Anda di halaman 1dari 7

PP1

1. Sebutkan tanda dan gejala trauma kepala ? ( AMELIA)


Jawab:

tanda dan gejala cidera kepala


a. cedera kepala ringan
 pasien sadar dan menuruti perintag pemeriksa
 tidak ada penurunan kesadaran atau kehilangan kesadaran <20 menit
 tidak ada gangguan saraf
 tidak ada muntah
 pasien dapat mengeluh nyeri kepala atau pusing
b. cedera kepala sedang
 pasien tidak dapat atau dapat menuruti perintah pemeriksa, namun respon yang
diberikan tidak sesuai
 kehilangan kesadaran >20 menit dan <36 jam
 amnesia post traumatik < 24 jam dan < 7 hari
 muntah menyemprot
 kejang
c. cedera kepala berat
 pasien mengalami penurunan kesadaran yang progresif atau kehilangan
kesadaran > 36 jam
 amnesia post traumatik > 7 hari
 tanda kerusakan saraf lokal (sesuai lokasi otak yang mengalami kerusakan,
misalnya gangguan penglihatan, gangguan nafas dan kelumpuhan.
2. Patofisiologi dan patway trauma kepala ? (AMELIA)
Jawab:

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat


ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Patway
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
vaskuler tulang

Gangguan suplai darah -Perubahan outoregulasi


Resiko Nyeri -Odem cerebral
1. infeksi
-Perdarahan
2. Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan jln.


Gangg. Neurologis nafas
fokal 2. Obstruksi jln.
3.
nafas
3. Dispnea
Peningkatan TIK Mual – muntah 4. Henti nafas
Papilodema
5. Perub. Pola
Pandangan kabur Defisit Neurologis
4. nafas
Penurunan fungsi
Girus medialis lobus pendengaran
5.
temporalis tergeser Nyeri kepala
Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
6. volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata
7.
Mesesenfalon tertekan Resiko injuri
Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi

Gangg. kesadaran Kurangnya


Cemas perawatan diri

Sumber : WOC Trauma kepala


3. Faktor resiko trauma kepala ? (AMELIA)
Jawab:
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan angka survival meliputi nilai GCS
rendah, usia lanjut, dijumpainya hematom intrakranial dan keadaan sistemik lain yang
memperberat keadaan cedera kepala. Penelitian lain menunjukkan, 30-60 % pasien cedera
kepala dengan Intracranial Pressure (ICP) tidak terkontrol meninggal dan berbeda dengan
penelitian besar lainnya dijumpai hasil outcome yang lebih baik dengan cacat sedang
(Moulton, 2005). Meski masih dijumpai keraguan terhadap faktor-faktor tersebut
berdasarkan penilaian klinis terhadap prognosis pada cedera kepala, hubungan salah satu
faktor terhadap faktor lain dalam peranannya terhadap prognosis pasien cedera kepala juga
masih diperdebatkan. Hal ini yang masih menjadi acuan bahwa faktor-faktor prognosis tidak
bisa digunakan sebagai satu-satunya variabel dalam keberhasilan 25 menentukan keputusan
pengobatan. Namun, tidak bisa tidak, faktor-faktor tersebut sedikit banyak berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan penanganan pasien.
4. Sebutkan klasifikasi trauma kepala ? (AMELIA )
Jawab:
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
a. Ada riwayat trauma kapitis
b. Tidak pingsan
c. Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik


dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan
tampak pucat. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau
terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin
pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi
contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio langsung disebabkan oleh
luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen
fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak
langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan
mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.
Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
 Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
 Epistaksis
 Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
 Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
 Perdarahan dari telinga

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):


1) Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2) Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

PP3

1. Jelaskan farmakologi obat kalnex ? ( AMELIA )

Jawab: Kalnex merupakan obat yang mengandung asam traneksamat yang digunakan
untuk membantu mengurangi dan menghentikan perdarahan, seperti epistaksis (satu
keadaan pendarahan yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada
rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh),

Dosis & Cara Penggunaan Kalnex


Kalnex merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan obat keras sehingga pada setiap
pembeliannya harus menggunakan resep dokter.

Aturan penggunaan Kalnex secara umum adalah:

 Kalnex Kapsul 250 mg


Dewasa: 3-4 kali sehari 1-2 kapsul.
 Kalnex Tablet 500 mg
Dewasa: 1 tablet, di berikan 3-4 kali sehari.
 Kalnex Injeksi
250-500 mg melalui injeksi intravena (pembuluh darah)/ injeksi intramuskular
(melalui otot) setiap hari dalam 1-2 dosis terbagi.
o Selama atau pasca operasi
500-2.500 mg dengan infus intravena (pembuluh darah) jika perlu.
o Injeksi 100 mg 2,5-5 mL melalui injeksi intravena (pembuluh
darah)/injeksi intramuskular (melalui otot) setiap hari dalam 1-2 dosis
terbagi.
o Selama atau pasca operasi 5-25 mL dengan infus intravena (pembuluh
darah), jika perlu.
Cara Penyimpanan
Simpan pada suhu 25 derajat Celcius.

Efek samping yang mungkin terjadi adalah:

 Gangguan saluran pencernaan


 Mual, muntah
 Pusing
 Anoreksia (gangguan makan)
 Sakit kepala
 Hipotensi (tekanan darah rendah).
Overdosis
Gejala overdosis Asam Traneksamat antara lain kejang, pusing, sakit kepala, hipotensi,
mual, muntah.
Kontraindikasi

 Tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.
 Tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki riwayat penyakit tromboemboli
vena atau arteri, gangguan ginjal dan pasien yang sedang mengkonsumsi obat
hormon
Interaksi Obat

 Sebaiknya tidak ditambahkan transfusi darah atau suntikan yang mengandung


penisilin.
 Tidak boleh di berikan bersamaan dengan haemocoagulase; batroxobin. Agen faktor
koagulasi

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.


Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 9 vol 4. Jakarta :
EGC

Price, Sylvia Anderson. 2015. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 7
Vol 2. Jakarta: EGC
Mayo Clinic (2020). Tranexamic Acid (Oral Route).

Anda mungkin juga menyukai