Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan


kesehatan disuatu negara. AKI di Indonesia sendiri masih sangat tinggi.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000
kelahiran hidup. Menurut Depkes RI, AKI di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap
100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan
post partum.1
Perdarahan postpartum primer/dini (early postpartum hemorrhage) yaitu
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri (50-60 %), retensio plasenta (16-17 %), sisa plasenta (23-24 %), laserasi
jalan lahir (4-5 %), dan kelainan darah (0,5 – 0,8 %).1
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Kala ini
berlangsung mulai dari bayi lahir sampai plasenta keluar lengkap dan biasanya
akan lahir spontan. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 sampai 60 menit setelah
bayi lahir, disebut retensio plasenta (retained placenta). Retensio plasenta
kemungkinan terjadi karena plasenta terperangkap oleh cervix yang menutup
sebagian atau karena plasenta masih melekat pada dinding uterus.2

1.2. Tujuan

a. Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik pada kasus


retensio plasenta.
b. Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan yang tepat
pada kasus retensio plasenta.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Plasenta2

Plasenta berbentuk bundar atau oval dengan diameter 15-20 cm dan tebal
2-3 cm serta beratnya 500-600 gram. Umumnya plasenta akan terbentuk pada usia
kehamilan kira-kira 16 minggu dimana ruang amnion telah mengisi seluruh
kavum kotiledon serta 200 foetal kotiledon.2

Pada umumnya plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus


ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas
korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berinsersi. Apabila
terdapat hubungan antara tali pusat dengan plasenta yang biasanya di tengah
disebut insersio sentralis, bila agak ke pinggir disebut inserio lateralis dan bila di
pinggir plasenta disebut insersio marginalis. Kadang-kadang tali pusat berada di
luar plasenta, dan berhubungan dengan plasenta melalui selaput janin disebut
insersio velamentosa.2

Umumnya plasenta berbentuk lengkap pada kehamilan ± 16 minggu


dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Plasenta terdiri atas 3
bagian :2

2
1. Bagian janin (fetal portion), terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari
plasenta yang matang terdiri atas:
 Vili korialis
 Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis.
 Pada bagian permukaan janin, uri diliputi oleh amnion yang kelihatan
licin.
 Bagian maternal (maternal portion), terdiri atas desidua kompakta yang
terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah).
2. Tali pusat, merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin,
panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1-2,5 cm). Terdiri dari 2
arteri umbilicus dan 1 vena umbilicus.

2.2. Definisi

Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum


lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest
placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage)
atau perdarahan post partum lambat. Menurut Sarwono Prawirohardjo : Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir.5

Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian


masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan terganggunya retraksi dan
kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta
menimbulkan perdarahan.5

2.3. Epidemiologi

Retensio plasenta merupakan penyebab signifikan dari kematian maternal


dan angka kesakitan di seluruh Negara berkembang. Kasus ini merupakan
penyulit pada 2% dari semua kelahiran hidup dengan angka kematian hampir
mencapai 10% di daerah pedesaan. Menurut studi lain, insidensi dari retensio
plasenta berkisar antara 1-2% dari kelahiran hidup. Pada studi tersebut retensio

3
plasenta lebih sering muncul pada pasien yang lebih muda dengan multiparitas.1,2

Diperkirakan insiden dari perlengketan abnormalitas sekitar 1 dari 2000


hingga 1 dari 7000 persalinan. Plasenta akreta meliputi 80% dari keseluruhan
perlengketan abnormal, plasenta inkreta 15% dan plasenta perkreta 5%. Angka ini
meningkat tajam dalam 2 dekade terahir, sejalah dengan angka seksio cesarean.2

2.4. Etiologi

Beberapa penyebab retensio plasenta adalah :4


1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting). Plasenta sudah lepas tetapi belum
keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
(ostium uteri) akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).4,5
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab ini disebut
plasenta adhesiva. Plasenta adhesiva ialah jika terjadi implantasi yang kuat
dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
perpisahan fisiologis.4

a. Patologi-anatomi
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi: 6
a. Plasenta akreta: vili korialis berimplantasi menembus desidua basalis dan
Nitabuch layer. Pada jenis ini plasenta melekat langsung pada
miometrium. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh
permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta
yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih
erat berhubungan dengan dinding rahim. Plasenta akreta yang kompleta,
inkreta, dan perkreta jarang terjadi.
b. Plasenta inkreta: vili korialis sampai menembus miometrium, tapi tidak
menembus serosa uterus.

4
c. Plasenta perkreta: vili korialis sampai menembus serosa atau perimetrium.

Gambar 2. Tingkat Perlengketan Plasenta3

Menurut Manuaba kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:


a. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
b. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan terjadinya perdarahan.

2.5. Patofisiologi

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan


relaksasi otot- otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Setelah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.3
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi, maka plasenta yang
tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapisan dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan pasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang
terdapat di uterus berada di antara serat- serat otot miometrium yang saling
bersilangan. Kontraksi serat- serat otot ini menekan pembuluh darah dan relaksasi
otot ini mengakibatkan pembuuh darah terjepit sehingga perdarahan berhenti.3
Pengamatan terhadap persalinan kala III dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme

5
kala III persalinan. Kala III yang normal dapat dibagi kedalam 4 fase, yaitu:3
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus namun dinding uterus
tempat melekatnya plasenta masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat melekatnya
plasenta (dari ketebalan < 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur keluar. Saat plasenta
bererak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
berkumpul di dalam rongga rahim.

Tanda- tanda lepasnya plasenta:3

a. Sering ada semburan darah yang mendadak


b. Uterus menjadi globuler dan konsistensinya menjadi semakin padat
c. Uterus meninggi kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina
d. Tali pusat yang keluar lebih panjang

Setelah plasenta terlepas dari tempat melekatnya maka tekanan yang


diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur kea rah bagian
bawah rahim atau atas vagina.

2.6. Pendekatan Diagnosis

2.6.1. Ananmnesis
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
bayi dilahirkan.7

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta

6
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid


Perdarahan Sedang- banyak Sedang Sedikit/ tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
plasenta
Syok Sering Jarang Jarang sekali, kecuali
akibat inversio oleh
tarikan kuat pada tali
pusat
Tabel 1. Jenis Retensio Plasenta7

2.6.2. Pemeriksaan pervaginam


Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. Pada
pemeriksaan plasenta yang lahir menunjukkan bahwa ada bagian tidak ada atau
tertinggal, dan pada eksplorasi secara manual terdapat kesulitan dalam pelepasan
plasenta atau ditemukan sisa plasenta.7

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah untuk menilai peningkatan alfa fetoprotein. Peningkatan
alfa fetoprotein berhubungan dengan plasenta akreta.2
2. USG
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih mudah bila
implantasi plasenta berada di SBU bagian depan. Lapisan miometrium
dibagian basal plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada plasenta
perkreta vena-vena subplasenta terlihat berada di bagian dinding kandung
kemih. Cox dkk. (1988) melaporkan satu kasus plasenta previa dengan
plasenta inkreta yang diidentifikasi secara USG berdasarkan tidak adanya
ruang sonolusen di subplasenta. Mereka berhipotesis bahwa daerah sonolusen
subplasenta yang normalnya ada ini menggambarkan desidua basalis dan
jaringan miometrium di bawahnya. Diagnosis berdasarkan sonografi antenatal
pada plasenta akreta juga telah dilaporkan. Berdasarkan pada munculnya
gambaran Color Doppler.2,5

7
3. MRI
Yang lebih baru adalah pemakaian magnetic resonance imaging (MRI) untuk
mendiagnosis plasenta akreta (Maldjian dkk., 1990). Diagnosis lebih mudah
ditegakkan jika tidak ada pendataran antara plasenta atau bagian sisa plasenta
dengan miometrium pada perdarahan postpartum.2
4. Histologi
Menurut Bernischke dan Kaufmann (2000), diagnosis histologis plasenta
akreta tidak dapat ditegakkan hanya dari plasenta saja melainkan dibutuhkan
keseluruhan uterus atau kuretase miometrium. Pada pemeriksaan histologi ini
tempat implantasi plasenta selalu menunjukkan desidua dan lapisan Nitabuch
yang menghilang.2,5

2.7. Penatalaksanaan
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan menimbulkan perdarahan. Bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada
persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak
boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan. Juga
kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta
langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala
III belum lewat setengah jam. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.7
Penanganan retensio plasenta adalah dengan cara:5
1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonic atau larutan ringel laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah,dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drip oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Ringel Laktat atau NaCl 0,9%
sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: perdarahan pada kala III persalinan ± 400 cc, retensio

8
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati- hati karena dinding
rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotik apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

Tindakan yang dapat dikerjakan pada retensio plasenta adalah :

2.7.1. Perasat Crede’


Perasat Crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas
dengan ekspresi. Syaratnya yaitu uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria
kosong.2,5,7
Pelaksanaan :
1. Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. Bila ibu gemuk hal ini tidak dapat dilaksanakan dan
sebaiknya langsung dikeluarkan secara manual. Setelah uterus dengan
rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir.
Gerakan jari-jari seperti memeras jeruk. Perasat Crede’ tidak boleh dilakukan
pada uterus yang tidak dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena
dapat menimbulkan inversio uteri.
2. Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta
manual.

