Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOLOGI DAN SEROLOGI


OBJEK VI
CROSS MATCHING (RUTIN)

OLEH :

NAMA : NURUL IZZAH AL IMANNI


NO. BP : 1811013027
SHIFT/KELOMPOK : 5/2
HARI/TANGGAL : JUMAT / 12 NOVEMBER 2021
ANGGOTA :
1. ULFA MARDHATILLA (1811012003)
2. ANGGI SAVITRI (1811012015)
3. AJUANDA PUTRI (1811012033)
4. ZARIMA QHOTIAH (1811013033)

LABORATORIUM IMUNOLOGI DAN SEROLOGI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
CROSS MATCHING (RUTIN)

I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu dan mengetahui cara pengerjaan pemeriksaan
kecocokan darah pendonor dengan darah resipien sebelum dilakukuan
transfuse darah
2. Mahasiswa mampu dan mengetahui prinsip melakukan uji Cross matching

II. TEORI
Darah merupakan komponen penting dalam sistem sirkulasi untuk penunjang
kehidupan. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma
darah dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas
berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari
sel darah. Fungsi utama darah diantaranya sebagai transportasi, imunitas,
hemostasis, dan fungsi koagulan. Darah mendistribusikan nutrien dan oksigen ke
seluruh tubuh, termasuk organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan
hati. Jika terjadi kekurangan volume darah (hipovolemik) dalam tubuh yang
disebabkan oleh beberapa hal seperti trauma, penyakit kronis, dan operasi, maka
kebutuhan nutrien dan oksigen dari organ-organ tersebut tidak dapat terpenuhi
dan mengakibatkan kerusakan yang ireversibel. Untuk mencegah hal tersebut,
diperlukan pasokan darah dari luar tubuh. Proses pemindahan darah dari
seseorang yang sehat (pendonor) ke orang sakit/membutuhkan (resipien) disebut
transfusi darah.[2]
Transfusi darah merupakan tindakan memasukkan darah atau komponennya
ke dalam sistim pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa
ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah sel darah merah, trombosit,
plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah suatu pengobatan yang bertujuan
menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam
jumlah yang tidak mencukupi. Tindakan transfusi darah atau komponennya
bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya tindakan ini merupakan tindakan yang
mengandung risiko yang dapat berakibat fatal.[3]
Pertimbangan utama dalam tranfusi darah khususnya yang mengandung
eritrosit adalah kecocokan antigen, antibodi eritrosit. Golongan darah AB secara
teoritis merupakan resipien universal, karena memiliki antigen A dan B di
permukaan eritrositnya, sehingga serum darahnya tidak mengandung antibodi
(baik anti-A maupun anti-B). Karena tidak adanya antibodi tersebut, berarti darah
mereka (lagi-lagi, secara teoritis) tidak akan menolak darah golongan manapun
yang berperan selaku donor, dengan kata lain mereka boleh menerima darah dari
semua golongan darah lainnya. Sedangkan golongan darah secara teoritis
merupakan donor universal, karena memiliki antibodi anti-A dan anti-B. [4]
Hemolisis atau lebih dikenal dengan kejadian pecahnya sel darah merah
secara normal di dalam tubuh tidak dapat dihindari apabila sel darah merah atau
eritrosit sudah mencapai usianya ,dengan pecahnya sel darah merah atau eritrosit
di dalam tubuh secara normal tubuh di respon untuk membentuk sel darah merah
yang baru. Haemoglobin yang keluar dari sel darah merah atau eritrosit akan di
uraikan oleh organ tubuh yang bertanggung jawab dan bagian yang penting dari
penguraian ini akan dimanfaatkan kembali untuk pembentukan sel darah merah
yang baru. Pada kejadian yang tidak normal jumlah sel darah merah yang pecah
lebih besar dari pada pembentukan sel darah merah yang baru dan mengakibatkan
dariperuraian Hb akan membubung tinggi dan sangat mengganggu organ
lain(organtubuh).[9]
Crossmatching adalah proses pengujian darah pasien terhadap sampel donor
potensial, menemukan kecocokan dari kompatibilitas. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui apakah sel darah merah donor bisa hidup di dalam tubuh pasien, dan
untuk mengetahui ada tidaknya antibodi IgM maupun IgG dalam serum pasien
(mayor) maupun dalam serum donor yang melawan sel pasien (minor).
Pemeriksaan Cross match dilakukan bila pemeriksaan golongan darah dan rhesus
telah dilakukan [1].
Reaksi silang (Crossmatch = Compatibility-test) perlu dilakukan sebelum
melakukan transfusi darah untuk melihat apakah darah penderita sesuai dengan
darah donor. Pengartian Crossmatch adalah reaksi silang in vitro antara darah
