Anda di halaman 1dari 12

9.

4 PERILAKU KEKUATAN GESER PASIR


Perilaku kekuatan geser pasir lebih sederhana dari pada perilaku kekuatan geser
lempung atau lanau, sehingga akan dijelaskan terlebih dahulu. Pengukuran
kekuatan geser pasir biasanya dilakukan dengan memakai ui terdrainasi, karena
air dapat mengalir dari pasir dengan sangat cepat. Tegangan air pori tidak
mungkin berbeda di tengah contoh tanah dengan nilai-nilai pada ujungnya dimana
drainasi diperbolehkan.
Gambar 9.16 menunjukkan hasil dari uji triaksial pada contoh pasir yang
disiapkan dalam keadaan lepas dan padat, diuji pada tekanan pengekang yas sama.
Pada contoh pasir yang padat, tegangan deviator meningkat sal mencapai nilai
puncak yang jelas, kemudian menurun hingga mencapa yang tetap. Volumenya
menunjukkan sedikit penurunan pada bagian diikuti oleh peningkatan terus
sampai kemudian mencapai nilai yang Contoh tanah

volume menjadi tetap pada regangan yang besar. Jika kepadatan (atau angka pori)
diukur pada kedua contoh ini setelah mencapai keadaan "tetap" atau timate,
ditemukan bahwa nilainya sama. Keadaan ini disebut keadaan Litis (critical state).
Pada keadaan ini, deformasi dapat berlanjut terus pada tegangan deviator dan
volume yang tetap.

Gambar 9.17 menunjukkan hasil dari serangkaian uji kotak geser tak terdrainasi
pada contoh pasir yang sama dengan tegangan vertikal yang berbeda. Hasilnya
digambarkan dalam bentuk tegangan terhadap regangan dan juga terhadap
tegangan normal. Baik tegangan puncak maupun pada keadaan kritis diplot
terhadap tegangan normal. Pasir tidak berkohesi, jadi garis keruntuhannya
umumnya melalui asalnya. Dua nilai dari sudut gesekan o' dapat ditentukan, yaitu
nilai puncak (o') dan nilai keadaan kritis, yang biasanya dinyatakan dengan atau '.
Akhiran cv menunjukkan
ume yang tetap. Nilai o' yang biasa pada pasir adalah di antara 35o dan *, nilai
yang lebih rendah biasanya terkait dengan keadaan lepas dan nilai yang tinggi
terkait dengan keadaan padat.
9,5 KEKUATAN SISA LEMPUNG Kempton (1964) mengusulkan konsep
kekuatan sisa (residual strength) lempung pada waktu beliau meneliti kemantapan
jangka panjang pada
lereng yang dipotong dalam "stiff fissured clays” (lempung mengandung retak-
retak) di London. Kelongsoran pada lereng init. terjadi lama setelah
pemotongannya, kadang-kadang sampai puluhan tahun sesudahnya. Lempung
semacam ini sering terdapat di Eropa dan Amerika Utara, merupakan lempung
terkonsolidasi berlebihan yang mengandung retak-retak yang acak (tidak teratur).
Adanya retak-retak ini tentu berpengaruh pada kekuatan geser tanah tersebut.
Skempton mengusulkan bahwa retak-retak ini menyebabkan kekuatannya
berangsur-angsur turun dari nilai puncak menjadi nilai sisa. Kehilangan kekuatan
sedikit demi sedikit ini yang akhirnya menyebabkan kelongsoran.
Gambar 9.18 memperlihatkan konsep kekuatan sisa. Tanah diuji pun dengan
memakai sebuah alat (dulunya kotak geser), yang memungkinkan deformasi yang
besar pada bidang geser. Tiga contoh diuji pada tegangan normal yang berbeda-
beda, sehingga diperoleh grafik tegangan terhadap deformasi. Pada setiap
pengujian, terlihat bahwa kekuatan naik sampai puncak (maksimum) dan
kemudian menurun. Jika pengujian dilanjutka hingga deformasi besar, kekuatan
mencapai nilai yang tetap; in kekuatan sisa. Perilaku ini menyerupai perilaku pada
pasir, tu dasarnya terdapat perbedaan yang penting. Pada pasir, ko muncul karena
terjadinya keadaan tegangan dan deformasi yang seragam pada angka pori yang
sama. Pada lempung, umumnya keas terjadi. Pergeseran pada lempung terjadi
pada bidang keru sehingga keadaan tetap dan seragam tidak muncul. Lagi butiran
lempung yang gepeng menjadikan bidang kerun dengan kekuatan yang rendah.

