Makalah HHBK Pinang Yang Baru
Makalah HHBK Pinang Yang Baru
OLEH :
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3 Tujuan ......................................................................................................................
1.4 Manfaat .....................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................................
2.1 Morfologi Pinang .......................................................................................................
2.2 Pemanfaatan Pinang...................................................................................................
2.3 Produk HHBK Pinang ...............................................................................................
2.4 Strategi Pemasaran Pinang ........................................................................................
BAB III : PENUTUP ..........................................................................................................
3.1 Simpulan ....................................................................................................................
3.2 Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem pada hamparan lahan yang luas yang berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan yang berperan sangat penting
bagi kehidupan di muka bumi ini. Paradigma baru sektor kehutanan telah memandang
hutan sebagai multi fungsi, baik fungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Selain multifungsi,
sumber daya hutan juga bersifat multi komoditas berupa barang dan jasa. Adapun
komoditas barang yaitu manfaat yang dapat dirasakan secara langsung berupa hasil hutan
kayu dan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan, komoditas jasa adalah manfaat yang
dirasakan secara tidak langsung.
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung yang
dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan
terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi,
ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber
daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna pembangunan nasional
berkelanjutan (Arief, 2001).
Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan
penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi
peningkatan devisa negara, Sumberdaya hutan Indonesia sangat kaya dengan berbagai
macam produk yang dihasilkan. Hasil hutan tersebut dapat berupa hasil hutan dan hasil
hutan bukan kayu yang meliputi berbagai macam produk seperti bambu, gondorukem,
damar, Rotan, terpentin dan sebagainya(Darusman, 2006).
Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai potensi
multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
kesejahteraan umat manusia. Sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang
hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu
(HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan), yang memberikan
sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk
HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif
dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara (Anonim, 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan
jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies
tumbuhan dan hewan .Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang mendapat prioritas
pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Madu Lebah, Sutera dan Gaharu. Selain 5
komoditas HHBK unggulan nasional, daerah dapat mengembangkan komoditas HHBK
yang diunggulkan berdasarkan potensi HHBK dan kemampuan daerah. Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) menurut Permenhut tersebut adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu.
Produk HHBK ini mencakup :
1. hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman
obat, jamur, getah-getahan, bagian atau yang dihasilkan tetumbuhan; dan
2. hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa
buru, satwa elok, serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan.
Sedangkan benda non hayati yang secara ekologi merupakan suatu kesatuan ekosistem
dengan organ hayati penyusun hutan seperti air, udara bersih dan sehat serta jasa tidak
termasuk dalam definisi Permenhut ini (Anonim, 2007a).
Tanaman pinang (Areca catehu L.) merupakan tanaman tahunan yang sudah sangat
dikenal oleh masyarakat akibat penyebaran secara alaminya cukup luas di berbagai daerah.
Pinang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu memiliki banyak manfaat, namun, saat
ini banyak masyarakat hanya mengenal pinang sebagai tanaman yang bermanfaat untuk
bahan makan sirih saja, padahal masih banyak manfaat lain antara lain sebagai tanaman
penghijau, bahan bangunan, bahan ramuan tradisional, bahan baku industri kosmetik,
kesehatan dan bahan pewarna pada industri tekstil (Lutony, 1993).
Indonesia menjadi produsen utama pinang dunia dengan produksi yang terus meningkat
setiap tahun dan mencapai 100.000 ton pada tahun 2006. Permintaan untuk ekspor juga
terus meningkat. Negara tujuan ekspor saat ini meliputi Pakistan, Nepal, Banglades, India,
Singapura dan Thailand (Anonim, (2006) cit. Maskromo, (2007)). Ini menunjukkan bahwa
pinang dapat menjadi komoditi yang sangat menjanjikan
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui morfologi pinang
2) Untuk mengetahui seperti apa pemanfaatan pinang
3) Untuk mengetahui seperti apa produk hasil hutan bukan kayu pinang
4) Untuk mengetahui seperti apa strategi pemasaran pinang
1.4 Manfaat
1) Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca agar pengetahuan mengenai
pemanfaatan pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran pinang semakin
bertambah.
2) Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Bagi penulis, dapat menambah pengalaman juga wawasan untuk mengetahui
bagaimana pemanfaatan pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran
pinang.
b) Bagi pembaca, dapat mengetahui dan memahami bagaimana pemanfaatan
pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran pinang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Morfologi Pinang
Pohon pinang adalah sejenis tanaman monokotil yang berasal dari famili Palmaceae dengan
genus Areca. Tumbuhan ini dikenal sebagai tanaman berumah satu atau monoceous, yaitu
bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu tandan serta menyerbuk silang.
