Dosen Pengampu Mata Kuliah : Safari Hasan, S.IP,MMRS
Disusun Oleh :
1. Cindy Fatika Sari 10820003
2. Fitri Nur Azizah 10820006 3. Fathan Ahmad Zidhane 10820004 4. Kharisma Martha D.P 10820011
PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020/2021 1.1 PENDAHULUAN
Manusia selain merupakan individu juga merupakan makhluk sosial.
Kehidupan manusia merupakan suatu sistem yang dapat diamati dan dikaji ke dalam sebuah teori-teori untuk menerangkan dan memprediksi kebiasaan, persepsi, dan juga keinginan-keinginan tertentu. Kebiasaan yang muncul dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang di lingkungannya masing-masing. Teori-teori untuk mempelajari manusia tersebut telah terangkup kedalam suatu ilmu yaitu ilmu antropologi. Dengan antropologi kita dapat memahami dan memprediksi manusia dari sudut pandang teori. Ilmu ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai lembaga salah satunya yaitu rumah sakit untuk memahami sasaran masyarakatnya.
1.2 PENGERTIAN ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari dua kata Yunani yaitu antropos, yang
berarti “orang” atau “manusia”, dan logos, artinya “ilmu”atau “nalar”. Menurut kamus, antropologi dapat di artikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang manusia dengan mempelajari bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan. Pengertian antropologi menurut beberapa ahli : a. Haviland (1999) mengatakan antropologi adalah studi untuk menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang mahkluk manusia dan tindakannya serta pengertian yang lengkap tentang keragaman manusia baik kebudayaan maupun ciri fisiknya. b. Koesing (1999) mengatakan antropologi adalah ilmu yang membicarakan tentang beragam kebudayaan, perbedaan, dan persamaan fisik, sifat manusia dan kelembagaannya. c. Harsoyo (1999) mengatakan antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia sebagai mahluk hidup biologi dan manusia sebagai mahluk sosial budaya secara holistik, yaitu sebagai suatu kesatuan bio-sosio-budaya.. d. Santri Sahar (2015) berpendapat bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dari aspek fisik, psikis, sosial dan budayanya sebagai kesatuan yang menentukann tindakannya. e. Prof.Harsojo, dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Antropologi”(1984) berpendapat bahwa antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang umat manusia sebagai mahluk masyarakat tertutama pada sifat sifat khusus badani dan cara cara produksi,tradisi- tradisi dan nilai – nilai yang membuat pergaulan hidup menjadi bebeda dari satu dengan yang lainnya. f. Koentjaraningrat dalam bukunya berjudul “Pengantar Antropologi 1”(1996)menjelaskan bahwa secara akademis, antropologi adalah sebuah ilmu tentang manusia pada umumnya dengan titik focus kajian pada bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaan manusia. Sedangkan secara praktis, antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.Menurut Koentjaraningrat ilmu antropologi memperhatikan lima masalah mengenai mahluk hidup yaitu : Masalah pada perkembangan manusia sebagai mahluk biologis Masalah pada sejarah terjadinya aneka bentuk mahkluk manusia, dipandang dari sudut ciri ciri tubuhnya. Masalah dari sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran, berbagai macam Bahasa di seluruh dunia. Masalah persebaran dan terjadinya keanekaragaman kebudayaan manusia diseluruh dunia. Masalah pada dasar dasar dan keanekaragaman kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat masyarakat dan suku bangsa yang tersebar di seluruh penjuru bumi pada zaman sekarang ini. Masinambow, ed. dalam bukunya yang berjudul “koentjaraningrat dan antropologi di Indonesia”(1997) menjelaskan bahwa antropologi adalah disiplin ilmu yang mengkaji masyarakat atau kelompok manusia. Conrad Philip Kottak dalam bukunya yang berjudul “anthropology, the exploration of human diversity” (1991) menjelaskan bahwa antropologi mempunyai perspektif yang luas, tidak seperti cara pandang orang pada umumnya yang menganggap antropologi sebagai ilmu yang mengkaji masyarakat non industry. Menurut kottak, antropologi merupakan studi terhadap semua masyarakat, dari masyarakat sederhana hingga masyarakat yang kompleks. Bahkan antropologi merupakan studi lintas budaya (komparatif) yang membandingkan kebudayaan satu masyarakat dengan kebudayaan masyarakat lainnya.
