Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SC DENGAN KETUBAN PECAH DINI

A. PENGERTIAN

 Pengertian Nifas
Section caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus. Indikasi section caesarea bisa indikasi absolut atau
relative. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin
terlaksana merupakan indikasi absolut untuk section abdominal. Diantaranya adalah
kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir.
Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah
sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat section caesarea akan lebih aman bagi ibu,
anak atau pun keduanya. [CITATION Oxo10 \l 1057 ]
 Pengertian Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membranes (PROM)
merupakan kejadian pecahnya selaput ketuban sebelum tanda-tanda persalinan. KPD
terjadi apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan 1 jam
atau 6 jam sebelum inpartu, dan terjadi sebelum pembukaan serviks 3cm pada
primigravida dan <5cm pada multigravida. [ CITATION Sus10 \l 1057 ]
 Pengertian Nifas
[CITATION Yef15 \l 1057 ] Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah
partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Masa puerpenium (nifas)
adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi
seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam
waktu 3 bulan. Masa nifas atau peurpenium dibagi dalam 3 periode :
1. Peurpenium dini : kepulihan dimana ibu terlah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan
2. Peurpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu
3. Remote peurpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu. Bulanan atau tahunan.
Perubahan-perubahan yang penting pada masa nifas

Adaptasi fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum, yaitu :
1. Sistem reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun
kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam
fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pasca
partum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume
intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pasca partum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1
sampai 2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya
tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami
multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal
puerperium.
d. Lokia
2
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus
selama masa nifas disebut lokis. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari)
jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4-8
hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa), lokia
alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hamper tidak
berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan, setelah 6
minggu post natal, serviks menutup
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada
postnatal hari ke-5, periniim sudah mendapat kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum
melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika
laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan
mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap status hormonal serta
dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasine (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan
edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang
3
besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah
plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air
akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu.
2. Tanda-tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat
menjadi 380C sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi
maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama
dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya
infeksi saluran kemih, endometriosis dam sebagainya. Pembengkakan buah
dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan
suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensiortostatik, yang
diindikasikan ioleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri,
dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60-80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat
terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin
ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas
umumnya denyut nadi lebih labih dibandingkan suhu. Pada minggu ke 8
sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi
sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematocrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula
sebelum melahirkan

Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari
ketiga post partum, focus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan

4
ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat
keputusan.
2. Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandirian dari
ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, focus sudah kebayi mandiri
dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi,
mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3. Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran
yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu
sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan
berinteraksi dengan bayi.

B. Tanda dan gejala yang umumnya terjadi ketika KPD, yaitu:

1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina


Cairan yang keluar berwarna keruh, kuning, hijau atau kecoklatan.
2. Cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak
3. Cairan tidak kering atau berhenti sampai kelahiran
Tetapi jika ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran sementara.
4. Demam
Demam dirasakan karena telah terjadinya infeksi.
5. Nyeri perut
Keadaan seperti ini dicurigai amnionitis.
6. Cairan tampak diintroitus
7. Tidak adanya his dalam satu jam
[ CITATION Ell16 \l 1057 ]
8. Pada pemeriksaan dalam, selaput ketuban sudah tidak ada
9. Denyut jantung janin bertambah cepat
[ CITATION Sar16 \l 1057 ]

C. PATOFISIOLOGI
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat

5
meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat dan lebih lanjut menyebabkan
pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa yang akan menyebabkan kontraks miometrium.
Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit atau
makrofag, yaitu sitokin, interleukin-1, faktor nekrosis tumor dan interleukin-6. Platelet
activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan
dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel
desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan. Di sisi lain, kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial atau produk penjamu (host) yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora
servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease
dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban.
Elastase lokosit polimorfoneklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III
pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi
karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain termasuk katepsin B, katepsin N dan kolagenase yang
dihasilkan neutrofil dan makrofag nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah pasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
[ CITATION Bud10 \l 1057 ]

