Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rouzi Amsyal

NIM : 160602214

MK : Ekonomi Pembangunan Syariah

Hubungan Sosiologi Masyarakat Aceh Terhadap Laju Pertumbuhan Penduduk

Penduduk Aceh pada tahun 2015 sebanyak 5.001.953 jiwa atau tumbuh 1,94 persen dari
populasi tahun 2014. Kenaikan jumlah penduduk terjadi di semua kabupaten / kota di Aceh,
dengan rata-rata pertumbuhan penduduk antara 0,32 persen (Kota Banda Aceh) hingga 2,81
persen (Kab. Bireuen).

Persebaran penduduk di Aceh memang belum merata. Selain dapat dilihat dari jumlah
penduduk di masing-masing daerah di Aceh, indikator ketidakmerataan tersebut dapat dikaji dari
persentase distribusi penduduk kabupaten/kota terhadap total populasi Aceh serta dari angka
kepadatan penduduk yang mendiami wilayah per kilometer persegi. Tahun 2015, Kabupaten
Aceh Utara merupakan kawasan yang paling tinggi persentase distribusinya terhadap total
penduduk Aceh, yaitu sebesar 11,67 persen dan Kota Sabang sebagai daerah yang paling rendah
persebarannya terhadap populasi Aceh, yaitu hanya sebesar 0,66 persen. Selanjutnya, daerah
terpadat penduduk di Provinsi Aceh pada tahun 2015 adalah Kota Banda Aceh (4.470 jiwa/km2),
Kota Lhokseumawe (1.251 jiwa/km2), Kota Langsa (817 jiwa/km2), Kota Sabang (272
jiwa/km2), Kabupaten Bireuen (242 jiwa/km2) dan Kabupaten Aceh Utara (217 jiwa/km2).
Sementara daerah yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten Gayo Lues (16 jiwa/km2)
dan Kabupaten Aceh Jaya (22 jiwa/km2).

Detail selanjutnya mengenai penduduk, yaitu karakteristik penduduk ketika dirinci


berdasarkan kelompok umur. Penduduk usia di bawah 5 tahun (0 – 4 tahun) adalah yang paling
banyak jumlahnya, sedangkan penduduk usia di atas 60 tahun adalah yang paling sedikit
populasinya. Jika diilustrasikan dengan grafik piramida penduduk, piramida yang akan terbentuk
oleh pembagian penduduk Aceh menurut kelompok umur adalah bentuk piramida yang
mengerucut ke atas. Artinya penduduk Aceh didominasi oleh penduduk dengan kategori usia
muda dan produktif.

Jika dirinci menjadi rumah tangga, sebanyak 1.186.582 rumahtangga di Aceh tahun 2015.
Dibandingkan dengan total populasi penduduknya diperoleh rata-rata 1 rumah tangga dihuni 4
orang anggota rumah tangga.

Perkembangan Jumlah Penduduk Aceh Tahun 2010-2015 (Juta Jiwa)

Apabila pertumbuhan penduduk terus bertambah, sementara laju pertumbuhan ekonomi


berjalan lamban, maka negara tersebut akan semakin bertambah miskin dan akan mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna menghindari
terjadinya ledakan penduduk di masa yang akan datang.

Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Perkembangan Sosial masyarakat Aceh


Pertumbuhan penduduk yang signifikan akan berdampak pada perubahan sosial
kehidupan masyarakat Aceh. Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan dalam suatu
masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap
dan pola-pola perilaku dalam masyarakat. Berikut adalah penjelasan mengenai pengaruh
pertumbuhan penduduk terhadap perkembangan sosial di masyarakat Aceh.

a. Meningkatnya permintaan terhadap kebutuhan sandang, pangan,dan papan.

Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan pokok yang harus terpenuhi, yakni sandang,
pangan, dan papan. Ketiga kebutuhan ini tak terelakkan lagi harus terpenuhi untuk kelanjutan
hidup manusia. Kebutuhan akan sandang dapat dipenuhi oleh industry tekstil, kebutuhan
akan pangan dapat dipenuhi oleh industri pertanian (salah satunya), dan kebutuhan papan
dapat dipenuhi oleh industry bahan bangunan (salah satunya). Jika terjadi ledakan jumlah
penduduk, maka semakin banyak pula manusia yang membutuhkan asupan sandang, pangan,
dan papan. Tapi apa yang terjadi jika ternyata stok sandang, pangan, dan papan yang ada
ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya semakin bertambah ?