1.3 SEJARAH ANTROPOLOGI
Antropologi pada masa perkembangan pada awalnya tidak dapat dipisahkan dengan karya karya para penulis yang mencatat gambaran kehidupan penduduk atau suku bangsa di luar Eropa. Pada saat itu, kehidupan penduduk di luar Eropa di pandang menarik oleh para penjelajah, para penjajah atau para misionaris karena perbedaan cara hidup antara masyarakat eropa dengan masyarakat di luar Eropa. Oleh karenanya meraka bukan hanya menulis tentang perjalanan atau yang terkait dengan tugasnya tetapi juga melengkapinya dengan deskripsi tentang tata cara kehidupan masyarakat yang mereka temui. Deskripsi ini kemudian dikenal dengan sebutan etnografi. Tulisan Herodotus, seorang bangsa Yunani yang dikenal pula sebagai bapak sejarah dan etnografi, mengenai bangsa mesir merupakan tulisan etnografi yang paling kuno. Tulisan tulisan etnografi pada masa awal masih bersifat subyektif, penuh dengan prasangka dan bersifat etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sebuah pandangan atau sikap dimana suku bangsa sendiri dianggap lebih baik dan dijadikan ukuran dalam melihat baik buruknya karakter suku bangsa lainnya. Orang Yunani pada masa itu menganggap bahwa suku suku bangsa selain orang Yunani seperti orang Mesir, Libia, Persia dan lainnya termasuk ke dalam suku bangsa yang masih dalam setengah liar dan belum beradab. Pandangan seperti ini juga tersirat dalam tulisan Herodotus yang mendeskripsikan suku bangsa mesir tersebut. Pada zaman romawi kuno terdapat pula beberapa beberapa hasil karya etnografi mengenai kehidupan suku bangsa Germania dan Galia yang ditulis oleh Tacitus dan Caesar. Sebagai seorang perwira yang memimpin perjalanan tentaranya sampai ke Eropa Barat, Caesar menulis etnografinya secara sistematis seperti halnya bentuk laporan seorang perwira, sedangkan Tacitus menulis etnografi dengan gaya Bahasa yang mengungkap perasaan dan kegalauannya tentang kehidupan yang terdapat di Ibukota kerajaan Roma. Pencatat etnografi yang cukup terkenal adalah Marco Polo (1254- 1323). Ia mengembara dengn keluarga besarnya ke daerah Asia Timur dan sempat menetap di istana Khu Bilai Khan. Disana ia melihat beberapa kebiasaan yang dianggap aneh, yaitu penggunaan uang yang terbuat dari kertas dan diberi cap serta ditandatangani dimana uang tersebut mempunyai bermacam macam nilai. Marco Polo juga pernah singgah di dataran Indonesia (diketahui dari tulisannya) dimana ia pernah singgah di bebrapa Pelabuhan dari semenanjung Malaya hingga menelusuri Pulau Sumatra, diantaranya adalah singgah ke Pelabuhan Perlec (dalam Bahasa aceh) atau peureula atau perlak (dalam Bahasa melayu). Marcu Polo menceritakan kehidupan di Pelabuhan ini dimana pedagang dari India dan penduduk yang ada dipedalaman masih mengerjakan hal hal yang haram. Tulisan etnografi yang dianggap lebih baik dan obyektif justru adalah buah tangan dari seorang padri berbangsa Prancis yaitu Yoseph Francis Lafitau (1600-1740). Ia mencoba membandingkan antara kebiasaan dan tata susila orang Indian yang hendak di nasrarikan dengan adat istiadat bangsa Eroipa Kuno. Hasilnya, ia beranggapan bahwa bangsa primitif (Indian) tidak dilihatbnya sebagai manusia yang aneh. Akan tetapi karena bahan yang diperbandingkannya sangat terbatas maka pandanganya tentang perbandingan ini pun sangat terbatas. Ahli etnografi, dalam arti yang modern (Harsojo,1984), adalah Jens Kreft seorang guru besar pada akademi do Soro, ia menulis sebuah buku yang berjudul “Sejarah Pendek Tentang Lembaga Lembaga Yang Terpenting, Adat dan Pandangan Pandnagan Orang Liar”1760. Jens Kreft awalnya adalah seorang ahli filsafat, dimana ia tidak sependapat dengan pandangan Rousseau tentang manusia. Pandangan Jens Kreft tentang manusia lebih dianggap mewakili pandangan sebagai seorang ahli etnologi daripada pandangan para ahli filsafat. Tulisan etnografinya adalah mengenai dua suku bangsa Indian, Lule dan Caingua di Amerika Selatan, yang pada awalnya diduga mempunyai kebudayaan yang rendah. Ternyata dugaannya itu salah, ia pun dipandang sebagai orang pertama yang menulis etgrafi secara lengkap yaituy dengan