Anda di halaman 1dari 12

Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32

Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

PERILAKU LOKOMOSI, HOMING, DAN KAWIN PADA BEKICOT


(Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

LOCOMOTION BEHAVIOR, HOMING, AND MATING, IN GIANT AFRICAN


SNAIL (Lisschatina fulica Bowdich, 1822)

Nova Mujiono1,2, Zahra Rodliyatam Mardliyah2, Vinna Windy Putri 2,


Anzalia Eka Putri2, Rika Raffiudin2
1
Pusat Penelitian Biologi LIPI
Gedung Widyasatwaloka, Jl. Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong 16911, Jawa Barat
2
Biosains Hewan, Dep. Biologi, FMIPA-Institut Pertanian Bogor
Jl. Agathis Kampus IPB Darmaga Bogor
E-mail: nova.mzb@gmail.com

(diterima Februari 2019, direvisi Mei 2019, disetujui Juli 2019)

ABSTRAK
Beberapa keong darat pulmonata diketahui memiliki kemampuan berpencar dan homing. Kami menggunakan Bekicot
(Lissachatina fulica), satu jenis kosmopolitan untuk diamati perilaku pergerakan dan kemampuan untuk homing.
Pengamatan terhadap empat keong besar dan empat keong kecil dilakukan dalam 16 petak berukuran 1 x 1 m.
Pengamatan dilakukan di malam hari selama dua belas jam dan diulang selama tiga hari. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki korelasi antara pergerakan keong dan homing dengan ukuran, waktu, temperatur dan kelembaban. Hasil
menunjukkan bahwa keong besar bergerak dalam jarak yang lebih jauh dibandingkan keong kecil. Lokomosi lebih
dipengaruhi oleh temperatur dibanding dengan kelembaban. Perilaku homing hanya teramati pada individu kecil
sedangkan perilaku kawin hanya teramati pada individu besar.

Kata kunci: keong darat, ukuran, berpencar, nokturnal .

ABSTRACT
Some pulmonate land snails were known to have dispersal and homing abilities. We used Giant African Snail
(Lissachatina fulica), a cosmopolite species to observe their locomotion behavior and homing ability. Four large snails
and four small snails were observed in 16 plots 1 x 1 m. We carried out twelve hours of night observation and repeated
for three days. This study aims to investigate the correlation between snail locomotion and homing with the size, time,
temperature and humidity. The result shows that large snail moves in longer distances compared to the small one.
Locomotion is more affected by temperature than by humidity. Homing behavior was only observed in small
individual while mating behavior was only observed in large individual.

Keywords: land snail, size, dispersal, nocturnal.

PENDAHULUAN 1961). Panjang cangkang bekicot dewasa


Bekicot (Gastropoda: Lissachatina mencapai 200 mm dengan rata-rata 50-100
fulica Bowdich, 1822) merupakan hewan mm. Rata-rata bobot tubuh bekicot mencapai
kosmopolitan yang memakan banyak jenis 32 g (Nelson 2012). Populasi bekicot yang
tanaman (polyphagus), diperkirakan hingga meningkat menjadi masalah serius pada
500 jenis tanaman (Global Invasive Species kedua sektor tersebut. Walaupun demikian
Database 2018). Sebagian besar tanaman bekicot memiliki manfaat sebagai bahan
tersebut merupakan komoditi sektor perke- pangan, pakan (Lelwa et al. 2008) dan obat
bunan dan pertanian (Albuquerque et al. (Latifa 2015).
2008). Bekicot sering ditemukan di serasah Perilaku lokomosi pada bekicot,
maupun pepohonan (arboreal) pada keting- hewan yang aktif di malam hari (nocturnal)
gian 1-3 m dari tanah, bahkan pernah dipicu oleh ritme sirkadian (Mead 1961).
dilaporkan hingga ketinggian 10-11 m (Mead Selain itu, dipengaruhi pula oleh

21
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

kelembaban, cahaya, dan temperatur (Naokuni individu bercangkang besar.