Perbedaan-perbedaan penting antara perilaku lempung dan pasir yang tercatat di


bawah ini perlu dipahami:
1. Penurunan kekuatan yang terjadi pada pasir selama pergeseran
(kecualipada contoh tanah yang sangat lepas yang hanya menunjukkan
peningkatan kekuatan) disebabkan oleh perubahan kepadatan pasir.
Butiran-butirannya mencapai keadaan baru yang seragam dan
kurangpadat.
2. Penurunan kekuatan yang terjadi pada lempung selama pergeseran timbul
karena beberapa sebab. Pertama, ada jenis lempung asli, terutama lempung
residu, yang mengandung ikatan antara butiran-butirannya dan pergerakan
geser dapat menghancurkan ikatan ini. Kedua, bentuk butiran gepeng
menyebabkan susunan butiran gepeng sejajar dengan bidang geser. Ketiga,
perubahan kepadatan mungkin terjadi, seperti halnya pada pasir.
3. Pergerakan butiran pada pasir ketika keadaan kritis dicapai dianggap
berputar, sementara pada lempung ketika kekuatan sisa dicapai dianggap
bergeser.
4. Istilah kekuatan sisa terutama dimaksudkan untuk lempung; jika
digunakan pada pasir dapat dianggap bahwa nilanya sama dengankekuatan
pada keadaan kritis.
5. Sebelum mencapai keadaan sisa pada uji kekuatan pada lempung,tanah
tersebut mungkin telah melalui keadaan kritis, tetapi tidak
mungkin menentukannya. Oleh karena itu, sulit untuk keadaan kritis pada
lempung dalam uji laboratorium dan kemungkinan hal itu terjadi di lapangan.

Dua garis keruntuhan dapat digambar seperti yang ditunjukkan Gambar 9.18,
serupa dengan yang untuk pasir pada Gambar 9.17. Namun dalam hal ini, garis
yang lebih rendah menunjukkan kekuatan sisa dan bukan kekuatan pada keadaan
kritis. Pada kekuatan sisa ini nilai d' nol dan nilai o' rendah. Nilai o', (yaitu nilai
sudut gesekan sisa) pada lempung dengan plastisitas tinggi umumnya sangat
rendah-berkisar antara 80 hingga 150.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendapat Skempton tentang
pentingnya pengaruh retak-retak pada kekuatan lempung adalah benar. Namun,
konsep bahwa kekuatan lempung retak-retak akan turun sedikit demi sedikit
dengan berjalannya waktu sampai ke taraf kekuatan sisa ternyata tidak benar.
Penelitian dikemudian hari menunjukkan faktorfaktor penting berikut ini ;
1. Kekuatan sisa yang diukur dengan menggunakan uji kotak geser lebih
tinggi daripada kekuatan sisa yang sebenarnya (lihat keterangan bawah
pada pengukuran menggunakan alat geser cincin)
2. Pengukuran tekanan pori dengan teliti pada penggalian pemotongan
dalam lempung ini menunjukkan bahwa tekanan masih naik selama
puluhan tahun setelah lereng dipotong dianggap menjadi penyebab utama
dari tertundanya kelongson
3. Nilai kuat geser maksimum yang digunakan oleh Skempyton berasal dari
pengujian pada contoh tanah kecil. Jika pengujian dilakukan contoh tanah
yang besar, maka nilai dan jauh lebih rendah dan mendekati nilai yang
ditentukan dengan analisis balik pad di lapangan.

Konsep kekuatan sisa masih penting karena menentukan kekuatan tanah pada
bidang dimana pergerakan sudah pernah terjadi. Skempton (1985) menyatakan
bahwa “Oleh karena itu, kekuatan sisa umumnya tidak relevan pada kelongsoran
yang terjadi pertama kali pada suatu lereng. Akan tetapi, kekuatan sisa masih
penting pada keadaan dimana sudah terjadi kelongsoran karena kekuatan pada
bidang geser adalah kekuatan sisa-sisa."

