Oleh :
Dinul Amin
1506010018
TUGAS BESAR
TEKNIK INFRASTRUKTUR KOTA
“PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KOTA”
Kupang, ..............................
Alhamdulillahi Robbil ‘Alami, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta
Alam, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas besar
ini dengan sebaik – baiknya dan dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada
halangan yang berarti.
Tugas besar dengan judul “Perencanaan Sistem Drainase Kota” ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Infrastruktur Kota pada Program Studi
Teknik Sipil, Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kota Kupang
serta bekal bagi penulis dalam menambah wawasan dalam perencanaan suatu sistem
drainase kota. Dalam tugas besar ini direncanakan sistem drainase kota yang meliputi
perhitungan dimensi rencana saluran drainase beserta bangunan pelengkapnya antara
lain gorong – gorong dan bak penampung.
Limpah terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tugas besar ini, terutama kepada Bapak
Wilhelmus Bunganaen, ST., MT selaku dosen mata kuliah Teknik Infrastruktur Kota,
yang telah dengan sabar membimbing penulis dari awal hingga akhir pengerjaan
tugas besar ini. Tugas besar juga ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak
lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa tugas besar ini masih jauh dari kata sempurna. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Demikian,
semoga tugas besar ini dapat diterima dan dapat menjadi bahan untuk menambah
wawasan.
Dinul Amin
NIM : 1506010018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ii
LEMBAR PENUGASAN...........................................................................................v
KATA PENGANTAR.............................................................................................viii
DAFTAR ISI..............................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xii
DAFTAR TABEL....................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB IV PENUTUP...................................................................................................93
4.1 Kesimpulan..................................................................................................93
4.2 Saran.............................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................95
LAMPIRAN – LAMPIRAN....................................................................................96
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.6 Hubungan Koefisien Limpasan (C) dan Kondisi Permukaan Tanah..........16
Tabel 2.7 Bentuk – Bentuk Dasar Penampang Saluran, Fungsi, Dan Lokasinya.......22
Tabel 2.15 Dimensi Tulangan Standar Pada Gorong – Gorong Segi Empat..............36
Tabel 2.16 Kecepatan Maksimum Pada Bagian Hilir Gorong – Gorong (Outlet
Velocity)......................................................................................................................37
Tabel 3.2 Rekapitulasi Hasil Proyeksi Jumlah Penduduk Periode 5, 10, 15, 20, 25 30,
50, 75 dan 100 tahun..................................................................................................43
Tabel 3.3 Standar Deviasi Dari Kedua Metode Perhitungan Proyeksi Jumlah
Penduduk....................................................................................................................43
Tabel 3.6 Tabel Bantu Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Log Pearson Tipe
III................................................................................................................................49
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah Hujan Metode Distribusi
Normal........................................................................................................................54
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah Hujan Metode Distribusi
Log Normal.................................................................................................................56
Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah Hujan Metode Distribusi
Pearson Tipe III..........................................................................................................57
Tabel 3.11 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah Hujan Metode Distribusi
Gumbel........................................................................................................................58
Tabel 3.13 Pengurutan Data Curah Hujan Maksimum Tahunan Dari Kecil ke Besar
....................................................................................................................................60
Tabel 3.16 Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan Dengan Persamaan Mononobe
....................................................................................................................................64
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai bahan referensi untuk
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan bagaimana perencanaan sistem
jaringan drainase kota beserta bangunan – bangunan yang dibutuhkan.
Data – data umum untuk perencanaan sistem drainase kota adalah sebagai
berikut:
Curah Hujan
No Tanggal Kejadian Maksimum
Tahunan (mm)
1 11 Januari 1988 68
2 7 Januari 1989 81
3 17 Januari 1990 78
4 27 Februari 1991 84
5 5 Februari 1992 58
6 21 November 1993 72
7 10 Maret 1994 85
8 27 Januari 1995 50
9 23 Januari 1996 60
10 27 Januari 1997 64
11 16 September 1998 125
12 18 Januari 1999 55
13 12 Mei 2000 94
14 14 Februari 2001 78
15 25 Februari 2002 82
16 9 Februari 2003 90
17 30 Maret 2004 67
18 21 Maret 2005 91
19 11 Januari 2006 68
20 27 Januari 2007 64
(Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Lasiana Kupang)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Metode Aritmatik
Rumus untuk perhitungan proyeksi jumlah penduduk metode aritmatik yaitu:
Pn = Po + (n∙q) Po
(2.1)
Dimana :
Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Rencana
Po = Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar
n = Selisih Tahun Proyeksi Terhadap Tahun Dasar
q = Tingkat Perkembangan Penduduk, dimana rumus dalam penentuan q
yaitu:
q =
Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar-Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
x 100%
Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
2. Metode Geometrik
Rumus untuk perhitungan proyeksi jumlah penduduk metode geometrik yaitu:
Pn = Po ∙ (1+q )n
(2.2)
Dimana :
Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar - Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
x
Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
Curah Hujan adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar
hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir.
Unsur hujan satu milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat
yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan
sebanyak satu liter [ CITATION Bad17 \l 1057 ]. Data curah hujan yang diperoleh
dari alat penakar hujan dari pos hujan Waepana, Kecamatan Soa, Kabupaten
Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini merupakan hujan yang hanya terjadi
pada satu titik saja.
Ada tiga metode untuk perhitungan curah hujan rata – rata adalah sebagai
berikut:
∑ Xi
i =1
X́ =
n
(2.6)
Dimana :
X́ = Curah Hujan Rata – Rata (mm)
Xi = Curah Hujan Tahunan Maksimum (mm)
n = Jumlah Data
2. Standar Deviasi (Simpangan Baku) (Sd)
Standar deviasi dapat dihitung menggunakan persamaan :
n
Sd =
(2.7)
√ ∑ ( Xi - X́ )2
i =1
n -1
Dimana :
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
X́ = Curah Hujan Rata – Rata (mm)
Xi = Curah Hujan Tahunan Maksimum (mm)
n = Jumlah Data
3. Koefisien Variasi (Cv)
Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai
rata-rata hitung suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung dengan
persamaaan:
Sd
Cv =
X́
(2.8)
Dimana :
Cv = Koefisen Variasi
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
X́ = Curah Hujan Rata – Rata (mm)
4. Koefisien Kemencengan (Skewness) (CS)
(2.9)
Dimana :
Cs = Koefisen Kemencengan (Skewness)
Xi = Curah Hujan Tahunan Maksimum
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
n = Banyaknya Data
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
5. Koefisien Kutrosis (Ck)
Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal. Koefisien
kurtosis dapat dihitung dengan persamaaan:
n
2
n ∑ (Xi- X́ )4
i =1
Ck = 4
( n-1 ) ( n-2 ) (n-3)S d
(2.10)
Dimana :
Ck = Koefisen Kurtosis
Xi = Curah Hujan Tahunan Maksimum
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
n = Banyaknya Data
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
statistik kejadian hujan yang akan terjadi di masa yang akan datang masih sama
dengan sifat statistik kejadian hujan yang telah terjadi.