& Teruhisa 1986). Mereka aktif mencari
makan pada kondisi lembab atau saat setelah METODE PENELITIAN
turun hujan (Nelson 2012) terutama pada Penelitian ini dilakukan di halaman
o
rentang temperatur 18-30 C (Naokuni & gedung Departemen Biologi FMIPA IPB
Teruhisa, 1986). (S 06o33’26.94” E106o43’27.58”) pada bulan
Lokomosi dari bekicot digerakkan oleh Maret 2018 menggunakan individu liar yang
rangkaian kontraksi otot periodik (pedal ditemukan pada lokasi tersebut (Parkyn et al.
waves) dan relaksasi (interwave). Pedal waves 2014). Pengukuran panjang cangkang
adalah bagian otot yang bergerak sedangkan menggunakan dial caliper Mitutoyo®
interwaves adalah bagian yang stasioner. KW06-352 dengan satuan mm. Tiap individu
Jarak antara dua pedal waves yang berurutan diberi tanda abjad A-h menggunakan pita
disebut wavelength (Lai et al. 2010). Bekicot Dymo® yang ditempelkan ke bagian atas
bercangkang kecil melakukan lokomosi cangkang (Iwasaki 1999).
dengan jarak lebih jauh dibandingkan dengan Pengamatan terbagi menjadi dua yaitu
yang bercangkang besar (Tomiyama & pengamatan lokomosi dan pengamatan homing.
Nakane 1993). Sebaliknya, kemampuan Pengamatan lokomosi menggunakan 8 individu,
kembali ke posisi semula (homing) hanya 4 bekicot cangkang besar (A-D dengan kisaran
muncul pada individu cangkang besar panjang cangkang 61,3-63,6 mm) dan 4 bekicot
(Tomiyama 1992). cangkang kecil (e-h dengan kisaran panjang
Bekicot banyak ditemukan di daerah cangkang 40,4-42,9 mm) (Tomiyama &
urban, namun saat ini masih sedikit sekali Nakane, 1993). (Gambar 1).
penelitian mengenai aspek perilakunya. Hal
ini penting guna mengetahui kemampuan
menyerang pada tanaman yang secara biologis
bergantung pada dua kemampuannya yakni
untuk mendeteksi dan bergerak menuju
targetnya. Informasi ini berguna bagi program
perlindungan tanaman secara biologis yang
ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji perilaku lokomosi dan Gambar 1. Individu bekicot (L. fulica) pada
kemampuan homing pada bekicot berdasarkan pengamatan perilaku lokomosi.
Atas: individu cangkang besar
ukuran cangkangnya, selain itu juga mengkaji A-D, bawah: individu cangkang
pengaruh waktu, temperatur dan kelembaban kecil e-h.
terhadap perilaku tersebut. Hipotesis yang
diajukan bahwa bekicot kecil melakukan Bekicot diamati dalam 16 petak
lokomosi lebih jauh dibanding yang besar. pengamatan berukuran masing-masing petak
Waktu, temperatur dan kelembaban turut 1 m2 (modifikasi Tomiyama 1992). Semua
mempengaruhi lokomosi bekicot, serta individu ditempatkan pada petak no 11 tepat di
kemampuan homing akan muncul pada yang bawah pohon Pepaya. Hal ini bertujuan apabila

22
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

ada individu yang melakukan pergerakan ke menggunakan 4 individu, 2 individu cangkang


atas (vertikal) masih bisa teramati di dalam besar ditandai dengan selotip perekat kuning
petak pengamatan (Gambar 2). Agar mudah dan 2 individu cangkang kecil ditandai dengan
ditemukan pada kondisi gelap, maka cangkang selotip perekat merah (Gambar 3). Lokasi
bekicot ditandai dengan fluorescent tape. pengamatan berjarak sekitar 2 m dari petak
Pengamatan dilakukan selama 12 jam dari pengamatan lokomosi (Gambar 2). Ujung
pukul 17.00-05.00 WIB, dengan interval cangkang ditempeli dengan benang jahit
pengukuran setiap 2 jam (Tomiyama 1992, menggunakan lem Alteco®, agar pola
Giokas & Mylonas 2004). pergerakan bekicot dapat diketahui (Murphy,
2002). Benang jahit diletakkan secara vertikal
menggunakan batang kayu. Semua individu
diletakkan pada titik awal yang sama.
Pengamatan dilakukan setiap 12 jam selama
3 hari berturut-turut (Tomiyama 1992, Giokas
& Mylonas 2004, Michel et al. 2007).

Gambar 2. Skema petak pengamatan (a)