9.5.1 Pengukuran kekuatan Sisa Walaupun kotak geser langsung digunakan pada
penelitian-penelitian dahulu untuk mengukur kekuatan geser sisa, sekarang ini cara-cara
tersebut tidak lagi dianggap menghasilkan nilai kekuatan sisa yang dapat dipercaya. Nilai
yang tepat hanya dapat diukur dengan menggunakan sebuah alat yang disebut alat
geser cincin. Bishop dan rekan-rekannya (1971) menciptakan alat geser cincin pertama.
Konsepnya diperlihatkan pada Gambar 9.19.
Alat ini berupa kotak geser yang melingkar dan membentuk lingkaran yang tertutup
sehingga merupakan cincin. Contoh tanah juga berbentuk cincin (annulus). Oleh karena
itu, jarak pergeseran menjadi tak terbatas. Fengujian dapat dilakukan pada tegangan
normal yang berbeda-beda seperti pada kotak geser biasa. Bagian atas dari cincin
ditahan tetap dan momen penahan diukur, sementara bagian bawah diputar pada
kecepatan tetap dengan menggunakan motor. Dari ukuran contoh dan momen
penahan, tegangan geser pada bidang keruntuhan dapat dihitung. Peralatan

 Bishop, dkk. (1971) adalah alat yang sempurna untuk mendapa sisa yang tepat.
Akan tetapi, penyusunan peralatan tersebut sa dan memerlukan waktu yang lama.
Bromhead (1979) menemuk peralatan yang lebih sederhana yang memberikan
hasil yang ham dengan peralatan Bishop

Ternyata dari penelitian didapatkan bahwa kekuatan sisa adalah : dasar tanah itu
sendiri, dan tidak bergantung pada cara persiapan tanah a dalam alat uji geser
cincin. Hasil yang sama diperoleh tanpa dipengaruhi apakah tanah tersebut asli
atau dibentuk ulang dalam keadaan lunak atau

keras.

9.6 KONSEP TAPAK TEGANGAN

Istilah "tapak tegangan” menunjuk rangkaian tahapan tegangan pada tanah.


Tapak tegangan merupakan konsep yang sangat berguna untuk memahami
perilaku tanah, terutama apabila tanah dibebani dalam keadaan tak terdrainasi.
Gambar 4.8 pada Bab 4 merupakan sebuah contoh tapak tegangan; gambar
tersebut menunjukkan urutan tegangan pada elemen tanah yang mengalami
pembebanan satu arah. Pada gambar tersebut tapak tegangan digambar dengan
menggunakan tegangan efektif vertikalo dan horizontal (o'.). Meskipun grafik
semacam ini selalu dapat dipas secara umum sekarang dipergunakan cara lain
yaitu cara yang ada hub langsung dengan lingkaran Mohr. Yang dipakai adalah
“puncak Mohr, yaitu titik tertinggi pada lingkaran, seperti diperlihata Gambar
9.20. Jarak ke pusat lingkaran digambar pada sumbu diperlihatkan pada ada
sumbu horizontalnilai( x )dan y dalam

gambar ini kemudian dinyatakan oleh:

σ ₁−σ ₃ σ ₁−σ ₃
x == dan ℽ =
2 2
Tapak tegangan dapat digambar dengan menggunakan tegangan total atau
tegangan efektif.

Gambar 9.20(a) menunjukkan lingkaran Mohr dan tapak tegangan menurut


tegangan total. Kita dapat mencatat sepintas bahwa pada uji terdrainasi, tapak
tegangan efektif selalu sama dengan tapak tegangan total. Titik E merupakan awal
dari tegangan (tekanan sel diberikan oleh jarak OE), dan selama pengujian
berlangsung, lingkaran membesar sehingga keruntuhan terjadi ketika lingkaran
menyentuh garis keruntuhan MohrCoulomb DG. Semua titik terdapat pada garis
EB, yang adalah tapak

 tegangan untuk pembebanan tanah dari E sampai B. Garis DE keruntuhan apabila


tapak tegangan (atau nilai kekuatan puncak) : dengan cara ini. Untuk menentukan
parameter c'dan o' dari pengujian, lebih mudah menggambar titik keruntuhan (titik
RO tapak tegangan ini) daripada lingkaran karena lebih mudah mer garis dengan
rangkaian titik daripada mencocokkan garis pada rar lingkaran. Hubungan antara
sudut ß dan jarak perpotongan d dan parame Mohr-Coulomb adalah hubungan
geometris seperti berikut:

tan ∅
c'= d = d sec∅ (9.12)
tanβ

sin Ø = tan β (9.13)