1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Persamaan
yang digunakan dalam metode distribusi normal sebagai berikut ini :
X T = X́ + KT ∙ Sd
(2.11)
Dimana :
XT = Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
KT = Faktor Frekuensi Untuk Distribusi Normal (Lampiran D)
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
2. Distribusi Log Normal
Pada distribusi Log Normal, seluruh data hujan diubah dahulu menjadi
logaritma. Dalam distribusi log normal dan X diubah kedalaman bentuk
logaritmik Y = log X jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal,
maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal. Persamaan yang digunakan
dalam metode distribusi log normal sebagai berikut ini :
´
LogX T = LogX + K T ∙ Sd
(2.12)
Dimana :
LogXT = Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
´ X = Curah Hujan Rata – Rata
Log
KT = Faktor Frekuensi Untuk Distribusi Log Normal (Lampiran D)
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
3. Distribusi Log Pearson Tipe III
Salah satu disribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan oleh
Pearson yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log Pearson Tipe
III. Persamaan yang digunakan dalam metode Log Pearson III sebagai berikut
ini:
´
Log XT = LogX + G ( Sd LogX )
(2.13)
Dimana :
LogXT = Nilai Logartima Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
´ X
Log = Nilai Logaritma Curah Hujan Rata – Rata
G = Faktor Frekuensi Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III (Lampiran
= D)
SdLogX = Nilai Logaritma Standar Deviasi (Simpangan Baku)
4. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel ini umumnya digunakan untuk menganalisis data
maksimum misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Persamaan – persamaan
yang digunakan dalam metode Gumbel sebagai berikut ini:
Yt - Yn
X T = ´X + ( Sn ) ∙ Sd
(2.14)
Dimana :
XT = Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
T-1
Yt = Reduce Variate, dimana : Y T = - ln (- ln ) untuk T 20, YT = ln T
T
Yn = Reduced Mean Yang Tergantung Pada n (Lampiran D)
Sn = Reduced Standard Deviation Tergantung Pada n (Lampiran D)
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
Normal Cs 0
Cs 3Cv + Cv3
Log Normal
Ck ≈ Cv8 + 6Cv6 + 15 Cv4 + 16Cv2 + 3
Cs 1,1396
Gumbel
Ck 5,4002
(Sumber : Buku Ajar Drainase Perkotaan)
1. Chi Kuadrat
Uji Chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang akan dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis
. Nilai Chi Kuadrat dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
K
( Oi - Ei )2
x2h = ∑
i =1 Ei
(2.15)
Dimana :
x2h = Harga Chi Kuadrat Terhitung
K = Banyaknya Kelas, dimana : K=1+3,322 Log n
Oi = Jumlah Nilai Pengamatan Pada Sub Kelompok i
Ei = Jumlah Nilai Teoritis Pada Sub Kelompok i
Prosedur uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut :
Mengurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)
Mengelompokan data menjadi K sub-kelompok
( Oi - Ei )2
Menjumlahkan seluruh K sub-kelompok nilai untuk dapat
Ei
menentukan nilai chi kuadrat
Menentukan nilai derajat kebebasan dengan menggunakan rumus :
dk = K – (P + 1) (2.16)
Dimana :
dk = Derajat Kebebasan
K = Banyaknya Kelas
P = Banyaknya keterikatan (biasanya diambil P=2 untuk distribusi normal
.dan binomial dan P=1 untuk distribusi Poisson dan Gumbel)
Interpretasi dari hasil perhitungan adalah :
Jika peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima atau dengan kata lain:
x2h < x2k
(2.17)
Dimana :
x2h = Chi Kuadrat Terhitung
x2k = Chi Kuadrat Kritis (Lampiran D)
Jika peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan tidak dapat diterima
2. Smirnov – Kolgomorov
Uji Penyimpangan Smirnov – Kolgomorov sering disebut juga uji kecocokan
non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi disribusi
tertentu. Prosedur uji Smirnov – Kolgomorov adalah sebagai berikut :
Mengurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya) serta
tentukan peluang dari masing – masing data tersebut.
Menentukan nilai masing – masing peluang teoritir dari hasil penggambaran
data (persamaan distribusinya)
Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya antara
peluang pengamatan dengan peluang teoritis. Dengan membandingkan
peluang masing – masing variasi dari distribusi empiris dan teoritisnya akan
terdapat perbedaan tertentu. Berdasarkan persamaan Smirnov –
Kolgomorov yaitu:
Δ maks PX – P(X i ) < ΔCr (α,n)
(2.18)
Jika maks yang terbaca pada kertas probabilitas < Cr ( kritis (Lampiran D))
yang ada pada tabel, maka penyimpangan yang terjadi hanya karena
kesalahan – kesalahan yang terjadi secara kebetulan
Waktu konsentrasi merupakan waktu yang dibutuhkan suatu aliran air dari
titik terjauh ke suatu tempat tertentu. Menurut Wesli (2008) pengertian waktu
konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirakan air dari titik yang
paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir suatu
saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi :
1. Inlet time (t0), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase
2. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir
tc = t0 + td
(2.19)
Dimana :
tc = Waktu Konsentrasi (menit)
t0 = Inlet Time Ke Saluran Terdekat (menit)
td = Conduit Time Sampai Ketempat Pengukuran (menit)
0,167
2 n
t0 =
[ 3
x 3,28 x L0 x
√s ]
(2.20)
Ls
td =
60 V
(2.21)
Dimana :
n = Angka Kekasaran Manning
s = Kemiringan Medan Limpasan (%)
L0 = Panjang Lintasan Aliran Di Atas Permukaan Lahan (m)
Ls = Panjang Saluran (m)
V = Kecepatan Aliran Ideal Di Dalam Saluran (m/detik)
0-1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4
(Sumber : Chow, 1985 dalam Buku Ajar
Drainase Perkotaan)
2.2.7 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah rata – rata dari hujan yang lamanya sama
dengan lama waktu konsentrasi (tc) dengan kala ulang tertentu. Sifat umum hujan
adalah makin singkat hujan berlangsung maka intensitasnya cenderung makin
tinggi dan makin besar periode ulangnya maka makin tinggi pula intensitasnya.
Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek
misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam – jaman.
R24 24 2
I =
24
x ( )
t
3
(2.22)
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
R24 = Curah Hujan Maksimum Dalam 24 Jam (mm)
t = Lama Hujan (jam)
Kala ulang debit/curah hujan adalah suatu kurun waktu berulang dimana
debit/curah hujan yang terjadi dilampaui atau disamai oleh debit banjir/curah
hujan desain [ CITATION Ano \l 1033 ]. Perlu dicatat bahwa makna kala ulang
bukan berarti hujan yang terjadi setiap beberapa tahun sekali dan juga tidak
berkenaan dengan usia guna konstruksi bangunan air. Karakteristik hujan
menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu,
kala ulang untuk perencanaan saluran drainase kota dan bangunan-bangunannya
yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Luas DAS: 25 – 50 ha 5
Luas DAS: 50 – 100 ha 5 – 10
5 Luas DAS: 100 – 130 ha 10 – 25
6 Luas DAS: 130 – 6500 ha 25 – 50
Pengendalian banjir makro 100
Gorong-gorong: Jalan Raya Biasa 10
7 Gorong-gorong: Jalan Raya By pass 25
Gorong-gorong: free ways (toll) 50
Saluran tepi: Jalan Raya Biasa 5 – 10
Saluran tepi: Jalan Raya By pass 10 – 25
Saluran tepi: free ways (toll) 25 – 50
(Sumber : Buku Ajar Drainase Perkotaan)
Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan
jenis kota yang akan direncanakan seperti terlihat pada tabel 2.5. Untuk bangunan
pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran di mana bangunan
pelengkap ini berada.
wilayah. Nilai koefisien limpasan untuk berbagai permukaan dapat dilihat pada
Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Hubungan Koefisien Limpasan (C) dan Kondisi Permukaan Tanah
Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran (C)
1. Jalan beton dan jalan aspal 0,70 – 0,95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 – 0,70
3. Bahu jalan :
3. - Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65
3. - Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20
3. - Batuan masif keras 0,70 – 0,85
3. - Batuan masif lunak 0,60 – 0,75
4. Daerah perkotaan 0,70 – 0,95
5. Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70
6. Daerah industri 0,60 – 0,90 7
7. Permukiman padat 0,40 – 0,60
8. Permukiman tidak padat 0,20 – 0,40
9. Taman dan kebun 0,45 – 0,60
10. Persawahan 0,70 – 0,80
11. Perbukitan 0,75 – 0,90
(Sumber : Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan)
Jika daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang
mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata-rata (permukaan jalan) ditentukan
dengan persamaan berikut :
A1 C1 + A2 C2 +…+ A n Cn
Ć =
∑A
(2.23)
Dimana :
Ć = Koefisien Limpasan Rata – Rata
(A1+A2+⋯+An) = Luas Daerah Pengaliran Yang Diperhitungkan Sesuai Dengan
= Tipe Kondisi Permukaan Tanah
Debit air adalah volume air yang melalui penampang basah sungai dalam
satuan waktu tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/detik) atau liter per detik (l/detik) [ CITATION Soe91 \l 1057 ]. Debit
rencana adalah debit dengan kala/periode ulang tertentu yang diperkirakan akan
melalui suatu sungai atau bangunan air seperti drainase untuk mencegah
terjadinya genangan air. Sedangkan periode ulang sendiri adalah waktu hipotetik
dimana suatu kejadian dengan nilai tertentu, debit rencana misalnya, akan disamai
atau dilampaui 1 kali dalam jangka waktu hipotetik tersebut. Untuk drainase
perkotaan dan jalan raya, sebagai rencana debit banjir maksimum periode ulang 5
tahun, yang mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai
atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 200 kali
dalam 100 tahun.