homing, (b) lokomosi
(modifikasi Tomiyama 1992).
Keterangan: tanda lingkaran
merupakan pohon Pepaya
sebagai lokasi awal, segitiga
besar dan kecil merupakan
bekicot besar dan kecil, garis
vertikal pada ‘a’ merupakan Gambar 3. Individu kecil bekicot (L. fulica)
batang kayu. pada pengamatan perilaku
homing.
Pengukuran jarak lokomosi dilakukan Data pengamatan berupa panjang
menggunakan roll meter dengan satuan cangkang, waktu, temperatur, kelembaban dan
cm. Apabila bekicot bergerak keluar petak, jarak lokomosi dianalisis menggunakan analisis
maka posisinya ditentukan dengan mengikuti Correlation untuk melihat besarnya korelasi
letak petak yang terdekat, dengan diberi antar faktor. Setelah itu dilanjut dengan
keterangan notasi bintang. Pengamatan arah analisis General MANOVA untuk melihat
pergerakan bekicot dibuat sketsa secara manual. besarnya pengaruh faktor waktu, temperatur
Bendera kecil berabjad A-H digunakan sebagai dan kelembaban terhadap jarak lokomosi.
penanda lokasi pergerakan bekicot. Pengamatan Kedua analisis menggunakan perangkat lunak
lokomosi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan Minitab v16 (Minitab 2010). Cluster analysis
pada hari berbeda (Michel et al. 2007). dilakukan untuk melihat pola kemiripan jarak
Pengukuran parameter temperatur dan lokomosi berdasarkan ukuran cangkang
kelembaban menggunakan thermo-hygrometer dan waktu (yang berpengaruh pada temperatur
digital HTC® bersamaan dengan pengukuran dan kelembaban) mengunakan Euclidean
jarak lokomosi (Parkyn et al. 2014). distance pada perangkat lunak PAST v217c
Pengamatan perilaku homing akan (Hammer et al. 2001).

23
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

60
50
40
Frekuensi

30
20
10
0
1 2 3 5 6 7 9 10 11 14 15 16 1* 2* 3* 14* 9* 5*
Petak

Gambar 4. Frekuensi posisi bekicot pada petak pengamatan. Petak dengan frekuensi >0 saja yang
ditampilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN petak no 1* dimana terdapat pohon Pepaya
Hasil pengamatan selama tiga hari yang daunnya berjatuhan dibawahnya.
menunjukkan bahwa bekicot tidak melalui Tiga tujuan pergerakan keong yaitu
semua petak dan juga beberapa kali teramati untuk mencari makan (foraging), lokasi
berada di luar petak pengamatan. Posisi sarang (nesting), dan pasangan kawin
bekicot paling sering berada di petak no 10 (mating) (Chelazzi 1991). Arah lokomosi
(52 kali) kemudian juga di petak no 11 (30 bekicot pada penelitian ini terutama
kali) dan luar petak no 1 (1*) (21 kali) dipengaruhi oleh keberadaan makanan, yaitu
(Gambar 4). pepaya. Hal ini diduga karena ketertarikan
Posisi bekicot pada setiap akhir penga- untuk memakan daun pepaya yang terjatuh
matan cukup bervariasi yang ditunjukkan pada sekeliling petak. Pada lokasi
dengan frekuensi yang tinggi pada petak no. pengamatan terdapat beberapa pohon Pepaya,
10, 11, dan 1*. Petak no 11 termasuk dengan yang tiga diantarnya pada posisi sejajar
frekuensi tertinggi kedua. Hal ini disebabkan dengan petak pengamatan no.1-4, dan satu
karena petak no 11 merupakan titik awal pohon pada posisi sejajar dengan petak no.5.
posisi bekicot ditempatkan. Data menunjuk- Pepaya merupakan salah satu jenis tanaman
kan semua individu masih dalam posisi yang yang disukai oleh bekicot, hal ini dibuktikan
sama pada jam pengamatan pertama (19.00, dengan tingginya perilaku feeding bekicot
24 kali) ditambahkan 6 kali pada jam penga- pada perkebunan Pepaya di Hawaii (Nelson,
matan lainnya. Petak no 10 memiliki 2012). Bekicot dapat memakan daun, batang
frekuensi tertinggi. Hal ini kemungkinan daun, buah dan bahkan batang pohon Pepaya
karena posisinya berdekatan dengan no 11. dalam kondisi segar maupun busuk
Data menunjukkan posisi bekicot pada petak (Ravikumara et al., 2007).
no 10 mayoritas teramati pada jam
pengamatan pertama hingga ketiga (19.00 : 14 Jarak lokomosi berdasarkan ukuran
kali, 21.00 : 13 kali, 23.00 : 12 kali). Sisanya cangkang
13 kali pada rentang waktu 01.00-05.00. Jarak total lokomosi bekicot cangkang
Selanjutnya bekicot teramati 21 kali pada besar (A-D) sejauh 5.150 cm dengan rata-rata

24
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

900
J1 J2 J3
800

jarak lokomosi (cm)


