1-2 minggu kemudian. Penuruan kadar albumin dapat
menyebabkan gangguan-gangguan ginjal. (Kee, 2014)
g. Terapi Pengganti Ginjal
1) Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir.
Metode ini menggantikan kinerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu
pembersihan dari sisa metabolisme, zat toksik dan pengeluaran timbunan air
dalam tubuh. (Setiati, 2014)
2) Dialisis Peritoneal
Dialisis Peritoneal merupakan salah satu bentuk dialisis untuk membantu
penanganan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik menggunakan membran
peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah
dapat difiltrasi. (Setiati, 2014)
3) Transplantasi Ginjal
Transplantasi Ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan. Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar
18
pasien dengan gagal ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. (Setiati, 2014)
3. Hemodialisis
a. Pengertian Hemodialisis
Sebagian besar pasien GGK mengalami kematian akibat komplikasi
kardiovaskular, hanya sebagian kecil yang mencapai tahap terminal yang
memerlukan pengobatan pengganti ginjal. Hemodialisis masih merupakan
terapi pengganti ginjal utama disamping peritoneal dialisis dan transplantasi
ginjal. (Setiati, 2014)
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir.
Metode ini menggantikan kinerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu
pembersihan dari sisa metabolisme, zat toksik dan pengeluaran timbunan air
dalam tubuh. Pilihan terapi lainnya adalah transplantasi ginjal. Dokter ahli
nefrologi akan menganjurkan pasien menjalani cuci darah jika kerusakan ginjal
sudah pada stadium akhir atau stadium lima, yaitu ketika kemampuan ginjal
membersihkan darah sudah sangat rendah (10%), akibatnya sisa metabolisme
cairan dan pelbagai elektrolit menumpuk sehingga kondisi darah menjadi asam
(asidosis) yang menimbulkan keluhan sesak nafas, batuk-batuk, lemas, mual
dan penurunan kadar hemoglobin (anemia). (Agoes dkk, 2013)
Pada pasien GGK, jika fungsi ginjal tidak normal dan terdapat
proteinuria, maka follow up pasien tiap 1-2 tahun diperlukan (Sudoyo dkk,
2007). Terapi pengganti ginjal atau hemodialisis dilakukan seumur hidup atau
jangka panjang secara teratur sebanyak 2-3 kali perminggu atau lebih. (Setiati,
2014)
b. Prinsip Hemodialisis
Hemodialasis merupakan gabungan dari proses difusi dan ultrafiltrasi.
Difusi adalah pergerakan zat terlarut melalui membran semipermeabel
berdasarkan perbedaan konsentrasi zat atau molekul. Laju difusi terbesar
terjadi pada perbedaan konsentrasi molekul terbesar. Ini adalah mekanisme
utama untuk mengeluarkan molekul kecil seperti urea, kreatinin, elektrolit dan
untuk penambahan serum bikarbonat. Laju difusi sebanding dengan suhu
larutan dan berbanding terbalik dengan viskositas dan ukuran molekul yang
19
c. Dialisat
Dialisat adalah cairan yang berfungsi untuk membantu pengeluarkan zat
sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin dan kelebihan elektrolit seperti
natrium dan kalium dari dalam darah pasien. Dialisat dapat menggantikan
substansi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium dan bikarbonat yang
membantu menjaga keseimbangan PH tubuh. Selama Tindakan dialisis, darah
pasien berada di satu sisi membran di dalam kompartemen darah. Dialisat
berada pada sisi yang lain pada kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak
akan bercampur kecuali apabila terjadi kebocoran atau kerusakan pada
membran. Darah pasien yang menjalani hemodialisis mempunyai konsentrasi
produk zat sisa metabolisme yang tinggi serta mengalami kelebihan cairan.
Dialisat dibuat untuk mencapai kadar solut yang diinginkan dan dibutuhkan
pasien. Osmolalitas atau konsentrasi partikel solut dari dialisat harus semirip
mungkin dengan darah untuk menjaga agar tidak terlalu banyak cairan yang
bergerak melewati membran. (Cahyaningsih, 2011)
Table 2.3 Komposisi Cairan Dialisat
Komponen Plasma Cairan terdialisis Plasma Ureum
Normal
Elektrolit (mEq/L)
d. Proses Hemodialisis
B. Hipotesis Penelitian
Ho: Tidak ada korelasi lama menjalani hemodialisis terhadap kadar albumin
pada pasien gagal ginjal kronik
Ha: Ada korelasi lama menjalani hemodialisis terhadap kadar albumin pada
pasien gagal ginjal kronik
C. Variabel Penelitian