2.7.2. Manual Plasenta


Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan
perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat

9
dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat
putus.2,5

Gambar 3. Manual plasenta5

Pelaksanaan :4,5

1. Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis, karena


relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya. Sebaiknya juga dipasang infus
garam fisiologik sebelum tindakan dilakukan. Setelah memakai sarung tangan
dan disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah sekitarnya, maka labia
dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkan secara
obstetrik ke dalam vagina.
2. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah kolpaporeksis. Tangan
kanan dengan gerakan memutar-mutar menuju ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi false route.
3. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten. Setelah
tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut pergi ke pinggir
plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan
bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking
plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas
dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah
seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
ke luar.
4. Periksa cavum uterus untuk memastikan bahwa seluruh plasenta telah

10
dikeluarkan.
5. Lakukan masase untuk memastikan kontraksi tonik uterus.
6. Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, sementara
kontraksi uterus belum baik segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan
disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada
retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera
dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi
uterus tetap buruk setelah 15 detik, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
7. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada manual plasenta ialah adanya
lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan
dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang dalam. Lokasi plasenta
pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi
pada dinding belakang.

2.7.3. Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual
plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan
yang tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau
pengeluaran manual tidak lengkap.5

2.7.4. Tindakan bedah


Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung diagnosis
perlengketan plasenta, Cesarean hysterectomy umumnya di rencanakan, terutama
pada pasien yang tidak berharap untuk mempertahankan kehamilan. Jika plasenta
akreta ditemukan setelah melahirkan bayi, plasenta sesegera mungkin dikeluarkan
untuk mengosongkan cavum uteri. Pada kasus plasenta akreta kompleta, tindakan
terbaik ialah histerektomi.5

Retensio plasenta

Penanganan umum :
Infus transfusi darah
Pertimbangkan untuk rujuk RSU C

11

Perdarahan banyak Perdarahan sedikit


Plasenta manual
Indikasi
Perdarahan 400 cc
Pascaoperasi vaginal
Pascanarkose
Habitual HPP
Teknik
Telusuri tali pusat
Dengan ulner tangan
Masase intrauterin
Uterotonika IM-IV

Plasenta rest : Plasenta melekat :


Berhasil baik : Kuretase tumpul Akreta
Observasi : Utero-vaginal tampon Inkreta
Keadaan umum Masase Perkreta
Perdarahan Adesiva
Obat profilaksis :
Vitamin
Fe preprat
Antibiotika Perdarahan terus : Histerektomi
Uterotonika Tampon bedah Pertimbangan :
Atonia uteri -Keadaan umum
-Umur penderita
-Paritas penderita
-Ligasi arteri hipogastri

Gambar 4. Penatalaksanaan Retensio Plasenta5

2.8. Komplikasi

12
Plasenta yang terlalu melekat, walaupun jarang dijumpai, memiliki makna
klinis yang cukup penting karna morbiditas dan kadang mortalitas yang timbul.
Komplikasinya meliputi:1,2
1. Perdarahan Post Partum (PPH)
Perdarahan yang terjadi biasanya lebih dari 500-600 ml. sekitar 16-17%
penyebabnya adalah retensio plasenta. Bila perdarahan terlalu banyan dapat
menimbulkan syok.
2. Inversion Uteri
Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya dan masuk kedalam kavum uteri. Biasanya terjadi pada plasenta
akreta dengan implantasi plasenta di arah fundus. Dengan dilakukannya
tarikan tali pusat yang terlalu kuat dan penekanan pada pundus, sementara
plasenta masih melekat akan menyebabkan inversion uteri.
3. Perforasi Usus
Pada plasenta perkreta lebih sering menimbulkan perforasi terutama pada
segmen bawah rahim dari plasenta akreta & inkreta. Hal ini terjadi bila
pembebasan perleketan plasenta secara manual terlalu dipaksakan.
4. Infeksi
Karna adanya benda asing (benda mati) yang tertingggal di dalam rahim
meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat
perlekatan plasenta.

