Anda di halaman 1dari 46

Case Report Session

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh:
Murni
NPM: 1210070100040

Pembimbing:
dr. Yufi Permana, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
SMF OBSTETRY DAN GINEKOLOGI RSUD SOLOK
2017
Case Report Session

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga saya telah dapat menyelesaikan
penyusunan case report session yang berjudul “Preeklampsia Berat”. Penulisan
case ini diharapkan berguna sebagai khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang kesehatan yang memberikan gambaran tentang berbagai penyakit dalam
case ini dan dapat bermanfaat untuk institusi pendidikan sebagai sarana
pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik di lingkungan pendidikan
kesehatan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yufi Permana, Sp.OG


selaku pembimbing sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan case ini tepat
waktu demi memenuhi tugas kepaniteraan klinik. Saya menyadari masih banyak
kesalahan baik dalam segi penyusunan, pengolahan, pemilihan kata, dan proses
pengetikan karena masih dalam tahap pembelajaran. Saran dan kritik yang
membangun tentu sangat saya harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di
masa yang akan datang. Akhir kata, semoga case ini dapat berguna khususnya
bagi saya sebagai penulis dan bagi pembaca pada umumnya dalam memahami
masalah yang berhubungan dengan preeklampsia berat.

Solok, April 2017

Penulis
Case Report Session

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................v

DAFTAR TABEL ................................................................................................vi

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan ............................................................................................................2

1.3 Metode Penulisan ...........................................................................................2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi ..........................................................................................................3

2.2 Epidemiologi ..................................................................................................3

2.3 Faktor resiko ..................................................................................................4

2.4 Etiopatogenesis ..............................................................................................4

2.5 Patofisiologi ...................................................................................................7

2.6 Diagnosis ........................................................................................................15

2.7 Klasifikasi ......................................................................................................18

2.8 Pencegahan .....................................................................................................18

2.9 Penatalaksanaan .............................................................................................19


Case Report Session

BAB III: LAPORAN KASUS.............................................................................26

BAB IV: DISKUSI DAN PEMBAHASAN.........................................................36

BAB V: KESIMPULAN ......................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................39


Case Report Session

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Preeklampsia sebagai kelainan 2 tahap ........................................5
Gambar 2.2 Implantasi plasenta normal dan pada preeklampsia .....................8
Case Report Session

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penanda keparahan penyakit HDK ..................................................17
Tabel 2.2 Dosis PEB.........................................................................................22
Tabel 2.3 Indikasi untuk pelahiran PEB awitan dini .......................................25
Case Report Session

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi
kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana
99% terjadi di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana
angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1
dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30 %), hipertensi
dalam kehamilan (25 %), dan infeksi (12 %). WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di
Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia
sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada
dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata
terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.
Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan
prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut
menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit
hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering kedua morbiditas
dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau mengalami
pertumbuhan janin terhambat juga memiliki risiko penyakit metabolik pada saat
Case Report Session

dewasa. Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di


antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada
teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga
akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah. Selain masalah
kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya
yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari analisis yang dilakukan di
Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 3 milyar dollar
Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan untuk morbiditas
neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan bertambah
apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia.2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca,
khususnya kalangan medis, tentang preeklampsia.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui
definisi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
diskusi mengenai kasus preeclampsia.

1.3 Metode Penulisan


Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.
Case Report Session

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. 1 Definisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu


kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefinisikan sebagai ekskresi
protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam atau ≥ 1+ pada
pemeriksaan carik celup.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumnya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi
pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua
kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain
menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut
tidak mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal.3.4

2.2 Epidemiologi

Hipertensi termasuk preeklampsia mempengaruhi 10% dari kehamilan di


seluruh dunia. Kondisi ini juga merupakan penyumbang mortalitas serta
morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Preeklampsia diperkirakan sebagai
penyebab kematian 50.000-60.000 ibu hamil setiap tahunnya. Selain itu,
hipertensi dalam kehamilan merupakan kontributor utama prematuritas.
Preeklmpsia diketahui merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular dan
Case Report Session

metabolik pada perempuan. Insiden eklampsia adalah 1-3 dari 1000 pasien
preeklampsia.5

2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam penilaian


resiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Faktor resiko dapat dibagi atas
faktor resiko tinggi/mayor dan resiko tambahan/minor:

Resiko tinggi terdiri dari:

- riwayat preeklampsia
- kehamilan multiple
- hipertensi kronis
- DMT1 atau DMT2
- Penyakit ginjal
- Penyakit autoimun

Resiko sedang terdiri dari:

- Nulipara
- Obesitas (IMT >30kg/m2)
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
- Usia ≥35 tahun
- Riwayat khusus pasien ( interval kehamilan > 10 tahun)6,7

2.4 Etiopatogenesis

Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan patogenesis


preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang:

- Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya.


