negara, Di Asia Indonesia berada pada urutan ke 17 dari 17 dibawah Vietnam. (Survei Political
and Economic Risk Consultant (PERC)). Sedangkan data kuantitas pelajar di Indonesia saat ini
mencapai 58 juta jiwa, dan akan menyamai jumlah penduduk Inggris Raya (sumber: Antara
news. Pekanbaru, Riau). Dengan rincian 8 juta siswa SMA, sisanya (50 juta jiwa) siswa SD dan
SMP.
Dampak dari interelasi antara kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia di jaman
persaingan global ini, antara lain terdapatnya interval yang dominan antara kedua interelasi
Bandingan yang nyata bahwa, bila kurva kuantitas dengan kualitas berbanding berbelok naik ke
atas menjauhi antara point 1 (kuantitas) menuju point 2 (kualitas) (ket: jumlah yang dominan
pada kuantitas, menjadikan keseimbangan kualitas berkurang dan tidak sinergis). Maka implikasi
yang dihasilkan adalah munculnya berbagai problematika, seperti rasio (nilai/jumlah) yang
dihasilkan dengan harapan satuan pendidikan untuk menuju jenjang ketenagakerjaan tidak
adanya biaya pendidikan mahal, dikarenakan mutu yang perlu dikembangkan, dilihat dari segala
aspek penunjang. Sistem yang berubah-rubah serta waktu pengajaran pun turut melengkapi
dampak disharmonisnya interelasi (kuantitas dan kualitas), karena disaat mutu pendidikan sudah
dirasa layak adanya, dengan segera diubah menjadi mutu awal yang lowquality, yang tidak
sejalan untuk meng-upgrade interelasi (kuantitas dan kualitas) yang tergap (kualitas lebih rendah
ini yang telah mengantarkan kerancuan dan kelemahan, yang berimplikasi pada pemutarbalikan
makna tersebut. Telusuri saja anggaran APBD Negara yang terbilang besar untuk satu bidang
tertentu, ditanggung dan diberikan sepenuhnya sebesar 20% dari total anggaran tersebut untuk
membiayai/danai pendidikan di Negara kita ini. Tetapi pada fakta lapangan yang ada masih
banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik itu dilakukan oleh oknum diluar
pemerintah (rakyat), asing (investor), bahkan pemerintah pun sering menggelapkan (KKN)
dana/biaya pendidikan tersebut, sehingga terjadi divergensi kontraksi dana sebesar 20% yang
Dalam beberapa sumber mengatakan bahwa total anggaran tahun ini akan ditingkatkan, menjadi
44 triliun rupiah untuk pembiayaan pendidikan. Dan selayaknya wajib adanya, namun
dikarenakan banyaknya kasus KKN dalam anggaran pembiayaan pendidikan di Negara kita,
menjadikan dana tersebut terus mengalami kontraksi, lihatlah, kedua pembiayaan mengenai
pendidikan yang saya paparkan (anggaran APBD Negara dan peningkatan anggaran dana),
keduanya tidak mengalami sebuah kemajuan dibidang nominal, dan nilai kenyataan, ya memang
diakui bahwa keduanya telah digembor-gemborkan, bahwa dana-dana tersebut telah diberikan
tanpa pengurangan dari pemerintah dengan lantang, di berbagai kesempatan saat ditanyai
Begitulah keadaan saat ini, pemerintah merasa tidak bersalah, dan bertanggung jawab
bila ditanya mengenai kemanakah anggaran 20% serta peningkatan anggaran menjadi 44 triliun
tersebut? Benarkah tersalurkan kepada tangan rakyat? Mungkin hanya Tuhan dan mereka
masih terdapat kerusakan (kurang layak), ketidaklayakan pakai/huni, serta jarak (transportasi,
serta efisiensi waktu) yang telah kurang memadai, bahkan jauh dari kata rata-rata. Sebagai
contoh nyata, tentang masalah infrastruktur, ada pada kasus (sumber: kontenremaja.blogspot)
yang dialami pelajar Romang Tangaya Makassar yang rela mengarungi sungai luas setiap hari,