memperhatikan aspek pertumbuhan ekonomi, masyarakat, agama dan keseian. Ahli berikutnya yang dianggap sebagai pendorong penulisan ilmiah dan sistematis mengenai etnografi adalah Adolf Bastian. Ia memberikan pandangan mengenai kasatuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, dimana suatu kebudayaan memiliki sigfat sifat yang khusus yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan dasarnya dan lingkungannya. Penelitian secara ilmia mengenai antropologi berkembang pesat setelah ditemukan atau setelah diketahui adanya hubungan antara Bahasa Sangsekerta Latin, Yunani, dan Germania (Harsojo,1984), sehingga memungkinkan lebih banyak tersedia bahan bahan etnografi sebagai bahan perbandingan. Atas dasar perbandingan ini kemudian timbul penelitian yang bersifat historis komperatif mengenai kebudayaan. Dalam keperluan ini berdirilah lembaga lembaga etnologi seperti Museum Etnologi yang didirikan oleh G.J. Thomson di Kopenhagen tahun 1841, Museum etnologi di Hambung tahun 1850, ethnological society of London di Inggris tahun 1843, dan The Bureau of American Ethnology di Amerika tahun 1875. Selama abad ke 20, penelitian antropologi dan etnologi makin berkembang terutama di pusat pusat kajian antropologi dan etnologi seperti di Amerika Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Australia, Eropa Barat, Eropa Tengah, Eropa Utara, Uni Soviet, dan Meksiko. Di Indonesia bahan bahan etnografi juga telah dikumpulkan terutama menyangkut adat istiadat, system kepercayaan, struktur sosial, dan kesenian, bahan bahan etnografi tentang Indonesia banyak dikumpulkan oleh pegawai pemerintah jajahan di antaranya yang terkenal adalah T.S Raffles mantan Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia antara tahun 1811 hingga 1815. Raflesh banyak menulis kebudayaan penduduk pribumi Indonesia. Di antaranya adalah dua jilid etnografi tentang kebudayaan jawa (1817)
1.4 FASE FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Antropologi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu, baru dikenal dan diajarkan di perguruan tinggi pada abad ke-20 namun sebenarnya hakikat dari ilmu antropologi sendiri sudah dipraktekkan sejak lama. Karena antropologi dibangun melalui tradisi pengamatan terhadap peristiwa yang dialami dan dilakukan oleh manusia pada kehidupan sehari hari. Pada abad ke-14 M dalam khazanah intelektual muslim, bisa kita menyebut salah seorang diantaranya yaitu Ibnu Khaldum (1332- 1406), warga Tunisia yang juga menjelajahi negeri negeri disekitarnya seperti Maroko, Aljazar, hingga ke Mesir. Kemudian melaporkan hasil pengamatannya berupa tipologi masyarakat di negeri negeri tersebut dalam bidang sosial kemasyarakatan menjadi masyarakat hadarah (desa) dan masyarakat badarah (kota), laporan ini kemudian terangkum dalam sebuah buku yang diberi judul “Mukaddimah Ibu Khaldum”.ia kemudia dikenal sebagai leluhur angtropologi. Buku ini kemudian menjadi bahan pokok kajian sosiologi yang menjadi landasan teori yang justru belakangan ini diklaim oleh beberapa ilmuan sebagai teori yang menjadi acuan para sosiolog semisal Comte, Durkheim maupun weber. Dalam hubungan dengan perkembangannya antropologi paska revolusi industri di Benua Eropa hingga masa kini. Koentjaraningrat (2009 : 1-4) membagi sejarah lahirnya antropologi menjadi empat fase. Yaitu : A. Fase Pertama Sebelum tahun 1800 Fase pertama ini dimulai dengan penjelajahan bangsa Eropa pada ahir abad ke 15 memasuki abad ke 16 untuk mencari rempah rempah yang dijadikan sebagai bahan baku industri di Benua Afrika,Asia, Oecenia dan Amerika. Dalam perjalanan kebenua tersebut tersebut diikutsertakan pula para musafir, sekertaris/pegawai pemerintah jajahan, penerjemah dan para pendeta Nasrani, meraka dengan cermat memperhatikan setiap kejadian yang dilihatnya ditempat persinggahan, terutama masyarakat manusia yang mencangkup ciri fisik, warna kulit, postur tubuh dan adat istiadat serta kebudayaan setempat. masyarakat yang disinggahi itu menjadi menarik karena ada yang dilihatnya sangat berbeda jauh dengan tradisi kehidupan bangsa Eropa yang mereka miliki. Catatan catatan