Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

POTENSI PINANG SEBAGAI HASIL HUTAN BUKAN KAYU

OLEH :

1. FIRDAUSTIAN AKA HEKU


NIM : 1904070022
2. FRANSISKUS A. R. SUGI
NIM : 1904070037
3. M. MARTYN DE PORES N. OLIN
NIM : 1904070029
4. MAYANG G. BESSIE
NIM : 1904070034
5. YOHANES C. KOLO MEKO
NIM : 1904070038

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun mengucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, bimbingan, dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah berjudul “Potensi Pinang Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu”. Makalah ini berisikan
morfologi pinang, pemanfaatan pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran pinang.
Penulis menyadari bahwa pembahasan hanya pada batasan permasalahan pada makalah
ini, sehingga kritik dan saran sangat dibutuhkan penyusun untuk melengkapi makalah ini baik
dari segi teori, metode, dan analisis sehingga dapat menjadi acuan referensi bagi peneliti
selanjutnya.

Kupang , September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3 Tujuan ......................................................................................................................
1.4 Manfaat .....................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................................
2.1 Morfologi Pinang .......................................................................................................
2.2 Pemanfaatan Pinang...................................................................................................
2.3 Produk HHBK Pinang ...............................................................................................
2.4 Strategi Pemasaran Pinang ........................................................................................
BAB III : PENUTUP ..........................................................................................................
3.1 Simpulan ....................................................................................................................
3.2 Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem pada hamparan lahan yang luas yang berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan yang berperan sangat penting
bagi kehidupan di muka bumi ini. Paradigma baru sektor kehutanan telah memandang
hutan sebagai multi fungsi, baik fungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Selain multifungsi,
sumber daya hutan juga bersifat multi komoditas berupa barang dan jasa. Adapun
komoditas barang yaitu manfaat yang dapat dirasakan secara langsung berupa hasil hutan
kayu dan hasil hutan bukan kayu. Sedangkan, komoditas jasa adalah manfaat yang
dirasakan secara tidak langsung.
Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung yang
dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan
terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi,
ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber
daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna pembangunan nasional
berkelanjutan (Arief, 2001).
Hasil hutan bukan kayu terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan
penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan konstribusi yang berarti bagi
peningkatan devisa negara, Sumberdaya hutan Indonesia sangat kaya dengan berbagai
macam produk yang dihasilkan. Hasil hutan tersebut dapat berupa hasil hutan dan hasil
hutan bukan kayu yang meliputi berbagai macam produk seperti bambu, gondorukem,
damar, Rotan, terpentin dan sebagainya(Darusman, 2006).
Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai potensi
multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
kesejahteraan umat manusia. Sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang
hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu
(HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan aliran air, pemanfaatan air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan), yang memberikan
sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk
HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif
dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara (Anonim, 2009).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah ditetapkan
jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari 557 spesies
tumbuhan dan hewan .Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang mendapat prioritas
pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Madu Lebah, Sutera dan Gaharu. Selain 5
komoditas HHBK unggulan nasional, daerah dapat mengembangkan komoditas HHBK
yang diunggulkan berdasarkan potensi HHBK dan kemampuan daerah. Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) menurut Permenhut tersebut adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu.
Produk HHBK ini mencakup :
1. hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman
obat, jamur, getah-getahan, bagian atau yang dihasilkan tetumbuhan; dan
2. hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa
buru, satwa elok, serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan.
Sedangkan benda non hayati yang secara ekologi merupakan suatu kesatuan ekosistem
dengan organ hayati penyusun hutan seperti air, udara bersih dan sehat serta jasa tidak
termasuk dalam definisi Permenhut ini (Anonim, 2007a).
Tanaman pinang (Areca catehu L.) merupakan tanaman tahunan yang sudah sangat
dikenal oleh masyarakat akibat penyebaran secara alaminya cukup luas di berbagai daerah.
Pinang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu memiliki banyak manfaat, namun, saat
ini banyak masyarakat hanya mengenal pinang sebagai tanaman yang bermanfaat untuk
bahan makan sirih saja, padahal masih banyak manfaat lain antara lain sebagai tanaman
penghijau, bahan bangunan, bahan ramuan tradisional, bahan baku industri kosmetik,
kesehatan dan bahan pewarna pada industri tekstil (Lutony, 1993).
Indonesia menjadi produsen utama pinang dunia dengan produksi yang terus meningkat
setiap tahun dan mencapai 100.000 ton pada tahun 2006. Permintaan untuk ekspor juga
terus meningkat. Negara tujuan ekspor saat ini meliputi Pakistan, Nepal, Banglades, India,
Singapura dan Thailand (Anonim, (2006) cit. Maskromo, (2007)). Ini menunjukkan bahwa
pinang dapat menjadi komoditi yang sangat menjanjikan

