Anda di halaman 1dari 6

Nama: Ananda Hasna Salsabila

Kelas: X TPTU2 (06)

1. Pengertian Kolonisme dan Imperialisme Bangsa Barat

Pengertian Kolonialisme

RG Squad harus tahu kalau Kolonialisme berasal dari kata Koloni, nah koloni menurut bahasa latin
artinya pemukiman. Upaya yang dilakukan negara-negara penguasa dalam rangka menguasai suatu
daerah/wilayah untuk mendapatkan sumber daya disebut kolonialisme. Kolonialisme umumnya
dilakukan oleh negara-negara yang memiliki kekuatan militer yang kuat. Contohnya seperti Portugis,
Spanyol, Belanda, dan Inggris. Negara-negara tersebut berhasil menguasai negara-negara lainnya
termasuk Indonesia.

Pengertian Imperialisme

Selanjutnya, Imperialisme merupakan istilah yang berasal dari kata "imperator" artinya memerintah.
Nah, berarti Imperialisme itu adalah suatu sistem dalam dunia politik yang bertujuan untuk menguasai
negara lain dalam memperoleh kekuasaan atau keuntungan dari negara yang dikuasainya. Imperialisme
sudah ada sejak abad ke 19 lho, pada awalnya dicetuskan oleh Benjamin Disraeli yang merupakan
Perdana Menteri Inggris saat itu. Imperialisme dibagi menjadi 2 yaitu berdasarkan waktu dan tujuannya,
yaitu:

Imperialisme berdasarkan waktunya

*Imperialisme kuno, muncul sebelum revolusi industri di Inggris yang terdorong oleh 3G yaitu Gold,
Gospel dan Glory.

*Imperialisme modern, muncul setelah revolusi industri. Terdorong karena faktor ekonomi dan
kebutuhan industri pada waktu itu.

Imperialisme berdasarkan tujuan

Imperialisme politik, untuk menguasai seluruh kehidupan politik suatu negaraImperialisme ekonomi,
untuk menguasai sektor perekonomian negara lainImperialisme kebudayaan, untuk menguasai nilai-nilai
kebudayaan suatu negaraImperialisme militer, untuk menguasai negara lain karena dianggap memiliki
wilayah strategis yang bisa memperkuat pertahanan

2. • Portugis (1509 - 1595)

• Spanyol (1521 - 1692)

• Belanda (1602 - 1942)


• Prancis (1806 - 1811)

• Inggris (1811 - 1816)

• Jepang (1942 – 1945)

3. Pada abad 16-17: Portugis menjadi negara yang pertama kali sampai di Indonesia. Terdapat tiga
tujuan Portugis langsung ke Indonesia yang dikenal dengan gold, glory, dan gospel, yaitu:

a. Glory: Tujuan petualangan dengan mencari negara jajahan untuk mengharumkan nama, kejayaan,
dan kekuasaan.

b. Gold: Tujuan ekonomi dengan mencari keuntungan dan hasil besar dalam perdagangan rempah-
rempah. Memebeli dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal.

c. Gospel: Tujuan agama dengan menyebarkan ajaran Nasrani.

Portugis sangat menggebu-gebu untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga segera melakukan berbagai
penjajahan. Di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque berhasil menguasai Malaka pada 1511.
Kemudian 1512, Portugis berhasil menguasai Ternate dengan mengadakan perjanjian bersama Kerajaan
Ternate. Portugis dan Spanyol sama-sama ingin menguasai dunia. Ketika Portugis bersekutu dengan
Kerajaan Ternate, Spanyol juga sudah bersekutu dengan Kerajaan Tidore. Mereka pun bermusuhan.

Pada abad 18-20: Alasan dan tujuan bangsa Eropa menjalankan kolonialisme ke Indonesia karna negara
Indonesia kaya dengan rempah rempah. Dan pada saat itu adalah musim dingin di neggara bagian
Eropa, maka dari itu negara Eropa menjalankan kolonialisme ke Indonesia agar mendapatkan
keuntungan yg besar untuk dijual di negara nya dengan harga tinggi.