situasi, jarak (prasarana) dari tempat tinggal dengan sekolah mereka yang terlampau jauh dari
daratan, mengharuskan rela mau tidak mau mereka jalani. Ironis, karena desa Romang Tangoya
yang letaknya dekat dengan kota Makassar Sulawesi selatan. Selain situasi, jarak (prasarana),
permasalahan mereka adalah masalah kelayakan bangunan, serta fasilitas (sarana) sekolah. Dari
contoh kasus tersebut, harapannya pemerintah memperhatikan, membuka mata hati dan hati
nurani mereka, jangan memanipulasi fakta lapangan yang ada dengan gemerlapnya kota
metropolitan (Jakarta), lihatlah dengan nyata, buka tabir kegelapan dunia pendidikan, jangan
lebih diperhatikan secara menyeluruh, dengan berbagai pendekatan aspek yang ada. Terdapat
mencapai mutu, dan harapan yang menjadi patokan yang ada. Terlihat dari hasil laporan, dari
survey langsung, mengatakan hanya 30% siswa/pelajar yang mampu memahami materi dari
bacaan, dan sulit menjawab soal-soal berbentuk uraian dengan penalaran. Karena mereka
(siswa/pelajar ) cenderung terbiasa dengan menghapal dan menjawab soal berbentuk pilihan
ganda.
Kualitas (mutu pendidikan) dari segi kapasitas kemampuan dan daya saing (kompetensi)
dengan kuantitas (jumlah siswa/pelajar) yang terlampau melebihi kuota kualitas, telah
mengantarkan bangsa ini kurang memiliki persaingan yang bisa disandingkan dengan Negara
lain apalagi diperkuat dengan berbagai sumber yang mengatakan mutu pendidikan secara
Dilihat (sumber: positivego.blogspot) secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di
Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga
saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 selebihnya belum
berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar
70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 ( 29,5%) guru lainnya belum
memenuhi syarat sertifikasi. Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan
guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%,
dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara
di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000
guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti
ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi
rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun
ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas
rusak terbanyak di Jawa Barat 23.415, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, Nusa Tenggara
Timur (NTT) sebanyak 7.652, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Sulawesi Tenggara 2.776,
Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Sulawesi Barat 898, dan Papua Barat 576.
Solusi dari Problematika Pendidikan di Indonesia karena Kualitas dan
Kuantitasnnya
Beberapa problem solving/solusi dari permasalahan kualitas dan kuantitas pendidikan di
dan equity (keadilan). Mengapa saya katakan 2 aspek itu inti solusi dari problematika
pendidikan dewasa ini, karena bila kualitas dengan kuantitas kompatibel dengan
dan harmonis.
Bandingkan, bila harmonisasi, interelasi antara kualitas dan kuantitas dirancang, maka
problematika pendidikan di Negara kita tidak akan menjadi wacana lagi. Tentu saja, karena bila
tapi kompatibel mencangkup seluruh aspek), rasio kesempatan pendidikan dengan jumlah
diberdayakan secara kontinu dengan merata, koheren, kompatibel, maka keajegan harmonisai
pun tercipta, serta problematika yanga ada akan terminimalisir secara bertahap.