700
600
500
400
300
200
100
0
A B C D e f g h
individu

Gambar 5. Jarak lokomosi berdasarkan ukuran cangkang. J1-3: jarak pada hari 1-3.
1.287 cm. Jarak terpanjang pada individu B penyebab terjadinya perbedaan hasil
(1.672 cm), sedangkan jarak terpendek pada pengamatan ini karena kurangnya durasi
individu A (1.053 cm). Pada bekicot waktu pengamatan, yang pada pengamatan ini
cangkang kecil (e-h), jarak total lokomosi hanya dilakukan selama 3 hari. Jarak total
sejauh 4.347 cm dengan rata-rata 1.087 cm. harian cenderung menurun selama
Jarak terpanjang pada individu e (1.296 cm), pengamatan (4.720 cm, 3.321 cm, dan 1.456
sedangkan jarak terpendek pada individu g cm). Dalam waktu 10 hari pengamatan, nilai
(947 cm) (Gambar 5). jarak total lokomosi individu muda (kecil:
Pada dua pengamatan selanjutnya, 3.190 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan
terdapat beberapa individu yang teramati individu dewasa (besar: 1.625 cm)
tidak melakukan lokomosi selama 1 interval (Tomiyama 2000). Individu muda mampu
waktu, yaitu selama 2 jam pada individu menempuh jarak total lokomosi sepanjang
cangkang besar B, C, D, dan cangkang kecil f, 50.000 cm dalam rentang waktu enam bulan
g, h. Hal ini disebabkan individu tersebut (Tomiyama & Nakane 1993). Hal yang
sedang melakukan perilaku makan (feeding). berbeda didapatkan pada jenis keong darat
Nilai jarak lokomosi horizontal terbesar ter- lainnya. Thersites mitchellae (Cox, 1864)
catat pada individu B (1.672 ± 557,33 cm). (Camaenidae) mampu menempuh jarak 7.445
Lokomosi vertikal hanya tercatat sebanyak cm selama 18 hari (Parkyn et al.2014),
empat kali yaitu pada individu C (22 cm), D Hedleyella falconeri (Gray, 1834)
(62 cm) dan G (10 dan 20 cm), dengan total (Caryodidae) bergerak sepanjang 18.224 cm
jarak (114 ± 43,09 cm). Berdasarkan selama 17 hari (Murphy 2002), dan Albinaria
observasi lapangan, terdapat individu non- coerulea (Deshayes, 1835) (Clausiliidae)
pengamatan yang melakukan lokomosi menempuh jarak menempuh jarak lokomosi
vertikal dengan jarak ±430 cm pada pohon 750 cm selama 30 hari (Giokas & Mylonas
Pepaya dekat lokasi pengamatan. 2004).
Secara keseluruhan, nilai total jarak
lokomosi pada individu cangkang besar lebih Jarak lokomosi berdasarkan waktu
tinggi dibandingkan pada individu cangkang Variabel waktu juga mempengaruhi
kecil. Hal ini berbeda dengan hasil variabel temperatur dan kelembaban. Hasil
pengamatan sebelumnya. Kemungkinan yang didapat untuk variabel temperatur dan

25
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

kelembaban keduanya saling bertolak sama (Gambar 7). Jarak total lokomosi
belakang. Nilai temperatur berkisar bekicot memiliki pola fluktuatif seiring
o o
23,9-30 C dengan rata-rata tertinggi 28,2 C dengan berjalannya waktu pengamatan dari
o
pada jam 19.00 dan rata-rata terendah 24,5 C pukul 19.00 hingga pukul 05.00 WIB
pada jam 05.00. Temperatur akan terus (Gambar 8).
mengalami penurunan seiring waktu berjalan Nilai jarak lokomosi tertinggi yang
(Gambar 6). Nilai kelembaban berkisar diperoleh pada pukul 23.00-01.00 dengan
42-88% dengan rata-rata terendah 61% pada temperatur 25,67 oC dan kelembaban 79%
jam 19.00 dan rata-rata tertinggi 82% pada (Gambar 8) diduga merupakan kisaran
jam 05.00. Kelembaban akan terus waktu yang optimal untuk aktivitas lokomosi
mengalami kenaikan dalam kurun waktu yang pada bekicot. Tomiyama & Nakane (1993)

30
T1 T2 T3
25
temperatur (C)

20

15

10

0
19.00 21.00 23.00 01.00 03.00 05.00
waktu

Gambar 6. Temperatur selama waktu pengamatan.T1-3: temperatur pada


hari 1-3.
K1 K2 K3
90

75
kelembaban (%)

60

45

30

15

0
19.00 21.00 23.00 01.00 03.00 05.00
waktu

Gambar 7. Kelembaban selama waktu pengamatan. K1-3: kelembaban pada


hari 1-3.

1200
J1 J2 J3
1000
jarak lokomosi (cm)

800

600

400

200

0
19.00 21.00 23.00 01.00 03.00 05.00
waktu

Gambar 8. Jarak lokomosi berdasarkan waktu pengamatan. J1-3: jarak pada


hari 1-3.