1
Q= ∙ C ∙ I ∙A
3,6
(2.24)
Dimana :
Q = Debit Rencana Dengan Kala Ulang T Tahun (m3/dtk)
C = Koefisien Pengaliran
I = Intensitas Curah Hujan Selama Waktu Konsentrasi (mm/jam)
A = Luas Daerah Pengaliran (km2)
Air buangan adalah sisa air yang di buang yang berasal dari rumah tangga
industri maupun tempat – tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung
bahan – bahan atau zat – zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup (Haryoto, 1985).
Menurut Suhardjono (1984) debit air kotor yang harus dibuang di dalam
saluran adalah 70% dari kebutuhan air bersih sehingga besarnya nilai debit air
buangan dapat dihitung menggunakan rumus:
Pn ∙ qw
Qk =
A
(2.25)
Dimana :
b b b b b b
a a
b b b b b
Saluran utama (a) yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil,
dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk ke dalam saluran cabang (b).
Dengan saluran cabang yang cukup banyak dan pendek – pendek, apabila
terjadi perkembangan kota, saluran – saluran tersebut dapat menyesuaikan diri.
b
b
b
a b
b b
b b b b
a a
b b b b b
b
a
1. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran tanpa penutup di mana terdapat permukaan air
yang bebas (free surface) dimana permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh
tekanan udara luar secara langsung (open channel flow) [ CITATION Ano \l
1057 ].
2. Saluran Tertutup
Saluran tidak terbuka adalah saluran yang tidak memiliki penutup di bagian
atasnya. Jika air memenuhi seluruh bagian penampang saluran tersebut, maka
secara hidrolika saluran ini disebut saluran tertutup atau aliran pipa (pipe flow).
Permukaan air secara langsung tidak dipengaruhi oleh tekanan udara luar,
namun hanya dipengaruhi tekanan hidrolik yang ada dalam aliran saja.
Tabel 2.7 Bentuk – Bentuk Dasar Penampang Saluran, Fungsi, Dan Lokasinya
Bentuk
No Fungsi Lokasi
Saluran
Untuk menyalurkan limhan air
Pada daerah
Trapesiu hujan dengan Q besar yang sifat
1 dengan luas lahan
m alirannya terus menerus dengan
yang cukup
fluktuasi kecil
Untuk menyalurkan limbah air Pada daearah
Segi hujan dengan Q besar yang sifat yang
2
empat alirannya terus menerus dengan tidak/kurang
fluktuasi kecil tersedia lahan
Pada daerah
dengan perbedaan
Setengah Untuk menyalurkan limbah air
3 volume air di
lingkaran hujan dengan Q kecil
musim hujan dan
kering yang besar
Untuk menyalurkan limhan air Pada daerah
hujan dengan Q kecil, tetapi dengan perbedaan
4 Segitiga dengan volume air di
Q sangat kecil sampai nol dan musim hujan dan
banyak lahan endapan kering yang besar
Berfungsi baik untuk Pada tempat
menyalurkan tempat keramaian,
5 Lingkaran
air hujan maupun air bekas atau kesibukan
keduanya (pertokoan)
(Sumber : Buku Ajar Drainase Perkotaan)
QS ≥ Q
(2.26)
QS = V ∙ A
(2.27)
Dimana =
Q = Debit Yang Harus Ditampung Dalam Saluran (m3/dtk)
QS = Debit Yang Mampu Ditampung Oleh Saluran (m3/dtk)
A = Luas Penampang Basah (m2)
V = Kecepatan Rata – Rata Aliran Di Dalam Saluran (m/dtk)
1. Persegi Panjang
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi panjang dengan lebar
dasar (b) dan kedalaman air (h), luas penampang basah (A), keliling basah (P),
jari – jari hidrolis (R), lebar puncak (T) dan kedalaman hidrolik (D) dapat
ditulis sebagai berikut:
A = b ∙ h
(2.28)
P = b + 2h
(2.29)
A
R =
P
(2.30)
T = b
(2.31)
D = h
(2.32)
2. Trapesium
Pada penampang melintang saluran berbentuk trapesium dengan lebar dasar (b)
dan kedalaman air (h), luas penampang basah (A), keliling basah (P), jari – jari
hidrolis (R), lebar puncak (T) dan kedalaman hidrolik (D) dapat ditulis sebagai
berikut:
A = ( b+mh ) h (2.33)
P = b + 2h √ 1+ m 2 (2.34)
A
R=
P
(2.35)
T = b+2mh (2.36)
A
D=
T
(2.37)
1 1 h
m m
mh b mh
3. Segitiga
Pada penampang melintang saluran berbentuk segitiga dengan lebar dasar (b)
dan kedalaman air (h), luas penampang basah (A), keliling basah (P), jari – jari
hidrolis (R), lebar puncak (T) dan kedalaman hidrolik (D) dapat ditulis sebagai
berikut:
A = mh 2 (2.38)
P = 2h √ 1+ m 2 (2.39)
A
R=
P
(2.40)
T = 2mh (2.41)
1
D=
2h
(2.42)
1 1 h
m m
4. Lingkaran
Pada penampang melintang saluran berbentuk lingkarandengan lebar dasar (b)
dan kedalaman air (h), luas penampang basah (A), keliling basah (P), jari – jari
hidrolis (R), lebar puncak (T) dan kedalaman hidrolik (D) dapat ditulis sebagai
berikut:
1
A= (θ-sinθ) d02
8
(2.43)
1
P= θd
2 0
(2.44)
A
R=
P
(2.45)
1
T = (sin θ) d0
2
(2.46)
1 θ-sinθ
D=
8
( )
1
sin θ
2
d0
(2.47)
d0
h
R = 0,537r
(2.51)
Sedangkan untuk saluran lingkaran yang tidak terisi penuh :
R = 0,608r
(2.52)
2
1
V= R3 √ S (2.53)
n
Dimana :
V = Kecepatan Rata – Rata Dalam Saluran (m/detik)
n = Koefisien Kekasaran Manning
R = Jari – Jari Hidrolis (m)
S = Kemiringan Dasar Saluran
kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut
super kritis. Persamaan dalam menentukan ketiga jenis aliran tersebut adalah
bilangan Froude (Fr) yang dapat ditulis sebagai berikut :
V
Fr =
√gh
(2.54)
Dimana :
Fr = Bilangan Froude
V = Kecepatan Aliran (m/dtk)
g = Percepatan Gravitasi (m/dtk2)
h = Kedalaman Air (m)
Apabila nilai Fr < 1 maka aliran merupakan aliran sub kritis/aliran mengalir
( V< √ gh ). Jika nilai Fr = 1 maka aliran merupakan aliran kritis (( V= √ gh )).
Sedangkan jika nilai Fr > 1 maka aliran merupakan aliran super krits/aliran
meluncur (( V> √ gh )).
Untuk perhitungan debit yang mengalir pada suatu saluran drainase dapat
dihitung menggunakan rumus kontinuitas yaitu:
Q =V x A
(2.55)
Dimana :
Q = Debit Pada Saluran (m3/dtk)
V = Kecepatan Aliran (m/dtk)
A = Luas Penampang Saluran (m2)
Jagaan (freeboard) suatu saluran ialah jarak vertikal dari puncak saluran
ke permukaan air pada kondisi rencana [ CITATION Ano \l 1057 ]. Jarak ini
harus cukup untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah
ke tepi. Penentuan tinggi jagaan dapat dilihat pada Tabel 2.11.