1. Partisipasi Masyarakat
Kata “partisipasi masyarakat” dalam pembangunan menunjukkan pengertian pada
keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi program
pembangunan (United Nation, 1975). Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan
Indonesia, perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan warga atau kelompok masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan . Sebaliknya pihak pemerintah atau Negara juga
memberikan ruang atau kesempatan kepada warga atau kelompok masyarakat untuk berpartispasi
seluas mungkin sehingga kita bisa mencetuskan sebuah ide yang kreatif dan imajinatif dalam
pengembangan pendidikan, seperti pepatah orang jawa ‘’ Rawe-rawe rantas , malang-malang putung’’
atau dalam Bahasa indonesianya ‘’Bercerai kita runtuh, Bersatu kita teguh’’. Partisipasi masyarakat
dalam pendidikan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk :
1. Partisipasi finansial
Berupa dukungan dana sesuai dengan kekuatan dan kemampuan masyarakat. Termasuk
juga orangtua secara kolektif dapat mendukung dana yang diperlukan sekolah, yang benar-benar dapat
dipertanggung jawabkan untuk keberhasilan pendidikan. Selain itu, lembaga bisnis dan industri
diharapkan dapat menyisihkan anggaran untuk pemberian beasiswa pendidikan.
2. Partisipasi material
Diwujudkan dengan sumbangan bahan-bahan yang berkenaan dengan material bangunan,
untuk penyempurnaan bangunan ruang dan tempat untuk kegiatan belajar agar kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik. Demikian juga masyarakat mendukung terciptanya lingkungan
fisik yang kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.
3. Partisipasi akademik
4. Partisipasi kultural
Perhatian masyarakat terhadap terpeliharanya nilai kultural dan moral yang terdapat di lingkungan
sekitar sekolah sehingga sekolah mampu menyesuaikan diri dengan budaya setempat.
5. Partisipasi evaluatif
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sekolah atau lembaga pendidikan agar partisipasi masyarakat
dalam dunia pendidikan semakin baik, antara lain :
Partisipasi orang tua dan masyarakat akan tumbuh jika orang tua dan masyarakat juga
merasakan manfaat dari keikutsertaanya dalam program sekolah. Manfaat dapat diartikan luas,
termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi
kepentingan sekolah. Jadi prinsip menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah saling
memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah
menetapkan komunikasi yang efektif.
Disini sekolah harus memperkenalkan program dan kegiatan sekolah kepada masyarakat.
Agar masyarakat lebih mengenal dan dapat membantu program tersebut. Selain itu, hal ini dilakukan
agar hubungan masyarakat dan sekolah menjadi erat. Diharapkan juga masyarakat dan sekolah
mengadakan kerjasama dalam hari-hari besar agama. Selain itu juga, sekolah perlu memberi tahu
masyarakat tentang program unggulan sekolah agar menarik minat masyarakat.
Masyarakat perlu terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Dalam hal ini tentu sekolah harus transparan dalam hal kurikulum pembelajaran sekolah
dan juga tentang biaya penyelenggaraan sekolah. Hal ini dimaksudkan agar orang tua tidak hanya
menerima informasi dari sekolah. Tetapi masyarakat juga bisa memberikan informasi yang berkaitan
dengan peserta didik agar pendidikan daptat berjalan dengan lancar. Selain itu, sekolah juga dapat
melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan kebutuhan operasional
maupun non operasional sekolah. Di forum ini masyarakat dan sekolah saling bertukar fikiran,
mengeluarkan ide atau gagasan dan juga menyampaikan permasalahan yang dihadapi baik oleh orang
tua murid ataupun sekolah.Jadi sekolah dan masyarakat dapat saling bahu membahu dalam
mengembangkan pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992 BAB III pasal 4 peran serta / partisipasi maysarakat
dapat berbentuk:
1. Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah atau jalur
pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan kedinasan, dan pada
semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah;
2. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau membantu
melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
3. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan kegiatan belajar-
mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan;
5. Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis;
6. Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk melaksanakan
Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
10. Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan; dan
11. Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang diselenggarakan oleh
Pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Desentralisasi pendidikan memerlukan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini tujuan partisipasi sebagai
upaya peningkatan mutu pada satuan pendidikan cukup variatif. Bentuk partisipatif yaitu dalam
Manajemen Berbasis Sekolah, partisipasi orang tua dalam program mutu, komite sekolah, pembiayaan
sekolah, mengatasi problem anak, partisipasi dalam disiplin sekolah, partisipasi edukatif dalam
perspektif siswa dan partisipasi guru dalam resiliensi sekolah. Bentuk-bentuk partisipasi yang terjadi
pada satuan pendidikan dan masalah yang dihadapi oleh sekolah yang secara umum dideskripsikan
sebagai berikut:
· Stakeholder mendukung
program sekolah. Belum semua masyarakat,
khususnya orang tua pada
Partisipasi · Menghadiri pertemuan
sekolah menyadari bahwa
masyarakat dalam sekolah untuk mengetahui
untuk terlibat secara aktif
pendidikan perkembangan siswa.