dari keunikan setiap masyarakat yang disinggahi (catatan etnografi) kemudia dikumpulkan dalam suatu buku laporan (buku ) lalu dipresentasikan di hadapan kaum terpelajar sekembalinya di daratan Eropa. Pada umumnya setelah membaca laporan tersebut mereka memberikan tanggapan sebagai berikut : Sebagian kaum terpelajar Eropa menyebutkan bahwa bangsa bangsa diluar Eropa itu bukanlah manusia melainkan sejenis manusia liar, keturunan iblis dan sebutan bernada miris lainnya. Dari peristiwa inilah muncul istilah savages, primitive. Istilah yang demikian tentulah sangat familiar di telinga kita hingga sekarang yang dikonotasikan sebagai mahluk ketinggalan zaman atau yang manusia setia dan patuh pada tradisi leluhur yang ketat. Ada pula kaum terpelajar Eropa yang memandang bahwa masyarakat tersebut masih menunjukkan sifat aslinya sebagai manusia, karena belum berpikir tentang kebaikan dan kejahatan sebagaimana yang terdapat pada masyarakat Eropa pada waktu itu. Sebagian kaum terpelajar beranggapan bahwa apa saja yang tersajikan merupakan hal hal yang menarik sehingga tidak sedikit di antara mereka kemudian menjadikan bahan bahan berupa benda kebudayaan yang berasal dari Afrika, Asia, Ocenia dan Amerika tersebut sebagai benda benda koleksi yang tersimpan di beberapa museum terkenal di Eropa.
Pada fase pertama ini sudah mulai ada keinginan
yang kuat untuk menghimpun berbagai catatan catatan etnografis masyarakat di luar Benua Eropa, untuk dijadikan bahan bahan pengetahuan tentang berbagai macam ragam masyarakat diseluruh dunia.
B. Fase Kedua Pertengahan Abad ke 19
Keinginan yang kuat untuk menghimpun bahan bahan etnografi di benua benua di luar Eropa mulai menunjukkan hasil. Para kaum terpelajar Eropa mempelajari dan memahami catatan catatan etnografi itu dengan pendekatan cara berfikir evolusi masyarakat. Cara berfikir secara evolusi itu dapat disingkat sebagai bahwa masyarakat manusia mengalami tahap perkembangan dari tingkat yang paling rendah (sederhana ) kemudia melalui bebrapa tahap dan dalam jangka waktu yang lama maka masyarakat itu akan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (masyarakat kompleks ). Cara berfikir secara evolusi kemudian disimpulkan bahwa masyarakat yang paling terendah tingkat kebudayaannya adalah seperti halnya masyarakat yang tersajikan dalam laporan etnografi itu ( masyarakat di Benua Afrika, Asia, Ocenia, dan Amerika), sedangkan masyarakat yang telah mengalami tingkat perkembangan yang sudah tinggi adalah sebagaimana pada masyarakat Eropa pada masa itu. Atau dengan kata lain masyarakat di luar bangsa Eropa adalah masyarakat yang masih primitif sedangkan masyarakat Eropa adalah masyarakat yang sudah modern. Dengan demikian berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat, manusia di muka bumi ini bermula dari masyarakat yang berkembang dari tingkat paling rendah (primitif) lalu mengalami perubahan secara perlahan dan dalam waktu yang sangat lama untuk sampai pada tingkat yang paling tinggi atau modern. Pada fase kedua ini antropologi sudah mulai nampak sebagai sebuah ilmu yang memenuhi syarat secara akademikal, yaitu baru sebatas ilmu yang diperbincangkan di kalangan masyarakat terpelajar (akademis) dan belum menjadi ilmu yang bertujuan secara praktis atau belum dapat bermanfaat secara langsung dengan pembangunan suatu masyarakat. Sehingga secara akademis tujuan antropologi dapat dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif (sederhana) dengan maksud untuk mendapatkan suatu pengertian tentang tingkat tingkat secara evolusi perkembangan kebudayaan umat manusia,
C. Fase Ketiga Permulaan Abad ke 20