Gambar 9.20(b) menunjukkan tapak tegangan total dan tegangan efektif dalam uji
triaksial konsolidasi tak terdrainasi. Dalam keadaan ini tapak tegangan efektif
berbeda dari tapak tegangan total. Perbedaan ini adalah sebesar nilai tekanan air
pori yang dihasilkan akibat penggeseran selama pengujian. Jika tekanan air pori
yang dihasilkan positif, maka kedua tegangan utama menurun dan lingkaran Mohr
dan tapak tegangan bergeser ke kiri, seperti ditunjukkan pada gambar. Jika
tekanan air pou yang dihasilkan negatif, maka tapak tegangan akan bergeser ke se
kanan tapak tegangan total.

Perubahan tegangan air pori selama pembebanan tak terdrainas umum


dinyatakan dengan memakai parameter A, yang dijelas bagian berikut ini

9.7 PARAMETER TEKANAN AIR PORI, A DAND


Seperti diterangkan pada Bab 7 dan 8, dan pada penjelasan perubahan tekanan air
pori di dalam tanah dapat disebabkan oleh rembesan air dalam tanah, juga sebagai
akibat perubahan tegangan total pada tanah dalam keadaan tak terdrainasi.
Parameter tekana dan B digunakan sebagai pengukur perubahan tekanan air pori
dalam

 tanah yang disebabkan oleh perubahan tegangan total dalam keadaan tak
terdrainasi. Perubahan tegangan total ini mungkin hanya pada tegangan
pengekang, tetapi mungkin juga perubahan pada tegangan geser. Persamaan yang
digunakan untuk menghubungkan perubahan tekanan air pori dengan perubahan
tegangan total (Skempton, 1954) adalah:

Au = B{40, +A(AO, -40,)} (9.14)


dimana ∆u = perubahan tekanan air pori

∆ μ=¿perubahan tegangan utama minor

∆ σ ₃= perubahan tegangan utama mayor

A dan B = parameter (atau koefisien) tekanan air pori

Dengan demikian parameter B berhubungan dengan kenaikan tegangan


pengekang, ∆ σ ₃ sementara A berhubungan dengan kenaikan tegangan geser,
yang dinyatakan dengan ∆ σ ₁−∆ σ ₃Jika kenaikan tegangan adalah semata-mata
pada tegangan pengekang ∆ σ ₃ maka (∆ σ ₁−∆ σ ₃) menjadi nol dan hubungan
tersebut menjadi ∆u = B ∆ σ ₃

Seperti telah kita lihat, jika tanah jenuh air maka tekanan air pori akan meningkat
dengan nilai yang sama dengan kenaikan tegangan pengekang total, dan B = 1.
Apabila tanah kurang dari 100% jenuh, maka nilai B menurun dengan cepat
seiring dengan meningkatnya volume udara dalam tanah. Jika derajat kejenuhan
menurun hingga 80%, nilai B akan kurang dari 0,2 pada banyak jenis lempung.
Parameter A berhubungan dengan perubahan tegangan geser. Jika nilai σ ₃ tetap
dan tanah jenuh, maka Persamaan 9.9 menjadi:

∆u = A(∆ σ ₁−∆ σ ₃)= A∆ σ ₁

Nilai A bergantung pada kekakuan atau kepadatan tanah. Tanah yang sangat lunak
cenderung mengalami penurunan volume apabila kena pergeseran, sehingga pada
keadaan tak terdrainasi tekanan air pori akan mengalami kenaikan selama
pergeseran. Dalam hal lain, tanah yang sangat padat cenderung mengalami
dilatansi (peningkatan volume) apabila kena
pergeseran sehingga pada keadaan tak terdrainasi tegangan ai cenderung menurun
selama pergeseran. Oleh karena itu, nilai berkisar dari bawah nol hingga sekitar
satu. Pada jenis tanah yan lunak, dan tanah dengan kepekaan yang tinggi, A
mungkin lebih be 1. Pada tanah endapan, nilai A umumnya berkisar antara 0
untuk terkonsolidasi berlebihan, hingga sekitar 1 untuk tanah terkonso normal.
Gambar 9.21 menunjukkan hubungan parameter A dan B, den sifat tanah.