pasien dengan darah donornya yang akan di transfusikan. Reaksi ini dimaksudkan
untuk mencari tahu atau apakah darah donor akan ditranfusikan itu nantinya akan
dilawan oleh serum pasien didalam tubuhnya, atau adakah plasma donor yang
turut ditransfusikan akan melawan sel pasien didalam tubuhnya hingga akan
memperberat anemia, disamping kemungkinan adanya reaksi hemolytic transfusi
yang biasanya membahayakan pasien [5].
Uji silang serasi (Crossmatch) digunakan untuk menunggu ada tidaknya
antibodi, baik antibodi komplet (IgM) maupun antibodi inkomplet (IgG) yang
terdapat dalam serum atau plasma pasien (resipien) maupun dalam plasma donor,
memastikan bahwa transfusi darah yang diberikan sesuai atau kompatibel dan
tidak menimbulkan reaksi apapun pada pasien serta sel darah yang dapat
mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan serta cek akhir kecocokan
darah ABO. [7]
Pemeriksaan reaksi silang (Cross Match) diperlukan sebelum melakukan
transfusi darah untuk melihat apakah darah pasien / resipien sesuai dengan darah
donor. Pemeriksaan Cross Match ini sangat perlu untuk mencegah reaksi transfuse
dengan memastikan penderita tidak mengandung antibody yang reaktif terhadap
antigen pada sel darah merah donor dan bermanfaat bagi pasien [7].
Ada dua jenis cross match yang biasa dilakukan, yaitu mayor cross match dan
minor cross match. Mayor cross match adalah pengujian antara serum pasien
dengan sel-sel donor untuk mengetahui apakah pasien memiliki antibodi yang
dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolisis atau penurunan ketahanan sel-sel
donor. Sementara, minor cross match adalah pengujian antara sel-sel pasien
dengan plasma donor untuk mengetahui apakah terdapat antibodi di dalam plasma
donor yang berfungsi melawan antigen yang terdapat di dalam sel pasien. Pada
prinsipnya, cross match dilakukan untuk mendeteksi ketidakcocokan antara darah
donor dan darah resipien yang tidak dapat ditemukan pada proses penggolongan
darah sebelumnya [1].
Dalam Cross Match ini, sesuai dengan maksudnya kita berusaha mencari
semua kemungkinan adanya semua jenis antibody complete maupun incomplete
terutama yang mempunyai arti klinis yang bisa menyebabkan Cross Match invitro
tidak cocok atau incompatible. Maka Cross Match harus kita jalankan dalam
medium dan temperatur yang berbeda, yang dalam praktiknya dikenal dengan fase
1, fase 2, dan fase 3 [8]:
1. Test fase I Cross Match yaitu fase suhu kamar
Pada fase ini antibody complete yang akan mengaglutinasikan sel dalam
saline medium atau bovine albumin yang kebanyakan kelas Ig M bisa
terdeteksi misalnya: Tidak cocok golongan ABO, Adanya allo antibody :
M, N, Lea, I, IH, E, Adanya auto cold antibody.
2. Tes fase II Cross Match yaitu fase inkubasi 37o C
Pada fese ini bila mediumnya bovine albumin, beberapa antibody dalam
sistem Rhesus bisa terdeteksi aglutinasi, (misalnya anti D, anti E, anti c)
anti Lea dan anti Leb. Bila mediumnya saline bisa terdeteksi aglutinasi
anti E, anti Lea.
Antibody yang bersifat incomplete, dan antibodi yang belum terdeteksi
aglutinasi atau hemolisisnya pada fase II ini bisa bereaksi coated
(sensitized): anti D, E, c, K, Fya,Fyb, Jka, S, Lea, Leb. jadi penting sekali
peranan fase inkubasi 37°C ini, dimana setidak-tidaknya memberi
kesempatan kepada antibody untuk mengcoatedkan sel.
3. Tes fase III Cross Match yaitu fase anti globulin
Pada fase ini setalah melaluo fase II, akan terdeteksi aglutinasi
incompelete antibodi yang tadi di fase II sudah mengcoated sel.
Hal yang penting tentang Coombs 'reagen adalah bahwa jika sel darah merah
pasien yang dilapisi dengan IgG, Coombs' mengikat pereaksi untuk ini IgG pada
sel darah merah, menjembatani kesenjangan antara sel-sel merah yang berdekatan,
dan menyebabkan sel-sel darah merah untuk menggumpal. Penggumpalan dapat
dilihat dengan mata telanjang. Prinsip yang sama bekerja untuk melengkapi anti-
antibodi, jika ada melengkapi terikat pada sel darah merah, anti-melengkapi
antibodi akan mengikat untuk itu, dan sel-sel merah akan mengumpul. [5]
Jika pada reaksi tersebut golongan darah A, B dan O penerima dan donor
sama, baik mayor maupun minor test tidak bereaksi berarti cocok. Jika berlainan,
misalnya donor golongan darah O dan penerima golongan darah A maka pada test
minor akan terjadi aglutinasi atau juga bisa sebaliknya berarti tidak cocok [6].
III. PROSEDUR KERJA
III.1 Alat
 objek glas,
 tabung reaksi,
 pipet tetes,
 rak tabung reaksi,
 sentrifugasi, dan
 incubator.