Kurun waktu permulaan abad ke 20 bisa dikatakan sebagai abad keemasan bangsa bangsa Eropa, karena mereka telah berhasil menancapkan kekuasaan dan memantapkan penguasaan atas sumber daya alam yang terdapat pada wilayah wilayah di luar bangsa Eropa. Sehingga kepentingan utama mengenai pemahaman tentang bangsa terkebelakang di luar Eropa akan memberikan gambaran tentang fase kehidupan masyarakat Eropa di masa lalau, yaitu Ketika bangsa Eropa kala itu mengalami perkembangan yang masih rendah dalam sejarah umat manusia. Selain itu mempelajari bangsa bangsa jajahan dalam rangka memahami karakteristik masyarakat, adat istiadat dan kebudayaan sehingga memungkinkan celah untuk menanamkan pengaruh lebih jauh di bidang kebudayaan dan akses kekuasaan, sehingga memudahkan bangsa Eropa dapat memperoleh bahan baku terutama rempah rempah dengan murah dan mudah serta terjangkau tanpa harus mendapat perlawanan dari suku bangsa setempat. Dalam fase ini dapat disebutkan bahwa antropologi mulai menjadi suatu ilmu yang bersifat praktis yang bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan colonial dan guna memperoleh pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
D. Fase Keempat Tahun 1930
Fase ini bisa dikatakan bahwa antropologi mengalami masa yang mulai matang sebagai sebuah ilmu, karena diperkaya oleh banyaknya bahan bahan penelitian yang bersumber dari catatan catatan berbagai suku bangsa terjajah yang hamper tersebar di seluruh benua selain Eropa,sehingga antropologi mulai menajamkan kajiannya dengan mencoba berbagai metode untuk dapat merangkai dan menyusul hasil kumpulan catatannya dalam bentuk laporan atau buku yang mudah untuk dipahami. Walaupun demikian periode ini kajian antropologi berhadapan dengan adanya situasi dunia yang sedang mengalami perubahan yang cukup berarti karena dua hal : Meluasnya sikap anti pati terhadap kolonialisme setelah perang dunia II. Sikap ini dapat dipahami karena ulah bangsa colonial sendiri yang saling merebutkan daerah dan negeri jajahan agar mudah memperoleh bahan baku industry, menyebabkan dunia memasuki masa kritis sebagaiamana puncaknya ditandai dengan penyerangan negara Sekutu yang menyebabkan hancurnya Herosima dan Nagasaki di negeri Jepang akibat jatuhnya bom atom dan kekacauan masyarakat dunia. Suku suku bangsa yang terdapat pada negeri negeri jajahan mulai terjangkau dan terbuka dari isolasi perubahan dunia, sehingga masyarakat juga mengalami perubahan sehingga mulai mampu menyesuaikan diri terhadap perkembangan dunia, maka dimasa ini suku bangsa yang di anggap primitif mulai nampak berkurang bahkan nyaris hilang, masyarakat pada suku bangsa tersebut perlahan mulai menyadari adanya keberadaan bangsa asing diwilayah tanah airnya. Bahwa bangsa asing selama ini telah mengambil sumber daya alam setempat.
Perubahan masyarakat dunia turut serta mempengaruhi orientasi
kajian antropologi yang selama ini ditujukan untuk memahami suku bangsa di benuai selain Eropa, sebagaiaman pada kajian yang telah dilakukan di masa periode pertama hingga periode ketiga yaitu terhadap suku bangsa primitif. Menyikapi perubahan tatanan dunia yang demikian maka apa yang dilakukan pada periode sebelumnya tidak ditinggalkan begitu saja melainkan dijadikan sebagai kekayaan khazanah untuk menindaklanjuti dengan pengembangan lapangan kajian atau penelitian, bukan hany amasyarakat primitif di luar Eropa tetapi juga terhadap masyarakat pedesaan Eropa dan masyarakat di luar Eropa yaitu kajian yang memfokuskan pada aspek manusia dari segi keragaman fisik, keragaman masyarakat dan keragaman budaya.
1.5 HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU LAIN
Antropologi sama seperti ilmu lainnya tidak bisa berdiri sendiri
karena memiliki keterkaitan dengan ilmu lain. Hubungan itu bersifat saling menunjang atau timbal balik dan hubungan yang bersifat penting. Artinya tidak bisa dipisahkan walaupun bisa dibedakan. a. Hubungan Ilmu Antropologi dengan Ilmu Geologi Geologi yang kajiannya merupakan mempelajari ciri lapisan bumi serta perubahannya, dibutuhkan oleh antropologi terutama berkaitan dengan temuan tentang fosil fosil atau sisa kerangka manusia dan artifak atau benda hasil karya manusia yang terpendam di tanah yang sudah berumur ratusan bahkan ribuan tahun. Penelitian secara geologi diharapkan mampu mengungkap masa atau jangka waktu yang dilalui oleh fosil dan artefak tersebut. Karena dibutuhkan oleh antropologi untuk menjelaskan bagaimana umat manusia terutama bentuk ciri fisik, perkembangan masyarakat dan kebudayaan pada masa itu.
b. Hubungan Antropologi dengan Paleontologi.