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana morfologi pinang ?
2) Bagaimana pemanfaatan pinang ?
3) Seperti apa produk hasil hutan bukan kayu pinang ?
4) Bagaimana strategi pemasaran pinang ?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui morfologi pinang
2) Untuk mengetahui seperti apa pemanfaatan pinang
3) Untuk mengetahui seperti apa produk hasil hutan bukan kayu pinang
4) Untuk mengetahui seperti apa strategi pemasaran pinang

1.4 Manfaat
1) Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca agar pengetahuan mengenai
pemanfaatan pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran pinang semakin
bertambah.
2) Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Bagi penulis, dapat menambah pengalaman juga wawasan untuk mengetahui
bagaimana pemanfaatan pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran
pinang.
b) Bagi pembaca, dapat mengetahui dan memahami bagaimana pemanfaatan
pinang, produk HHBK pinang serta strategi pemasaran pinang
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Morfologi Pinang
Pohon pinang adalah sejenis tanaman monokotil yang berasal dari famili Palmaceae dengan
genus Areca. Tumbuhan ini dikenal sebagai tanaman berumah satu atau monoceous, yaitu
bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu tandan serta menyerbuk silang.
Tanaman pinang diklasifikasikan dalam
divisi : spermatophyte
sub divisi : Angiospermae
kelas : monocotyledonae
ordo : arecales
family : arecaceae/palmae
genus : areca
spesies : Areca catechu L
Pohon pinang merupakan tanaman tropis yang lebih sensitif dibandingkan dengan tanaman
tropis lainnya dimana tanaman pinang sangat mudah kering dan sebaiknya ditanam di tanah
lempung dengan pengairan yang mencukupi untuk tumbuh secara maksimal. Pinang umumnya
ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan dan terkadang tumbuh liar di tepi sungai
atau di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya 10–30 m, diameternya
15–20 cm dan batangnya tidak bercabang. Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal
luas di masyarakat karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah.
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah
dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan alluvial, pinang
membutuhkan curah hujan antara 750-4.000 mm/tahun dengan bulan basah antara 3-6 bulan
atau tersedia air sepanjang tahun (pada lahan pasang surut). Selain itu, pinang dapat tumbuh
dengan baik pada suhu optimum antara 20 °C-32 °C, dengan kelembaban udara antara 50-90%,
keasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang adalah sekitar 4-8 dan
memerlukan penyinaran langsung untuk pertumbuhannya di lapangan sekitar 6 hingga 8 jam
per hari untuk memperoleh produksi secara optimal
Asal usul tanaman pinang (Areca catechu L.) hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.
Namun, tanaman ini diduga merupakan tanaman asli Asia Selatan. Penyebarannya meliputi
Asia Selatan, Asia Tenggara serta beberapa pulau di Laut Pasifik. Spesies terbesar dari tanaman
ini terdapat di Semenanjung Malaya (Malay-Archipelago), Filipina dan Kepulauan Hindia
Timur (East Indies Island). Pola penyebaran spesies Areca di Indonesia terutama di Malaya,
Kalimantan dan Sulawesi yang terdiri dari 24 spesies. Kelompok Hindia Timur merupakan
pusat keragaman tanaman pinang terbesar. Luas tanaman pinang di Indonesia ±147.890 ha
dengan penyebaran hampir di semua wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera 42,388
ha, Nusa Tenggara/Bali 42.388 ha, Kalimantan luas 4,475 ha, Sulawesi 2.407 ha, dan
Maluku/Papua 1.428 ha. Produksi biji kering dapat mencapai 69.881 ton dengan volume ekspor
pada tahun 2009 sebesar 197,197 ton.