1. Jarak Penempatan
Manholes ditempatkan pada hubungan antara pipa dan saluran drainase, tempat
perubahan diameter pipa dan di tempat-tempat perubahan kemiringan dan
perubahan alinyemen. Pertemuan jalan seringkali dipilih untuk menempatkan
manholes. Manholes yang terakhir, ditempatkan di ujung hulu saluran untuk
memudahkan pembersihan/penggontoran. Manholes tidak ditempatkan
Berikut ini merupakan hal – hal penting yang harus diperhatikan dalam
perencanaan gorong – gorong yaitu :
1. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran yang digunakan di dalam perencanaan gorong – gorong
bergantung pada jumlah kehilangan energi yang ada dan geometri lubang
masuk dan keluar. Untuk tujuan – tujuan perencanaan, kecepatan diambil: 1,5
m/dtk untuk gorong – gorong di saluran irigasi dan 3 m/dtk untuk gorong –
gorong di saluran drainase.
2. Ukuran – Ukuran Standar Gorong – Gorong Lingkaran
Untuk gorong – gorong pada saluran primer, diameter minimum pipa beton
yang digunakan adalah 0,60 m. Untuk ukuran – ukuran standar pipa beton
lainnya dapat dilihat pada tabel 2.12.
D W t tl ts Ls Ds Db S B
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
Dimensi tulangan yang digunakan pada pipa beton juga berbeda – berbeda
tergantung pada diameter pipa beton seperti terlihat pada Tabel 2.13.
D Tulangan
(cm) A B
50
60
70 10 – 11,5 106
80 10 – 10 86
100 10 – 10 810
125 12 – 11,5 810
(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi (KP-04), 1986)
Dimensi – dimensi dan detail khusus untuk pipa beton standar akan disajikan
pada Gambar 2.11.
1,50 - 2,00 2,5 3,1 1,7 2,21 0,28 0,28 0,28 0,28
(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi (KP-04), 1986)
Tabel 2.15 Dimensi Tulangan Standar Pada Gorong – Gorong Segi Empat
Dimensi Tulangan
Debit
(m3/dt) a b c d e f
0,09 - 0,50 12250 12250 12250 12250 12250 12250
(2.56)
Dimana :
Q = Debit Yang Melalui Gorong – Gorong (m3/dtk)
B = Lebar Gorong-Gorong (m)
C = Koefisien Kontraksi Pada Sisi-Sisi Pemasukan. Apabila Ujungnya
Persegi, Maka C = 0,9, Sedangkan Apabila Ujungnya Dibulatkan,
Maka C = 1,0.
- Pemasukan Tenggelam atau H > 1,2 D
Dalam hal keadaan ini, debit dapat dihitung dengan persamaan :
Q = CBD √ 2g(H-CD)
(2.57)
Dimana :
Q = Debit Yang Melalui Gorong – Gorong (m3/dtk)
B = Lebar Gorong-Gorong (m)
C = Koefisien Kontraksi Pada Sisi-Sisi Pemasukan. C = 0,6 Untuk
Ujung Persegi, Dan C = 0,8 Untuk Ujung Yang Dibulatkan.
8. Outlet Control
Outlet control merupakan kontrol di belakang (outlet) yang terjadi jika
kapasitas gorong – gorong lebih kecil daripada kapasitas pemasukan. Pada
kondisi outlet control, flow capacity tergantung pada faktor – faktor HW
(Head Water Depth), geometri entrance, bentuk gorong-gorong, luas
penampang, ujung outlet, kemiringan gorong – gorong, kekasaran dinding
gorong – gorong serta panjang gorong – gorong. Pada gorong – gorong
bertekanan, tinggi tekan air ditentukan dengan menggunakan persamaan
energi antara hulu dan hilir sebagai berikut :
V 2u V 2d
Zu + = H f +Zd +
2g 2g
(2.58)
Dimana :
BAB III
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Data – data umum untuk perencanaan sistem drainase kota adalah sebagai
berikut:
Curah Hujan
No Tanggal Kejadian Maksimum
Tahunan (mm)
1 11 Januari 1988 68
2 7 Januari 1989 81
3 17 Januari 1990 78
4 27 Februari 1991 84
5 5 Februari 1992 58
6 21 November 1993 72
7 10 Maret 1994 85
8 27 Januari 1995 50
9 23 Januari 1996 60
10 27 Januari 1997 64
11 16 September 1998 125
12 18 Januari 1999 55
13 12 Mei 2000 94
14 14 Februari 2001 78
15 25 Februari 2002 82
16 9 Februari 2003 90
17 30 Maret 2004 67
18 21 Maret 2005 91
19 11 Januari 2006 68
20 27 Januari 2007 64
(Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Lasiana Kupang)
3.2 Analisis Proyeksi Jumlah Penduduk
1. Metode Aritmatik
Rumus untuk perhitungan proyeksi jumlah penduduk metode aritmatik yaitu:
Pn = Po + ( n ∙ q ) Po
(3.1)
Dimana :
Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Rencana
Po = Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar
n = Selisih Tahun Proyeksi Terhadap Tahun Dasar
q = Tingkat Perkembangan Penduduk, dimana rumus dalam penentuan q
yaitu:
q =
Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar - Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
x
Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
Berdasarkan data jumlah penduduk pada tahun 2004 sebesar 48250 jiwa dan
pada tahun 2016 sebesar 51750 jiwa dan Persamaan 3.1, maka dapat dibuat
contoh perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk periode ulang 2 tahun
dengan metode aritmatik yaitu:
Pn = Po + ( n ∙ q ) Po
Dimana :
Po = 51750 Jiwa
n =2
51750 -48250
q = x 100% = 0,0725
48250
Maka :
P2 = 51750+ ( 2∙0,0725 ) x 51750
P2 = 59258 Jiwa
2. Metode Geometrik
Rumus untuk perhitungan proyeksi jumlah penduduk metode geometrik yaitu:
Pn = Po ∙ (1+ q ) n
(3.2)
Dimana :
Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Rencana
Po = Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar
n = Selisih Tahun Proyeksi Terhadap Tahun Dasar
q = Tingkat Perkembangan Penduduk, dimana rumus dalam penentuan q
yaitu:
q =
Jumlah Penduduk Pada Tahun Dasar - Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
x
Jumlah Penduduk 1 Tahun Sebelum Tahun Dasar
Berdasarkan data jumlah penduduk pada tahun 2004 sebesar 48250 jiwa dan
pada tahun 2016 sebesar 51750 jiwa dan Persamaan 3.2, maka dapat dibuat
contoh perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk periode ulang 2 tahun
dengan metode geometrik yaitu:
Pn = Po ∙ (1+ q ) n
Dimana :
Po = 51750 Jiwa
n =2
51750 -48250
q = x 100% =0,0725
48250
Maka :
P2 = 51750 ∙(1+0,0725 ) 2
P2 = 59530 Jiwa
1. Distribusi Normal
Untuk perhitungan parameter statistik distribusi normal digunakan tabel bantu
seperti terlihat pada Tabel 3.4.