Ilmu paleontologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan pada zaman purba. Sama halnya dengan ilmu geologi, ilmu paleontologi yang dimaksudkan untuk menggambarkan fosil fosil manusia dan binatang yang memiliki struktur tubuh yang mendekati bentuk manusia seperti halnya kera, mengenai tingkat tahapan perkembangan evolusinya sehingga dapat diketahui ada atau tidak kaitan antara bentuk fisik manusia dengan bentuk fisik kera dimasa silam dan bentuk manusia dan kera dimasa kini, karena ada anggapan bahwa kedua species ini memiliki tingkat kemiripan yang tinggi.
c. Hubungan Ilmu Antropologi dengan Ilmu Anatomi
Antropologi membutuhkan ilmu anatomi untuk memahami ciri ciri dan perbedaan fisik manusia terutama perbedaan ras, bentuk rambut, dan warna kulit, untuk memahami keterkaitan antara satu ras suku bangsa atau kelompok manusia dengan rasa atau kelompok manusia dengan rasa tau kelompok manusia lainnya, serta penyebab terjadinya perbedaan ciri fisik dan ras manusia tersebut.
d. Hubungan antara Ilmu Antropologi dengan Ilmu Kesehatan
Antropologi membutuhkan ilmu kesehatan untuk memahami perkembangan penyakit dan kesehatan suatu masyarakat, dan yang terpenting adalah sikap satu kelompok manusia terhadap penyakit atau wabah yang dihadapi, demikian pula halnya dengan para dokter diharapkan bisa bekerja sama dengan para antropolog untuk memahami pandangan hidup masyarakat tentang penyebab terjadinya wabah suatu penyakit, sakit yang diderita seseorang, bahkan penyebab terjadinya suatu kematian, apakah karena disebabkan oleh penyakit atau sikap dukun, tukang sihir.
e. Hubungan Antropologi dengan Ilmu Sosiologi
Secara umum ilmu antropologi dan sosiologi keduanya sama karena sama sama menjadikan manusia sebagai obyek kajian (obyek materi). Sebagaimana antropologi, ilmu sosiologi juga bertujuan untuk memahami pengertian tentang asas kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya, tujuannya juga hamper sama dengan antropologi. Antropologi yang semula menggunakan pendekatan kualitatif dan sosiologi yang menggandalkan pendekatan kuantittaif, kini kedua bidang tersebut dapat menggunakan kualitatif dan kuantitatif secara bergantian maupun secara bersamaan. Artinya antropologi yang mengandalkan mengandalkan metode kualitatif tetapi juga dapat menggunakan metode kuantittaif begitupun sebaliknya. Sehingga ahir ahir ini para antropolog dan sosiolog secara Bersama atau kelompok mampu bekerja samna menggarap lapangan penelitian yang bisa menghasilkan suatu laporan yang lengkap mengenai kehidupan sosial budaya suatu masyarakat.
f. Hubungan Antropologi dengan Ilmu Psikologi
Ilmu psikologi juga ilmu yang terkait erat dengan antropologi karena membicarakan manusia sebagai mahluk hidup secara biologis dan mahluk sosial. Manusia memiliki suatu kekuatan yang tidak nampak nyata karena ia bersifat imateril dan hanya terlihat gejalanya saja, aspek yang terpenting dari unsur kehidupan manusia adalah aspek ruhaniah. Kekuatan jiwa atau ruhani manusia ini telah terintegrasikan dengan baik oleh unsur berfikir manusia melalui otak, dan proses merasa manusia melalui hati sehingga menentukan kepribadian manusia sebagai individu, dan selanjutnya membentuk kepribadian manusia sebagai mahluk sosial, atau mahluk yang hidup bermasyarakat yang mampu menciptakan cipta, rasa dan karsa. Ciptaan manusia yang berkaitan dengan ruhaniah atau kejiwaan meliputi norma dan aturan hidup bekelompok, inilah yang disebut kebudayaan. Hubungan antara antropologi (budaya) dengan sosiologi (sosial) dan psikologi (keperibadian) secara rinci akan dibahas dalam satu tema pembahasan secara khusus.