Tanaman pinang diklasifikasikan dalam
divisi : spermatophyte
sub divisi : Angiospermae
kelas : monocotyledonae
ordo : arecales
family : arecaceae/palmae
genus : areca
spesies : Areca catechu L
Pohon pinang merupakan tanaman tropis yang lebih sensitif dibandingkan dengan tanaman
tropis lainnya dimana tanaman pinang sangat mudah kering dan sebaiknya ditanam di tanah
lempung dengan pengairan yang mencukupi untuk tumbuh secara maksimal. Pinang umumnya
ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan dan terkadang tumbuh liar di tepi sungai
atau di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya 10–30 m, diameternya
15–20 cm dan batangnya tidak bercabang. Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal
luas di masyarakat karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah.
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah
dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan alluvial, pinang
membutuhkan curah hujan antara 750-4.000 mm/tahun dengan bulan basah antara 3-6 bulan
atau tersedia air sepanjang tahun (pada lahan pasang surut). Selain itu, pinang dapat tumbuh
dengan baik pada suhu optimum antara 20 °C-32 °C, dengan kelembaban udara antara 50-90%,
keasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang adalah sekitar 4-8 dan
memerlukan penyinaran langsung untuk pertumbuhannya di lapangan sekitar 6 hingga 8 jam
per hari untuk memperoleh produksi secara optimal
Asal usul tanaman pinang (Areca catechu L.) hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.
Namun, tanaman ini diduga merupakan tanaman asli Asia Selatan. Penyebarannya meliputi
Asia Selatan, Asia Tenggara serta beberapa pulau di Laut Pasifik. Spesies terbesar dari tanaman
ini terdapat di Semenanjung Malaya (Malay-Archipelago), Filipina dan Kepulauan Hindia
Timur (East Indies Island). Pola penyebaran spesies Areca di Indonesia terutama di Malaya,
Kalimantan dan Sulawesi yang terdiri dari 24 spesies. Kelompok Hindia Timur merupakan
pusat keragaman tanaman pinang terbesar. Luas tanaman pinang di Indonesia ±147.890 ha
dengan penyebaran hampir di semua wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera 42,388
ha, Nusa Tenggara/Bali 42.388 ha, Kalimantan luas 4,475 ha, Sulawesi 2.407 ha, dan
Maluku/Papua 1.428 ha. Produksi biji kering dapat mencapai 69.881 ton dengan volume ekspor
pada tahun 2009 sebesar 197,197 ton.
Pada zaman dahulu, buah pinang dimanfaatkan sebagai pasta gigi, tujuannya
adalah untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Biasanya, biji buah
pinang akan dibakar sampai halus dan berubah menyerupai abu. Kemudian, abu
tersebut digosokkan ke seluruh bagian gigi.Melansir dari InteliHealth, orang yang
mengunyah buah pinang cenderung menghasilkan air liur lebih banyak. Hal ini
membantu seseorang yang mengalami mulut kering akibat mengidap diabetes dan
sindrom Sjogren.
1) Pinang Kering.
Pinang yang sudah dipanen langsung diolah melalui proses pengeringan dan
pengupasan. Proses pengeringan dan pengupasan biji pinang sering dilakukan
secara manual atau tradisional yaitu dengan cara dihambur begitu saja
diperkarangan rumah atau di halaman kosong lainnya. Setelah buah pinang kering,
para petani baru mengkupasnya dengan parang, pisau dan lain-lain.
Penanganan pengeringan buah pinang dengan cara-cara seperti diatas sangat
berpengaruh pada kualitas biji pinang. Terutama pada saat musim hujan, buah
pinang yang terendam air akan menambah kadar airnya. Kadar air yang tinggi pada
biji pinang, harga jual akan murah.
2) Tannin Pinang
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit
dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid.
Tanin dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah
digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali,
dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai
bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tumbuhan pinang yang banyak mengandung tanin terdapat pada bagian biji,
yang menyebabkan tanin sukar diektraksi, Untuk itu perlu dilakukan pembuatan
serbuk agar mempermudah proses ektraksi tanin dari dalam biji pinang dan zat aktif
dari biji tersebut akan semakin banyak yang dapat diekstrak karena luas permukaan
biji tersebut semakin besar dengan luas kontak pelarut pengekstrak dengan
perlakuan biji pinang menjadi serbuk dapat meningkatkan kontak antar senyawa
pelarut dan zat terlarut, diharapkan dapat meningkatkan proses pelarut tanin oleh
air.