26
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

melaporkan aktivitas bekicot mencapai P-value yang lebih kecil dari F-value (α =
puncaknya pada pukul 03.00-04.00 dengan 0,05), yang menunjukkan temperatur lebih
o
kisaran temperatur 21 C dan kelembaban berpengaruh terhadap lokomosi bila
87%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh dibandingkan dengan kelembaban.
letak geografis pada lokasi pengamatan. Tabel 2. Nilai analisis General MANOVA.
Lokasi pengamatan pada Tomiyama & Waktu dan Waktu dan
temperatur kelembaban
Nakane (1993) dilakukan di Jepang Kriteria terhadap lokomosi terhadap lokomosi

(subtropis) yang memiliki jarak yang cukup Statistik F P Statistik F P

jauh dengan matahari sehingga cahaya Wilks 0,379 1,369 0,257 0,571 0,711 0,706

Lawley-
matahari memerlukan waktu yang lebih lama Hotelling
1,478 1,479 0,219 0,671 0,671 0,738

Pillai's 0,678 1,232 0,321 0,473 0,745 0,677


untuk mencapai Jepang dibandingkan pada
ekuator, yaitu Indonesia (tropis). Nilai Hasil uji General MANOVA
temperatur pada pengamatan ini masih dalam menunjukkan hanya temperatur yang
rentang yang cocok bagi kehidupan bekicot. mempengaruhi jarak lokomosi. Seperti
Sesuai dengan studi sebelumnya oleh disebutkan sebelumnya bahwa seiring
Naokuni & Teruhisa (1986), bahwa berjalannya waktu maka temperatur akan terus
temperatur optimal lokomosi pada bekicot menurun, sedangkan kelembaban akan terus
o
yaitu pada rentang 18-30 C, dan kelembaban naik. Kekentalan dan kandungan air dari lendir
pada rentang 50-70%. bekicot dipengaruhi oleh kelembaban relatif
(Lincoln et al. 2004). Gastropoda seperti
Analisis variabel dan parameter bekicot memiliki sistem peredaran darah
Hasil analisis Correlation (Tabel 1) terbuka, sehingga regulasi sistem ini
menunjukkan variabel ukuran cangkang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama
memiliki nilai korelasi yang paling rendah kelembaban. Kandungan air di udara akan
dibandingkan dengan variabel temperatur dan secara langsung berdifusi ke dalam sel-sel
kelembaban berdasarkan waktu pengamatan. tubuhnya. Neuron pada sistem saraf pusat
Terdapatnya korelasi negatif pada nilai gastropoda diaktivasi oleh tekanan osmotik
temperatur terhadap jarak lokomosi dan cairan internal. Jika kondisi lingkungan
kelembaban. kering, maka cairan tubuh bekicot akan
Tabel 1. Nilai korelasi antar variabel terevaporasi dan tekanan osmotik meningkat.
dengan parameter.
Bila hal ini terjadi maka neuron di sistem saraf
Variabel Parameter Korelasi P-value
pusat akan terinaktivasi dan perilaku lokomosi
ukuran cangkang jarak lokomosi 0,445 0,270
akan terhenti (Naokuni & Teruhisa 1986).
temperatur jarak lokomosi -0,701 0,121
Hasil cluster analysis menunjukkan
kelembaban jarak lokomosi 0,829 0,041
bahwa jarak lokomosi individu berdasarkan
temperatur kelembaban -0,975 0,001
ukuran cangkang dikelompokan menjadi 2,
Lebih lanjut pada hasil analisis General yaitu kelompok 1 (g, h, A) dan 2 (C, D, e, f,
MANOVA (Tabel 2) menunjukkan waktu B), yang setiap kelompok tersusun atas
berpengaruh terhadap temperatur, kelembaban individu cangkang besar dan cangkang kecil.
dan jarak lokomosi. Hal ini terlihat pada Pengelompokan tersebut menunjukkan

27
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

Gambar 9. Dendrogram pengelompokan jarak lokomosi berdasarkan ukuran cangkang (kiri)


dan waktu (kanan).