6
PATHWAY
GRAVIDA

Ketuban pecah dini

Air ketuban terlalu Tidak adanya perlindungan dari


banyak keluar luar dengan daerah rahim

Kecemasan ibu Mudahnya mikroorganisme


terhadap keselamatan masuk secara asendens
janin dan ibunya

SC

Persalinan tidak normal

Estrogen
Kurang pengetahuan nifas meningkat

nyeri risiko infeksi


Ansietas
Proses laktasi

imobilisasi
Kerusakan
integritas jaringan

Defisit perawatan diri

7
[ CITATION LJC16 \l 1057 ]

D. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,


adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
a. Rawat di rumah sakit
Pasien ditidurkan dalam posisi tredelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika
Ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metrodinazol 2 x 500 mg selama 7 hari
c. Jika usia kehamilan <32-34 minggu
Dirawat di rumah sakit selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu
Berikan steroid untuk memacu kematangan paru-paru janin,
jika memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari atau deksametason IM 5 MG setiap 6 jam sebanyak 14
kali.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu
Bila pasien belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
maka berikan deksametason. Observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Bila pasien sudah inpartu dan tidak ada infeksi maka berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Bila pada pasien terdapat infeksi maka berikan antibiotik dan
lakukan induksi.

8
f. Nilai tanda-tanda infeksi
Observasi suhu, leukosit dan tanda-tanda infeksi intrauterin
2. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
a. Kehamilan >37 minggu
Induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan seksio sesaria.
b. Bila pada pasien terdapat tanda infeksi
Berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri :
 Jika skor pelvik <5
Lakukan pematangan serviks kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesaria
 Jika skor pelvik >5
Induksi persalinan, partus pervaginam
[ CITATION Sar16 \l 1057 ]

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya:


a. Persalinan premature
Penundaan di antara KPD dan persalinan disebut periode laten.
1) PROM pada usia kehamilan yang lebih dini biasanya disertai oleh
periode laten yang lebih panjang
2) Aterm : periode laten 24 jam pada 90% pasien
3) 28 sampai 34 minggu : 50% inpartu dalam 24 jam, 80% sampai
90% inpartu dalam waktu 1 minggu
4) <24 sampai 26 minggu : 50% inpartu dalam waktu 1 minggu
b. Infeksi
1. Infeksi maternal
Korioamnionitis (infeksi selaput ketuban mendahului
kelahiran)
2. Endometritis
Infeksi yang menyebar dari endometrium ke miometrium
dan bahkan ke parametrium.
(a) Infeksi klinis menetap >24 jam setelah melahirkan

9
(b) Disertai korioamnionitis atau bisa terjadi sendiri
c. Gawat janin
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD (1,5%). KPD
preterm yang inpartu mempunyai 8,5% insiden gawat janin dibandingkan
1,5% pada persalinan preterm tanpa KPD. Kenaikan angka lahir mati pada
pasien KPD preterm yang tidak termonitor ditangani secara konservatif.
[ CITATION Vid14 \l 1033 ]
d. Hipoksia dan afiksia akibat oligohidramnion
Oligohidramion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal. Yaitu kurang dari 300cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru sehingga pada saat lahir paru-paru tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Tali pusat yang tertekan mengakibatkan
terjadinya afiksia atau hipoksia.
[ CITATION Ell16 \l 1057 ]

F. MANIFESTASI KLINIS

[ CITATION Sar09 \l 1057 ] Persalinan dengan section caesarea, memerlukan perawatan


yang lebih komprehensif yaitu : perawatan post operatif dan perawatan post partum,
manifestasi klinis section caesarea antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vasikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka buiasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan attachement pada anak yang baru dilahirkan

10
Masa nifas terjadi beberapa perubahan fisiologis yaitu :
a. Perubahan fisik
b. Involusi uterus dan pengeluaran lokhia
c. Laktasi/pengeluaran air susu ibu
d. Perubahan system tubuh lainnya
e. Perubahan psikis
(Buku patologi dan fisiologi persalinan)