III.2 Bahan
 Bovin albumin,
 Reagen Coomb,
 Darah resipien,
 Darah donor, dan
 Larutan NaCl fisiologi.

III.3 Cara Kerja


1. Tahap mayor
2 tetes serum resipien ditambah 1 tetes eritrosit 5% donor, kemudian
ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin.
2. Tahap minor
2 tetes serum donor ditambah 1 tetes eritrosit 5% donor, kemudian
ditambahkan lagi 2 tetes bovin albumin.
3. Aduk tahap mayor dan minor, lalu sentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm
selama satu menit.
4. Amati hasilnya (Bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible
pengujian tidak perlu dilanjutkan, dan bila reaksi negative reaksi
dilanjutkan).
5. Inkubasi pada suhu 37 derjat selsius selama 15 menit, lalu disentrifugasi
lagi pada kecepatan 1000 rpm selama 1 menit.
6. Amati hasilnya (Bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible
pengujian tidak perlu dilanjutkan, dan bila reaksi negative reaksi
dilanjutkan).
7. Cuci dengan larutan NaCl fisiologi sebanyak 3 sampai 4 kali.
8. Tambahkan 2 tetes Reagen Coombs, sentrifugasi lagi dengan kecepatan
1000 rpm selama 1 menit.
9. Amati hasilnya (Bila terjadi aglutinasi maka darah tersebut incompatible
artinya tidak dapat dilakulkan tranfusi, dan bila reaksi negative maka baru
boleh dilakukan tranfusi darah).
DAFTAR PUSTAKA

[1] Nayak, Ramadas., dkk. Essentials in Hematology and Clinical Pathology.


London: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2012
[2] Kaur P, Basu S, Kaur G, dkk. Transfusion issues in surgery. Internet Journal
of Medical Update. January;8(1):46-50. 2013.
[3] Gantini, Ria Syafitri Evi. Analisis berbagai kasus inkompatibilitas pada
transfusi darah. Tesis. Perpustakaan Universitas Indonesia; Jakarta.2004
[4] Toha Ali. Antigen Antibodi Golongan Darah. Jakarta: UTPD-PMI; 2004
[5] Harris, H. Dasar-dasar Genetika Biokemia Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 1914.
[6] Kiswari, Rukman. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga; 2010.
[7] Kurniasih, Tjitjih. Sistem Organ Manusia. Yogyakarta: Deepublish; 2018.
[8] Maitland Tulip. Transfusi Darah.Jakarta: Erlangga; 2015.
[9] Notoatmodjo,S. IlmuKesehatanMasyarakat.Jakarta:PT.RinekaCipta;2003.

Anda mungkin juga menyukai