Case Report Session

- Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada


kehamilan ganda atau molahidatidosa.
- Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular.
- Secara genetik beresiko untuk mengalami hipertensi selama kehamilan.

Apapun etiologi pencetusnya, rangkaian peristiwa yang menyebabkan


sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang menimbulkan
kerusakan endotel, vasospasme, transudasi plasma, serta komplikasi iskemik dan
trombolitik.

Suatu hipotesis menyatakan bahwa preeklampsia merupakan kelainan dua


tahap. Menurut Redman dkk, tahap I disebabkan oleh abnormalitas pada proses
remodeling trofoblastik endovaskular. Tahap II rentan mengalami modifikasi oleh
kondisi ibu yang telah ada sebelumnya, yang mencakup penyakit jantung, ginjal,
diabetes, obesitas, atau pengaruh hereditas.

Tahap I
Plasentasi yang kurang
baik (awal)

Tahap II
Stress oksidatif pada
plasenta (lanjut)

Restriksi pertumbuhan Pelepasan faktor-faktor


janin plasental ke sistemik

Respons inflamasi,
aktivasi endotel sistemik
Case Report Session

Sindrom Preeklampsia

Gambar 2.1 Gambaran kasar skematis mengenai teori bahwa sindrom


preeklampsia merupakan “kelainan dua tahap”

Preeklmpsia tidaklah sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan


hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu,
plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:

- Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh


darah uterus.
- Toleransi imunologis yang bersifat maladaptive diantara jaringan
maternal, paternal (plasental), dan fetal.
- Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal.
- Faktor-faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta
pengaruh epigenetik.

Preeklampsia merupakan sebuah sindrom sistemik dalam kehamilan yang


bermula dari plasenta. Preeklampsia dipikirkan sebagai akibat dari invasi
sitotrofoblas plasenta yang inadekuat diikuti dengan disfungsi endotel maternal
yang meluas. Selain itu, berbagai faktor seperti sistem renin-aldosteron-
angiotensin, stress oksidatif berlebihan, inflamasi, maladaptasi sistem imun, dan
genetik diduga berperan dalam patogenesis preeklampsia.
Normalnya, sitotrofoblas ekstravili dari janin menginvasi lapisan endotel
A.Spiralis ibu. A.Spiralis akan diubah dari pembuluh darah yang kecil dengan
resistensi tinggi menjadi lebar sehingga perfusi plasenta untuk nutrisi janin akan
cukup.
Case Report Session

Pada preeklampsia, transformasi ini tidak terjadi dengan sempurna. Invasi


sitotrofoblas ke A.spiralis terbatas hanya sampai pada desidua superfisialis
sehingga segmen arteri pada myometrium tetap sempit. Sitotrofoblas juga tidak
mengalami pseudovaskulogenesis karena normalnya terjadi perubahan fenotip
epitel menjadi seperti sel endotel yang memiliki permukaan adhesi. Hal tersebut
menyebabkan buruknya daya invasi ke A.spiralis yang berada di myometrium
defek awal inilah yang menyebabkan iskemia plasenta.
Plasentasi yang abnormal diperkirakan menyebabkan lepasnya berbagai
faktor yang masuk ke sirkulasi maternal sehingga menyebabkan berbagai tanda
dan gejala klinis preeklampsia. Semua gejala klinis preeklampsia disebabkan oleh
endoteliosis glomerulus, peningkatan permeabilitas vaskular, dan respon inflamasi
sistemik yang menyebabkan jejas dan hipoperfusi pada organ. Manifestasi klinis
biasanya terjadi setelah kehamilan lebih dari 20 minggu.

2.5 Patofisiologi

Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam


kehamilan, yaitu:

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran
darah pada daerah utero plasenta. Sehingga aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan meningkat, dan dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini disebut “remodeling arteri spiralis”.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas


padalapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
Case Report Session

arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan yang
dapat menjelaskan patogenesis hipertensidalam kehamilan.

Gambar 2.2 Implantasi plasenta normal dan plasenta pada preeklamptik

Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar


fibronektin,faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker
dari sel-sel endotel. Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia
dapat dijumpai sebagai berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal dan
arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.