Xi
No Tahun (mm ( Xi - X́ ) 2 ( Xi - X́ ) 3 ( Xi - X́ ) 4
)
1 1988 68 59,290 -456,533 3515,304
2 1989 81 28,090 148,877 789,048
3 1990 78 5,290 12,167 27,984
4 1991 84 68,890 571,787 4745,832
5 1992 58 313,290 -5545,233 98150,624
6 1993 72 13,690 -50,653 187,416
7 1994 85 86,490 804,357 7480,520
8 1995 50 660,490 -16974,593 436247,040
9 1996 60 246,490 -3869,893 60757,320
10 1997 64 136,890 -1601,613 18738,872
119823,15
11 1998 125 2430,490 5907281,640
7
∑ Xi
i =1
X́ =
n
Dimana :
n
∑ Xi = 1514
i =1
n = 20
Maka :
1514
X́ = =75,70 mm
20
b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) (Sd)
n
Sd =
√
Dimana :
∑ ( Xi - X́ )2
i =1
n -1
∑ ( Xi - X́ )2 = 5568,200
i =1
n = 20
Maka :
(5568,200 ) 2
Sd =
√ 20 -1
=17,1191
∑ ( Xi - X́ )3 = 94171,920
i =1
X́ = 75,70 mm
n = 20
Sd = 17,1191
Maka :
20(94171,920)
Cs = =1,0977
( 20-1 )( 20 -2 ) 17,11913
e. Koefisien Kutrosis (Ck)
n
n 2 ∑ (Xi- X́ ) 4
i =1
Ck =
( n-1 ) ( n-2 ) (n-3)S4d
Dimana :
n
∑ ( Xi - X́ )4 = 6959877,314
i =1
X́ = 75,70 mm
n = 20
Sd = 17,1191
Maka :
202 ( 6959877,314)
Ck = = 5,5752
( 20 -1 )( 20 -2 ) (20-3) 17,11914
2. Distribusi Log Normal
Untuk perhitungan parameter statistik distribusi log normal digunakan tabel
bantu seperti terlihat pada Tabel 3.5.
∑ LogXi
´ i =1
LogX =
n
Dimana :
n
∑ LogX i = 37,385
i =1
n = 20
Maka :
37,385
LogX
´ = = 1,8693 mm
20
b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) (Sd)
n
Sd =
√
Dimana :
∑ Log( Xi - X́ )2
i =1
n -1
∑ Log( Xi - X́ )2 = 0,1668896
i =1
n = 20
Maka :
(0,1668896 ) 2
Sd =
√ 20 -1
= 0,0937
n
n ∑ Log (Xi- X́ ) 3
i =1
Cs =
( n-1 ) ( n-2 ) S3d
Dimana :
n
∑ Log( Xi - X́ )3 = 0,0051077
i =1
´
LogX = 1,8693 mm
n = 20
Sd = 0,0937
Maka :
20(0,0051077)
Cs = = 0,3628
( 20-1 )( 20 -2 ) 0,0937 3
e. Koefisien Kutrosis (Ck)
n
2
n ∑ Log (Xi- X́ )4
i =1
Ck =
( n-1 )( n-2 ) (n-3)S4d
Dimana :
n
∑ Log( Xi - X́ )4 = 0,0042985
i =1
´
LogX = 1,8693 mm
n = 20
Sd = 0,0937
Maka :
202 ( 0,0042985)
Ck = = 3,8331
( 20 -1 )( 20 -2 ) (20-3) 0,09374
∑ LogXi
´ i =1
LogX =
n
Dimana :
n
∑ LogX i = 37,385
i =1
n = 20
Maka :
37,385
LogX
´ = = 1,8693 mm
20
b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) (Sd)
n
Sd =
√
Dimana :
∑ Log( Xi - X́ )2
i =1
n -1
∑ Log( Xi - X́ )2 = 0,1668896
i =1
n = 20
Maka :
(0,1668896 ) 2
Sd =
√ 20 -1
= 0,0937
n
n ∑ Log (Xi- X́ ) 3
i =1
Cs =
( n-1 ) ( n-2 ) S3d
Dimana :
n
∑ Log( Xi - X́ )3 = 0,0051077
i =1
´
LogX = 1,8693 mm
n = 20
Sd = 0,0937
Maka :
20(0,0051077)
Cs = = 0,3628
( 20-1 )( 20 -2 ) 0,0937 3
e. Koefisien Kutrosis (Ck)
n
2
n ∑ Log (Xi- X́ )4
i =1
Ck =
( n-1 )( n-2 ) (n-3)S4d
Dimana :
n
∑ Log( Xi - X́ )4 = 0,0042985
i =1
´
LogX = 1,8693 mm
n = 20
Sd = 0,0937
Maka :
202 ( 0,0042985)
Ck = = 3,8331
( 20 -1 )( 20 -2 ) (20-3) 0,09374
4. Distribusi Gumbel
Untuk perhitungan parameter statistik distribusi Gumbel digunakan tabel bantu
seperti terlihat pada Tabel 3.7.
Xi
No Tahun (mm ( Xi - X́ ) 2 ( Xi - X́ ) 3 ( Xi - X́ ) 4
)
∑ Xi
i =1
X́ =
n
Dimana :
n
∑ Xi = 1514
i =1
n = 20
Maka :
1514
X́ = =75,70 mm
20
b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) (Sd)
n
Sd =
√
Dimana :
∑ ( Xi - X́ )2
i =1
n -1
∑ ( Xi - X́ )2 = 5568,200
i =1
n = 20
Maka :
(5568,200 ) 2
Sd =
√ 20 -1
=17,1191
∑ ( Xi - X́ )3 = 94171,920
i =1
X́ = 75,70 mm
n = 20
Sd = 17,1191
Maka :
20(94171,920)
Cs = =1,0977
( 20-1 )( 20 -2 ) 17,11913
e. Koefisien Kutrosis (Ck)
n
n 2 ∑ (Xi- X́ ) 4
i =1
Ck =
( n-1 ) ( n-2 ) (n-3)S4d
Dimana :
n
∑ ( Xi - X́ )4 = 6959877,314
i =1
X́ = 75,70 mm
n = 20
Sd = 17,1191
Maka :
202 ( 6959877,314)
Ck = = 5,5752
( 20 -1 )( 20 -2 ) (20-3) 17,11914
1. Distribusi Normal
X T = X́ + K T ∙ Sd
(3.3)
Dimana :
XT = Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
KT = Faktor Frekuensi Untuk Distribusi Normal (Lampiran D)
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
Berdasarkan Persamaan 3.3 dan hasil perhitungan parameter statistik
dist4ribusi normal, maka dapat dibuat contoh perhitungan distribusi frekuensi
curah hujan untuk periode ulang 2 tahun menggunakan metode distribusi
normal yaitu :
X T = X́ + KT ∙ Sd
Dimana :
X́ = 75,700 (Hasil Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Normal)
KT = 0 (Lampiran E)
Sd = 17,1191 (Hasil Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Normal)
Maka :
X 2 = 75,700 + 0 ∙ 17,1191
X 2 = 75,50 mm
Untuk hasil perhitungan distribusi frekuensi curah hujan pada periode ulang 2,
5, 10, 15, 20, 25, 30, 50, 75, dan 100 tahun dengan metode distribusi normal
dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Log X 2 = 10 1,8693
Log X2 = 74,0049
Untuk hasil perhitungan distribusi frekuensi curah hujan pada periode ulang 2,
5, 10, 15, 20, 25, 30, 50, 75, dan 100 tahun dengan metode distribusi log
normal dapat dilihat pada Tabel 3.9.
= Tipe III)
Maka :
Log X2 = 1,8693+ (-0,060) (0,0937)
Log X 2 = 1,8636
Log X2 = 10 1,8636
Log X 2 = 73,0520 mm
Untuk hasil perhitungan distribusi frekuensi curah hujan pada periode ulang 2,
5, 10, 15, 20, 25, 30, 50, 75, dan 100 tahun dengan metode distribusi log
Pearon Tipe III dapat dilihat pada Tabel 3.10.
4. Distribusi Gumbel
Yt - Yn
X T = ´X + ( Sn ) ∙ Sd
(3.6)
Dimana :
XT = Besarnya Curah Hujan Untuk Periode T Tahun
X́ = Curah Hujan Rata – Rata
T-1
Yt = Reduce Variate, dimana : Y T = - ln (- ln ) untuk T 20, Y T = ln T
T
Yn = Reduced Mean Yang Tergantung Pada n (Lampiran D)
Sn = Reduced Standard Deviation Tergantung Pada n (Lampiran D)
Sd = Standar Deviasi (Simpangan Baku)
Berdasarkan Persamaan 3.6 dan hasil perhitungan parameter statistik distribusi
Gumbel, maka dapat dibuat contoh perhitungan distribusi frekuensi curah
hujan untuk periode ulang 2 tahun menggunakan metode distribusi Gumbel
yaitu :
Yt - Yn
X T = ´X + ( Sn ) ∙ Sd
Dimana :
X́ = 75,70 mm
T-1 2 -1
Yt = - ln(- ln ) =- ln (- ln ) = 0,3665
T T
Yn = 0,5236 (Lampiran F)
Sn = 1,0628 (Lampiran F)
Sd = 17,1191 (Hasil Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Gumbel)
Maka :
X 2 = 75,70 + ( 0,3665
1,0628
- 0,5236
) ∙ 17,1191
X 2 = 73,1695 mm
Untuk hasil perhitungan distribusi frekuensi curah hujan pada periode ulang 2,
5, 10, 15, 20, 25, 30, 50, 75, dan 100 tahun dengan metode distribusi Gumbel
dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Ada dua metode uji penyimpangan yaitu Metode Chi Kuadrat dan Metode
Smirnov – Kolmogorov.