9.8 KEKUATAN GESER DAN PERILAKU


DEFORMASI LEMPUNG
Pada bagian ini perilaku kekuatan geser dan deformasi lempung sche uji
triaksial konsolidasi tak terdrainasi akan diterangkan. Contoh po akan
diberikan dari tiga jenis lempung, yaitu lempung yang dibentu lempung
endapan asli, dan tanah residu. Perilaku ini dianggap um jenis tanah ini;
akan tetapi, cakupan sifat-sifat yang ditemukan pada asli sangat besar.
Terdapat pula tanah yang perilakunya mungk sesuai dengan yang
digambarkan di sini.

Perilaku Lempung yang Dibentuk Ulang Darilaku lempung yang dibentuk ulang
dalam uji triaksial konsolidasi rok terdrainasi diperlihatkan pada Gambar 9.22.
Lempung ini dicampur dengan air sehingga merupakan lumpur. Kemudian
lempung ini dijadikan contoh tanah terkonsolidasi normal dengan memakai
tegangan konsolidasi dalam alat triaksial sebesar titik A sampai titik K pada
Gambar 9.21(b). Hasil uji triaksial dari contoh terkonsolidasi pada tegangan
ditunjukkan dalam Gambar 9.22(a). Gambar ini menunjukkan grafik tegangan
deviator dan tegangan air pori terhadap regangan. Kurva dengan bentuk yang
sama diperoleh dari semua contoh terkonsolidasi normal. Tegangan air pori
meningkat dengan nilai yang hampir sama dengan tegangan deviator; ini berarti
parameter tekanan air pori A pada keruntuhan mendekati satu, sesuai dengan
Gambar 9.21. Garis keruntuhan Mohr-Coulomb yang ditunjukkan dalam Gambar
9.22(b) melalui titik asal sehingga nilai c' adalah nol. Ini biasa pada lempung
terkonsolidasi normal.

Pengaruh tegangan terkonsolidasi berlebihan ditunjukkan dengan menggunakan


tegangan konsolidasi pada beberapa contoh tanah sebesar tegangan F, kemudian
mengurangi tegangan menjadi nilai yang digunakan pada pengujian pertama.
Semua contoh tanah ini sekarang menjadi contoh terkonsolidasi berlebihan,
dengan derajat konsolidasi berlebihan yang berbeda-beda. Contoh pada tegangan
E memiliki rasio terkonsolidasi berlebihan (OCR) = OF/OE, nilai ini kecil.
Sementara contoh pada tegangan A memiliki rasio terkonsolidasi berlebihan
(OCR) = OF/OA, yaitu nilai yang besar. Grafik tegangan deviator dan tekanan air
pori pada contoh terkonsolidasi berlebihan pada titik C juga diberikan pada
Gambar 9.22(a), dan dapat dibandingkan secara langsung dengan perilaku contoh
terkonsolidasi normal pada tegangan konsolidasi yang sama. legangan deviator
puncak sekarang menjadi lebih tinggi dan tegangan air pori hampir tidak ada.
Perilaku ini dapat diperkirakan karena tegangan

Perilaku Lempung yang Dibentuk Ulang Darilaku lempung yang dibentuk ulang
dalam uji triaksial konsolidasi rok terdrainasi diperlihatkan pada Gambar 9.22.
Lempung ini dicampur dengan air sehingga merupakan lumpur. Kemudian
lempung ini dijadikan contoh tanah terkonsolidasi normal dengan memakai
tegangan konsolidasi dalam alat triaksial sebesar titik A sampai titik K pada
Gambar 9.21(b). Hasil uji triaksial dari contoh terkonsolidasi pada tegangan
ditunjukkan dalam Gambar 9.22(a). Gambar ini menunjukkan grafik tegangan
deviator dan tegangan air pori terhadap regangan. Kurva dengan bentuk yang
sama diperoleh dari semua contoh terkonsolidasi normal. Tegangan air pori
meningkat dengan nilai yang hampir sama dengan tegangan deviator; ini berarti
parameter tekanan air pori A pada keruntuhan mendekati satu, sesuai dengan
Gambar 9.21. Garis keruntuhan Mohr-Coulomb yang ditunjukkan dalam Gambar
9.22(b) melalui titik asal sehingga nilai c' adalah nol. Ini biasa pada lempung
terkonsolidasi normal.