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas
a) Identitas pasien
Berupa nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, agama, status, nomor RM, tanggal masuk, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab
Berupa nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat,
hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian Ibu Post Partum
a) Keadaan Umum :
b) Kesadaran :
c) Tanda – tanda Vital:
d) Berat badan :
e) Tinggi Badan :
f) Head to toe
g) Abdomen :
a. Involusi uterus:
b. Fundus uterus:
c. Kontraksi :
d. Posisi :
e. Kandung kemih:
f. Diastasis rektus abdominalis :
g. Fungsi pencernaan:
h) Genetalia
i) Ekstremitas : tidak ada bengkak, tidak ada varises, tanda homan
negative
j) Eliminasi
1. BAK
2. Frekuensi BAK:
3. BAK saat ini (nyeri/tdk):
4. BAB

12
5. Frekuensi BAB:
6. BAB saat ini (konstipasi/tdk):
k) Istirahat dan kenyamanan
1. Pola tidur (kebiasaan, lama, frekuensi):
2. Keluhan ketidaknyamanan (ya/tdk, lokasi, sifat, intensitas):
l) Mobilisasi dan latihan
m) Nutrisi dan cairan
n) Keadaan mental
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Tes HbsAg/ HIV
4. Terapi Obat
5. Data Fokus

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia [CITATION Tim17 \l 1057 ] :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasiv
5. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI

C. INTERVENSI
Perencanaan yang disesuaikan dengan diagnosa, berdasarkan Standar intervensi
keperawatan indonesia [CITATION Tim181 \l 1057 ] dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia [CITATION Tim18 \l 1057 ] :

N Tujuan Intervensi Rasional


o
1, Setelah dilakukan O: Untuk
intervensi
Identifikasi mengidentifikasi
keperawatan 3x24
jam, nyeri menurun -lokasi, karakteristik, adanya pemberat atau
dengan kriteria hasil :
durasi, frekuensi, penyebab timbulnya
a. Keluhan nyeri
menurun kualitas, intensitas nyeri, mengetahui
b. Gelisah
nyeri, skala nyeri, tingkat keberhasilan
menurun
c. Nyeri respon nyeri non verbal, perawatan
terkontrol

13
(L. 08066) faktor pemberat,
pengaruh budaya,
pengaruh nyeri.
-monitor keberhasilan
terapi, efek samping
penggunaan analgetik
N:
-berikan teknik non
farmakologis Untuk mengontrol
-kontrol lingkungan tingkat nyeri
-fasilitasi istirahat dan
tidur
-pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
E:
-jelaskan penyebab,
periode, pemicu, dan Untuk menambah
strategi meredakan nyeri pengetahuan pasien
-anjurkan monitor nyeri terhadap sakit yang ia
secara mandiri rasakan
-anjurkan penggunaan
analgetik secara tepat
-ajarkan teknik
nonfarmakologis
C:
-kolaborasi dalam
pemberian analgetik
2. Setelah dilakukan O: Untuk mengetahui
intervensi - identifikasi adanya adanya gangguan
keperawatan 3x24 nyeri dan keluhan mobilitas
jam maka mobilitas N:
fisik meningkat - fasilitasi aktivitas Untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil : mobilisasi dengan dan melibatkan
a. Pergerakan alat bantu keluarga dalam
ekstremitas (misal,pagar tempat membantu
meningkat tidur ) meningkatkan
b. Rentang gerak - libatkan keluarga pergerakan pasien

14
(ROM) untuk membantu tanpa keluhan
meningkat pasien dalam
c. Nyeri meningkatkan
menurun pergerakan
d. Kecemasan E:
menurun - jelaskan tujuan dan Untuk menambah
e. Kelemahan prosedur mobilitas
pengetahuan dan
fisik menurun - ajarkan mobilisasi
(L.05042) sederhana latihan