2. Teori Iskemia Plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel


Case Report Session

a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan


oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan
merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan


Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi
kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar
di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Pada saat terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel
endotel, maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
yang merupakan vasodilator kuat.
- Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan
untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
Case Report Session

kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan


suatu vasokonstriktor kuat.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
- Peningkatan permeabilitas kapilar
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor
- Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin


a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.
c) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makinlama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

4. Teori adaptasi kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan
dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa
pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak perempuannya akan
Case Report Session

mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami


preeklampsia

6. Teori Defisiensi Gizi

Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan


beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam


sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas
plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang
tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi
dari prosesinflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung
normal dan menyeluruh.8,9,10

Pada tubuh perempuan hamil dengan preeklampsia terjadi beberapa


perubahan patofisiologis pada beberapa organ/system organ yang akan
bermanifestasi pada tampilan klinis. Perubahan-perubahan ini diperkirakan akibat
vasospasme, disfungsi endotel, dan iskemia yang terjadi. Perubahan organ dan
system organ yang terjadi:

a. Volume Plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat (hypervolemia) untuk


memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin, dan peningkatan tertinggi terjadi pada
umur kehamilan 32-34 minggu.

Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma


(hypovolemia) tanpa sebab yang jelas antara 30-40%, yang juga diimbangi oleh
vasokontriksi sehingga terjadilah hipertensi.

b. Hipertensi
Case Report Session

Hipertensi merupakan tanda terpenting untuk menegakkan diagnosis


hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer,
dan tekanan sistolik menggambarkan besar curah jantung. Pada preeklampsia
peningkatan reaktifitas pembuluh darah dimulai dari umur kehamilan 20 minggu,
namun akan terdeteksi pada trimester ke II.

c. Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal yang disebabkan oleh:

- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hypovolemia, sehingga terjadi


oliguria, bahkan anuria.

- Kerusakan sel glomerulus sehingga terjadi peningkatan permeabilitas


membrane basalis lalu terjadi kebocoran dan menyebabkan proteinuria.

- Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel glomerular


membengkak.

- Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal.

- Kerusakan instrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.

 Proteinuria

Bila proteinuria timbul:

- Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal.

- Tanpa hipertensi, dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.

- Tanpa kenaikan TD diastolic ≥90 mmHg, ditemukan pada infeksi saluran


kencing atau anemia.

- Proteinuria syarat untuk diagnosis preeklampsia, namun umumnya timbul


jauh pada akhir kehamilan.

 Asam urat serum: terjadi peningkatan ≥5mg/cc yang terjadi akibat


hypovolemia ataupun akibat iskemik jaringan.
Case Report Session

 Kreatinin: terjadi peningkatan kreatinin plasma pada preeclampsia.

 Oliguria dan anuria: terjadi karena hypovolemia sehingga aliran darah ke


ginjal akan menurun yang mengakibatkan produksi urun menurun ataupun tidak
ada sama sekali.

d. Elektrolit

Kadar elektrolit total menurun pada hamil normal. Pada preeklampsia


kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum
banyak, restriksi konsumsi garam, atau cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik.
Pada PEB yang mengalami hipoksia dapat mengganggu keseimbangan asam basa.

e. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik

Pada kehamilan normal akan menurun pada kehamilan 8 minggu,


sedangkan pada preklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vascular.

f. Koagulasi dan trombositopenia

Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang


yang berat tapi sering dijumpai.

g. Viskositas Darah

Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan


meningktnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.

h. Hematokrit

Pada hamil normal hematocrit menurun karena hypervolemia, dan


meningkat pada trimester III karena peningkatan produksi urin. Pada preeclampsia
hematocrit meningkat karena terjadi hypovolemia.

i. Edema
Case Report Session

Edema terjaki karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.


Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan
atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan BB yang cepat.

j. Hematologik

Terjadi perubahan berupa peningkatan hematokrit akibat hypovolemia,


peningkatan viskositas darah, trombositopenia dan gejala hemolysis
mikroangiopatik.

k. Hepar

Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan infark.


Infark hepar dapat berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Perdarahan
dapat meluas kebawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma, hal ini
menyebabkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan menimbulkan rupture hepar.

l. Neurologik

Perubahan neurologic dapat berupa:

- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan


vasogenik edema.

- Akibat spasme A. retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.

- Hiperrefleksi sering dijumpai pada PEB.

- Dapat timbul kejang eklamptik.

- Perdarahan intracranial.

m. Kardiovaskular

Terjadi peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan


cardiac preload akibat hypovolemia.

n. Paru
Case Report Session

Penderita PEB beresiko menderita edema paru, hal ini disebabkan oleh
payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan
menurunnya diuresis.10

o. Janin

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:

- Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion.

- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat


IUGR, prematuritas, oligohidramnion dan solusio plasenta

p. Mata

Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai


kebutaan pada preeklampsia.

q. Homeostasis cairan tubuh

Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi


deoksikosrtikosteron yang merupakan hasil konversi progesterone.5

2.6 Penegakkan Diagnosis 3

A. Penegakkan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg


sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah
peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik.

Untuk mengurangi kesalahan pada pemeriksaan tekanan darah:

- Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang.


- Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang sudah
tervalidasi.
Case Report Session

- Posisi duduk dengan manset sesuai level jantung.


- Gunakan ukuran manset yang sesuai.
- Gunakan bunyi korotkoff V pada pengukuran tekanan darah diastolik.

B. Penegakkan Diagnosis Proteinuria

Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein


urin lebih dari 300 mg per 24 jam, namun jika hal ini tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan
dipstik urin > 1+.

C. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada


kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut.

Kriteria minimal preeklampsia:


1. Hipertensi
Tekanan darah sekurang kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama, yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
2. Protein urin
Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick > positif
1. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan
lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
a. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
b. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
Case Report Session

c. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal (ALT


atau AST) dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
d. Edema Paru
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala yang persisten atau
gangguan serebral lainnya , dan gangguan visus
f. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

D. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat


Secara tradisional, frekuensi kunjungan antenatal bertambah sering pada
trimester ketiga, dan hal ini dapat membantu deteksi dini preeklampsia.
Perempuan tanpa hipertensi yang nyata, tetapi diduga mengalami preeklampsia
yang berkembang dini saat kunjungan antenatal rutin, diminta melakukan
kunjungan antenatal yang lebih sering.
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama, terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal (ALT
atau AST) dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru dan sianosis
Case Report Session

6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala yang persisten atau


gangguan serebral lainnya, penurunan kesadaran, dan gangguan visus (pandangan
kabur, skotomata).
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
8. Hemolisis mikroangiopatik : peningkatan LDH
9. Oliguria (produksi kurang dari 500cc/24 jam).

Kelainan Tidak Berat Berat


TD diastolic <110 mmHg ≥110 mmHg
TD sistolik <160 mmHg ≥160 mmHg
Proteinuria ≤2+ ≥3+
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Gangguan pengelihatan Tidak ada Ada
Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang (eklampsia) Tidak ada Ada
Kreatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan Minimal Sangat meningkat
transaminase serum
Restriksi pertumbuhan Tidak ada Nyata
janin
Edema paru Tidak ada Ada
Tabel 2.1 Penanda keparahan penyakit hipertensi dalam kehamilan

2.7 Klasifikasi

PEB dibagi menjadi PEB tanpa impending eklampsia dan PEB dengan
impending eklampsia. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya
memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai
tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai tanda-tanda
prodorma ini disebut dengan impending eklampsia atau imminent eklampsia.
Case Report Session

Impending eklampsia bila PEB disertai gejala-gejala subjektif berupa


nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah.

2.8 Pencegahan12
Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari terjadinya
penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia berarti memutus
proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung sebelum timbul gejala atau
kedaruratan klinis karena penyakit tersebut. Pencegahan tersier berarti pencegahan
dari komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini
juga merupakan tata laksana.

1. Pencegahan primer
a. Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya.
b. Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat medis
pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler Velocimetry
masih belum dapat direkomendasikan secara rutin, sampai metode
skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran kehamilan.
2. Pencegahan sekunder
a. Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan primer
preeklampsia.
b. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran pada
wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
c. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya
selama kehamilan tidak direkomendasikan.
d. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk
prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi.
e. Apirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai
digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Case Report Session

f. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama


pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.
g. Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia.
h. Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk diberikan
dalam pencegahanpreeklampsia.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dasar tatalaksana untuk setiap kehamilan yang disertai komplikasi
preeklampsia adalah:

- Terminasi kehamilan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu dan


janin.
- Kelahiran bayi yang dapat bertahan hidup.
- Pulihnya kesehatan ibu secara sempurna.

Pada banyak perempuan dengan preeklampsia, khususnya mereka dengan


kehamilan aterm atau hampir aterm, ketiga tujuan diatas dapat dipenuhi dengan
induksi persalinana.

Prinsip penatalaksanaan pada preeklampsia berat adalah mencegah


timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan
selamat.

Tata Laksana Rawat Inap vs Rawat Jalan

1. Rawat Inap

Rawat inap dipertimbangkan sehingga dapat dilakukan evaluasi sistematis


yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
Case Report Session

- Pemeriksaan rinci dilanjutkan dengan pencarian harian untuk menemukan


gejala klinis, seperti nyeri kepala, gangguan pengelihatan, nyeri
epigastrium dan penambahan BB yang cepat.
- BB ditimbang setiap hari.
- Analisis untuk proteinuria saat pasien masuk dan setidaknya tiap dua hari
setelahnya.
- Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk dengan manset berukuran
tepat setiap 4 jam.
- Pengukuran kadar kreatinin dan transaminase dalam serum atau plasma,
dan hemogram yang mencakup hitung trmbosit.
- Evaluasi ukuran dan kesejahteraan janin serta volume cairan amnion, baik
secara klinis maupun menggunakan sonografi.