2.2 Pemanfaatan Pinang


1) Pinang sebagai kebutuhan pokok, sumber energi dan untuk upacara adat
Di NTT, pinang menjadi simbol perdamaian. Bila terjadi konflik dalam masyarakat,
misalnya kedua pihak dipertemukan, mereka bersumpah untuk menghilangkan
permusuhan dan menegakkan perdamaian. Saat sumpah itu diikrarkan mereka
memasukkan kedua tangan dalam wadah okomama (kotak ukuran beragam, yang
bagian luar dibalut kain tenunan adat). Isi kotak berupa sirih, buah pinang dan
kapur. Selain itu digunakan juga untuk menjamu tamu. Di beberapa daerah
Sumatera dan Kalimantan dimanfaatkan untuk acara seremonial seperti ramuan
sirih pinang untuk upacara adat.
2) Pinang sebagai bahan kosmetik dan pelangsing.
Di Cina pinang juga dimanfaatkan untuk bahan kosmetik, yaitu untuk
mengencangkan kulit. Sedangkan di Indonesia, biji pinang sudah dimanfaatkan
sebagai salah satu bagian dalam melakukan formulasi dari salah satu produk
kosmetik, yang berfungsi sebagai peeling atau menghilangkan sel-sel kulit yang
mati (Soedibyo, 2007).
Biji pinang dapat berfungsi sebagai pelangsing. Dzulkarnain dan Widowati
(1994), telah melakukan pendekatan mekanisme penurunan berat badan melalui
penelusuran sifat kandungan kimia. Ternyata zat samak (tanin) pada pinang bersifat
astringen, yang diketahui dapat mengendapkan protein mukus yang melapisi bagian
dalam usus. Lapisan ini sukar ditembus zat hingga terjadi hambatan penyerapan
makanan, dengan demikian zat yang diserap berkurang dan akibatnya orang tidak
menjadi gemuk (Argawal, 1976; Perry, 1980 dan Anonim, 1991b).
3) Untuk Menjaga Kesehatan Mulut

Pada zaman dahulu, buah pinang dimanfaatkan sebagai pasta gigi, tujuannya
adalah untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Biasanya, biji buah
pinang akan dibakar sampai halus dan berubah menyerupai abu. Kemudian, abu
tersebut digosokkan ke seluruh bagian gigi.Melansir dari InteliHealth, orang yang
mengunyah buah pinang cenderung menghasilkan air liur lebih banyak. Hal ini
membantu seseorang yang mengalami mulut kering akibat mengidap diabetes dan
sindrom Sjogren.

Buah pinang mengandung antioksidan dan antimutagenik. Nah, antioksidan


yaang terkandung dalam buah pinang ini dapat membantu menekan bakteri yang
ada di dalam mulut. Saat ini, cara penggunaan dan pemanfaatan buah pinang
mungkin sudah berubah. Jika kamu tertarik mencobanya, tidak perlu membakar biji
pinang sampai jadi abu. Siapkanlah dua buah pinang yang masih muda, lalu iris dan
kunyah untuk mendapatkan gigi dan gusi yang sehat dan kuat.

4) Anti Penuaan Dini

Antioksidan yang terkandung dalam buah pinang ternyata juga mampu


menangkal radikal bebas , sehingga dapat mencegah terjadinya penuaan dini pada
kulit. Cara kerjanya dengan menghilangkan tanda-tanda penuaan, seperti garis
halus dan keriput pada kulit. Buah pinang membantu mengurangi kandungan
minyak berlebih yang otomatis akan mencegah timbulnya komedo. Selain itu, buah
pinang juga berkhasiat untuk mencerahkan kulit dan membantu proses peremajaan
kulit wajah. Sehingga terlihat lebih segar dan awet muda dalam waktu yang lama