korelasi yang lemah antar keduanya. pada pengamatan lokomosi. Individu g


Pengelompokan tersebut memperkuat hasil kembali pada lokasi awal yaitu petak no.11
analisis korelasi pada Tabel 1 yang dan memanjat pohon Pepaya dengan
menunjukkan korelasi terendah (0,445) antara ketinggian 20 cm. Total jarak yang ditempuh
ukuran cangkang dan jarak lokomosi (Gambar saat itu 372 cm. Hal ini teramati saat
9, kiri). Pengelompokan jarak lokomosi pengukuran pada pengamatan hari kedua (10
berdasarkan waktu dikelompokan juga Maret 2018, jam 05.23 WIB) (Gambar 10).
menjadi 2, yaitu kelompok 1 (21.00, 05.00, Pada hipotesis yang diajukan, yaitu
23.00, 03.00, 01.00) dan kelompok 2 (19.00) bekicot cangkang kecil akan memiliki total
Kelompok 2 memiliki jarak lokomosi jarak lokomosi yang lebih jauh dibandingkan
terpendek sehingga terpisah dengan kelompok dengan bekicot cangkang besar (Tomiyama &
waktu lainnya (Gambar 9, kanan). Nakane 1993), dan bekicot cangkang besar
yang mampu melakukan perilaku homing
Perilaku homing (Tomiyama 1992). Namun hasil penelitian ini
Perilaku homing tidak muncul pada berlawanan dengan kedua hipotesis tersebut.
empat individu dalam pengamatan, namun Bekicot cangkang besar menunjukkan nilai
justru terjadi pada individu g (cangkang kecil) jarak lokomosi yang lebih jauh dibandingkan

Gambar 10. Perilaku homing (kiri), pola pergerakan pada individu g (kanan).

28
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

bekicot cangkang kecil. Hasil analisis korelasi 500-3.000 cm untuk homing (Southwick &
menunjukan nilai sebesar 0,445 dengan Southwick 1969). Helix pomatia Linnaeus,
p-value 0,270. Nilai korelasi tersebut 1758 (Helicidae) mampu melakukan homing
menunjukkan bahwa variabel ukuran setelah dua tahun dengan jarak lokomosi 5.000
cangkang tidak mempengaruhi parameter cm (Lind 2010). Rachis bengalensis
jarak lokomosi. Hal ini bisa disebabkan oleh (Lamarck, 1822) mampu melakukan homing
kurangnya waktu pengamatan (3 hari). Pada setiap hari dengan jarak lokomosi 240 cm
penelitian terdahulu pengamatan dilakukan (Das & Bhaumik 1997). Mekanisme orientasi
selama 10 hari (Tomiyama 2000) dan enam homing pada bekicot darat mengandalkan pada
bulan (Tomiyama & Nakane 1993). Sementara kemampuan mereka untuk mengikuti jejak dan
itu nilai pada jarak lokomosi berdasarkan kemoreseptor terhadap bau lewat udara
waktu juga bervariasi. Variabel waktu (Chelazzi 1991).
mempengaruhi nilai variabel temperatur dan Karena individu g tidak mengikuti
kelembaban. Terdapat korelasi negatif pada jejaknya sendiri maka kemungkinan lebih
variabel temperatur terhadap kelembaban dan mengandalkan kemoreseptornya dalam
jarak lokomosi. Hal ini menunjukkan bahwa mendeteksi bau senyawa volatil di udara (bau
kenaikan temperatur akan menurunkan senyawa volatil pohon Pepaya tempat awal
kelembaban yang berpengaruh pada posisinya) untuk kembali ke posisi awalnya.
menurunnya nilai jarak lokomosi. Sebaliknya Hal ini didukung oleh hasil pengamatan
hubungan antara kelambaban dan nilai jarak Tomiyama (1992), bahwa kemampuan
lokomosi bernilai positif yang artinya kemoreseptor terhadap senyawa volatil pada
kenaikan kelembaban akan menaikkan nilai bekicot terletak pada sepasang tentakel pada
jarak lokomosi. bagian posterior. Organ ini berperan besar
Pengamatan homing (kembali ke titik dalam mendeteksi senyawa volatil terutama
semula) yang sebelumnya telah dilakukan oleh sumber makanannya (Chase 1982). Selain itu,
Tomiyama (1992) di Jepang. Perilaku homing bekicot terbukti memiliki ingatan jangka
hanya muncul pada individu dewasa tua panjang terhadap senyawa volatil makanan
(panjang cangkang > 40 mm, bagian yang biasanya dimakan (Croll & Chase 1977).
peristome cangkang menebal > 0,5 mm). Seluruh individu dalam pengamatan
Individu dewasa tua selalu kembali ke posisi didapatkan dari lokasi yang sama dengan
awal keesokan harinya, bahkan mereka lokasi asal mereka. Pada lokasi tersebut
memiliki kemampuan kembali ke tempat awal terdapat beberapa pohon Pepaya, sehingga
meskipun dipindahkan secara manual ke titik kemungkinan besar individu sudah terbiasa
yang berbeda. Pada penelitian ini perilaku dengan aroma yang dihasilkan dari pohon,
homing atau kembali pada titik awal tidak daun atau buah Pepaya tersebut sehingga
ditemukan pada individu yang dikhususkan individu g dapat melakukan homing, kembali
pada perilaku homing, namun ditemukan pada pada lokasi awal diletakkan.
individu cangkang kecil g (panjang cangkang
41,5 mm) pada pengamatan perilaku Perilaku kawin
lokomosi. Bekicot memerlukan jarak lokomosi Selama pengamatan terdapat beberapa