1.6 CABANG-CABANG ILMU ANTROPOLOGI
1.6.1 Antropologi Fisik Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi biologisnya dalam berbagai jenis (specis). Antropologi fisik dibagi menjadi dua yaitu somatologi dan palaoentropologi. a. Somatologi Mempelajari tentang terjadinya aneka ragam jenis manusia dipandang dari ciri-ciri fisik tubuhnya (fenotif) maupun yang tidak tampak (genotif). Bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya anekawarna makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuh. Bahan penelitian terdiri dari ciri-ciri tubuh, baik yang lahir (fenotipik) seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan bentuk tubuh, maupun yang dalam (genotipik), seperti frekuensi golongan darah dan lain sebagainya. Dalam perspektif studi antropologi, manusia dapat dibagi dalam berbagai kelompok jenis dengan ciri tubuh yang beraneka ragam. b. Palaeoantropologi Mempelajari tentang asal usul manusia dengan menggunakan fosil yang telah membantu sebagai objeknya. ilmu antropologi yang meneliti soal usul-asal atau terjadinya dan evolusi makhluk manusia dengan mempergunakan segala bahan penelitian dari sisa-sisa tubuh yang telah membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman dahulu, yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi yang harus didapat oleh si peneliti dengan berbagai metode penggalian (Nurmansyah G., dkk. 2019). 1.6.2 Antropologi Budaya Antropologi budaya menjelaskan tentang kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Antropologi budaya juga merupakan studi tentang praktik-praktik sosial, bentuk- bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa, dimana makna diciptakan dan diuji sebelum digunakan oleh masyarakat manusia. Antropologi budaya dibagi menjadi tujuh yaitu sebagai berikut : a. Prehistory mempelajari perkembangan dan persebaran semua kebudayaan manusia pada zaman prasejarah. Mempelajari sejarah perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan manusia di bumi dalam zaman sebelum manusia mengenal huruf. b. Etnolinguistik mempelajari ciri dan tata bahasa berbagai suku bangsa serta persebarannya. Suatu bagian ilmu yang pada asal mulanya berkaitan sangat erat dengan ilmu antropologi. Adapun materi atau bahan yang menjadi rujukan studi etnolinguistik berupa daftar kata-kata, perlukisan tentang ciri dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi. c. Etnologi mempelajari tentang asas-asas kemanusiaan melalui pengkajian tentang kebudayaan berbagai suku bangsa yang tersebar di muka bumi. Bagian ilmu antropologi yang mencoba mencapai pengertian mengenai azas- azas manusia dengan mempelajari kebudayaan- kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada masa tertentu. Peneitian dalan etnologi dibagi menjadi dua yaitu : Deskriptif integration (etnografi) Suatu metode penelitian yang dilakukan secara berulang-ulang pada objek penelitian tertentu. Kajian deskriptif dalam ethnologi bertujuan untuk mengolah dan mengintegrasikan semua bidang kajian antropologi, yang sering disebut etnografi (bagian dari etnologi yang meliputi segala cara pengumpulan bahan dan perlukisan tentang masyarakat dan kebudayaan dari satu suku bangsa pada satu daerah tertentu. Oleh karena itu, etnografi adalah bagian deskriptif dari etnologi). Yang unggul dari descriptive integration adalah pengenalan secara menyeluruh dari domain atau kawasan (atau juga obyek, subyek dan pokok) studi tertentu. Lebih luas dapat dikatakan bahanbahan dasar yang menjadi sasaran dari pengolahan descriptive integration adalah keterangan etnografi, bahan- bahan dasar seperti fosil (materi dari paleoantropologi), ciri ras (bahan dari somatologi), artefak-artefak (bahan dari prehistori), bahasa local (bahan dari etnolinguistik); semuanya diolah menjadi satu dan diintegrasi ke dalam sebuah sistem pemahaman yang utuh. Generalizing approach (antropologi sosial) Suatu metode penelitian pada beberapa objek penelitian (beberapa suku bangsa) secara serempak dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya yaitu untuk memperoleh gambaran tentang asas persamaan dari keanekaragaman unsurunsur kebudayan suku-suku bangsa yang bersangkutan. Dipandang dari metode mengumpulkan data, descriptive integration bertujuan untuk mencari pengertian tentang sejarah perkembangan dari suatu daerah, artinya mencoba memandang suatu daerah pada bidang diakroniknya. Contoh, seseorang yang ingin meneliti mengenai Masyarakat Helong (Kupang dan