3. Setelah dilakukan O : Untuk mengetahui


intervensi - monitor tingkat kemampuan perawatan
keperawatan 3 x24 mandiri diri
jam diharapkan - identifikasi
perawatan diri kebutuhan alat
meningkat dengan bantu perawatan diri
kriteria hasil : N:
a. kemampuan - dampingi dalam
ADL melakukan Untuk meningkatkan
meningkat perwatan diri perawatan diri, untuk
hingga sampai mandiri memfasilitasi
mandiri - fasilitasi perawaan diri dengan
b. verbalisasi kemandirian bantuan keluarga
keinginan - siapkan keperluan hingga mandiri
melakukan - libatkan keluarga
perawatan diri untuk membantu
c. minat pasien melakukan
melakukan perawatan diri
perawatan diri E : Untuk terus melakukan
meningkat anjurkan melakukan perawatan diri
(L.11103) perawatan diri
secara konsistensi
sesuai kemampuan
4. Setelah dilakukan O : Untuk mengetahui
tindakan keperawatan - monitor tanda gejala adanya infeksi
3x24 jam maka infeksi
Tingkat infeksi N : Meminimalkan
menurun dengan - batasi jumlah kotoran /bakteri
kriteria hasil : pengunjung penyebab infeksi
a. Nyeri menurun - berikan perawatan Mencegah timbulnya
b. Kadar sel darah kulit pada area infeksi
putih membaik edema Menjaga kebersihan
- cuci tangan sebelum area luka
(L.14137) dan sesudah kontak
dengan lingkungan
E: Menambah
- jelaskan tanda pengetahuan pasien
gejala infeksi Untuk mencegah
- ajarkan cara terjadinya infeksi
mencuci tangan

15
- anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
C: Untuk mempercepat
- kolaborasi dengan penyembuhan pasien
dokter dalam
pemberian terapi

5. Setelah dilakukan O:
tindakan keperawatan - Monitor tingkat Membantu
selama 3x24 jam pengetahuan dan mengidentifikasi
diharapkan status pengalaman ibu kebutuhan pasien,
menyusui meningkat dalam menyusui untuk memberi
dengan kriteria hasil : N: tindakan yang tepat.
a) Pancaran ASI - Demonstrasikan dan
meningkat tinjau ulang teknik Membantu
b) Suplai ASI adekuat menyusui melancarakan produksi
meningkat - Demonstrasikan ASI
c) Payudara ibu teknik breast care
kosong setelah E:
meyusui - Berikan edukasi
meningkat mengenai diit yang Membantu ibu
melancarkan ASI memilih makanan
(L.03029) C: yang melancarkan ASI
Kolaborasi dengan ahli
gizi Pemberian diit
melancarkan ASI

D. IMPLEMENTASI
Melakukan tindakan asuhan keperawatan yang sesuai dengan intervensi yang
telah disusun.

E. EVALUASI
Penilaian terhadap perkembangan dan kondisi kesehatan pasien setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan. Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi
keperawatan kepada pasien dapat dilihat bahwa masalah yang terjadi telah teratasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Atmono, B. D. (2010). Keluaran Perinatal Pengelolaan Konservatif Kehamilan Belum


Genap Bulan dengan Ketuban Pecah Dini. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

Capenito, L. J. (2016). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik Edisi 6. Jakarta:
EGC.

Harry dan William, R. F. (2010). lmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Manggiasih, V. A. (2014). Hubungan Umur dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Ditinjau
dari Paritas Ibu. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Prawiroharjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi ke 4 Cetakan ke II. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.

Sari, S. P. (2016). Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan 38 Minggu di Rumah Sakit dr. Moch
Anshari Saleh Banjarmasin. Banjarmasin: Akademi Kebidanan Sari Mulia.

SDKI, T. S. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

SIKI, T. P. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI .

SLKI, T. P. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Susilowati, E., & Astuti, L. D. (Oktober 2010). Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2009. Jurnal Kebidanan
Panti Wilasa, Vol. 1 No. 1.

Wulandari, E. (2016). Analisis Faktor Risiko Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Diini pada Ibu
Melahirkan di RSUD Tugurejo Semarang. UNIMUS, 2-13.

Yefi Marlinda, d. N. (2015). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Salemba
Medika.

17
18

Anda mungkin juga menyukai