Anda di halaman 1dari 3

Mindset yang Membantu Aku Berkembang

Oleh Deja Almustakim

Pada tulisan ini aku akan membahas tentang mindset yang membantu aku berkembang
sebagai manusia, pelajar, mahasiswa, freelancer, sebagai orang yang berumur belasan tahun
dan juga berumur awal 20 tahunan, sebagai orang yang ingin produktif dan bermanfaat bagi
orang lain. Sebelum itu yang perlu diketahui mindset adalah cara berfikir yang membantu
kita untuk semakin dekat dengan goal dan juga aspirasi kita.

Berikut mindset yang membantu aku berkembang dan mungkin juga bisa membantu kalian
berkembang.

Mindset yang pertama ialah Kehebatan ialah akumulasi dari hal-hal terkecil. Dulu aku
beranggapan bahwa untuk menjadi hebat kita harus punya momen besar, tapi sekarang saya
menyadari orang-orang hebat ialah orang-orang yang melakukan hal-hal biasa saja tapi
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Jadi jika mau berotot, kita tidak mesti pergi ke
gym satu hari untuk mengangkat beban 100 Kilo, lalu tidak pernah ke gym lagi karena
kelelahan atau juga disebut disrupsi. Untuk menghadapi hal demikian maka kita memulai
mengangkat mulai dari 10 Kilo, 20 Kilo, 30 Kilo dan seterusnya yang dilakukan secara
konsisten dan teratur. Itulah yang membuat kita berotot dari sebelumnya.

Adapun Mindset yang kedua ialah Merasa Cukup dan Keinginan untuk Berkembang.
Dulu aku beranggapan bahwa orang-orang itu berada di dua sisi yang berbeda. Di satu sisi
orang-orang itu pengen hidup slow leafing, pengen hidupnya merasa cukup dan bahagia
dengan apa yang mereka punya. Di satu sisi orang-orang ini selalu berambisi
mengembangkan dirinya, seperti ikut pelatihan pengembangan diri, mengembangkan skill
ini-skill itu dan pengen lebih-lebih terus. Tapi sekarang saya merasa bahwa kita bisa menarik
kedua pemahan itu dan bertemu di tengah nya bahwa kita bisa merasa cukup dan ingin
upgrade secara bersamaan. Saya beranggapan bahwa ini akan membantu kita untuk melihat
kedepannya. Kita punya sesuatu yang diperjuangkan, tapi di saat bersamaan kita juga
menikmati apa yang ada di sekitar kita hari ini. Kita merasa berterima kasih atas apa yang
diberi, lebih bersyukur atas apa yang ada dan tidak menyia-nyiakannya.

Mindset yang ke tiga ialah Hidup itu seperti roda. Mindset ini aku temukan ketika awal-
awal kuliah, disaat posisi down. Aku merasakan ini akan menjadi kesedihan yang
berkepanjangan, tapi ternyata seiiring berjalannya waktu, hidup itu akan terus berputar selagi
kita mau berikhtiar dan doa untuk membantu memutar roda itu. Bisa jadi sekarang kita
berada di posisi bawah, bisa jadi besok kita lagi yang di atas. Di saat kita berada di atas
jangan merasakan bahwa akan berada di atas selamanya. Kita harus menyadari bahwa suatu
saat posisi kita akan berubah. Ini relavan dengan produktifitas, misalnya kita ada di waktu-
waktu tertentu, bisa jadi kita di awal kuliah produktif banget, lalu setelah itu turu. Sering kali
produktif itu turun kita merasa terjebak seperti berada di situ selamanya. Jadi jangan
penjarakan diri kita, sadari bahwa hidup itu berputar.