Dalam buku berjudul The Population Bomb (Ledakan Penduduk) pada tahun 1968 oleh
Paul R. Ehrlich meramalkan adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu banyaknya
penduduk dan ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan argumen yang sama seperti
yang dikemukakan Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798),
bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan
melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan . Sebagai contoh untuk
kebutuhan pangan, pemerintah memiliki BULOG (Badan Urusan Logistik) untuk pemerintah
pusatdan DOLOG (Depot Logistik) untuk pemerintah daerah yang berfungsi salah satunya
untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pangan pokok seperti beras, minyak goreng, gula,
dan lain-lain. Semakin bertambahnya penduduk, maka akan semakin banyak pula kebutuhan
pangan pokok yang harus disediakan oleh DOLOG. Bagaimana jika kebutuhan sembako
yang disediakan oleh DOLOG ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk di
daerah Aceh? Tentu sembako akan menjadi barang rebutan dan akan menjadi barang yang
langka yang mengakibatkan harganya akan semakin melonjak dan masyarakat Aceh yang
berada di kelas ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli kebutuhan pangan
tersebut, dan tentu akan berdampak pada kemiskinan yang kian parah.
b. Berkurangnya lahan tempat tinggal

Untuk memenuhi kebutuhan papan yakni rumah tentu kita memerlukan lahan untuk
membangun. Semakin bertambah banyak penduduk, tentu kebutuhan akan rumah semakin
banyak dan otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak. Sementara lahan yang tersedia
luasnya tetap. Yang akan terjadi adalah padatnya pemukiman dan sedikit sekali lahan-lahan
kosong yang tersisa karena semakin sedikitnya lahan yang kosong, akan membuat harga
tanah semakin melonjak, dan tentu saja masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak
mampu membeli tanah untuk membangun rumah, sehingga mereka mencari “lahan” lain
untuk tinggal, seperti kolong jembatan, taman kota, stasiun, emperan toko, dan lain-lain.

Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan papan, untuk memenuhi kebutuhan pangan pun
kita memerlukan lahan. Misalnya beras, untuk menghasilkan beras tentu diperlukan sawah
untukmenanam padi.Semakin bertambahnya penduduk semakin bertambah pula kebutuhan
akan beras . Dan semakin bertambahnya kebutuhan beras akan semakin bertambah pula
kebutuhan akan lahan untuk menanam padi. Apa yang terjadi jika lahan ‘lumbung padi’
nasional semakin lama semakin berkurang?  Jika kita dilihat dua fenomena di atas, ledakan
penduduk  akan mengakibatkan terjadinya perebutan lahan untuk perumahan dan pertanian.
Dan sebagian besar fenomena yang terjadi dewasa ini adalah pengikisan lahan yang lebih
diutamakan untuk perumahan. Kemudian ledakan penduduk juga akan berakibat semakin
berkurangnya rasio antara luas lahan dan jumlah penduduk atau yang  biasa kita sebut dengan
kepadatan penduduk.

c. Meningkatnya investor yang datang

Dengan banyaknya jumlah penduduk akan berakibat menjamurnya pusat perbelanjaan.


Seorang pengusaha tentu akan membangun usahanya ditempat yang strategis, tempat yang
ramai, dan tempat yang menurutnya banyak terdapat konsumen. Kawasan padat penduduklah
yang akan menjadi incaran para investor atau pengusaha. Untuk daerah perkotaan, para
pengusaha akan cenderung untuk membangun pusat perbelanjaan modern atau yang biasa
kita sebut Mall. Mungkin menurut sebagian besar orang, suatu daerah yang memiliki
banyak Mall mencirikan bahwa daerah tersebut adalah daerah metropolitan yang
masyarakatnya cenderung berada di kelas ekonomi menengah ke atas dan akan mendongkrak
gengsi masyarakat. Padahal fakta yang ada di balik fenomena menjamurnya pusat
perbelanjaan modern adalah meningkatnya sifat konsumtif. Jika jumlah pusat perbelanjaan di
suatu daerah semakin banyak, lama kelamaan akan menimbulkan sifat konsumtif masyarakat
di daerah tersebut.

Sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas, tidak  kreatif,dan akhirnya akan menuju ke
arah kemiskinan. Mengapa sifat konsumtif dapat berujung ke sifat malas ? Hal ini disebabkan
karena masyarakat Aceh merasa semuanya sudah tersedia di pusat perbelanjaan tersebut.
Sehingga mereka malas untuk  memproduksi sesuatu. Dan akibatnya masyarakat Aceh akan
terus bergantung pada keberadaan pusat perbelanjaan tersebut dan menjadi masyarakat yang
tidak produktif.

Dampak Pertumbuhan Penduduk

Pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 872 ribu orang (16,89 persen), bertambah
sebanyak 31 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang
jumlahnya 841 ribu orang (16,43 persen).

Selama periode September 2016-Maret 2017, persentase penduduk miskin di daerah


perkotaan dan perdesaan mengalami peningkatan, di perkotaan mengalami peningkatan sebesar
0,32 persen (dari 10,79 persen menjadi 11,11 persen), dan di daerah perdesaan mengalami
peningkatan 0,57 persen (dari 18,80 persen menjadi 19,37 persen).

Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan
relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok, dan ikan tongkol / tuna /
cakalang. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan yang berpengaruh terhadap nilai Garis
Kemiskinan adalah biaya perumahan, bensin, dan listrik.

Pada periode September 2016-Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


mengalami penurunan dari 3,062 pada September 2016 menjadi 2,978 pada Maret 2017.
Sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,867 pada
September 2016 menjadi 0,807 pada Maret 2017.
Distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 20,33
persen pada Maret 2017. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat
sebesar 19,08 persen,sementara untuk daerah perdesaan angkanya tercatat sebesar 22,07 persen.

Anda mungkin juga menyukai