5) Pinang sebagai bahan baku obat


Sebagai bahan baku obat, biji pinang dapat mengobati cacingan , perut kembung
akibat gangguan pencernaan, bengkak karena retensi cairan (edema), rasa penuh di
dada, luka, batuk berdahak, diare, terlambat haid, keputihan, beri-beri, malaria dan
memperkecil pupil mata (miosis) pada glaucoma.
Cara pemakaiannya adalah sebagai berikut :
a) Cacingan : 30 g serbuk biji pinang direbus dengan 2 gelas air, didihkan
perlahan-lahan selama 1 jam. Setelah dingin diminum sekaligus sebelum
makan pagi.
b) Luka : Biji ditumbuk halus, kemudian dipakai pada luka.
c) Kudis : Biji pinang digiling halus lalu tambahkan sedikit air dan kapur sirih
sampai adonan menjadi seperti bubur. Kemudian dioles pada bagian tubuh
yang kudis.
d) Disentri : Buah pinang yang warnanya kuning muda dicuci lalu direndam
dalam 1 gelas air, selama beberapa jam, kemudian air rendaman diminum.
e) Membersihkan dan memperkuat gigi dan gusi: Biji pinang diiris tipis-tipis,
kemudian dikunyah setiap hari selama beberapa menit lalu ampasnya
dibuang.
f) Difteri : 1 butir biji pinang kering digiling halus, seduh dengan ¾ cangkir
air panas dan 1 sendok makan madu. Setelah dingin dipakai untuk kumur-
kumur di tenggorokan selama 2-3 menit, lalu dibuang. Lakukan 3 kali sehari
(Anonim, 1985; Anonim, 2007; Marduki, 1996).
g) Pinang untuk kesehatan setelah persalinan
Buah pinang juga digunakan untuk kesehatan persalinan dan rahim. Hal itu
dijelaskan oleh Kristina dan Syahid (2007) yakni pada masyarakat Papua
yang berada di pesisir pantai Desa Assai dan Yoon–Noni, yang didiami oleh
suku Meyah, Arfak, Biak, dan Serui. Masyarakat tersebut memiliki
kebiasaan meminum air seduhan biji pinang muda bagi perempuan untuk
mengecilkan rahim selama seminggu setelah melahirkan. Kambu dkk
(2009:16-17): Kebiasaan masa lalu pada orang Papua khususnya di Kota
Jayapura sekitar 80 tahun silam (sekitar abad ke XVIII), kaum ibu yang
hendak melakukan abortus dapat menggunakan buah pinang. Dengan
memakan buah pinang, air pinang, serta daun-daunan tertentu yang disebut
“charo-tidja”’. Abortus tersebut dilakukan oleh karena anak yang dikandung
dianggap sebagai anak setan atau anak yang dikandung merupakan hasil dari
hubungan dengan laki-laki lain yang bukan suaminya.Pada konteks ini
fungsi buah pinang adalah digunakan sebagai obat alternative untuk
menggugurkan kandungan yang tidak diharapkan (selain pemijatan,
memakan abu, atau memakan makanan yang telah dimanterai).
Pemanfaatan biji pinang sebagai bahan baku obat cacing, telah diuji
efektifitasnya, baik secara in vitro maupun in vivo. Infeksi cacing usus seperti
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan
cacing kait (N. americanus), terutama pada anak-anak, cukup memprihatinkan.
Infeksi cacing gelang, bila larvanya sampai ke paru-paru bisa membuat orang
yang menjadi induk semangnya menderita batuk. Kalau yang dewasa
bermigrasi sampai ke usus buntu, akibatnya bisa terjadi radang usus. Jika
sampai ke hati, abses hatilah yang diderita induk semangnya. Sedangkan infeksi
cacing cambuk akan menyebabkan nyeri di daerah perut, diare, dan terkadang
anus menonjol ke luar. Selama ini obat yang sering digunakan untuk
memberantas ketiga cacing di atas adalah pirantel pamoat, piperazin sitrat, dan
mebendazol. Dari ketiganya, mebendazol paling efektif karena terbukti
menghasilkan penyembuhan terhadap cacing gelang 93%, cacing cambuk 91%,
dan terhadap cacing kait 100%. Namun, mebendazol ternyata ada efek
sampingannya, diantaranya mulas, muntah, diare, dan pusing-pusing. Berikut
ini akan diuraikan serangkaian uji coba manfaat biji pinang mencegah cacing,
seperti yang dilaporkan Soegito (2007) dan Imansyah (2007):
a) Senyawa arekolina (komponen alkaloid) pada biji pinang, ternyata
memiliki kadar tertinggi dan inilah yang diduga berfungsi sebagai
antihelmintik (anticacing). Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang
ini telah diuji secara in vitro (dalam media buatan) terhadap cacing kait
anjing. Sebagai pembanding digunakan obat modern pirantel pamoat
dan garam faal. Dosis yang digunakan 15 mg serbuk biji pinang kering
dalam 25 cc air suling dan serbuk pirantel pamoat 1 mg dalam 1.000 cc
air suling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setelah direndam
selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan
dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam
dalam larutan biji pinang, jumlah cacing yang mati hampir sama dengan
yang dalam larutan pirantel pamoat. Cacing mati semua setelah
perendaman 10 jam, baik dalam larutan biji pinang maupun pirantel
pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan
garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji
pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap
cacing kait anjing.
b) Pengujian secara in vivo (dalam tubuh hidup) adalah membandingkan
khasiat biji pinang dengan mebendazol dengan menggunakan anjing
yang diinfeksi larva cacing kait. Hasil pengujian menujukkan bahwa,
meskipun tidak seefektif mebendazol, biji pinang dapat menurunkan
jumlah telur cacing sampai sebesar Rindengan Barlina 102 Peluang
Pemanfaatan Buah Pinang untuk Pangan 74,3%. Sedangkan
mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan
bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk
infeksi cacing kait pada anjing
6) Pinang sebagai antidepresi
Dar dan Khatoon (1996) dalam Subarnas (2005) telah meneliti efek farmakologi
dari ekstrak etanol biji pinang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol
biji pinang mempunyai aktivitas antidepresi (obat stres). Dari hasil penelitian,
terungkap bahwa ekstrak pinang bekerja menghambat enzim monoamin oksidase
(MAO) pada otak tikus. MAO adalah enzim yang menekan aktivitas neotransmiter,
norepineprin dan serotonin. Bila aktivitas ketiga hormon itu tertekan, maka gejala
stres pada manusia dan hewan muncul. Sebaliknya bila hormon lancar, maka stres
dapat ditanggulangi. Selanjutnya pengujian dilakukan dengan memberikan ekstrak
biji pinang pada mencit. Mencit dibagi 3 kelompok, masing-masing kelompok ada
6 mencit. Kelompok pertama kontrol, hanya disuntikkan gum arab 1%, kelompok
kedua diberi ekstrak biji pinang 200 mg/kg dan kelompok ketiga 400 mg/kg. Satu
jam kemudian mencit dimasukkan ke dalam bejana berisi air dan dibiarkan
berenang. Hasilnya menunjukkan, kelompok paling stres adalah mencit yang tidak
diberi pinang, rata-rata mengambang selama 190 detik pada 5 menit pertama. Yang
diberi pinang 200 mg/kg lebih bersemangat berenang, hanya mengambang selama
97.2 detik. Sedangkan mencit yang paling aktif dari kelompok uji 400 mg/kg, hanya
mengambang 62.3 detik. Pada 5 menit kedua dan ketiga, terlihat gejala yang sama
dimana mencit yang diberi pinang anti putus asa (Subarnas, 2005).
Selain manfaat dari pinang yang sudah dijelaskan diatas, mengkonsumsi pinang secara
berlebihan juga dapat memberikan efek samping. Senyawa alkaloid yang dikandung pada
buah cukup berbahaya untuk sistem syaraf. Yang umum terjadi adalah mual dan muntah
(20-30%), sakit perut, pening dan nervous (gelisah) . Efek samping yang jarang terjadi
adalah luka pada lambung yang disertai muntah darah. Tanda-tanda kelebihan dosis adalah
banyak keluar air liur (qalivation), muntah, mengantuk dan seizure/serangan (jantung).
Untuk mengurangi efek racunnya, pemakaian biji pinang sebaiknya yang telah dikeringkan,
atau lebih baik bila biji pinang kering direbus (Anonim, 2007). Kebiasaan mengunyah biji
pinang dapat juga menyebabkan kanker mulut, yang telah menjangkiti sekitar 0.5%
pengguna biji pinang (Agusta, 2007), sehingga dianjurkan penggunaan serbuk biji pinang,
sebaiknya tidak lebih dari 4 g/sekali konsumsi.
2.3 Produk Hasil Hutan Bukan Kayu Pinang
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007, produk HHBK
pinang dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1) Pinang Kering.
Pinang yang sudah dipanen langsung diolah melalui proses pengeringan dan
pengupasan. Proses pengeringan dan pengupasan biji pinang sering dilakukan
secara manual atau tradisional yaitu dengan cara dihambur begitu saja
diperkarangan rumah atau di halaman kosong lainnya. Setelah buah pinang kering,
para petani baru mengkupasnya dengan parang, pisau dan lain-lain.
Penanganan pengeringan buah pinang dengan cara-cara seperti diatas sangat
berpengaruh pada kualitas biji pinang. Terutama pada saat musim hujan, buah
pinang yang terendam air akan menambah kadar airnya. Kadar air yang tinggi pada
biji pinang, harga jual akan murah.