29
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

individu yang tidak melakukan lokomosi. Hal Kedua sebagai akseptor (individu A), yaitu
tersebut teramati pada individu A selama 2 individu memiliki pilihan untuk menerima
interval waktu pengamatan, atau selama 4 jam atau menolak melakukan kawin dengan sang
o
(01.00-05.00) pada temperatur 24,6-28,1 C inisiator (individu lawan). Posisi inisiator
dan kelembaban 80-86%. Hal ini disebabkan dalam perilaku kawin biasanya berada di atas
terjadinya perilaku kawin (mating) dengan cangkang pasangannya, sedangkan akseptor
individu lain (Gambar 11). Perilaku kawin berada di bawah cangkang pasangannya
pada bekicot biasa terjadi antara pukul 21.00- (Tomiyama 1996).
o
03.00 pada rentang temperatur 20-24 C,
dengan durasi dapat mencapai 1,5-7,5 jam KESIMPULAN
dengan rata-rata 4,5 jam (Tomiyama 1994). Hasil pengamatan selama tiga hari
Hingga pengamatan berakhir (05.00) individu menunjukkan bahwa individu besar
A masih teramati dalam posisi kawin pada melakukan lokomosi dengan jarak lebih jauh
titik yang sama saat pukul 01.00. Posisi kawin dibandingkan individu kecil. Jarak lokomosi
kemungkinan mempengaruhi lokomosi karena terjauh diperoleh pada pukul 23.00-01.00
biasanya mereka berpasangan dalam keadaan dengan temperatur 25,67 oC dan kelembaban
diam tak bergerak. Sejauh ini belum ada 79%. Lokomosi lebih dipengaruhi oleh
informasi mengenai hubungan perilaku kawin temperatur dibanding dengan kelembaban.
dengan kemampuan homing. Perilaku homing teramati pada individu kecil
setelah 12 jam dengan total jarak yang
ditempuh saat itu 372 cm. Perilaku kawin
teramati pada individu besar selama lebih dari
4 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kami ucapkan kepada
Departemen Biologi FMIPA IPB yang telah

Gambar 11. Perilaku mating pada individu A mendukung penelitian ini dan juga rekan-
(cangkang besar) dengan rekan BSH 2017 (Alfian, Helmi, Nur Rahman)
individu lain.
yang telah menemani dalam pengamatan di
Bekicot termasuk jenis protandri dimana lapangan.
individu mengalami matang kelamin pertama
sebagai jantan dan hanya memproduksi DAFTAR PUSTAKA
sperma, setelah beberapa lama kemudian Albuquerque, F. S., Peso-Aguiar, M. C. &
menjadi hermafrodit (dua kelamin) ditandai Assuncao-Albuquerque, M. J. (2008).
Distribution, feeding behaviour and
dengan kemampuannya memproduksi sel control strategies of the exotic land snail
telur. Dalam perilaku kawin antar dua individu Achatina fulica (Gastropoda: Pulonata)
in the northest of Brazil. Brazilian
di alam dapat dibedakan menjadi dua. Pertama Journal of Biology, 68(4), 827-42.
sebagai inisiator, yaitu individu yang berperan Chase, R. (1982). The olfactory sensitivity of
Snails, Achatina fulica. Journal of
mencari pasangan dan memulai proses kawin. Comparative Physiology, 148, 225-235.

30
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

Chelazzi, G. (1991). Eco-ethological aspects Colloids and Surfaces:B: Biointerfaces,