dalam pembangunan
· Membantu murid belajar pendidikan.
Dari pihak pemerintah, faktor yang menghambat partisipasi masyarakat dalam pendidikan dapat
berupa:
1. Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan didaerah untuk secara sungguh-sungguh
melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan public.
4. Lemahnya dukunngan angggaran, karena kegiatan partisipasi public sering kali hanya dilihat
sebagai proyek, maka pemerintah tidak menjalankan dana secara berkelanjutan
Sedangkan dari pihak masyarakat, faktor penghambat partisipasi dalam pendidikan muncul karena
beberapa hal, antara lain:
1. Budaya paternalism yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk melakukan diskusi secara
terbuka.
2. Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam pembuatan keputusan oleh
pemerintah daerah.
4. Hambatan kultural, yaitu masih adanya sebagian masyarakat yang menganggap bahwa
pendidikan formal bertentangan dengan adat mereka, misalnya saja pada masyarakat Samin
yang menganggap bahwa orang yang pintar hanya akan membuat orang membodohi orang lain.
5. Hambata georafis, misalya jauhnya lokasi sekolah yang diikuti oleh tidak adanya fasilitas
transportasi dan akses jalan yang mendukung untuk mencapai sekolah.
6. Mahalnya biaya pendidikan, terutama pada pendidikan tingkat atas dan perguruan tinggi.
Kedua, Munculnya sekolah unggulan, sekolah plus, Sekolah Standar Nasional (SSN) dan
Sekolah Berstandar Internasional (SBI), sekolah dapat leluasa meminta sumbangan ke wali
murid berkedok untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun SBI akhirnya dihapus berkat
keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada pensatusan sekolah ini terjadi diskriminasi antar
sekolah dimana murid yang berasal dari sekolah inilah yang mudah diterima di perguruan tinggi
negeri dan sekolah-sekolah yang standar sangatlah susah menembus perguruan tinggi negri.
Wajar saja karena sekolah yang mempunyai status unggulan mengenakan biaya pendidikan yang
setimpal dengan kualitasnya dan banyak dihuni oleh orang yang punya uang saja. Di sisi lain
orang yang tidak mampu tersisihkan dalam hal pendidikan di lembaga berkualitas, padahal
banyak dari mereka mungkin memeiliki potensi yang besar dalam pendidikan.
Ketiga, adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak
jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Dari ketiga point di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sarana dan prasarana
pendidikan di Indonesia masih perlu dibenahi. Banyaknya permasalahan sarana dan prasana akan
menghambat proses pembelajaran, yang akibatnya berpengaruh pada ketercapaian dari tujuan
pendidikan.
2. Dengan adanya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maka selanjutnya
kita dapat meningkatkan Sarana dan Prasarana Pendidikan. Adapun sarana dan prasarana
pendidikan yang digunakan dalam rangka meningkatkan output pendidikan tentunya kita harus
menaikan cost (harga), menaikkan harga disini maksudnya adalah meningkatkan sarana dan
prasarana penunjang pendidikan. Adapun sarana tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik.
Sarana fisik
Pemenuhan sarana fisik sekolahan ini meliputi pembangunan gedung sekolahan,
laboratorium, perpustakaan, sarana-sarana olah raga, alat-alat kesenian dan fasilitas pendukung
lainnya. Dalam hal ini tentunya pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam
pemenuhan ini, karena pemerintah berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal.