1. Chi Kuadrat
2 ( Oi - Ei )2
K
x =∑
h
i =1 E i
(3.7)
Dimana :
x2h = Harga Chi Kuadrat Terhitung
K = Banyaknya Kelas, dimana : K=1+3,322 Log n
Oi = Jumlah Nilai Pengamatan Pada Sub Kelompok i
Ei = Jumlah Nilai Teoritis Pada Sub Kelompok i
Berdasarkan prosedur uji Chi Kuadrat yang telah dipaparkan pada Subbab
2.2.5, maka uji Chi Kuadrat dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Mengurutkan Data Curah Hujan Maksimum Tahunan (Dari Besar Ke Kecil
Atau Sebaliknya)
Mengurutkan data curah hujan maksimum tahunan dari kecil ke besar
seperti terlihat pada Tabel 3.13.
Ei =
∑n =
20
= 4
∑K 5
e. Perhitungan Derajat Kebebasan (dk)
dk = K – (P + 1)
Dimana :
P=1
Maka :
dk = 5 – ( 1 + 1 ) = 3
Berdasarkan parameter – parameter yang telah dihitung sebelumnnya, maka
Chi Kuadrat terhitung dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Berdasarkan Tabel 3.14 diperoleh Chi Kuadrat Terhitung (x2h) adalah 15.
Dengan derajat kebebasan (dk) = 3 maka dapat diperoleh nilai Chi Kuadrat
Kritis (x2k) (Lampiran G) adalah 16,266 pada peluang 0,1% (0,001) yang
artinya Chi Kuadrat Terhitung (x2h) = 15 < Chi Kuadrat Kritis (x2k) (Lampiran
G) = 16,266, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat
diterima.
2. Smirnov – Kolmogorov
Berdasarkan prosedur uji Smirnov – Kolgomorov yang telah dipaparkan pada
Subbab 2.2.5, maka uji Smirnov – Kolgomorov dapat dilihat pada Tabel 3.15.
N Xi LogXi Pr
K Pr PX Sn Sn - PX
o (mm) (mm) (%)
R24 24 2
I =
24
x
t ( ) 3
(3.8)
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
Berdasarkan Persamaan 3.8 dan Tabel 3.10, maka dapat dibuat contoh
perhitungan intensitas curah hujan untuk kala ulang 2 tahun dengan durasi 5 menit
yaitu :
R24 24 2
I =
24
x
t ( ) 3
Dimana :
R24 = 73,0520 mm (Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah
Hujan Metode Log Pearson Tipe III)
2
t = 2 menit = jam
60
Maka :
2
73,0520 24
I= x
( )
3
24 2
60
I = 132,744 mm/jam
1 9 4 5
193,39 44,69 36,89 23,24
20 121,829 92,973 58,569
2 7 6 3
201,26 46,51 38,39 24,18
25 126,787 96,756 60,953
1 6 8 9
204,53 47,27 39,02 24,58
30 128,850 98,331 61,944
6 2 3 3
218,17 104,88 50,42 41,62 26,22
50 137,442 66,075
6 8 5 5 2
226,48 108,88 52,34 43,20 27,22
75 142,673 68,590
0 0 4 9 0
235,10 113,02 54,33 44,85 28,25
100 148,104 71,201
0 4 6 4 6
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3.16, maka akan dibuat kurva
Intensitas – Durasi – Frekuensi (Kuva IDF) yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
200
Intensitas (mm/jam)
150
100
50
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Durasi (menit)
Perencanaan pola aliran mengacu pada kontur wilayah yang ditinjau. Pada
dasarnya, pola aliran dapat menjadi acuan dalam menentukan pembagian daerah
tangkap air (DTA) sesuai dengan jaringan pembuangan dari saluran drainase. Pola
aliran dan pembagian daerah tangkap air (DTA) pada daerah tinjauan dapat dilihat
pada Gambar 3.2.
Kali Mati
E-3
E-2 E
120
E-1
B-4
C-4
121
B-2
B C-2
C C-3
B-3
122
B-1 C-1
D-4
A-4
123
D-2 D-3
A-2
A D
A-3
124 125
tc = t0 + td
(3.9)
Dimana :
tc = Waktu Konsentrasi (menit)
t0 = Inlet Time Ke Saluran Terdekat (menit)
td = Conduit Time Sampai Ketempat Pengukuran (menit)
0,167
2 n
[
t 0 = x 3,28 x L0 x
3 √s ]
(3.10)
Ls
td =
60 V
(3.11)
Dimana :
n = Angka Kekasaran Manning
s = Kemiringan Medan Limpasan (%)
L0 = Panjang Lintasan Aliran Di Atas Permukaan Lahan (m)
Ls = Panjang Saluran (m)
V = Kecepatan Aliran Ideal Di Dalam Saluran (m/detik)
tc = t0 + td
0,167
2 n
t0 =
[ 3
x 3,28 x L0 x
√s ]
Ls
td =
60 V
Dimana :
n = 0,013 (Tabel 2.2)
s = 2% = 0,02
L0 = 248,7634 m
Ls = 440,1619 m
V = 0,9 m/dtk (Tabel 2.3)
Maka :
0,167
2 0,013
3 [
t 0 = x 3,28 x 248,7634 x
√ 2% ] = 1,92 menit
440,1619
td = = 8,15 menit
60 (0,9)
Sehingga :
V
Rua t0 td tc
Blok L0 (m) Ls (m) s (%) n (m/dtk
s (menit) (menit) (menit)
)
A-1 248,7634 440,1619 0,0200 0,013 0,9 1,92 8,15 10,07
A-2 217,4795 491,9878 0,0200 0,013 0,9 1,88 9,11 10,99
A
A-3 220,0317 496,0853 0,0200 0,013 0,9 1,88 9,19 11,07
A-4 245,2079 434,3590 0,0200 0,013 0,9 1,92 8,04 9,96
B-1 292,5504 292,8951 0,0200 0,013 0,9 1,97 5,42 7,40
B-2 153,0001 612,7379 0,0200 0,013 0,9 1,77 11,35 13,12
B
B-3 136,9225 549,1162 0,0200 0,013 0,9 1,74 10,17 11,91
B-4 281,7840 292,1699 0,0200 0,013 0,9 1,96 5,41 7,37
C-1 245,1641 398,1279 0,0200 0,013 0,9 1,92 7,37 9,29
C-2 216,5244 537,9612 0,0200 0,013 0,9 1,88 9,96 11,84
C
C-3 183,3331 454,9670 0,0200 0,013 0,9 1,83 8,43 10,25
C-4 244,0373 407,8698 0,0200 0,013 0,9 1,92 7,55 9,47
D-1 245,7797 254,0606 0,0200 0,013 0,9 1,92 4,70 6,62
D-2 128,2843 496,2587 0,0200 0,013 0,9 1,72 9,19 10,91
D
D-3 128,5561 497,8227 0,0200 0,013 0,9 1,72 9,22 10,94
D-4 251,5067 260,0155 0,0200 0,013 0,9 1,93 4,82 6,74
E-1 128,5081 733,4600 0,0200 0,013 0,9 1,72 13,58 15,30
E E-2 192,3055 177,8158 0,0200 0,013 0,9 1,84 3,29 5,13