4. 1.Koloni domisili : penduduk suatu negara


menduduki daerah koloni (asimilasi dan
pendudukan)
2.Koloni libensraum : terjadi ledakan
penduduk di negara induk, sehingga
sejumlah orang mencari ruang hidup di
wilayah baru
3.Koloni deportasi : daerah koloni
digunakan untuk menempatkan tahanan
politik
4.Koloni eksploitasi : daerah koloni
dieksploitasi SDA dan SDM-nya untuk
keuntungan financial
5.Koloni defensi : daerah koloni
berupa pulau-pulau untuk kepentingan
pertahanan
5. Berikut dampak yang tanam paksa bagi rakyat Indonesia:
Dampak negatif pelaksanaan tanam paksa
Menurut MC Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008), dampak negatif
tanam paksa, yaitu:

Memakan waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam penggarapan budidaya tanaman ekspor sering mengganggu kegiatan
tanam padi.

Membutuhkan air banyak


Penggarapan tanaman ekspor seperti tebu membutuhkan air yang banyak sehingga memberatkan
petani.

Penggunaan tanah berkualitas


Budidaya tebu dan nila (indigo) menggunakan sebagian besar tanah sawah petani yang baik dan bernilai
paling tinggi.

Kebutuhan hewan ternak


Pelaksanaan sistem tanam paksa ini melipatgandakan kebutuhan akan hewan ternak petani. Tidak
hanya untuk pekerjaan ladang tetapi juga sebagai alat angkut hasil tanaman ekspor menuju pabrik atau
pelabuhan.

Timbul kelaparan
Kegiatan tanam paksa menyebabkan kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana, sehingga angka
kematian meningkat tajam.
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon, Demak, dan
Gerobogan.
Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah penduduk di daerah tersebut. Selain itu, penyakit busung
lapar juga terjadi di banyak daerah.

Selain itu ada kewajiban yang harus dilaksanakan petani yang menjadi beban berat, seperti:

Petani di wajibkan untuk menanam tebu dengan skema rotasi penanaman padi.
Penduduk desa diwajibkan melakukan pekerjaan seperti menanam, memotong, dan mengangkat tebu
ke pabrik-pabrik gula.
Seluruh penduduk desa dikerahkan bekerja untuk kepentingan pemerintah kolonial maupun untuk
kepentingan pejabat dan kepala-kepala daerah.
Baca juga: Cultuurstelsel, Sistem Tanam Paksa yang Sengsarakan Rakyat Pribumi

Dampak positif pelaksanaan tanam paksa


Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia IV (2008) karya Marwati Djoened dan Nugroho, dijelaskan pula
dampak positif pelaksanaan tanam paksa bagi rakyat Indonesia, di antaranya:
Rakyat Indonesia mengenal berbagai teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
Meningkatnya jumlah uang yang beredar di pedesaan, sehingga memberikan rangsangan bagi
tumbuhnya perdagangan.
Munculnya tenaga kerja yang ahli dalam kegiatan non pertanian yang terkait dengan perkebunan dan
pepabrikan di pedesaan.
Penyempurnaan fasilitas yang digunakan dalam proses tanam paksa, seperti jalan, jembatan,
penyempurnaan fasilitas pelabuhan dan pabrik serta gudang untuk hasil budidaya.

6. Pengertian Politik Pintu Terbuka


Pengertian dari politik pintu terbuka adalah kebijakan politik dimana perekonomian Indonesia dibuka
kepada pihak swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, politik ini membuat Indonesia hanya bisa menjadi pengawas
saja tanpa memiliki keterlibatan lebih lanjut dengan sistem politik dan pembangunan ekonomi yang
dilaksanakan. Hal ini terjadi di Indonesia sekitar tahun 1860 dimana jenis politik batig slot atau pencarian
keuntungan secara besar-besaran ditentang oleh beberapa pihak. Pihak yang paling vokal dalam
menolak adalah golongan liberalis dan humanitaris. Karena kejadian tersebut, golongan liberal kapital
yang saat itu banyak mengisi di parlemen memperoleh kemenangan yang besar.