Kemudian midset yang ke empat ialah Privilage is a double edged-sword (Hak Istimewa
adalah mata pedang bermata dua) atau kata lain Hak Istimewa adalah 2 atau 3 anak
tangga. Privilage itu nyata, memang itu terlihat sangat tidak adil. Sering kali orang yang
kemampuannya sama, idenya sama dan juga sama-sama pekerja keras. Sering kali orang yang
mempunyai privilage tertentu, seperti lingkungan dan orang tuanya mendukung apa yang ia
kerjakan, fasilitas memadai dan lain sebagainya lebeih cenderung untuk cepat melangkah
dibandingkan orang yang tidak ber-privilage. Memang privilage itu nyata. Dalam konteks ini
aku hanya menggunakan privilage itu sebagai alat-alat yang bisa membantu aku menemukan
kira-kira aku akan memilih persaingan seperti apa, kira-kira privilage aku di mana dan orang
lain di mana. Dengan hal demikian supaya aku terbantu dengan privilage-privilage yang aku
punya saat ini. Secara rasionalnya memang hidup tak langsung bisa fair-play gitu. Terlalu
banyak kompleksitas dan event random yang terjadi tidak mungkin orang itu terlahir dari
sama-sama garis nol.

Ketika aku menyebut privilage itu double edged-sword artinya bahwa privilage itu seringkali
relatif dan tergantung cara kita melihatnya, misalnya Pendesaan vs Kota Besar, bagi
kebanyakan orang kota besar yang unggul privilage karena lengkap akan fasilitas ini-itu, ada
supermarket, univesitas ternama dan lain-lain. Jika kita bisa melihatnya bahwa pendesaan
juga ber-privilage, karena masih banyak yang kosong dan ini-itu belum banyak berkembang.
Kita bisa melihat ini sebagai suatu peluang inovasi dan ini juga bisa menjadika privilage bagi
kita, karena kompetisi cenderung lebih sedikit. Kembali ke konteks pribadi, karena kita
manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, jadi syukuri apa yang ada pada diri
kita.
Mindset yang kelima ialah Fokus ke Strategi Bukan ke Persaingan. Dalam situasi apapun
kita harus fokus ke apa-apa yang bisa dan mampu kita kerjakan, bukan malah menguras enegi
dan pikiran untuk fokus terhadap ke persaingan, karena kita mempunyai sumber daya, seperti
fikiran dan energi yang terbatas, maka selayaknya kita gunakan dengan sebaiknya. Jika
sumber daya telah habis untuk fokus ke persaingan maka tidak ada sumber daya lagi yang
kita gunakan untuk mencapai tujuan awal kita.

Mindset yang terakhir ialah mindset yang terpenting, yaitu Bahagia itu ada dalam diri
kita. Mindset ini aku dapati ketika membaca suatu karya yang sangat luar biasa dari Ulama
Umat Teladan Rakyat, yaitu Buya Hamka.

Bahagia adalah sebuah visi hidup dibalik misi-misi keduniaan. Ada orang yang rajin bekerja
agar ia menjadi kaya. Setelah kaya ia berharap hidupnya tercukupi, tenang dan yang paling
diharapkan ialah bahagia. Sehingga diluar sana banyak kita ketahui orang yang
menghabiskan hidupnya untuk menemukan kebahagiaannya. Namun, apakah yang mereka
cari itu membuat mereka bahagia? Bila iya, kenapa banyak orang kaya yang berakhir
ditempat yang hina? Apa mereka bahagia dengan semua itu?

Kemudian, ada pula orang yang tenar setenar bintang kejora. Namun ia kesandung banyak
kasus yang menyebabkan ia berakhir di hotel prodeo. Apa mereka bahagia? Pembaca tau
sendirilah jawabannya. Dibalik itu, ada juga orang yang sudah mendapatkan posisi yang enak
dalam hidupnya, terkenal dimana-mana. Namun, ia memilih meninggalkannya karena dirasa
semua itu adalah kebahagiaan yang semu. Kebahagiaan yang nampak indah diluar namun
busuk dalamnya.

Mungkin itu saja beberapa mindset yang membantu aku berkembang, mungkin kita
mempunya mindset-mindset andalan masing-masing, sebab mindset juga bisa dijadikan Tool
in The Tool Box. Kita ambil apa yang sesuai dengan kondisi kita, dan simpan apa yang tidak
kita gunakan.

Para Raja atau pemimpin yang tergoda oleh harta, para ulama yang terlalu larut dalam perdebatan
begitu pula ulama ahlu kalam. Sedang Ahlu tasawuf yang tenggelam ke dalam berkhalwatnya pada
akhirat danmeninggalkan dunia yang di pandangnya hina. Sehingga ketika pasukan mongol datang
menyerang, tak ada satupun yang siap mengangkatkan senjata.

Anda mungkin juga menyukai