Tujuan tata laksana seperti diatas adalah identifikasi dini perburukan


preeklampsia dan pembuatan skema tatalaksana yang mencakup rencana terminasi
kehamilan.

2. Rawat Jalan

Bagi perempuan dengan hipertensi stabil yang ringan hingga moderat


dapat dilakukan pemantauan berkesinambungan di rumah untuk pasien yang dapat
dipercaya atau di unit perawatan harian. Tata laksana rawat jalan dapat berlanjut
selama penyakit tidak memburuk dan tidak terdapat dugaan bahaya terhadap
janin. Paling tidak, secara intuitif, pengurangan aktivitas fisik hampir sepanjang
hari tampak bermanfaat, berdasarkan hasil penelitian hal tersebut dapat
mengubahn patofisiologi yang mendasari sindrom preeklmpsia. Sedangkan tirah
baring total sangat sulit dilakukan karena berarti melakukan restriksi berat pada
perempuan yang sebenarnya sehat, dan juga meningkatkan resiko
tromboembolisme. Perempuan yang di tata laksana rawat jalan diberikan instruksi
untuk melakukan pemantauan tekanan darah, BB dan monitor kadar protein
urinnya 3 kali seminggu.
Case Report Session

Manajemen umum perawatan pada PEB dibagi menjadi 2 unsur, meliputi


sikap terhadap penyakitnya yaitu pembrian obat-obatan atau terapi
medikamentosa dan sikap terhadap kehamilannya yang terdiri dari manajemen
ekspektatif (konservatif) dan manajemen aktif (agresif).

A. Pengobatan atau Medikamentosa


1. Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia Berat
1. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
eklampsia.
2. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada pasien preeklampsia berat.
3. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien
preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk
mencegah terjadi kejang/eklampsia atau kejang berulang.
4. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien
preeklampsia berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk
mencegah terjadi kejang/eklampsia atau kejang berulang.
5. Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium
sulfat direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia.
6. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan.
7. Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan
secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan
gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat).
Case Report Session

Tabel 2.2 Dosis magnesium sulfat untuk PEB dan eklampsia

2. Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat


1. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg.
2. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg.
3. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine dan labetalol parenteral.
4. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol.

3. Pemberian Glukokortikoid pada PEB


Case Report Session

Glukokortikoid diberikan pada perempuan yang mengalami hipertensi


berat, tapi masih jauh dari aterm. Berfungsi untuk pematangan paru janin,
diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.

B. Sikap Terhadap Kehamilan

1. Manajemen Ekspektatif atau Konservatif

Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki


luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang
usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Indikasi perawatan konservatif
meliputi:
- Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- Tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia
- Keadaan janin baik.
Manajemen ekspektatif pada preeklampsia tanpa gejala berat, meliputi:

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa


gejala berat dengan usia kehamilan <37 minggu dengan evaluasi maternal
dan janin yang lebih ketat.
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
 Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
 Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
 Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
 Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.

Dan manajemen perawatan ekspektatif pada preeklampsia berat, meliputi:


Case Report Session

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia


berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin yang stabil.
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal.
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin.
4. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.

2. Manajemen Aktif atau Agresif

Manajemen aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera


diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Tata laksana agresif mencakup pemberian glukokortikoid untuk pematangan
paru-paru janin diikuti dengan pelahiran dalam 48 jam. Alasan utama
terminasi kehamilan pada PEB adalah demi keselamatan ibu. Indikasi
perawatan aktif bila didapatkan satu/lebih keadaan berikut:

Ibu
 Umur kehamilan ≥37 minggu.
 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia.
 Kegagalan terapi perawatan konservatif.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
Janin
 Adanya tanda fetal distress.
 Adanya tanda-tanda IUGR.
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal.
Case Report Session

 Terjadi oligohidramnion.

Laboratorium
Adanya tanda-tanda sindrom HELLP, khususnya penurunan trombosit
secara cepat.