Pengaruh tegangan terkonsolidasi berlebihan ditunjukkan dengan menggunakan


tegangan konsolidasi pada beberapa contoh tanah sebesar tegangan F, kemudian
mengurangi tegangan menjadi nilai yang digunakan pada pengujian pertama.
Semua contoh tanah ini sekarang menjadi contoh terkonsolidasi berlebihan,
dengan derajat konsolidasi berlebihan yang berbeda-beda. Contoh pada tegangan
E memiliki rasio terkonsolidasi berlebihan (OCR) = OF/OE, nilai ini kecil.
Sementara contoh pada tegangan A memiliki rasio terkonsolidasi berlebihan
(OCR) = OF/OA, yaitu nilai yang besar. Grafik tegangan deviator dan tekanan air
pori pada contoh terkonsolidasi berlebihan pada titik C juga diberikan pada
Gambar 9.22(a), dan dapat dibandingkan secara langsung dengan perilaku contoh
terkonsolidasi normal pada tegangan konsolidasi yang sama. legangan deviator
puncak sekarang menjadi lebih tinggi dan tegangan air pori hampir tidak ada.
Perilaku ini dapat diperkirakan karena tegangan konsolidasi yang tinggi
menghasilkan tanah yang padat; dengan demi volume contoh tidak cenderung
menurun ketika mengalami te geser. Tekanan air pori semula sedikit positif,
disusul dengan penur hingga menjadi sedikit negatif.

Tapak tegangan dari contoh terkonsolidasi berlebihan ini, yang Corlihat dalam
Gambar 9.22(c), cukup berbeda dari contoh terkonsolidasi normal. Perbedaannya
menjadi lebih besar seiring dengan meningkatnya OCR. Untuk contoh
terkonsolidasi berlebihan, parameter A mendekati nilai nol, sesuai dengan Gambar
9.21. Tanah terkonsolidasi berlebihan juga memengaruhi garis keruntuhan Mohr-
Coulomb. Bagian awal garis bergerak sedikit ke atas sehingga memberikan nilai d'
yang kecil. Titik M pada Gambar 9.22(c) adalah titik peralihan dari perilaku
konsolidasi berlebihan menjadi perilaku konsolidasi normal.

9.8.2 Perilaku Lempung Endapan Asli

Lempung Terkonsolidasi Normal Sekarang kita akan memeriksa perilaku


lempung endapan asli, dimulai dengan lempung lunak yang terdapat pada pantai
utara muara Thames, dekat sebuah kampung yang dinamakan Mucking. Lempung
tersebut adalah pengendapan mudah, yang tidak pernah mengalami tegangan lebih
besar daripada tegangan yang ada sekarang. Oleh karena itu, secara geologis,
tanah tersebut merupakan lempung terkonsolidasi normal. Perilaku lempung
dalam serangkaian uji konsolidasi tak terdrainasi pada tekanan konsolidasi yang
berbeda, diperlihatkan pada Gambar 9.23 dan 9.2. Rincian yang lengkap dari uji
ini terdapat pada thesis Wesley (1975).

Gambar 9.23 menunjukkan kurva tegangan deviator dan tekanan air Pori
terhadap regangan pada contoh dengan tegangan konsolidasi sama dengan
tegangan setempat (21 kPa), juga pada tegangan yang lebih rendah
kPa) dan tegangan yang lebih tinggi (150 kPa). Perilakunya hampir dengan contoh
tanah yang dibentuk ulang dalam Gambar 9.22. tegangan konsolidasi yang tinggi,
tanah berperilaku sebagai tanah consolidasi normal. Tekanan air pori meningkat
dengan nilai yang sama gan tegangan deviator. Demikian pula pada tegangan
yang sangat tanah berperilaku sebagai lempung terkonsolidasi berlebihan, gan
kenaikan tekanan air pori yang sangat kecil.
Ternyata ada perbedaan perilaku pada nilai tegangan setempat. Tapak

