PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
panghasilan dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib
pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak
luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak
karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan
lain, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi
kewajiban subjektif dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain
adalah :
MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
Saat dilahirkan Saat meninggal
Saat berada di indonesia atau Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri badan: Subjektif pajak dalam negeri badan:
Saat didirikan atau bertempat Saat dibubarkan atau tidak
kedudukan di indonesia bertempat kedudukan di indonesia
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak luar negeri melalui BUT: Subjek pajak luar negeri melalui
Saat menjalankan usaha atau BUT:
melakukan kegiatan melalui BUT di Saat tidak lagi menjalankan usaha
indonesia atau melakukan kegiatan melalui
BUT di indonesia.
Subjek pajal luar negeri tidak melalui Subjek pajal luar negeri tidak
BUT: melalui BUT:
Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto –
PTKP
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan , menagih , dan memelihara penghasilan termasuk:
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
4. Cadangan piutang
5. Cadangan untuk usaha asuransi
6. Cadangan penjaminan
7. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
8. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
9. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
10. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan
12. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
13. Harta yang dihibahkan
14. Pajak penghasilan
15. Biaya yang dibebankan
16. Gaji
17. Sanksi administrasi
18. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek
PPH
19. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto
Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Wajib Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 2 orang
anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta. Misalnya besarnya
persentase norma untuk dokter di Jakarta 50%
2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
Sementara itu tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena
pajak untuk wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap Adalah
sebesar 28 % . tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk
wajib pajak badan dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan
menjadi 25 %
Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang
paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
di bursa efek di indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
memperoleh tarif sebesar 5 %
Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai
dengan Rp.500.000.000,00 mendapat fasilitas pengurangan tarif 50 % yang
dikenakan atas penghasilan kenapajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp.4.800.000.000,00.
Cara menghitung pajak
Pajak penghasilan (Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap)
setahun dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tariff
pajak sebagaimana diatur UU PPh pasal 17:
Catatan:
untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada akhir tahun, penghasilan
kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.
Contoh:
1. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai PKP sebesar Rp.241.850.600,00
besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh gunawan
adalah:
Penghasilan kena pajak Rp.241.850.600,00
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar : Rp.2.500.000,00
5% x Rp. 50.000.000,00 Rp.28.777.500,00
15% x Rp. 191.850.000,00 Rp. 31.277.500,00
2. Peredaran Bruto PT. Makmur dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp.
4.500.0000.000 dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 500.000.000.
penghitungan pajak yang terhutang :
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenai tarif sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan badan yang berlaku karena
jumlah peredaran bruto PT. Makmur tidak melebihi Rp 4.800.000.000
3. Peredaran bruto PT. Jaya dalam tahun 2015 sebesar Rp. 30.000.000.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp. 3.000.000.000. penghitungan hasil pajak
penghasilan yang terutang:
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas :
( Rp 4.800.000.000 : Penghasilan Bruto ) x PKP
(Rp. 4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) x Rp. 3.000.000.000 = Rp. 480.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000 – Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =Rp. 60.000.000
- 25% x Rp 2.520.000.000 =Rp. 630.000.000(+)
Jumlah pajak penghasilan yang terutang =Rp. 690.000.000
PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG
BERSIFAT FINAL
Pemotongan atau pemungutan PPh tetap dilaporkan dalam surat
pemberitahuan ( SPT ), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan
penghasilan lainnya.
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami selalu berharap bagisemua pihak yang berwenang dalam
pemungutan pajak agar pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut
harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat sangat
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA