Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Plasenta berbentuk bundar atau oval dengan diameter 15-20 cm dan tebal
2-3 cm serta beratnya 500-600 gram. Umumnya plasenta akan terbentuk pada usia
kehamilan kira-kira 16 minggu dimana ruang amnion telah mengisi seluruh
kavum kotiledon serta 200 foetal kotiledon.2
2
1. Bagian janin (fetal portion), terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari
plasenta yang matang terdiri atas:
Vili korialis
Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis.
Pada bagian permukaan janin, uri diliputi oleh amnion yang kelihatan
licin.
Bagian maternal (maternal portion), terdiri atas desidua kompakta yang
terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah).
2. Tali pusat, merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin,
panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1-2,5 cm). Terdiri dari 2
arteri umbilicus dan 1 vena umbilicus.
2.2. Definisi
2.3. Epidemiologi
3
plasenta lebih sering muncul pada pasien yang lebih muda dengan multiparitas.1,2
2.4. Etiologi
a. Patologi-anatomi
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi: 6
a. Plasenta akreta: vili korialis berimplantasi menembus desidua basalis dan
Nitabuch layer. Pada jenis ini plasenta melekat langsung pada
miometrium. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh
permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta
yang parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih
erat berhubungan dengan dinding rahim. Plasenta akreta yang kompleta,
inkreta, dan perkreta jarang terjadi.
b. Plasenta inkreta: vili korialis sampai menembus miometrium, tapi tidak
menembus serosa uterus.
4
c. Plasenta perkreta: vili korialis sampai menembus serosa atau perimetrium.
2.5. Patofisiologi
5
kala III persalinan. Kala III yang normal dapat dibagi kedalam 4 fase, yaitu:3
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus namun dinding uterus
tempat melekatnya plasenta masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat melekatnya
plasenta (dari ketebalan < 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur keluar. Saat plasenta
bererak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah
berkumpul di dalam rongga rahim.
2.6.1. Ananmnesis
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta
informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang
dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah
bayi dilahirkan.7
6
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
7
3. MRI
Yang lebih baru adalah pemakaian magnetic resonance imaging (MRI) untuk
mendiagnosis plasenta akreta (Maldjian dkk., 1990). Diagnosis lebih mudah
ditegakkan jika tidak ada pendataran antara plasenta atau bagian sisa plasenta
dengan miometrium pada perdarahan postpartum.2
4. Histologi
Menurut Bernischke dan Kaufmann (2000), diagnosis histologis plasenta
akreta tidak dapat ditegakkan hanya dari plasenta saja melainkan dibutuhkan
keseluruhan uterus atau kuretase miometrium. Pada pemeriksaan histologi ini
tempat implantasi plasenta selalu menunjukkan desidua dan lapisan Nitabuch
yang menghilang.2,5
2.7. Penatalaksanaan
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan menimbulkan perdarahan. Bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada
persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak
boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan. Juga
kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya plasenta
langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika, meskipun kala
III belum lewat setengah jam. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.7
Penanganan retensio plasenta adalah dengan cara:5
1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonic atau larutan ringel laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah,dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drip oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Ringel Laktat atau NaCl 0,9%
sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: perdarahan pada kala III persalinan ± 400 cc, retensio
8
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati- hati karena dinding
rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotik apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
9
dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat
putus.2,5
Pelaksanaan :4,5
10
dikeluarkan.
5. Lakukan masase untuk memastikan kontraksi tonik uterus.
6. Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, sementara
kontraksi uterus belum baik segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan
disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada
retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera
dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum. Apabila kontraksi
uterus tetap buruk setelah 15 detik, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
7. Kesulitan yang mungkin dijumpai pada manual plasenta ialah adanya
lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan
dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang dalam. Lokasi plasenta
pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan daripada lokasi
pada dinding belakang.
2.7.3. Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual
plasenta dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan
yang tersisa. Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau
pengeluaran manual tidak lengkap.5
Retensio plasenta
Penanganan umum :
Infus transfusi darah
Pertimbangkan untuk rujuk RSU C
11
2.8. Komplikasi
12
Plasenta yang terlalu melekat, walaupun jarang dijumpai, memiliki makna
klinis yang cukup penting karna morbiditas dan kadang mortalitas yang timbul.
Komplikasinya meliputi:1,2
1. Perdarahan Post Partum (PPH)
Perdarahan yang terjadi biasanya lebih dari 500-600 ml. sekitar 16-17%
penyebabnya adalah retensio plasenta. Bila perdarahan terlalu banyan dapat
menimbulkan syok.