Semau di Nusa Tenggara Timur misalnya), maka yang bersangkutan mengumpulkan bahan tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan Orang Helong saat ini. Sementara itu ia berjuang memperhatikan fosil-fosil yang terdapat di daerah-daerah yang dihuni Suku Helong dan ciri- ciri suku tersebut dan warga kerabatnya. Inilah jalan termulus bagi si peneliti untuk memiliki pengertian yang mendalam mengenai Suku Helong. d. Etnopsikologi Mengkaji tentang masalah kepribadian bangsa. Tiga hal mendesak hingga munculnya etnopsikologi, (a) masalah kepribadian bangsa, (b) persoalan peranan individu dalam proses perubahan adat-istiadat dan (c) tantangan nilai universal yang muncul dari konsep- konsep psikologi. Dari studi yang mendalam mengenai ketiga hal utama di atas, maka ilmu antropologi memberi sumbangan untuk masyarakat dalam hal menjelaskan proses-proses perubahan kebudayaan (cultural change) dan seberapa jauh perubahan itu berimbas pada tingkah laku sosial manusia dalam masyarakat luas. Kajian yang menjadi sasaran studi bidang antropologi terkadang tertuju pada analisis kepribadian dalam bingkai budaya dan tradisi para bangsa. e. Antropologi Spesialisasi Pengkhususan kajian antropologi terhadap masalah- masalah praktis dalam pemerintahan, pendidikan dan peperangan. Tertuju pada soal-soal praktis di dalam masyarakat, yang berawal pada studi konteks di Eropa Barat, Oceania, Asia dan Afrika. f. Antropologi terapan Merupakan bagian antropologi yang digunakan untuk tujuan-tujuan praktis. Muncul di negara-negara berkembang, ketika para ahli mengambil teori-teori antropologi dan menerapkannya di dalam studi-studi ilmu kemasyarakatan atau studi-studi ilmu politik berkaitan dengan usaha untuk membedah kondisi riil masyarakat setiap hari g. Arkeologi Mengkaji penemuan-penemuan peninggalan budaya dan fosil-fosil manusia purba. Cabang antropologi yang mempelajari benda-benda peninggalan lama dengan maksud untuk menggambarkan serta menerangkan perilaku manusia, karena dalam peninggalan-peningalan lama itulah terpantul ekspresi kebudayaannya.
1.8 HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN RUMAH SAKIT
Dengan memanfaatkan ilmu antropologi, rumah sakit dapat
menentukan pola penyakit menurut perubahanperubahan budaya, dapat menerangkan berkembang dan bertahannya serta punahnya penyakit- penyakit, serta dapat memudahkan rumah sakit untuk mengkaji kausalitas penyakit maupun kebertahanan penyakit dalam masyarakat. Selain itu, antropologi juga dapat digunakan sebagai landasan teori dalam menjalankan program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih luas tentang hubungan antara gejala bio-sosio-budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Serta suatu faktor penentu bagi keberhasilan upaya-upaya manusia dalam menanggulangi masalah-masalah penyakit (preventif&kuratif). Rumah sakit sebagai lembaga sosial yang memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat diharapkan dapat memahami kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat agar dapat memberikan pelayanan yang sesuai dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Untuk itu, rumah sakit dapat menganalisis, menelaah dan memahami budaya, kebiasaan, dan persepsi masyarakat mengenai definisi sehat dan bagaimana cara untuk menjada agar tetap sehat.
Selain kaitannya dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, rumah sakit tetap merupakan lembaga yang di dalamnya terdapat sistem ekonomi. Yaitu, selain memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar dirinya tetap berkembang dan mendapatkan keuntungan. Setiap investasi yang dibangun dan keluarkan merupakan aset yang nantinya juga akan dipergunakan kembali oleh rumah sakit untuk mengembangkan pelayanannya kepada masyarakat. Oleh sebab itu, rumah sakit perlu memahami strategi-strategi yang diperlukan untuk menarik minat masyarakat agar bersedia mendapatkan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan ilmu antropologi khususnya cabang antropologi spesialisasi yaitu antropologi kesehatan dan antropologi rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA
Sahar, Santri.2015.”Buku Pengantar antropologi”
https://us.docworkspace.com/d/siiloonyg2dpcjay. Diakses pada 12 november 2021. Ruswanto,Wawan. Modul 1. Ruang Lingkup Imu Antropologi. Https://us.docworkspace.com/d/sinvoonygotpcjay . Diakses pada 12 novemmber 2021 Nurmansyah G., Dkk. 2019. Pengantar Antropologi. Diakses Dari PENGANTAR ANTROPOLOGI.Pdf