of homing behaviour in molluscs. 33(3-4), 251-258.
Ethological Ecology and Evolution, 2 Lind, H. (2010). Homing to hibernating sites
(1),11-26. in Helix pomatia involving detailed
Croll, R. P. & Chase, R. (1977). A long-term long-term memory. Ethology, 81(3),
memory for food order in the land 221-234.
snail, Achatina fulica. Behavioural Mead, A. R. (1961). The Giant African Snail:
Biology, 19(2), 261-268. A Problem in Economic Malacology.
Das, S. & Bhaumik, S. (1997). Distribution Chicago (US), The University of
and homing of tree snail Rachis Chicago Press.
bengalensis Lamarck (Gastropoda) on a Michel, E., Mc Intyre, P. B. & Chan, J.
new host plant. Journal of the Bombay (2007). A snail’s space sets a snail’s
Natural History Society, 95,142. pace: movement rates of Lavigeria
Giokas, S. & Mylonas, M. (2004). Dispersal gastropods in Lake Tanganyika, East
patterns and population structure of the Africa. Journal of Molluscan Studies, 73
land snail Albinaria coerulea (2), 195-198.
(Pulmonata: Clausiliidae). Journal of Minitab. (2010). Minitab 16 Statistical
Molluscan Studies, 70, 107-116, Software Minitab Inc. Pennsylvania
Global Invasive Species Database. (2018). (US), State College.
Species profile Harper: Achatina fulica. Murphy, M. J. (2002). Observation on the
[diunduh 2018 Feb 22]. Diambil dari: behaviour of the Australian land snail
http://www.iucngisd.org/gisd/ Hedleyella falconeri (Gray, 1834)
species,php?sc=64. (Pulmonata: Caryodidae) using the
Hammer, O., Harper, D. A. T. & Ryan, P. D. spool-and-line tracking technique.
(2001). PAST: Paleontological statistics Molluscan Research, 22, 149-164,
software package for education and Naokuni, T. & Teruhisa, O. (1986). Induction
data analysis. Palaeontologia of locomotor behavior in the Giant
Electronica, 4(1), 9pp, http://palaeo- African Snail, Achatina fulica.
electronica.org/2001_1/past/ Comparative Biochemical Physiology,
issue1_01,htm. 83(1), 77-82.
Iwasaki, K. (1999). Short and long-term Nelson, S. (2012). Injuries caused by the
movements of the patellid limpet Giant African Snail to Papaya.
Patella flexuosa within gaps in intertidal Miscellaneous Pests, June 2012, MP-6,
mussel beds. Journal of Molluscan College of Tropical Agriculture and
Studie, 65(3), 295-301. Human Resources, University of
Lai, J. H., del Alamo, J. C., Rodríguez- Hawai‘i at Mānoa, Honolulu, 7pp.
Rodríguez, J. & Lasheras JC. (2010). Parkyn, J., Brooks, L. & Newell, D. (2014).
The mechanics of the adhesive Habitat use and movement patterns of
locomotion of terrestrial gastropods. the endangered land snail Thersites
Journal of Experimental Biology, 213, mitchellae (Cox, 1864) (Camaenidae).
3920-3933. Malacologia, 57(2), 295-307.
Latifa, I. O. (2015). Uji aktivitas lendir bekicot Ravikumara, Naik, M. I., Manjunatha, M. &
(Achatina fulica) terhadap tingkat Pradeep, S. (2007). Evaluation of
kesembuhan luka insisi secara attractant taste material and bait for the
makroskopis dan mikroskopis pada ular management of Giant African Snail,
sanca batik (Phyton reticulatus) Achatina fulica Bowdich. Karnataka
[Skripsi]. Universitas Airlangga, Journal of Agriculture Science, 20(2),
Surabaya. 288-290.
Lelwa, S., Bambaradeniya, C., Ranshighe, T., Southwick, C. H. & Southwick, H. M. (1969).
Wijesundara, S. & Karunasena, K. Population density and preferential
(2008). Assesment of risks associated return in the giant African snail
with Achatina fulica population in Achatina fulica. American Zoologist, 9,
Kurudana Village of Hambanthota 566.
District. Proceedings of The National Tomiyama, K. & Nakane, M. (1993).
Symposium on Invasive Alien Dispersal patterns of the Giant African
Species.11th Februari 2018, Colombo. Snail, Achatina fulica (Ferussac)
Lincoln, B. J., Simpson, T. R. E. & Keddie, J. (Stylommatophora: Achatinidae),
L. (2004). Water vapor sorption by the equipped with a radio-transmitter.
pedal mucus trail of a land snail. Journal of Molluscan Studies, 59(3),

31
Zoo Indonesia 2019 28(1): 21-32
Perilaku Lokomosi, Homing, dan Kawin pada Bekicot (Lissachatina fulica Bowdich, 1822)

315-32. Tomiyama, K. (1996). Mate-choice criteria


Tomiyama, K. (1992). Homing behaviour of in a protandrous simultaneously
the Giant African Snail, Achatina hermaphroditic land snail Achatina
fulica (Ferussac) (Gastropoda; fulica (Ferussac) (Stylommatophora:
Pulmonata). Journal of Ethology, 10 Achatinidae). Journal of Molluscan
(2), 139-147. Studies, 62(1), 101-111.
Tomiyama, K. (1994). Courtship behaviour of Tomiyama, K. (2000). Daily dispersals from
the giant African snail, Achatina resting sites of the Giant African Snail,
fulica (Ferussac) (Stylommatophora: Achatina fulica (Ferussac) (Pulmonata;
Achatinidae) in the field. Journal of Achatinidae), on a North Pasific Island.
Molluscan Studies, 60(1), 47-54. Tropics, 10(2), 243-249.

32

Anda mungkin juga menyukai