Ciri-Ciri dari Politik Pintu Terbuka


Berikut ini adalah ciri-ciri dari politik pintu terbuka yang diterapkan oleh Belanda dan juga Inggris di
Indonesia pada masa penjajahan:

a.Indonesia menjadi pengawas


b.Rakyat menjadi menderita
c.Swasta menjadi kaya
d.Matinya industri kerakyatan dan pengusaha dalam negri

Berikut ini adalah dampak-dampak dari diberlakukannya politik pintu terbuka terhadap masyarakat
Indonesia, pemerintahan kolonial belanda serta pihak swasta

*Rakyat mengenal sistem upah dan juga penggunaan uang, mengetahui barang yang perlu di ekspor
karena minat yang besar di luar negeri, serta mengetahui barang impor yang dibuat di luar wilayah
mereka.
*Munculnya pedagang perantara, sehingga mereka bisa menjual hasil bumi yang dimiliki oleh rakyat
Indonesia kepada penjual atau pengepul swasta. Tidak jarang perantara ini masuk ke daerah pedalaman
guna mendapatkan hasil tani dengan harga yang terjangkau kemudian dengan harga yang tinggi pada
grosir.
*Mematikan industri milik rakyat Indonesia, sebab seluruh pekerjanya masuk ke dalam pabrik dan
perkebunan yang dikelola oleh orang Eropa dan kolonial swasta.
*Rakyat semakin sengsara karena penjajahan, makin sengsara karena eksploitasi besar-besaran yang
dilakukan oleh penjajah. Sumber pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan mereka terpaksa
dijual, begitu pula dengan tenaga mereka.
*Semakin kaya pihak swasta karena mereka dapat menguasai perekonomian Indonesia dan mereka
dapat melakukannya dengan lebih efisien dibandingkan dengan pemerintah. Selain itu, pihak swasta
juga memiliki modal yang lebih besar untuk mengolah sumber daya alam yang ada di Indonesia
*Berpindahnya monopoli ekonomi dari pemerintah ke pihak swasta. Dahulu perekonomian hanya
dikontrol oleh pemerintah Belanda, sekarang pihak swasta perlahan lahan bisa masuk dan mulai
menggantikan monopoli pemerintahan menjadi monopoli korporasi.
7. Politik Etis atau Politik Balas Budi (bahasa Belanda: Ethische Politiek) adalah kebijakan resmi
pemerintah kolonial Hindia Belanda (sekarang Indonesia) selama empat dekade dari 1901 sampai
pendudukan Jepang tahun 1942. Pada tahun 1901, Ratu Belanda Wilhelmina mengumumkan bahwa
Belanda menerima tanggung jawab etis untuk kesejahteraan rakyat kolonial mereka. Pengumuman ini
sangat kontras dengan doktrin resmi sebelumnya bahwa Indonesia adalah wingewest (wilayah yang
menghasilkan keuntungan). Ini juga menandai dimulainya kebijakan pembangunan modern; sedangkan
kekuatan kolonial lainnya berbicara tentang misi peradaban, yang terutama melibatkan penyebaran
budaya mereka kepada orang-orang terjajah.

C.Th. van Deventer, merupakan salah seorang penganjur Politik Etis.


Kebijakan tersebut menekankan pada perbaikan kondisi kehidupan material. Namun, kebijakan ini
menderita karena kekurangan dana yang parah, ekspektasi yang membengkak dan kurangnya
penerimaan dalam pembentukan kolonial Belanda, dan sebagian besar lenyap oleh permulaan Depresi
Besar pada tahun 1930.[1][2]

Politik Etis atau Politik Balas Budi (bahasa Belanda: Ethische Politiek) adalah suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan
bumiputera. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang
dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus)
ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para bumiputera yang
terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan
Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een
eerschuld) terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan
moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van deventer yang
meliputi:

Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan
pertanian.
Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulisan
Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal
sebagai pencetus politik etis ini.

Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi
untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke
daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa
Indonesia.

Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam pengembangan
dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis
yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seorang Menteri
Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri
sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda
dan orang-orang bumiputera. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap bumiputera
yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha
menyadarkan kaum bumiputera agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri
menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Anda mungkin juga menyukai