Beberapa indikasi untuk pelahiran pada PEB awitan dini :


Ibu:
1. Gangguan pengelihatan atau nyeri kepala menetap; eklampsia
2. Napas pendek; sesak napas disertai rhonki basah; edema paru
3. Hipertensi berat yang tidak terkendali meskipun telah mendapat
terapi.
4. Oliguria <500ml/24 jam/ kreatinin serum ≥1,5mg/dL
5. Hitung trombosit terus menerus <100.000/µL
6. Dugaan solusio plasenta, persalinan maju, atau ketuban pecah
Janin:
1. Restriksi pertumbuhan berat
2. Oligohidramnion berat
3. Profil biofisis ≤4 dilakukan dengan interval 6 jam
4. Aliran A. Umbilikalis yang membalik pada akhir diastolic
5. Kematian janin
Tabel 2.3 Indikasi untuk pelahiran PEB awitan dini

Pada preeklampsia berat yang tidak membaik setelah perawatan inap,


biasanya dianjurkan terminasi kehamilan untuk kesejahteraan baik ibu
maupun janin. Induksi persalinan dilakukan, biasanya dengan pematangan
serviks prainduksi dengan menggunakan prostaglandin atau dilator osmotik.
Bila induksi tampaknya hampir pasti tidak akan berhasil, atau usaha induksi
telah gagal, pelahiran dengan bedah caesar diindikasikan untuk kasus-kasus
yang lebih berat. Beberapa kekhawatiran, termasuk serviks yang belum
matang, persepsi adanya kedaruratan karena keparahan preeklampsia, dan
Case Report Session

perlunya dilakukan koordinasi dengan unit intensif neonatus, telah


menyebabkan beberapa ahli menganjurkan pelahiran caesar.9

BAB III

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. MY
No. RM : 149020
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 5 Juli 1994
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Selayo
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Status : Menikah

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama

Seorang pasien berusia 23 tahun datang ke IGD RSUD Solok pada


tanggal 23 Mei 2017 jam 19.45 WIB dengan keluhan utama keluar lendir
bercampur darah dari kemaluan sejak ±2 jam sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


- Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari makin lama makin kuat dan
sering(+) sejak ±2 jam sebelum masuk rumah sakit.
- Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (+) sejak ±2 jam
sebelum masuk rumah sakit.
- Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
- Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
Case Report Session

- Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu


- HPHT: 27-8-2016, Taksiran Persalinan: 4-6-2017
- Gerak anak sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu
- Riwayat hamil muda: mual (+), muntah (+), perdarahan (-)
- Riwayat hamil tua: mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
- Riwayat ANC: 5 kali ke bidan pada bulan ke 2, 6, 7, 8 dan 9
- Ini adalah kehamilan kedua, anak yang hidup 1 orang dan riwayat
abortus tidak ada.
- Riwayat menstruasi: menarche usia 13 tahun, teratur 1 kali sebulan.
Lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk/ hari, nyeri haid (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Tidak ada riwayat menderita penyakit jantung, hati, ginjal, paru,
diabetes mellitus, dan hipertensi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit menular, penyakit
kejiwaan ataupun penyakit keturunan.
3. Status Generalisata

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis Cooperative

Tekanan darah : 190/110 mmHg

Nadi : 80x/menit

Napas : 20x/menit

Suhu : 36,5oC

4. Status Lokalis

Mata : sklera ikterik (-/-)


Case Report Session

Konjungtiva anemis (-/-)

Leher : pembesaran KGB (-)

JVP 5-2 CmH2O

Thorak :

- Paru

Inspeksi : normothorak, simetris kiri dan kanan pada saat statis dan
dinamis, tidak ada retraksi dinding dada saat bernafas, tidak
ada venektasi, tidak ada sikatrik.
Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri sama, expansi dinding dada
kiri dan kanan sama, tidak tertinggal.
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis terabapada LMCS RIC V

Perkusi : Batas kiri : RIC V linea midclavicularis sinistra


Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung RIC III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : murmur (-), gallop (-)

Abdomen : (Status Obstetrikus)

Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm .

Palpasi : L1: teraba massa besar, lunak dan noduler

TFU : 34 cm

L2: teraba tahanan terbesar janin di sisi kiri ibu, dan


bagian-bagian kecil janin di sisi kanan ibu.
Case Report Session

L3: teraba massa keras, terfiksir.

L4: konvergen

TBJ : 3410 gr

His : (-)

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : BU (+) normal, DJJ 138-146x/i

Genitalia :

Inspeksi : V/U : tenang , PPV (-)

Palpasi : VT: pembukaan 1 jari medial

Ketuban (+)

Teraba bagian terbawah kepala setinggi HI-II

Ekstremitas : Akral hangat, edema pada tungkai +/+,

refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (23 Mei 2017)
- Darah Rutin:
Hb : 10,9 g/dl
Ht : 32,6 %
Leukosit : 10.870 /uL
Trombosit : 173.000 /uL
- Kimia Klinik:
ALT : 20 U/L
AST : 40 U/L
Ureum : 20 mg/dl
Creatinin : 0,64 mg/dl
- Hemostasis
Case Report Session

PT : 13,6 detik
APTT : 36,9 detik
- Urinalisa :
Fisis : warna kuning, kekeruhan (+)
Protein : +2