2. Inversion Uteri
Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya dan masuk kedalam kavum uteri. Biasanya terjadi pada plasenta
akreta dengan implantasi plasenta di arah fundus. Dengan dilakukannya
tarikan tali pusat yang terlalu kuat dan penekanan pada pundus, sementara
plasenta masih melekat akan menyebabkan inversion uteri.
3. Perforasi Usus
Pada plasenta perkreta lebih sering menimbulkan perforasi terutama pada
segmen bawah rahim dari plasenta akreta & inkreta. Hal ini terjadi bila
pembebasan perleketan plasenta secara manual terlalu dipaksakan.
4. Infeksi
Karna adanya benda asing (benda mati) yang tertingggal di dalam rahim
meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat
perlekatan plasenta.
2.9. Prognosis
BAB III
13
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesa
Seorang pasien wanita usia 29 tahun post melahirkan di KB PONEK
RSUD Solok 30 menit yang lalu pada tanggal 27 April 2017 jam 09.00
WIB.
Keluhan Utama
Pasien sebelumnya didiagnosa G3P2A0H2 parturien preterm 21-22
minggu kala II janin hidup tunggal intrauterin. Setelah melahirkan 30 menit yang
lalu (10.30), plasenta tidak kunjung lahir setelah dilakukan manajemen aktif kala
III (11.00).
Riwayat Penyakit Sekarang
-Pasien sebelumnya masuk dari IGD mengeluh nyeri pinggang menjalar ke ari-ari
sejak ± 8 jam yang lalu. Keluhan keluar lendir campur darah sejak 8 jam lalu.
Pasien sudah tidak haid ± 5 bulan. Pasien saat ini sedang hamil anak ketiga.
Sampai di PONEK (10.15) pasien mengeluh ingin mengedan. Pukul 10.30 pasien
partus prematurus spontan. Perdarahan post melahirkan (+). Dilakukan
manajemen aktif kala III.
14
- Perdarahan pervaginam (+)
15
3.4. Status Generalisata
16
3.5. Status Obstetrikus
3.7. Diagnosis
Early HPP ec retensio plasenta pada P3A0H2 post partus prematurus
spontan
3.8. Penatalaksanaan
Sikap
- Kontrol KU, VS, PPV
- Cek laboratorium
-11.00
Inform konsent
Persiapan Curretage
R/ Manual plasenta + curettage dalam narkose
12.30
Dilakukan manual plasenta -> dilahirkan plasenta 1 buah tidak utuh ->
17
kesan retensio sisa plasenta -> dilakukan Curretage.
Didapatkan Sisa Plasenta + 80gr
Perdarahan selama tindakan + 100cc
A/ Post Curettage ai Retensio sisa plasenta pada P3A0H2 Post Partus
prematurus Spontan.
Terapi :
IVFD RL + Okssitosin : Metergin 1:1 28tts/i
Inj metergin 3x1 amp
Asam mefenamat 500mg tab 3x1
cefadroxil 500mg 2x1
Vit C tab 2x1
Sulfas ferosus tab 1x1
(14.30) Transfusi PRC kolf 1, cek Hb 6 jam post transfuse
3.10. Follow Up
18
Nyeri (+) sedikit
Demam (-) Demam (-)
O KU : Sedang KU : Sedang
Nd : 82 x/i Nd : 74 x/i
Nf : 19 x/i Nf : 20 x/i
S : 36,7oC S : 36,5oC
Gen : PPV (-) lokhia (+) Gen : PPV (-), lokhia (+)
19
Sulfas ferosus tab 1x1 3x1.
BAB IV
ANALISA KASUS
20
dengan retensio plasenta karena plasenta belum lahir 30 menit setelah melahirkan,
dimana keluhan tersebut menyebabkan perdarahan pervaginam disertai nyeri perut
bagian bawah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada peningkatan frekuensi denyut
nadi, nafas, suhu, tekanan darah dan turgor kulit baik. Pada palpasi abdomen
ditemukan TFU 2 jari di bawah pusat dan pemeriksaan genitalia ditemukan
perdarahan dari introitus vagina dan tampak tali pusat pada introitus vagina.
Pada pasien ini penyebab terjadinya retensio plasenta diakibatkan karena
implantasi plasenta yang masih dalam pada partus prematurus spontan. Pada
pasien ini dilakukan IVFD RL dengan oksitosin 2 amp, dilakukan regangan tali
pusat terkendali (plasenta tidak lahir). Rencan: curretage.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
21
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah
jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum
dini atau perdarahan post partum lambat. Penyebab terjadi retensio plasenta bisa
karena His yang tidak ade kuat, insersinya dan penyebab patologi anatomi.
DAFTAR PUSTAKA
22
2. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2012. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2017 dari
http://www.scribd.com/doc/135982233/Plasenta-Rest-Edit
23