E-3 529,3081 489,2755 0,0200 0,013 0,9 2,18 9,06 11,24
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
t cd ( A-1) = t d + t c D- 1
14,77 menit
t cd ( A-1) = = 0,25 jam
60
td tc tcd tcd
Blo t0 Jaringan tcd
Ruas (menit (menit (menit Terpakai
k (menit) Alir (jam)
) ) ) (jam)
A-1 1,92 8,15 10,07 td + tcD-1 14,77 0,25 0,25
td + tcD-1
A-2 1,88 9,11 10,99 25,88 0,43 0,43
+ tcA-1
A
A-3 1,88 9,19 11,07 td + tcD-1 15,81 0,26 0,26
td + tcD-1
A-4 1,92 8,04 9,96 25,74 0,43 0,43
+ tcA-3
B B-1 1,97 5,42 7,40 to + td 7,40 0,12 0,12
B-2 1,77 11,35 13,12 td + tcB-1 18,75 0,31 0,65
td + tcD-1 39,03 0,65
+ tcA-1 +
tcA-2
td + tcD-1
+ tcA-3 + 39,00 0,65
tcA-4
B-3 1,74 10,17 11,91 to + td 11,91 0,20 0,20
td + tcB-3 17,32 0,29
td + tcC-1
26,54 0,44
+ tcC-2
td + tcD-3
+ tcC-1 + 37,48 0,62
tcC-2
td + tcD-1
+ tcD-2 +
tcD-4 + 50,81 0,85
tcC-1 +
B-4 1,96 5,41 7,37 tcC-2 0,85
td + tcC-3
25,13 0,42
+ tcC-4
td + tcD-3
+ tcC-3 + 36,07 0,60
tcC-4
td + tcD-1
+ tcD-2 +
tcD-4 + 49,41 0,82
tcC-3 +
tcC-4
C td + tcD-3 18,31 0,31
C-1 1,92 7,37 9,29 td + tcD-1 0,53
+ tcD-2 + 31,65 0,53
tcD-4
td + tcC-1 19,25 0,32
td + tcD-3
30,19 0,50
+ tcC-1
C-2 1,88 9,96 11,84 0,73
td + tcD-1
+ tcD-2 +
43,53 0,73
tcD-4 +
tcC-1
C-3 1,83 8,43 10,25 td + tcD-3 19,37 0,32 0,54
td + tcD-1 32,70 0,54
+ tcD-2 +
tcD-4
+ tcC-4 +
tcB-2
td + tcD-3
+ tcC-3 +
47,07 0,78
tcC-4 +
tcB-2
td + tcD-1
+ tcD-2 +
tcD-4 +
60,41 1,01
tcC-3 +
tcC-4 +
tcB-2
E-3 2,18 9,06 11,24 to + td 11,24 0,19 0,19
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
R24 24 2
I =
24
x ( )
t
3
(3.12)
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
R24 = Curah Hujan Maksimum Dalam 24 Jam (mm)
t = Lama Hujan (jam)
Nilai curah hujan maksimum untuk 24 jam (R 24) yang digunakan dalam
perhitungan adalah nilai curah hujan rencana hasil analisis dengan memakai
distribusi Log Pearson tipe III sesuai dengan kala ulang 2 tahun yaitu 73,0520 mm
(Tabel 3.10) serta nilai lama hujan (t) yang digunakan merupakan hasil analisa
waktu konsentrasi desain (tcd) pada setiap saluran (Tabel 3.19) . Berdasarkan
Tabel 3.10, Tabel 3.19 dan Persamaan 3.12, maka dapat dibuat contoh
perhitungan intensitas hujan pada saluran A-1 yaitu :
R24 24 2
I =
24
x ( )
t
3
Dimana :
R24 = 73,0520 mm (Tabel 3.10)
t = 0,25 jam (Tabel 3.19)
Maka :
2
73,0520 24
I=
24
x ( )
0,25
3
I = 64,4659 mm/jam
Untuk hasil perhitungan intensitas hujan pada setiap saluran dapat dilihat
pada Tabel 3.20.
Untuk hasil perhitungan debit puncak banjir untuk setiap saluran dapat dilihat
pada Tabel 3.21.
Pn ∙ qw
Qk =
A
Dimana :
Pn = 59258 jiwa(Hasil Proyeksi Penduduk Pada Tahun Ke 2 Metode
Aritmatik)
qk = 70% x Kebutuhan Air Bersih
= Kebutuhan Air Bersih = 150 liter/orang/hari, maka
qk = 70% x 150 = 105 liter/orang/hari = 0,105 m 3 /orang/hari
105 liter/orang/hari
qk =
1000
0,105 m 3 /orang/hari
qk =
3600
qk = 0,00002917 m 3 /orang/detik
A = 18,3 km2 = 18300000 m2
Maka :
59258 ∙ 0,00002917
Qk = = 0,000000094 m 3 /dtk
18300000
Berdasarkan perhitungan debit puncak banjir (Qb) dan debit air kotor (Qk)
yang telah dilakukan, maka debit rencana setiap saluran (Q) dapat dihitung
menggunakan persamaan :
Q = Qb + Qk
Namun karena nilai debit air kotor (Qk) = 0,000000094 m3/dtk yang
dianggap sangat kecil, sehingga debit air kotor (Qk) dianggap sama dengan nol.
Maka debit rencana dapat dirumuskan sebagai berikut :
Q = Qb
Hasil perhitungan debit rencana pada setiap saluran (Q) dapat dilihat pada
Tabel 3.22.
Q = V ∙ A
(3.15)
2
1 3
V= ∙ R ∙ √ S (3.16)
n
Dimana :
Q = Debit Rencana (m3/dtk)
A = Luas Penampang Basah (m2)
V = Kecepatan Rata – Rata Dalam Saluran (m/detik)
n = Koefisien Kekasaran Manning (Tabel 2.2)
R = Jari – Jari Hidrolis (m)
b
b = 2h atau = 2
h
Dimana :
b = Lebar Dasar Sauluran Drainase (m)
h = Kedalaman Air Saluran Drainase (m)
b = 0,75h
(3.17)
Diketahui bahwa debit rencana saluran A-1 (QA-1) adalah 1,0764 m3/dtk (Tabel
3.22). Dengan saluran terbuat dari pasangan beton maka nilai koefisien Manning
(n) adalah 0,013 (Tabel 2.2). Kemiringan saluran (S) direncanakan 2%. Dengan
dimensi yang yang digunakan b = 0,75h, maka :
P = b + 2h
P = 0,75h + 2h
P = 2,75h
(3.19)
3. Jari – Jari Hidrolis (R)
A
R =
P
0,75 h2
R=
2,75h
R = 0,273h
(3.20)
2
1 3
V = ∙ R ∙ √S
n
2
1
V= ∙ (0,273h) 3 ∙ √ 0,02
0,013
2
V = 2,967h 3 (3.21)
Dari rumus debit rencana (Q) (Persamaan 3.15) maka dapat diperoleh kedalaman
air pada saluran drainase yaitu :
Q = V ∙ A
2
Q A-1 = 2,967h ∙ 0,75 h 2
3
8
1 , 0764 = 2,255h3
8
3 1,0764
h =
2,255
8
h3 = 0, 4837
3
8
h = 0, 4837
h = 0,80 m
Berdasarkan kedalaman air (h) yang telah diperoleh, maka dapat diperoleh lebar
dasar saluran (b), keliling basah (P), jari – jari hidrolis (R), dan kecepatan aliran
(V) dengan cara mensubtitusikan nilai h = 0,80 m ke dalam Persamaan 3.17
sampai 3.21 serta dapat diperoleh juga tinggi jagaan (w) dan tinggi total (t).