- Serologi:
HbSAg : non reaktif
Ag HIV : non reaktif

6. Diagnosis Kerja
G2P1A0H1 gravid aterm 38-39 minggu + PEB dalam regimen MgSO4
dosis maintanance
Janin hidup tunggal intra uterine presentasi kepala

7. Tatalaksana
Di PONEK KB
20.15 WIB
S/ :
Nyeri kepala hebat (-)
Pandangan agak kabur (-)
O/ KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Tek. Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 82x/i
Napas : 20x/i
Suhu : 36,5

A/ G2P1A0H1 gravid aterm 38-39 minggu + PEB dalam regimen


MgSO4 dosis maintanance
Janin hidup tunggal intra uterine presentasi kepala
Case Report Session

P/- Kontrol KU, VS, DJJ, HIS, PPV

- IVFD RL drip MgSO4 dosis initial dalam 15 menit lanjut dosis


maintanance
- Cek Labor
- Nifedipin 10 mg
- Inj. Ceftriaxon 2 gr (IV) skin test
- Inj. Gentamicin 1 amp (IV)
- Pasang kateter urin

R/: SC

Di Ruang OK

Laporan SC :
23 Mei 2017 Jam 21.15 WIB
- Pasien tidur telentang dalam anestesi spinal
- Dilakukan tindakan septik dan aseptik
- Dipasang duk steril
- Dilakukan insisi secara fanenstyl
- Insisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai menembus peritoneum
- Setelah peritoneum terbuka tampak uterus gravid uterus diinsisi secara
semilunar pada SBR
- Lahir bayi laki-laki dengan
BB : 3070 gram PB : 47 cm A/S : 7/8
- Plasenta dilahirkan dengan sedikit tarikan ringan, lengkap 1 buah, ukuran
17x15x2 cm.
- Perdarahan selama tindakan ±200 cc.

A/ P2A0H2 post SCTPP atas indikasi PEB


Case Report Session

Ibu dan Anak dalam rawatan

P/:

- Kontrol KU, VS, Kontraksi, PPV


- Observasi Kala IV

Jam Jam TD Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Darah


ke uterus kemih
1 23.45 113/63 62x 36,50 C 3 jari Baik - -
bpst  
  00.00 140/90 51x  36,5 0 C 3 jari Baik - -
bpst
0
  00.15 170/100 66x  36,5 C 3 jari Baik - -
bpst
0
  00.30 180/100 68x  36,5 C 3 jari Baik 100cc 1 duk
bpst
0
2 01.00 170/100 72x 36,5 C 3 jari Baik - -
bpst
0
  01.30 160/90 80x  36,5 C 3 jari Baik - -
bpst

Follow up

Rabu, 24 Mei 2017

Pukul 08.00 WIB

S:/Nyeri (+) BAK (+) + kateter ASI (-)

Demam (-) BAB (-)

O:/

KU KES TD NAFAS NADI SUHU


Sd CMC 160/110 96 20 36,5
Case Report Session

Mata        : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-), NL (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) Normal 

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lockhea (+)

A: / P2A0H2 post SCTPP a.i PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintanance

Ibu dan anak dalam rawatan + NH1

P:/ Sikap :

• Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi

• Mobilisasi bertahap

• Breast care

• Vulva higine

Th/ :

• IVFD RL 500 cc drip Oksitocin 1 amp à 28 tpm

• IVFD RL 500 cc drip MgSO4 dosis maintanance

• Cefadroxyl 500mg 2x1

• Asam mefenamat 3 x 500 mg

• Sulfas Ferrosus 1 x 300 mg


Case Report Session

• Vitamin C 3 x 50 mg

• Nifedipin 3 x 10 mg

Kamis, 25 Mei 2017

Pukul 08.00 WIB

S:/Nyeri (+) BAK (+) + kateter ASI (-)

Demam (-) BAB (-)

O:/

KU KES TD NAFAS NADI SUHU


Sd
CMC 160/110 90 20 36,5
g

Mata        : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit

Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik, NT(-), NL (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) Normal 

Genitalia :

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lockhea (+)

– A: / P2A0H2 post SCTPP a.i PEB dalam regimen MgSO 4 dosis


maintanance

Ibu dan anak dalam rawatan + NH2

P:/ Sikap :
Case Report Session

• Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi

• Mobilisasi bertahap

• Breast care

• Vulva higine

Th/ :

• IVFD RL 500 cc drip Oksitocin 1 amp  AFF

• IVFD RL 500 cc drip MgSO4 dosis maintanance  AFF

• Cefadroxyl 500mg 2x1

• Asam mefenamat 3 x 500 mg

• Sulfas Ferrosus 1 x 300 mg

• Vitamin C 3 x 50 mg

• Nifedipin 3 x 10 mg

Pasien boleh pulang

BAB IV

DISKUSI DAN PEMBAHASAN KASUS

Telah dipresentasikan suatu kasus, pasien usia 23 tahun datang ke PONEK


KB dari IGD RSUD Solok jam 19.45 WIB dengan diagnosis awal G2P1A0H1
gravid aterm 37-38 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintanace +
Case Report Session

JHTIU preskep. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan


fisik dan juga pemeriksaan penunjang berupa USG dan pemeriksaan laboratorium.