2) Tannin Pinang
Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit
dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid.
Tanin dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah
digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali,
dan layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai
bahan pewarna, perekat, dan mordan.
Tumbuhan pinang yang banyak mengandung tanin terdapat pada bagian biji,
yang menyebabkan tanin sukar diektraksi, Untuk itu perlu dilakukan pembuatan
serbuk agar mempermudah proses ektraksi tanin dari dalam biji pinang dan zat aktif
dari biji tersebut akan semakin banyak yang dapat diekstrak karena luas permukaan
biji tersebut semakin besar dengan luas kontak pelarut pengekstrak dengan
perlakuan biji pinang menjadi serbuk dapat meningkatkan kontak antar senyawa
pelarut dan zat terlarut, diharapkan dapat meningkatkan proses pelarut tanin oleh
air.
Pembuatan Serbuk Biji Pinang Biji pinang yang telah dikupas kulitnya,
dibersihkan dan dipotong dan digiling hingga menjadi serbuk. Kemudian diayak
menggunakan pengayakan dengan masing- masing ukuran serbuk 60 mesh, 80
mesh, 100 mesh, dan dikering oven hingga mencapai kadar air 10% - 20 %.
Selanjutnya hasil proses ektraksi disaring dengan kertas saring. Penentuan kadar
tanin aktif dari ekstrak menurut Sutarmidji, (1994) dalam Sulastry, (2009)
menimbang 1,5 g tanin kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml,
ditambahkan air 50 ml, panaskan pada suhu 600C selama lebih kurang 30 menit,
setelah dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, dan ditambahkan air
sampai tanda batas garis, Larutan tersebut diambil 25 ml larutan dimasukkan
kedalam erlenmeyer, dan menambahkan larutan indigo karmin sebanyak 20 ml.
Selanjutnya menambahkan larutan KMnO4 0,1 N hingga terjadi perubahan warna
dari biru menjadi hijau. Titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna hijau
berubah menjadi kuning emas ( A ml ). Perubahan warna menjadi kuning emas
menunjukkan adanya tanin di dalam sampel.