Jadi, saluran drainase yang direncanakan pada ruas A-1 memiliki lebar dasar (b) =
0,60 m, kedalaman air (h) = 0,80 m, tinggi jagaan (w) = 0,16 m dan tinggi total
saluran (t) = 0,96 m.
w=0,16 m
t=0,96 m
h=0,80 m
b=0,60 m
Blo Q h b P R V w t
Ruas
k (m3/dtk) (m) (m) (m) (m) (m/dtk) (m) (m)
A-1 1,0764 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
A-2 1,2021 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
A
A-3 1,0263 0,70 0,50 1,90 0,19 2,34 0,14 0,84
A-4 1,2027 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
B-1 0,8507 0,70 0,50 1,90 0,19 2,34 0,14 0,84
B-2 1,2215 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
B
B-3 0,5440 0,60 0,50 1,70 0,16 2,11 0,12 0,72
B-4 1,3416 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
C-1 1,0898 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
C-2 1,2364 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
C
C-3 1,0139 0,70 0,50 1,90 0,19 2,34 0,14 0,84
C-4 1,1675 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
D-1 0,6674 0,60 0,50 1,70 0,16 2,11 0,12 0,72
D-2 0,7549 0,70 0,50 1,90 0,19 2,34 0,14 0,84
D
D-3 0,4900 0,60 0,50 1,70 0,16 2,11 0,12 0,72
D-4 0,9100 0,70 0,50 1,90 0,19 2,34 0,14 0,84
E-1 0,5770 0,60 0,50 1,70 0,16 2,11 0,12 0,72
E E-2 1,2310 0,80 0,60 2,20 0,22 2,56 0,16 0,96
E-3 1,9474 1,00 0,80 2,80 0,27 2,97 0,20 1,20
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
Q = V ∙ A
(3.22)
2
1
V= ∙ R 3 ∙ √ S (3.23)
n
Dimana :
Q = Debit Rencana (m3/dtk)
A = Luas Penampang Basah (m2)
V = Kecepatan Rata – Rata Dalam Saluran (m/detik)
n = Koefisien Kekasaran Manning (Tabel 2.2)
R = Jari – Jari Hidrolis (m)
S = Kemiringan Dasar Saluran (%)
Gorong – gorong akan dibangun tepat pada bagian bawah jalan untuk
menghubungkan dua saluran yang dipisahkan oleh jalan. Dalam perencaanan ini,
akan dibangun gorong – gorong berbentuk lingkaran yang terbuat dari pasangan
beton. Tata letak dan penamaan gorong – gorong dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Kali Mati
E-3
E-2 E
120
GG-5 E-1
B-4
C-4
121 GG-4
B-2
B C-2
C C-3
B-3
122
B-1 C-1
GG-3
GG-2 D-4
A-4
123
D-2 D-3
A-2
A D
A-3
124 125
GG-1
r
R =
2
(3.24)
Diketahui bahwa debit yang mengalir pada gorong – gorong 1 (GG-1) sebesar
0,6674 m3/dtk. Dengan gorong – gorong terbuat dari pasangan beton maka nilai
koefisien Manning (n) adalah 0,013 (Tabel 2.2) dan kemiringan gorong – gorong
(S) direncanakan 2% sehingga :
2
1 3
V = ∙ R ∙ √S
n
1 r 2
V= ∙ ( ) 3 ∙ √ 0,02
0,013 2
2
V = 5,439r 3 (3.28)
Dari rumus debit rencana (Q) (Persamaan 3.22) maka dapat jari – jari (r) gorong –
gorong 1 (GG-1) yaitu :
Q = V ∙ A
2
QGG-1 = 5,439r 3 ∙ π r 2
8
3
0,6674 = 17,088r
8
0,6674
r3 =
17,088
8
3
r = 0,0391
3
r = 0,03918
r = 0,30 m
Berdasarkan jari – jari (r) yang telah diperoleh, maka dapat diperoleh keliling
basah (P), jari – jari hidrolis (R), luasan gorong – gorong (A) dan kecepatan aliran
(V) dengan cara mensubtitusikan nilai r = 0,30 m ke dalam Persamaan 3.25
sampai 3.25 yaitu :
r = 0,30 m
Debit Air
Gorong -
Yang V
Gorong r (m) A (m2) p (m) R (m)
Ditampung (m/dtk)
(GG)
(m3/dtk)
1 0,6674 0,30 0,2827 1,8850 0,15 2,4376
2 2,4049 0,50 0,7854 3,1416 0,25 3,4265
3 1,4001 0,40 0,5027 2,5133 0,2 2,9529
4 2,4039 0,50 0,7854 3,1416 0,25 3,4265
5 2,5632 0,50 0,7854 3,1416 0,25 3,4265
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
Q = V ∙ A
(3.29)
2
1 3
V= ∙ R ∙ √ S (3.30)
n
Dimana :
Q = Debit Rencana (m3/dtk)
A = Luas Penampang Basah (m2)
V = Kecepatan Rata – Rata Dalam Saluran (m/detik)
n = Koefisien Kekasaran Manning (Tabel 2.2)
R = Jari – Jari Hidrolis (m)
S = Kemiringan Dasar Saluran (%)
Tata letak dan penamaan bak penampung dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Kali Mati
E-3
E-2 E
120 BP-8
BP-7 E-1
B-4
C-4
BP-6 BP-5
121
B-2
B C-2
C C-3
B-3
122
BP-3 C-1
B-1
BP-4
BP-2 D-4
A-4
123
D-2 D-3
A-2
A D
A-3
124 125
BP-1
Diketahui bahwa bak penampung 2 (BP-2) dialiri oleh air dari saluran A-2, dan A-
4 seperti yang terlihat pada gambar 3.8.
BP-2 QA-4
QA-2
Maka debit yang mengalir pada bak penampung 2 (BP-2) sebesar 1,2021 + 1,2027
= 2,4049 m3/dtk. Dengan bak penampung terbuat dari pasangan beton maka nilai
koefisien Manning (n) adalah 0,013 (Tabel 2.2), kemiringan saluran (S)
direncanakan 0,5% dan dengan asusmsi bahwa b = 0,8h sehingga :
R = 0,286h
(3.33)
2
1
V = ∙ R3 ∙ √ S
n
2
1
V= ∙ (0,286h) 3 ∙ √ 0,002
0,013
2
V = 1,554h 3 (3.21)
Dari rumus debit rencana (Q) (Persamaan 3.29) maka dapat diperoleh tinggi air :
Q = V ∙ A
2
Q BP-1 = 1,554h 3 ∙ 0,8 h 2
8
3
2,4049 = 1,243h
8
2,4049
h3 =
1,243
8
3
h = 1,9343
3
h = 1,93438
h = 1,30 m
Berdasarkan tinggi air (h) yang telah diperoleh, maka dapat diperoleh lebar dasar
bak penampung (b) dengan cara mensubtitusikan nilai h = 1,30 m ke dalam nilai
asumsi b = 0,8h, sehingga :
b = 0,8h
b = 0,8 (1,30)
b = 1,04 m 1,10 m
h = 1,30 m
± 0,40 m
0,10 m
b = 1,10 m
Untuk hasil perhitungan semua bak penampung dapat dilihat pada Tabel
3.26.
Debit Air
Bak Penampung Yang
h (m) b (m)
(BP) Mengalir
(m3/dtk)
1 0,6674 0,80 0,70
2 2,4049 1,30 1,10
3 0,8507 0,90 0,80
4 1,4001 1,00 0,80
5 2,4039 1,30 1,10
6 0,5440 0,70 0,60
7 2,5632 1,30 1,10
8 0,5770 0,70 0,60
(Sumber : Hasil Perhitungan, 2019)
Gambar hasil desain berupa gambar rencana denah saluran drainase dan
bangunan pelengkapnya, detail – detail pada denah, detail – detail saluran
drainase, dan detail bangunan pelengkap drainase. Gambar hasil desain dapat
dilihat pada Lampiran I.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
LAMPIRAN – LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Lembaran Penugasan
LAMPIRAN B
Gambar Peta Topografi
LAMPIRAN C
Data Curah Hujan Harian dan
Bulanan
LAMPIRAN D
Parameter – Parameter
Pendukung Perhitungan
LAMPIRAN E
Penentuan Faktor Frekuensi
LAMPIRAN F
Penentuan Harga
Yn dan Sn
LAMPIRAN G
Penentuan Parameter –
Parameter Pada Uji
Penyimpangan
LAMPIRAN H
Perhitungan Luasan DTA
Secara Manual
LAMPIRAN I
Gambar Hasil Desain