Pasien datang dengan keluhan utama keluar lendir campur darah sejak ±2
jam SMRS dan disertai nyeri pinggang menjalar ke ari-ari makin lama makin
sering dan kuat. Keluar darah dan air-air yang banyak dari kemaluan disangkal
oleh pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien, dan
didapatkan tekanan darah tinggi yaitu 190/110 mmHg. Pada anamnesa, tekanan
darah tinggi tersebut didiagnosa sejak kehamilan minggu ke 28. Pasien tidak
memiliki riwayat preeclampsia sebelumnya.

Untuk pemeriksaan penunjang pada kasus ini sudah tepat. Dimana


dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, urinalisa dan juga serologi.
Dari pemeriksaan darah lengkap salah satunya adalah untuk melihat apakah
pasien mengalami trombositopenia. Pada pemeriksaan urinalisa ditemukan
proteinuria +3, sehingga tegaklah diagnosa PEB, karena telah terpenuhi kriteria
hipertensi dan proteinuria nya. Selain itu, pemeriksaan kimia klinik juga penting
untuk melihat apakah sudah terjadi gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peningkatan creatinin dan untuk melihat gangguan pada liver yang ditandai
dengan peningkatan ALT atau AST. Pada pasien ini, tidak terdapat gangguan
pada ginjal ataupun liver.

Dalam kasus, pasien diberikan terapi IVFD RL drip MgSO4 dosis initial
dan kemudian dilanjutkan dengan dosis maintenance. Dan mendapatkan
antihipertensi nifedipin 10 mg. Sehingga, ditegakkan diagnose G2P1A0H1 gravid
aterm 38-39 minggu + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance.

Tindakan selanjutnya yang diambil untuk pasien ini adalah SCTPP.


Tindakan tersebut sudah tepat, merujuk pada literature bahwasanya pada pasien
PEB harus segera diambil tindakan aktif/ agresif yaitu melakukan terminasi
kehamilan. Terminasi kehamilan dengan cara SCTPP dipilih karena terminasi
harus dilakukan segera, jika terminasi dilakukan pervaginam akan membutuhkan
Case Report Session

waktu yang lebih lama mengingat pembukaan pada pasien ini baru satu jari
longgar.

BAB V

KESIMPULAN
Case Report Session

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu


kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefenisikan sebagai ekskresi
protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam atau ≥ 1+ pada
pemeriksaan carik celup. Penyebab preeklampsia hingga saat ini belum diketahui
dengan jelas, hanya terdapat teori-teori terkait patofisiologi terjadinya hipertensi
dalam kehamilan tersebut, akan tetapi belum ada teori yang mutlak benar.
Preeklampsia berat dapat diklasifiasikan menjadi PEB dengan impending
eklampsia dan tanpa impending eklampsia. Penatalaksaannya meliputi
penatalaksanaan ekspektatif/ konservatif dan penatalaksanaan aktif/ agresif.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka pengkajian kematian


maternal dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang aman.
Indonesia:WHO; 2007.
Case Report Session

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dache TS, Hoffman
BL, et al. 2014. Williams Obstetrics. 23th ed Vol 2. McGraw-Hill
Companies & EGC.
3. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American Collage of
Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington:
ACOG. 2013.
4. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group,
Diagnosis, Evaluation, and management of the Hypertensive Disorders of
Pregnancy: Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology
Canada. 2014.
5. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
6. Deeker GA. Risk Factor for Preeclampsia. Clinical Obstetrics and
Gynecology. 1999. 42: 422-35.
7. Churcill D, Beevers DG. Defenitions and Classification Systems of the
Hypertensive Disorders in Pregnancy. BMJ, Books. London. 1999.
8. Churcill D, Beevers DG. Defenitions and Classification Systems of the
Hypertensive Disorders in Pregnancy. BMJ, Books. London. 1999.
9. Riedman C, Walker I. Preeclampsia The Fact. Oxford University Press.
New York. 1992: 128-43.
10. Sibai BM. Diagnosis, Prevention, and Management of Eclampsia,
Obstetrics & Gynecology. 2005: 105: 405-10.
11. Working Group Report On High Blood Pressure In Pregnancy. NIH
Publication. 1991.
12. Dekker G, SIbai BM. Primary, secondary and tertiary prevention of
preeclampsia. Lancet 2001.

Anda mungkin juga menyukai