Pembuatan Serbuk Biji Pinang Biji pinang yang telah dikupas kulitnya,
dibersihkan dan dipotong dan digiling hingga menjadi serbuk. Kemudian diayak
menggunakan pengayakan dengan masing- masing ukuran serbuk 60 mesh, 80
mesh, 100 mesh, dan dikering oven hingga mencapai kadar air 10% - 20 %.
Selanjutnya hasil proses ektraksi disaring dengan kertas saring. Penentuan kadar
tanin aktif dari ekstrak menurut Sutarmidji, (1994) dalam Sulastry, (2009)
menimbang 1,5 g tanin kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml,
ditambahkan air 50 ml, panaskan pada suhu 600C selama lebih kurang 30 menit,
setelah dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, dan ditambahkan air
sampai tanda batas garis, Larutan tersebut diambil 25 ml larutan dimasukkan
kedalam erlenmeyer, dan menambahkan larutan indigo karmin sebanyak 20 ml.
Selanjutnya menambahkan larutan KMnO4 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
dari biru menjadi hijau. Titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna hijau
berubah menjadi kuning emas ( A ml ). Perubahan warna menjadi kuning emas
menunjukkan adanya tanin di dalam sampel.
Pada pola A ini menunjukan bahwa petani menjual pinang ke pedagang pengumpul
yang ada di desa/di tempat petani pinang berada kemudian pedagang pengumpul
menjual kepada pedagang eceran lalu dijual ke konsumen
Pada pola B ini menunjukan bahwa petani menjual pinang ke pedagang eceran, lalu
pedagang eceran menjual kepada konsumen
3. Alur pemasaran pinang (Pola C)
Petani Konsumen
pinang
Pada pola C ini petani pinang menjual pinang langsung kepada konsumen tanpa
menggunakan perantara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
Berikut adalah sistem pemasaran pinang yang di Desa Sonraen dan Desa Nekmese :
Saluran pemasaran hasil pinang yang dilakukan oleh petani di dua desa tersebut yaitu antara
petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pembeli. Petani menjual hasil panen
mereka langsung ke pedagang pengumpul dalam desa dan pedagang pengumpul menjual
kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual ke konsumen, dan sebagian
petani menjual hasil mereka langsung kepedagang pengecer dan pedagang pengecer
menjualnya konsumen. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa saluran pemasaran yang
dilakukan oleh petani di dua Desa tersebut memiliki 2 saluran yang digunakan oleh petani
Pada saluran I Petani menjual hasil pinangnya melalui pedagang pengumpul, kemudian
pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer dari Kabupaten Oesao, dan pedagang
pengecer menjualnya kekonsumen di pasar Oesao. Jumlah petani yang melakukan
pemasaran pada saluran ini sebanyak 52 orang (69,33%) dengan volume produksi pinang
dalam satu periode musim (maret sampai juli) sebanyak 237.442 kg. Dan harga pinang
petani dengan pedagang pengumpul dalam desa sebesar Rp.7000 /kg, kemudian pedagang
pengumpul dengan pedagang pengecer di kabupaten oesao sebesar Rp.9000/kg sedangkan
pedagang pengecer ke konsumen di pasar oesao sebesar Rp.10000/kg.
Pada saluran II Petani menjual hasil pinangnya tidak melalui pedagang pengumpul
dalam desa tetapi langsung ke pedagang pengecer di Pasar Oesao, dan pedagang pengecer
menjual lagi kepada konsumen di pasar oesao. Jumlah petani yang melakukan pemasaran
pada saluran ini sebanyak 23 orang (30,66%) dengan volume produksi pinang sebanyak
264,65/Kg. dengan harga pinang petani dengan pedagang pengecer di Kabupaten Oesao
sebesar Rp.9500/kg sedangkan pedagang pengecer dengan konsumen di pasar Oesao
Rp.10000/kg
Diperlukan strategi pengembangan pinang agar memperoleh kualitas yang baik dan
meningkatkan pendapatan petani pinang. Berikut strategi pengembangan yang dapat
dilakukan :
1) Penguatan Kelembagaan
Dengan adanya kelembagaan yang dapat menangani masalah seperti adanya koperasi
desa sehingga lebih terfokus terhadap pengembangan tanaman .
