Anda di halaman 1dari 4

Kinerja pemerintah dalam lingkup kajian organisasi adalah secara makro,

tujuan, dan cita-cita, dan harapan suatu organisasi yang diusahakan pencapaiannya
dan perwujudannya melalui organisasi tersebut. Bahwa sekelompok orang yang
memiliki kesetiaan kepentingan juga diusahakan pencapaiannya melalui
organisasi, sedangkan pada tingkat individu, berbagai tujuan, keinginan, cita-cita,
harapan, dan kebutuhannya hanya bisa tersalurkan, terpenuhi, dan terpuaskan
dengan menggunakan jalur organisasional. Dikatakan sedemikian maksudnya
adalah karena adanya hubungan ketergantungan antara manusia dengan organisasi
dalam arti bahwa manusia tidak mungkin lagi mencapai berbagai tujuannya tanpa
menggunakan jalur organisasional dan sebagainya.
Sementara itu pengertian kinerja itu sendiri menurut Wibowo (2007:7)
Berasal dari pengertian “performance” yang memberikan pengertian sebagai hasil
kerja atau prestasi kerja.” Namun, sebenarnya Amstrong dan Baron
menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan
memberikan kontribusi pada ekonomi. Selanjutnya Sudarto (1999:2) menyatakan
bahwa Kinerja adalah sebagai hasil atau kerja dari suatu organisasi yang
dilakukan oleh individu yang dapat ditunjukkan secara nyata dan dapat diukur.
Sejalan dengan pengertian kinerja di atas Mangkunegara (2007:67) menyatakan
sebagai berikut:
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik pengertian bahwa kinerja
adalah perbuatan, penampilan, prestasi, daya guna dan unjuk kerja dari suatu
organisasi atau individu yang dapat ditunjukkan secara nyata dan dapat diukur.
Dengan adanya beberapa pengertian kinerja yang telah disebut diatas, kinerja
perseorangan harus lebih diperhatikan karena kinerja organisasi merupakan hasil
kumpulan kinerja perseorangan. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai mempunyai
peranan yang penting dalam suatu organisasi, oleh karena itu seorang pegawai
negeri perlu berada pada kondisi yang unggul, artinya mampu mewujudkan
perubahan dengan secara inovatif dan proaktif.
Sementara itu Mustopadidjaja (2002) menjelaskan bahwa untuk organisasi
pemerintahan, kinerja pemerintahan yang baik (good government performance)
bukan saja memerlukan kebijakan yang baik (good policy), tetapi juga system dan
proses pelaksanaan kebijakan yang baik (good policy implementation system and
process); dan kedua hal terakhir itu memerlukan system administrasi
pemerintahan negara yang baik (good publik administration system) yang
mensyaratkan adanya sumberdaya manusia yang baik dan diindahkannya prinsip
“the right men and women and the right places”. Kebijakan yang baik tidak akan
menghasilkan kinerja yang baik apabila system dan proses pelaksanaannya tidak
baik, dan kesemuanya itu juga tergantung pada kompetensi sumberdaya
manusianya yang berperan dalam system dan proses kebijakan.
Pengertian ini mengisaratkan bahwa organisasi pemerintahan hendaknya
menjadi organisasi peduli (carring) yang menjadikan pertimbangan moral menjadi
dasar utama. Karakteristik dari organisasi ini adalah kepedulian kepada individu
sebagai makhluk yang memiliki nilai-nilai eksistensi, keuntungan bukan
merupakan tujuan utama tetapi lebih pada internalisasi kebutuhan dan kehendak
organisasi, memberikan dorongan untuk mengaktualisasi dan mengembangkan
potensi individu yang bermanfaat bagi tujuan organisasi.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu proses penilaian
individu mengenai kemajuan penilaian individu mengenai pelaksanaan pekerjaan
di tempat kerja untuk mempermudah kemajuan secara sistematis. Untuk itu,
penilaian kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil pada prinsipnya dapat dilihat dari
tingkat kemajuan yang telah dicapai aparatur dalam bekerja.
Tingkat kemajuan aparatur dapat dinilai dari Daftar Nilai Pekerjaan (DP3)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. Tahun 1979. DP3
merupakan suatu daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan
seorang Pegawai negeri Sipil dalam jangka waktu 1 tahun  DP3 dibuat oleh
pejabat nilai, yaitu atasan langsung pegawai yang bersangkutan. DP3 mencakup
aspek-aspek penilaian terhadap Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggung jawab,
Ketaatan, Kejujuran, Prakarsa, dan Kepemimpinan.
Sementara itu banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai.
Pegawai bekerja dengan produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan
kerja, tingkat konflik, kondisi fisik pekerjaan, system kompensasi, desain
pekerjaan dan aspek-aspek ekonomi, teknis serta keperilakuan lainnya.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran
(goals and objective). Pengukuran kinerja organisasi menurut LAN dan BPKP
(2000) dapat dilakukan terhadap aspek:
1)     Aspek finansial
Aspek finansial meliputi anggaran rutin dan pembangunan dari suatu
instansi pemerintah. Karena aspek finansial dapat dianalogikan sebagai
aliran darah dalam tubuh manusia, maka aspek finansial merupakan aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.
2)    Kepuasan pelanggan
Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial
dalam penentuan strategi organisasi. Hal serupa juga terjadi pada instansi
pemerintah. Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan
pelayanan yang berkualitas, maka instansi pemerintah dituntut untuk
secara terus menerus memberikan pelayanan yang berkualitas prima.
3)    Operasi bisnis internal
Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa
seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah in-concert (seirama) untuk
mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam
rencana strategi.
4)     Kepuasan pegawai
Organisasi pegawai merupakan asset yang harus dikelola dengan baik.
Apabila pegawai tidak dikelola dengan baik, maka kehancuran instansi
pemerintah sungguh sulit untuk dicegah.
5)    Kepuasan komunitas dan shareholders/stakeholders
Instansi pemerintah tidak beroperasi “in vacuum” artinya kegiatan instansi
pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan
terhadap keberadaannya.
6)    Waktu
Ukuran waktu juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam
desain pengukuran kinerja. Sering informasi untuk pengambilan keputusan
terlambat diterima, sementara informasi yang ada sering sudah tidak
relevan atau kadaluwarsa.
Pengukuran kinerja dikemukakan oleh Bernandin & Russell (1993:135) yang
dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya Human Resource
Managemen  yaitu sebagai berikut :
1.    Quantity of work : jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang
ditentukan.
2.    Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapanya.
3.    Job Knowledge : luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
4.    Creativeness : keaslian gagasan –gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5.    Cooperation : kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama
anggota organisasi
6.    Dependability : kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja.
7.    Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungjawabnya.
8.    Personal Qualities : menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi.
Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi (2003:355)
mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut.
a.    Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran
kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan
kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
b.    Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
c.    Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran
kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.
Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut A.A.Anwar Prabu Mangkunegara
(2005:18-19) terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif
meliputi:
1)         Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2)         Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan,
3)         Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
4)         Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi:
1)         Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
2)         Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3)         Kemampuan menganlisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan ;
4)         Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).
Indikator kinerja atau performance indicators kadang-kadang dipergunakan secara
bergantian dengan ukuran kinerja (performance indicators), tetapi banyak pula
yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat
dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Indikator kinerja
aparatur dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih
kuantitatif atas dasar perilaku aparatur yang dapat diamati.

Anda mungkin juga menyukai