ngan dalam Gambar 9.24 menunjukkan perilaku terkonsolidasi normal hanya pada
tegangan konsolidasi di atas 60 kPa. Contoh ini diambil dari kedalaman dimana
tegangan efektif adalah sebesar 21 kPa, jauh di bawah 60 kPa. Ini berarti rasio
terkonsolidasi berlebihan (OCR) adalah sekitar 3. Ini terjadi karena proses
pengerasan yang dialami tanah endapan setelah pengendapan. Seperti sudah
dijelaskan (Bab 8.3.3 dari Bab 8), sering terdapat lempung yang secara geologis
"terkonsolidasi normal”, namun tidak bersifat sebagai lempung terkonsolidasi
normal menurut perilaku kekuatan geser atau konsolidasi.

Gambaran lebih lengkap dari perilaku lempung Mucking diperoleh dari


pengujian triaksial pada tegangan efektif setempat; hasilnya diperlihatkan pada
Gambar 9.25 sampai 9.27. Pengujian ini dilakukan dengan memakai alat triaksial
khusus. Alat ini,yang memakai tekanan hidrolik untuk memberi beban pada
contoh dijelaskan lebih rinci oleh Bishop dan Wesley (1975). Gambar 9.25
menunjukkan hasil uji triaksial pada contoh terkonsolidasi isotropis dengan
memakai tegangan efektif rata-rata setempat. Gambar ini juga menunjukkan
pengujian yang memakai tegangan anisotropis (K) setempat. Istilah isotropis
berarti nilai tegangan atau sifat tanah sama pada semua arah, sedangkan
anisotropis berarti ada perbedaan antara arah vertikal dan arah horizontal. Uji
triaksial tekan maupun uji triaksial tarik dilakukan. Nilais adalah setengah
tegangan deviator, dalam gambar diplot

sebagai σˬ−σΉ

Grafik tegangan deviator dan tekanan air pori terhadap regangan pada
Gambar9.25(a) menunjukkan bahwa nilai puncak tegangan deviator tidak
pengaruhi oleh apakah tegangan awalnya isotropis atau anisotropis, tetapi nilai
tarik jauh lebih rendah daripada nilai uji tekan. Alasannya jelas dari tapak
tegangan pada Gambar 9.25(b). Ini menunjukkan bahwa on air pori yang
dihasilkan pada uji tarik berbeda dengan uji tekan hingga mengakibatkan
tegangan efektif yang lebih rendah. Keruntuhan semua contoh terjadi dekat pada
satu garis keruntuhan Mohr-Coulomb yang dibuat dalam Gambar 9.24 dari hasil
uji triaksial tekan.

Pengaruh cara pengujian terhadap kekuatan geser tak terdrainasi diperlihatkan


lebih lanjut pada Gambar 9.26, yang menunjukkan tapak tegangan dan nilai
keruntuhan dari beberapa jenis pengujian yang berbeda. Jenis ini termasuk uji
triaksial tekan dan tarik pada contoh horizontal dan vertikal, dan uji kompresi
yang disebut “plane strain” pada contoh vertikal dan horizontal. Nilai yang diplot
sekarang adalah σ ₁dan σ ₃ bukan σˬ danσΉ seperti pada Gambar 9.25. Hal ini
dilakukan untuk memplot semuanya pada satu garis keruntuhan Mohr-Coulomb.
Istilah plane strain berarti tidak ada deformasi horizontal yang terjadi pada arah
tegak geser; dibutuhkan peralatan khusus untuk pengujian ini. Empat contoh gan
masing-masing cara, dan tapak tegangan yang ditunjukkan gambar merupakan
nilai rata-rata. Perbedaan bentuk tapak tegangan mencerminkan perbedaan
tekanan air pori yang disebabkan oleh masing pengujian. Hasil uji itu
menunjukkan bahwa nilai maksimum tak terdrainasis (18 kPa), diperoleh dari uji
triaksial tekan atau uji plane strain pada contoh vertikal. Nilai ini sekitar dua kali
nilai minimum (9 kPa) yang diperoleh dari uji triaksial tarik pada contoh vertikal

Anda mungkin juga menyukai