Jika sarana belajar ini telah terpenuhi tentunya akan semakin memudahkan transformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(2) Pengadaan. Pengadaan adalah segala kegiatan untuk menyediakan semua keperluan
barang bagi keperluan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pengadaan
barang sebenarnya tidak terlepas dari perencanaan pengadaan yang telah dibuat sebelumnya baik
mengenai jumlah maupun jenisnya.
(5) Penataan. Penataan sarana dan prasarana pendidikan dapat dibagi menjadi:
a. Penataan barang bergerak
Yang dimaksud dengan barang bergerak adalah barang yang dapat dipindahkan dari
penempatan sebelumnya, misalnya kursi, meja, dan lain-lain.
(6) Penggunaan. pengaturan bagi penggunaan sarana dan prasarana tersebut yaitu dengan
cara:
a. Alat pelajaran diangkut ke kelas yang membutuhkan dan saat dikembalikan jumlah harus
sama.
b. Alat pelajaran disimpan di suatu tempat, bila siswa ingin menggunakan, siswa mengajak
guru yang mengajar untuk membawa barang tersebut
Penggunaan atau pemakaian fasilitas pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab
kepala sekolah pada tiap jenjang pendidikan. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi kepala
sekolah yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan
dengan penanganan fasilitas sekolah diberi tanggun jawab untuk menyusun jadwal tersebut.
Dalam penggunaan fasilitas, semua pengguna baik peserta didik, guru, dan komponen sekolah
lainnya harus dapat mempertanggungjawabkan penggunaan fasilitas yang telah digunakan.
Dalam artian bahwa dalam menggunakan fasilitas harus dengan baik dan tidak merusak fasilitas
yang telah ada.
(7) Pemeliharaan. Pemeliharaan berarti sarana dan prasarana yang digunakan harus
dipelihara agar tidak rusak.
Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan
atau kebijaksanaan yang telah ditentukan. Pengawasan bukan hanya mencari kesalahan saja,
tetapi juga mencari hal-hal yang sudah baik untuk dikembangkan lebih lanjut.
1. Tujuan pengawasan
Agar hasil pekerjaan diperoleh secara berdaya guna yaitu hasil yang sesuai dan tepat dengan
pengeluaran yang seminimal mungkin dan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
2. Prosedur pengawasan
a. Observasi
Digunakan untuk mengadakan penilaian atau evaluasi baik terhadap pimpinan atau
bawahannya. Digunakan untuk audit dan review terhadap apa yang telah dilakukan.
b. Pemberian contoh
Apa yang dikerjakan oleh pimpinan seharusnya juga dikerjakan pula oleh bawahannya dan
sebaliknya pimpinan akan segan menindak terhadap bawahannya kalau ia sendiri tidak dapat
mengerjakannya.
c. Pencatatan pelaporan
Suatu alat pembuktian, dapat berupa catatan atau laporan.
d. Pembatasan wewenang
Untuk menjaga agar seseorang tidak melakukan hal yang melebihi wewenangnya serta untuk
menghindari penyimpangan.
e. Menentukan peraturan perintah prosedur
1) Peraturan pada umumnya melarang bentuk tingkah laku yang khusus atau jika diizinkan
akan dapat mengganggu usaha-usaha serta membahayakan organisasi.
2) Prosedur mengatur kegiatan yang harus dilakukan yang merupakan suatu rangkaian
kegiatan melalui anggota-anggota suatu organisasi untuk melayani dan menerima dalam suatu
situasi tertentu.
f. Sensor
Tindakan pengamanan agar kesalahan-kesalahan yang akan timbul segera dapat dicegah atau
diperbaiki dan tindakan pembetulan sebelum terlambat.
g. Anggaran
Alat dari pimpinan agar dilaksanakan. Suatu petunjuk untuk mengembangkan dan
memajukan organisasi, penilai suksesnya suatu rencana.