2) Peningkatan Budidaya Pinang
Semua bagian tanaman atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai
ekonomi. Meningkatkan mutu tanaman pinang ini, petani harus melakukan pembibitan
pinang untuk mendapatan bibit unggul
3) Pembinaan Terhadap Petani
Pembinaan terhadap petani pinang juga sangat dibutuhkan agar dapat mengembangkan
usaha pengolahan atau pemanfaatan tanaman. Pembinaan terhadap petani ini dapat
berwujud : penyuluhan dan pendidikan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hasil hutan bukan kayu merupakan produk selain kayu yang dihasilkan dari bagian
pohon atau benda biologi lain yang diperoleh dari hutan, berupa barang (good product)
maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk berupa barang seperti produk
minyak-minyakan, getah, rotan, bambu, penyamak, lak, madu, obat-obatan, sedangkan
jenis jasa dan konservasi meliputi pariwisata dan jasa ekologis. Untuk hasil hutan bukan
kayu nabati bisa dikelompokkan kedalam kelompok rotan, kelompok bambu dan kelompok
bahan ekstraktif.
Pinang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu memiliki banyak manfaat, namun,
saat ini banyak masyarakat hanya mengenal pinang sebagai tanaman yang bermanfaat
untuk bahan makan sirih saja, padahal masih banyak manfaat lain antara lain sebagai
tanaman penghijau, bahan bangunan, bahan ramuan tradisional, bahan baku industri
kosmetik, kesehatan dan bahan pewarna pada industri tekstil.
Di NTT, produk HHBK pinang berupa pinang kering dapat menjadi salah satu peluang
bisnis yang baik. Tetapi sebelum melakukan pemasaran perlu dilihat kualitas dari pinang
kering serta memerhatikan pemilihan strategi pemasaran yang tepat agar mendapat
keuntungan yang besar.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis yaitu masyarakat lebih tepat lagi menggunakan
hasil hutan dan menggunakannya sesuai kebutuhan atau menjaga kelestarian hutan agar
hasil hutan tidak habis dan dapat digunakan untuk generasi ke generasi dapat
menyejahterakan masyarakat.
Diharapkan untuk penulisan berikutnya menggunakan sumber referensi yang lebih
banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Pinang
diakses pada 7 September 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanin
diakses 8 September 2021
Kanista M, Pebriaman. dkk. 2015.”Strategi Pemasaran Pinang (Areca sp.) Studi Kasus
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara.
Karina, dkk. 2016. “Kadar Tanin Biji Pinang (Areca catechu L) Berdasarkan Lama Pemanasan
dan Ukuran Serbuk” dalam Jurnal Hutan Lestari (2016) vol. 4 (1) : 119-127.
Naimena dan Nobatonis, 2017, Analisis Pemasaran Pinang Kering Oleh Pedagang di
Kecamatan Kota Kefamenanu. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Timor Kefamennanu.
Provinsi NTT.
Oematan, Oskar K dkk. 2020. “Strategi Pengembangan Komoditas Pinang Berkelanjutan
Berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kecematan Mollo Utara, Timor Tengah Selatan”
dalam Jurnal Faloak Vol. 4 No. 1 Hal. 11-22.
Rindengan, Barlina. 2007. “Peluang Pemanfaatan Buah Pinang Untuk Pangan” dalam Buletin
Palma Nomor 33 Hal. 96-105.
Sari, Ita Purnama. 2018. “Analisis Efisiensi Pemasaran Pinang Dengan Pendekatan Strukture
Conduct and Performance (SCP) di Kecamatan Betara Kabupaen Tanjung Jabung Barat”
Seran, Maria I. N, dkk. 2019. “Analisis Pemasaran Pinang Di Kecamatan Amarasi Selatan
Kabupaten Kupang” dalam Buletin Ilmiah IMPAS Volume : 20 Nomor : 03 Edisi : November
2019. Jurnal. Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana.
Sulastry, Taty. 2009. “Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji pinang
Sirih (Areca Catechu L)” dalam Jurnal Chemica vol. 10 Nomor 1 Hal. : 59-63.
Wulansari, Agni dkk. “Aplikasi dan Analisis Kelayakan Pewarna Bubuk Merah Alami
Berantioksidan dari Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu) sebagai Bahan Pengganti
Pewarna Sintetik pada Produk Pangan” dalam Jurnal Industria Vol. 1 No. 1 Hal 1-9.
Yuliana. 2018. “Pinang Dalam Kehidupan Orang Papua Di Kota Jayapura”