2.9. Prognosis

Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan


sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat
penting.7

BAB III

13
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. R Nama Suami : Tn. R
Umur : 29 tahun Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : S2
Alamat : koto baru Pekerjaan : karyawan
Agama : Islam Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah Alamat : koto baru
Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRTi
Tanggal masuk RS : 27 April 2017
No Rekam Medik : 043529

3.2. Anamnesa
Seorang pasien wanita usia 29 tahun post melahirkan di KB PONEK
RSUD Solok 30 menit yang lalu pada tanggal 27 April 2017 jam 09.00
WIB.

Keluhan Utama
Pasien sebelumnya didiagnosa G3P2A0H2 parturien preterm 21-22
minggu kala II janin hidup tunggal intrauterin. Setelah melahirkan 30 menit yang
lalu (10.30), plasenta tidak kunjung lahir setelah dilakukan manajemen aktif kala
III (11.00).
Riwayat Penyakit Sekarang
-Pasien sebelumnya masuk dari IGD mengeluh nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
sejak ± 8 jam yang lalu. Keluhan keluar lendir campur darah sejak 8 jam lalu.
Pasien sudah tidak haid ± 5 bulan. Pasien saat ini sedang hamil anak ketiga.
Sampai di PONEK (10.15) pasien mengeluh ingin mengedan. Pukul 10.30 pasien
partus prematurus spontan. Perdarahan post melahirkan (+). Dilakukan
manajemen aktif kala III.

- Plasenta tidak lahir setelah 30 menit dilakukan PTT

14
- Perdarahan pervaginam (+)

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan, menular dan
gangguan kejiwaan.

Riwayat Perkawinan, Kehamilan, Kontrasepsi, dan Imunisasi


Riwayat perkawinan: pernah menikah 1 kali 2011
Riwayat kehamilan/persalinan/abortus/hidup: 3/3/0/2
Jenis Jenis
No Tahun BB Penolong Hidup
Kelamin Persalinan
1 2012 Perempuan 3.200 gr PN Bidan Hidup
2 2015 Laki-laki 3.300 gr PN Bidan Hidup

Riwayat Kontrasepsi: implan


Riwayat Imunisasi :-
Riwayat Pendidikan : S1
Riwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Riwayat Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)

3.3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Sedang


b. Kesadaran : Kompos Mentis
c. Vital Signs:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Nafas : 19 x/ menit
Suhu : 36,5⁰C
d. BB sebelum kehamilan : 49 kg
e. BB setelah kehamilan : 54 kg
f. Tinggi badan : 155 cm
g. Status gizi : Baik

15
3.4. Status Generalisata

a. Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak mudah dicabut


b. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : Septum deviasi (-/-), sekret (-/-), polip (-/-)
d. Telinga : Nyeri tekan proc. Mastoideus (-), sekret (-/-),
e. Mulut : sianosis (-)
- Gigi : Karang gigi (+), karies (-)
- Lidah : Atrofi papil (-), tremor (-), pinggir hiperemis (-)
- Tonsil : T1-T1
f. Leher :
- Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, deviasi trakea (-)
- Palpasi : JVP 5-2 cm H2O
g. Thoraks
 Paru
- Inspeksi: normochest, simetris kiri dan kanan pada saat statis dan
dinamis
- Palpasi: fremitus kiri dan kanan sama
- Perkusi: sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi: vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi: redup
- Auskultasi: reguler, gallop (-), murmur (-)
h. Abdomen : Status Obstetrikus
i. Genitalia : Status Obstetrikus
j. Ekstremitas :
Akral hangat
Oedema (-)
Refleks fisiologis (++/++)
Refleks patologis (-/-)

16
3.5. Status Obstetrikus

a. Muka : Chloasma gravidarum tidak ada


b. Mamae : Membesar, areola dan papilla mamae hiperpigmentasi.
c. Abdomen
- Inspeksi : Tampak sedikit membuncit
- Palpasi : TFU teraba 2 jari dibawah pusat
Nyeri tekan (-)
Nyeri lepas (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
d. Genitalia
- Inspeksi : Vulva/ uretra tenang, PPV (+), tampak tali pusat keluar
dari kemaluan

3.6. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 7.6 g/dL
Hematokrit : 23.9%
Leukosit : 15.070 uL
Trombosit : 338.000 uL

3.7. Diagnosis
Early HPP ec retensio plasenta pada P3A0H2 post partus prematurus
spontan
3.8. Penatalaksanaan
Sikap
- Kontrol KU, VS, PPV
- Cek laboratorium
-11.00
Inform konsent
Persiapan Curretage
R/ Manual plasenta + curettage dalam narkose
 12.30
Dilakukan manual plasenta -> dilahirkan plasenta 1 buah tidak utuh ->

