Anda di halaman 1dari 3

“Desa Pemajuan Kebudayaan”

Oleh
Mardoni
Pamong Budaya BPNB Sumatera Barat

Enam program prioritas Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan dalam periode kedua ini adalah jalur rempah, repatriasi cagar budaya, media baru
kebudayaan, advokasi masyarakat adat, badan layanan umum Museum, dan desa pemajuan
kebudayaan. Desa pemajuan kebudayaan merupakan program prioritas untuk mengaktifkan
ekosistem pemajuan kebudayaan di desaa dengan mengenali dan menarasikan potensi desa
berbasis budaya. Desa dijadikan sebagai pusat-pusat pemajuan kebudayaan dengan mengaktifkan
potensi karya budaya di desa.
Pada era orde baru, program serupa pernah diluncurkan. Di Sumatera Barat, program ini
mewariskan beberapa ikon budaya untuk beberapa daerah di provinsi ini. Ikon tersebut dikenal
dengan beberapa ikon kota di Sumatera Barat, diantaranya Padang kota tercinta dengan prioritas
buah bingkuang dan dikenal dengan Kota Bingkuang. Solok dengan ikon bareh dan terkenal
dengan kota bareh Solok, Batusangkar dikenal dengan kota budaya, yang memilki ciri khas
daerah asal kebudayaan Minangkabau. Payakumbuh sebagai kota Batiah, dimana makanan
tradisional batiah menjadi ikon budayanya, Sawahlunto sebagai kota Songket Minangkabau
dimana Silungkang terkenal dengan potensi songketnya dan Bukittinggi dengan ikon kota wisata,
dimana banyak objek wisatanya sebagai andalan kota ini, dan beberapa kota lainnya dengan ikon
budaya yang berbeda. Program desa pemajuan kebudayaan merupakan program untuk
memaksimalkan ikon-ikon budaya tersebut dapat dikenal pada level yang lebih luas.
Desa pemajuan kebudayaan merupakan usaha untuk memaksimalkan kembali potensi
ekosistem budaya yang dimiliki oleh desa dari sudut pandang masyarakat atau komunitas desa
itu sendiri sebagai pemilik kebudayaan. Potensi desa yang dikembangkan oleh masyarakat atau
komunitas desa akan memberikan manfaat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa itu
sendiri. Oleh karenanya memaksimalkan kembali potensi-potensi yang ada di desa merupakan
program prioritas Direkrorat Kebudayaan Kementerian Pendidikand dan Kebudayaan.
Program ini dapat dilaksanakan oleh seluruh desa (disebut nagari) di Sumatera Barat.
Salah satu daerah yang sangat potensial untuk pengembangan desa pemajuan kebudayaan ini di
Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah yang baru saja dikunjungi oleh Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Uno, memiliki potensi desa yang sangat beragam. Untuk
pemajuan kebudayaan desanya, daerah ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian daerah
kebudayaan. Pembagian daerah ini berdasarkan petensi objek pemajuan kebudayaannya.
Petama, Pesisir bagian utara (daerah Tarusan dan Bayang), objek kebudayaan yang dapat
dikembangkan adalah tradisi lisan mandeh, silek pandawa, tradisi buru babi, makanan
tradisional, dan sebagainya. Apalagi didaerah ini ada kawasan wisata mandeh dimana dapat
dikorelasikan dengan tradisi lisan mandeh. Kawasan Mandeh bila hanya dikembangkan pada
aspek fisiknya saja maka lambat laun akan merosot juga. (seperti kawasan Pantai Air manis di
Kota Padang, sebelum dibuat jalan melingkar melalui Gunung Padang). maka kawasan mandeh
harus didukung oleh potensi budaya tak benda, seperti tradisi lisan, ritus, dan makanan
tradisional, yang menjadi maget pariwisatanya. Wisata alam hanya dinikmati sesaat oleh
wisatawan, akan tetapi wisata budaya bisa dinikmati untuk jangka waktu yang lama selama
masih dihidupkan budaya tersebut oleh masyarakatnya.
Kedua, Pesisir bagian tengah (daerah Painan, Batang Kapeh, dan sekitarnya) dapat
dikembangkan beberapa objek kebudayaannya diantaranya Rabab Pasisia, seni tradisi tari
benten, cagar budaya benteng Portugis di Pulau Cingkuak, makanan tradisional (berbahan
lokan), dan berbagai objek pemajuan kebudayaan lainnya di daerah tersebut. Rabab Pasisia
sebagai ikon budaya di Pesisir Selatan merupakan karya budaya yang telah diakui secara
nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat kebudayaan. Pada
tahap selanjutnya Pesisir Selatan (seharusnya) dapat membawa karya budaya ini lebih mendunia.
“Rabab pasisia mendunia” bisa menjadi slogan awal untuk desa pemajuan kebudayaan di Pesisir
Selatan. Disamping itu masih banyak karya budaya lainnya yang dapat menjadi potensi besar
dalam mengali ekosistem budaya daerah dibagian tegah Pesisir Selatan ini, seperti makanan
berbahan lokan (randang lokan, sate lokan, dana sebagainya).
Ketiga, Pesisir bagian selatan. Ada dua objek pemajuan kebudayaan sebagai potensi
desa pemajuan kebudayaan di bagian selatan Pesisir Selatan ini, yaitu potensi teknologi dan
pengetahuan tradisional pembuatan kapal oleh nelayan, (Surantiah, Kambang, dan Air Haji) dan
potensi sejarah dan manuskrip kerajaan Inderapura dan Mandeh di Lunang, disamping beberapa
objek pemajuan kebudayaan lainnya. (1) Teknologi dan pengetahuan tradisional pembuatan
kapal, merupakan karya budaya khas daerah ini yang berbeda dengan daerah pesisir lainnya di
Sumatera Barat. Bila dibanding dengan daerah pesisir lainnya di Sumatera Barat (Pariaman,
Agam dan Pasaman Barat), di Pesisir Selatan teknologi ini memiliki potensi pada sisi maestro
(SDM) kebudayaan yang mumpuni. Kapal Jongkong dibuat oleh maestronya merupakan ciri
khas kapal, dimana teknologi ini terwujud dalam kapal bagan, dan payang pada masyarakat
nelayan. Nelayan sebagai basis kebudayaan di daerah ini masih mengunakan kapal ini sebagai
alat tangkap ikan, sehingga karya budaya ini masih bertahan dan berkembang dalam masyarakat
nelayan. Karya budaya ini manpu bertahan ditengah modernisasi alat-alat tangkap ikan pada era
globalisasi. Karya budaya ini diperkirakan dapat menumbuhkan potensi wisata desa. (2) Potensi
sejarah dan manuskrip kerajaan Inderapura dan Mandeh di Lunang. Potensi sejarah dan
munuskrip ini pada dasarnya telah dikembangkan oleh daerah menjadi objek pariwisata andalan
Pesisir Selatan. Adapun yang menjadi pemikiran selanjutnya dalam kedua potensi sejarah ini
adalah bagaimana potensi karya ini bukan sekedar sejarah saja, namun dapat berfungsi dalam
masyarakat adat disana. Kerajaan Inderapura manpu bersikap menjadi sebuah kerajaan yang
punya tradisi dan norma yang manpu mempengaruhi masyarakatnya sebagai masyarakat yang
berbudaya kerajaan. Begitu juga dengan Mandeh hendaknya.
Kita mengetahui bahwa ada beberapa kerajaan di Indonesia yang masih memakai tradisi
dan norma yang ada dalam kerajaannya untuk difungsikan dalam masyarakat. Tradisi Malam
Selikuran di kraton Yogyakarta misalnya. Tradisi Malam Selikuran adalah tradisi menyambut
malam ke 21 atau 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Tardisi ini diikuti oleh seluruh
masyarakat. Tardisi ini dilakukan dengan melakukan kirab atau mengarak 1.000 tumpeng yang
dibawa para abdi dalem. Ikon kerajaan tersebut manpu menarik minat wisatawan sebagai sebuah
objek yang memiliki nilai-nilai budaya, dan nilai agama. Kerajaan Yogyakarta bukan hanya
sebagai symbol budaya tetapi juga menjadi struktur dan fungsi dalam masyarakat.
Desa pemajuan kebudayaan sebaiknya bukan hanya konsep yang dibumikan pada
periode kedua ini, akan tetapi ada tindak lanjut yang positif dari daerah dalam menyambut
“durian runtuh” kebudayaan ini. Tindak lanjut tersebut dapat dalam bentuk program-program
yang menyentuh ke nagari-nagari yang menjadi desa pemajuan kebudayaan di seluruh nagari di
Sumatera Barat. Program tersebut dalam bentuk 4 pilar pemajuan kebudayaan yaitu perlindungan
kebudayaan, pemanfaatan kebudayaan, pengembangan kebudayaan dan pembinaan komunitas
kebudayaan. Semoga ini bisa menjadi referensi awal dalam pelaksanaan program prioritas ini
dengan seksama dan terarah hendaknya. MD**
*) sebagian data dan informasi dalam tulisan ini diolah dari kegiatan Kajian dan Inventarisasi
WBTB BPNB Sumatera Barat.

Tugu Babiola di Pesisir Selatan

Anda mungkin juga menyukai