3) Pinang Sebagai Bahan Pewarna Alami


Biji buah pinang dapat digunakan sebagai bahan pewarna merah alami yang
potensial dikarenakan mengandung senyawa tanin yang berfungsi sebagai
antioksidan.
Senyawa antioksidan dalam biji pinang diperoleh melalui proses ekstraksi.
Faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan pewarna merah alami adalah
penambahan jenis dan konsentrasi bahan pengisi yaitu, maltodekstrin dan dekstrin
(Hartomo dan Widiatmoko, 1994). Bahan pengisi ini berfungsi untuk untuk
melapisi komponen-komponen flavor, meningkatkan jumlah total padatan,
memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan
bahan akibat panas (Dewi, 2000). Pemanfaatan biji buah pinang sebagai pewarna
alami saat ini masih tergolong baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
kelayakan bubuk merah alami dari ekstrak biji buah pinang, baik dari segi teknis
maupun finansial. Diharapkan pewarna alami ini dapat memberikan alternatif
pewarna merah alami pada bahan pangan sebagai pengganti pewarna sintetik yang
aman untuk dikonsumsi serta dapat meningkatkan nilai tambah biji pinang (Areca
catechu).
Proses Pembuatan :
a) Persiapan sampel
Dipilih dua buah pinang yang ukurannya seragam dan masih
muda kemudian dibersihkan dengan serbet untuk menghilangkan
kotoran.
b) Proses Ekstraksi Pewarna Alami Biji Buah Pinang.
Sebanyak 2 liter air dimasak selama ±10 menit, pinang dikupas
menjadi 2 diambil bijinya dan dimasukkan ke dalam air mendidih
selama ±1 menit. Diamkan air ekstraksi selama ±30 menit selanjutnya
dilakukan penyaringan menggunakan kain saring untuk mendapatkan
filtrat biji buah pinang.
c) Pembuatan Pewarna Bubuk Merah Alami dari Ekstrak Biji Buah Pinang
Filtrat biji buah pinang dicampur dengan bahan pengisi
maltodekstrin dan dekstrin sesuai proporsi yang sudah ditentukan.
Diaduk selama ±1 menit. Letakkan ke dalam loyang. Keringkan
menggunakan vacuum dryer selama ±7,5 jam. Ayak menggunakan
ayakan untuk mendapatkan pewarna bubuk merah alami yang seragam

4) Pinang Sebagai Tanaman Hias


Pinang merupakan salah satu keluarga tanaman yang jenisnya sangat banyak.
Sebagian anggota kerabatnya sangat bermanfaat bagi kehidupann manusia, di
antaranya lontar, kurma, nipah, sagu, dan kelapa. Sementara sebagiannya lagi
memiliki penampilan yang indah mempesona sehingga sering di jadikan tanaman
hias, misalnya palem raja, palem botol, palem merah, palem ekor tupai,palem
phoenix,palem metalik,dan palem wregu.
Banyak kalangan menyukai pinang sebagai tanaman hias karena perawatannya
cukup mudah, sosoknya anggun dan indah, daunnya selalu hijau sepanjang
tahun,dan jenisnya amat banyak.
Salah satu jenis pinang hias yang dikenal masyarakat adalah pinang merah.
Pinang merah (Gyrtostachys lakka Becc) atau biasa disebut pinang raja diduga kuat
berasal dari Semenanjung Malaka, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan. Ciri-ciri
pinang ini antara lain memiliki batang yang langsing, daunnya majemuk menyirip
warnanya hijau, dan pelepahnya berwarna kemerahan. Tanaman ini juga tumbuh
secara merumpun. Pinang merah bisa tumbuh hingga tingginya mencapai 10 m
dengan diameter sekitar 12 cm. Pinang merah mempunyai bunga yang berbentuk
malai. Posisi bunga jantan dan bunga betinanya berada dalam kedudukan yang
berselang-seling

2.4 Strategi Pemasaran


Untuk mendapatkan keuntungan pemasaran produk HHBK pinang, perlu menggunakan
strategi pemasaran yang baik dan cocok digunakan sesuai kondisi tempat. Karena di NTT
belum banyak pemasaran produk HHBK Pinang berupa tanin pinang, pewarna tekstil dan
pinang hias maka strategi pemasaran yang dibahas adalah strategi pemasaran pinang
kering.
Untuk pemasaran pinang kering biasanya memiliki beberapa alur pemasaran sebagai
berikut :
1. Alur pemasaran pinang (Pola A)

Petani Pedagang Pedagang Konsumen


pinang pengumpul Eceran

Pada pola A ini menunjukan bahwa petani menjual pinang ke pedagang pengumpul
yang ada di desa/di tempat petani pinang berada kemudian pedagang pengumpul
menjual kepada pedagang eceran lalu dijual ke konsumen

2. Alur pemasaran pinang (Pola B)


Petani Pedagang Konsumen
pinang eceran

Pada pola B ini menunjukan bahwa petani menjual pinang ke pedagang eceran, lalu
pedagang eceran menjual kepada konsumen
3. Alur pemasaran pinang (Pola C)

Petani Konsumen
pinang

Pada pola C ini petani pinang menjual pinang langsung kepada konsumen tanpa
menggunakan perantara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya

Berikut adalah sistem pemasaran pinang yang di Desa Sonraen dan Desa Nekmese :

Saluran pemasaran hasil pinang yang dilakukan oleh petani di dua desa tersebut yaitu antara
petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pembeli. Petani menjual hasil panen
mereka langsung ke pedagang pengumpul dalam desa dan pedagang pengumpul menjual
kepada pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual ke konsumen, dan sebagian
petani menjual hasil mereka langsung kepedagang pengecer dan pedagang pengecer
menjualnya konsumen. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa saluran pemasaran yang
dilakukan oleh petani di dua Desa tersebut memiliki 2 saluran yang digunakan oleh petani
Pada saluran I Petani menjual hasil pinangnya melalui pedagang pengumpul, kemudian
pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer dari Kabupaten Oesao, dan pedagang
pengecer menjualnya kekonsumen di pasar Oesao. Jumlah petani yang melakukan
pemasaran pada saluran ini sebanyak 52 orang (69,33%) dengan volume produksi pinang
dalam satu periode musim (maret sampai juli) sebanyak 237.442 kg. Dan harga pinang
petani dengan pedagang pengumpul dalam desa sebesar Rp.7000 /kg, kemudian pedagang
pengumpul dengan pedagang pengecer di kabupaten oesao sebesar Rp.9000/kg sedangkan
pedagang pengecer ke konsumen di pasar oesao sebesar Rp.10000/kg.
Pada saluran II Petani menjual hasil pinangnya tidak melalui pedagang pengumpul
dalam desa tetapi langsung ke pedagang pengecer di Pasar Oesao, dan pedagang pengecer
menjual lagi kepada konsumen di pasar oesao. Jumlah petani yang melakukan pemasaran
pada saluran ini sebanyak 23 orang (30,66%) dengan volume produksi pinang sebanyak
264,65/Kg. dengan harga pinang petani dengan pedagang pengecer di Kabupaten Oesao
sebesar Rp.9500/kg sedangkan pedagang pengecer dengan konsumen di pasar Oesao
Rp.10000/kg

Diperlukan strategi pengembangan pinang agar memperoleh kualitas yang baik dan
meningkatkan pendapatan petani pinang. Berikut strategi pengembangan yang dapat
dilakukan :
1) Penguatan Kelembagaan
Dengan adanya kelembagaan yang dapat menangani masalah seperti adanya koperasi
desa sehingga lebih terfokus terhadap pengembangan tanaman .
2) Peningkatan Budidaya Pinang
Semua bagian tanaman atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai
ekonomi. Meningkatkan mutu tanaman pinang ini, petani harus melakukan pembibitan
pinang untuk mendapatan bibit unggul
3) Pembinaan Terhadap Petani
Pembinaan terhadap petani pinang juga sangat dibutuhkan agar dapat mengembangkan
usaha pengolahan atau pemanfaatan tanaman. Pembinaan terhadap petani ini dapat
berwujud : penyuluhan dan pendidikan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hasil hutan bukan kayu merupakan produk selain kayu yang dihasilkan dari bagian
pohon atau benda biologi lain yang diperoleh dari hutan, berupa barang (good product)
maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk berupa barang seperti produk
minyak-minyakan, getah, rotan, bambu, penyamak, lak, madu, obat-obatan, sedangkan
jenis jasa dan konservasi meliputi pariwisata dan jasa ekologis. Untuk hasil hutan bukan
kayu nabati bisa dikelompokkan kedalam kelompok rotan, kelompok bambu dan kelompok
bahan ekstraktif.
Pinang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu memiliki banyak manfaat, namun,
saat ini banyak masyarakat hanya mengenal pinang sebagai tanaman yang bermanfaat
untuk bahan makan sirih saja, padahal masih banyak manfaat lain antara lain sebagai
tanaman penghijau, bahan bangunan, bahan ramuan tradisional, bahan baku industri
kosmetik, kesehatan dan bahan pewarna pada industri tekstil.
Di NTT, produk HHBK pinang berupa pinang kering dapat menjadi salah satu peluang
bisnis yang baik. Tetapi sebelum melakukan pemasaran perlu dilihat kualitas dari pinang
kering serta memerhatikan pemilihan strategi pemasaran yang tepat agar mendapat
keuntungan yang besar.

3.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan penulis yaitu masyarakat lebih tepat lagi menggunakan
hasil hutan dan menggunakannya sesuai kebutuhan atau menjaga kelestarian hutan agar
hasil hutan tidak habis dan dapat digunakan untuk generasi ke generasi dapat
menyejahterakan masyarakat.
Diharapkan untuk penulisan berikutnya menggunakan sumber referensi yang lebih
banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Pinang
diakses pada 7 September 2021
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanin
diakses 8 September 2021
Kanista M, Pebriaman. dkk. 2015.”Strategi Pemasaran Pinang (Areca sp.) Studi Kasus
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara.
Karina, dkk. 2016. “Kadar Tanin Biji Pinang (Areca catechu L) Berdasarkan Lama Pemanasan
dan Ukuran Serbuk” dalam Jurnal Hutan Lestari (2016) vol. 4 (1) : 119-127.
Naimena dan Nobatonis, 2017, Analisis Pemasaran Pinang Kering Oleh Pedagang di
Kecamatan Kota Kefamenanu. Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Timor Kefamennanu.
Provinsi NTT.
Oematan, Oskar K dkk. 2020. “Strategi Pengembangan Komoditas Pinang Berkelanjutan
Berdasarkan Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kecematan Mollo Utara, Timor Tengah Selatan”
dalam Jurnal Faloak Vol. 4 No. 1 Hal. 11-22.
Rindengan, Barlina. 2007. “Peluang Pemanfaatan Buah Pinang Untuk Pangan” dalam Buletin
Palma Nomor 33 Hal. 96-105.
Sari, Ita Purnama. 2018. “Analisis Efisiensi Pemasaran Pinang Dengan Pendekatan Strukture
Conduct and Performance (SCP) di Kecamatan Betara Kabupaen Tanjung Jabung Barat”
Seran, Maria I. N, dkk. 2019. “Analisis Pemasaran Pinang Di Kecamatan Amarasi Selatan
Kabupaten Kupang” dalam Buletin Ilmiah IMPAS Volume : 20 Nomor : 03 Edisi : November
2019. Jurnal. Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana.
Sulastry, Taty. 2009. “Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji pinang
Sirih (Areca Catechu L)” dalam Jurnal Chemica vol. 10 Nomor 1 Hal. : 59-63.
Wulansari, Agni dkk. “Aplikasi dan Analisis Kelayakan Pewarna Bubuk Merah Alami
Berantioksidan dari Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu) sebagai Bahan Pengganti
Pewarna Sintetik pada Produk Pangan” dalam Jurnal Industria Vol. 1 No. 1 Hal 1-9.
Yuliana. 2018. “Pinang Dalam Kehidupan Orang Papua Di Kota Jayapura”

Anda mungkin juga menyukai