17
kesan retensio sisa plasenta -> dilakukan Curretage.
Didapatkan Sisa Plasenta + 80gr
Perdarahan selama tindakan + 100cc
A/ Post Curettage ai Retensio sisa plasenta pada P3A0H2 Post Partus
prematurus Spontan.
Terapi :
IVFD RL + Okssitosin : Metergin 1:1 28tts/i
Inj metergin 3x1 amp
Asam mefenamat 500mg tab 3x1
cefadroxil 500mg 2x1
Vit C tab 2x1
Sulfas ferosus tab 1x1
(14.30) Transfusi PRC kolf 1, cek Hb 6 jam post transfuse

3.10. Follow Up

28 April 2017 (post) 29 April 2017

S  Pusing (-)  Nyeri berkurang

18
 Nyeri (+) sedikit
 Demam (-)  Demam (-)

 Perdarahan (+)  Perdarahan (+) sedikit


 BAK (+), BAB (-)  BAK (+), BAB (-)

O KU : Sedang KU : Sedang

Kesd : CMC Kesd : CMC

TD : 100/70 mmHg TD : 120/80 mmHg

Nd : 82 x/i Nd : 74 x/i

Nf : 19 x/i Nf : 20 x/i

S : 36,7oC S : 36,5oC

Mata : Konj. Anemis (+/+) Mata: Konj.Anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-) Sklera ikterik (-/-)

Abd : NT (-), NL (-), DM Abd:NT (-), NL (-),DM


(-) (-)

Gen : PPV (-) lokhia (+) Gen : PPV (-), lokhia (+)

A Post Curettage ai Retensio Post Curettage ai


sisa plasenta pada P3A0H2 Retensio sisa plasenta
Post Partus prematurus pada P3A0H2 Post
Spontan NH1 Partus prematurus
Spontan NH2

P  IVFD RL + Okssitosin :  IVFD RL AFF


Metergin 1:1 28tts/i  Cefadroxil 2x100 mg
 Inj metergin 3x1 amp  Asam Mefenamat
 Asam mefenamat 3x500 mg
500mg tab 3x1  SF 1x300 mg
 cefadroxil 500mg 2x1  Vit.C 3x50 mg
 Vit C tab 2x1  Metilergometrin tab

19
 Sulfas ferosus tab 1x1 3x1.

BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang wanita berusia 29 tahun, P3A0H2 dengan keluhan utama plasenta


belum lahir 30 menit setelah melahirkan. Pada kasus ini pasien di diagnosa

20
dengan retensio plasenta karena plasenta belum lahir 30 menit setelah melahirkan,
dimana keluhan tersebut menyebabkan perdarahan pervaginam disertai nyeri perut
bagian bawah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada peningkatan frekuensi denyut
nadi, nafas, suhu, tekanan darah dan turgor kulit baik. Pada palpasi abdomen
ditemukan TFU 2 jari di bawah pusat dan pemeriksaan genitalia ditemukan
perdarahan dari introitus vagina dan tampak tali pusat pada introitus vagina.
Pada pasien ini penyebab terjadinya retensio plasenta diakibatkan karena
implantasi plasenta yang masih dalam pada partus prematurus spontan. Pada
pasien ini dilakukan IVFD RL dengan oksitosin 2 amp, dilakukan regangan tali
pusat terkendali (plasenta tidak lahir). Rencan: curretage.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

21
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum
dini atau perdarahan post partum lambat. Penyebab terjadi retensio plasenta bisa
karena His yang tidak ade kuat, insersinya dan penyebab patologi anatomi.

Penanganan retensio plasenta memiliki tujuan untuk melahirkan plasenta


tanpa meninggalkan sisa plasenta di dalam cavum uterus dengan tindakan manual
plasenta dan kuretase. Apabila diperlukan, tindakan histerektomi dapat
dilakukan.Pencegahan retensio plasenta dapat dilakukan dengan cara memberikan
uterotonika setelah bayi dilahirkan dan melakukan manajemen aktif kala III
dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wainscott, Michael P. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage.


http://www.eMedicine.com. 2006

22
2. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2012. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2017 dari
http://www.scribd.com/doc/135982233/Plasenta-Rest-Edit

3. Mayo Clinic. Pregnancy week by week ; Placenta: How it works, what's


normal. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER);
2012. Diakses pada tanggal 1 Maret 2017 dari
http://www.mayoclinic.com/health/placenta/MY01945

4. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC.

5. Prabowo E. Retensio Plasenta. Jakarta:


http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-plasenta.pdf

6. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi


Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.

7. Gondo HK. Penanganan Perdarahan Post Partum (Haemorhagi Post


Partum, HPP). Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma; 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai