Anda di halaman 1dari 5

Nama : Aditya Mei Rizaldy

Kelas : XII IPA 1


Absen : 02

Tes PCR dan Mobilitas Masyarakat

Bertumpu pada pelandaian kasus Covid-19, pemerintah melonggarkan pemberlakuan


pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah daerah.

Hal ini diikuti oleh meningkatnya kunjungan wisatawan. Lalu muncul kekhawatiran lagi, dan
ketentuan seperti vaksinasi dan tes PCR pun diterapkan bagi pelaku perjalanan.

Di satu sisi, penegakan sikap hati-hati dan saksama adalah wajar. Namun, kesan improvisasi
sedikit atau banyak membuat masyarakat tak nyaman. Logika yang masuk akal hidup di
masyarakat ialah dengan diterapkan aplikasi Peduli Lindungi, yang juga memperlihatkan
rekam vaksin, Apakah menjadi syarat cukup untuk mendukung berlakunya berbagai aktivitas
masyarakat, seperti masuk kantor, mal, dan area publik lainnya?

Masyarakat pun menyambut dengan antusias pelonggaran yang ditetapkan pemerintah


dengan beraktivitas, berwisata, menyambangi keluarga, dan lainnya. Namun, di harian ini,
Sabtu (23/10/2021), kita membaca, vaksinasi dan tes PCR menjadi syarat penerbangan.
Peraturan yang mulai diberlakukan Minggu (24/10) ini muncul di tengah kenaikan jumlah
penumpang pesawat beberapa waktu terakhir.

Terkesan ada kegamangan baru di lingkungan pemerintah, seperti ada peningkatan kasus
positif Covid-19 di 105 kabupaten/kota meski dalam tahap yang, menurut Menteri Kesehatan
Budi Gunadi Sadikin, tidak mengkhawatirkan, dan di bawah batas aman yang ditetapkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Kompas, 26/10/2021)

Kita memahami kehati-hatian yang ditegakkan pemerintah. Akan tetapi, kewajiban tes PCR
bagi siapa pun yang masuk atau meninggalkan wilayah Jawa dan Bali lewat penerbangan
menambah kerepotan pelaku perjalanan. Lebih dari soal biaya, aturan ini membuat calon
penumpang tidak nyaman. Hidung dan tenggorokan dicolok berulang kali tidak
menyenangkan.

Dari sisi biaya, kita pun membaca Presiden Joko Widodo meminta agar harga tes PCR
diturunkan menjadi Rp 300.000. Tebersit di benak, kalau tarif tes ini bisa Rp 300.000, berarti
tarif yang diterapkan sebelumnya terlalu mahal.

Oleh sebab itu kebijakan mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan udara, laut, dan juga
darat ditolak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tes PCR di provinsi ini, yang
tarifnya berkisar Rp 500.000-Rp 1,5 juta, dinilai membebani masyarakat.
Di Bali, pelaku usaha juga mengkhawatirkan kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan
berdampak buruk pada rencana kunjungan wisatawan, terutama yang pergi dengan keluarga.

Di satu sisi kita menyadari, pandemi Covid-19 belum berakhir. Sikap ekstra hati-hati tetap
perlu kita jalankan. Namun, di sisi lain, secara impulsif menerapkan kebijakan yang
berimplikasi pada finansial, dan lebih luas lagi pada momentum pemulihan, patut
dipertimbangkan juga.

Kekhawatiran yang bisa terjadi di pesawat sudah diikuti oleh maskapai, dengan tidak
mengizinkan penumpang makan minum (buka masker) untuk penerbangan di bawah dua jam.
Sudah banyak kalangan pula bisa menunjukkan paspor peduli lindungi. Kita wajib mengikuti
protokol kesehatan, tetapi dengan cara tidak mahal dan mendadak berubah-ubah.

Analisis Teks Editorial

Isu :
- Bertumpu pada pelandaian kasus Covid-19, pemerintah melonggarkan pemberlakuan
pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah daerah.

Fakta:
- Hal ini diikuti oleh meningkatnya kunjungan wisatawan. Lalu muncul kekhawatiran
lagi, dan ketentuan seperti vaksinasi dan tes PCR pun diterapkan bagi pelaku
perjalanan.
- vaksinasi dan tes PCR menjadi syarat penerbangan. Peraturan yang mulai
diberlakukan Minggu (24/10) ini muncul di tengah kenaikan jumlah penumpang
pesawat beberapa waktu terakhir.
- seperti ada peningkatan kasus positif Covid-19 di 105 kabupaten/kota meski dalam
tahap yang, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, tidak
mengkhawatirkan, dan di bawah batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).
- Presiden Joko Widodo meminta agar harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 300.000.
Terbersit di benak, kalau tarif tes ini bisa Rp 300.000, berarti tarif yang diterapkan
sebelumnya terlalu mahal.

Opini:
- Di satu sisi, penegakan sikap hati-hati dan saksama adalah wajar. Namun, kesan
improvisasi sedikit atau banyak membuat masyarakat tak nyaman. Logika yang
masuk akal hidup di masyarakat ialah dengan diterapkan aplikasi Peduli Lindungi,
yang juga memperlihatkan rekam vaksin, Apakah menjadi syarat cukup untuk
mendukung berlakunya berbagai aktivitas masyarakat, seperti masuk kantor, mal, dan
area publik lainnya?

- Di satu sisi kita menyadari, pandemi Covid-19 belum berakhir. Sikap ekstra hati-hati
tetap perlu kita jalankan. Namun, di sisi lain, secara impulsif menerapkan kebijakan
yang berimplikasi pada finansial, dan lebih luas lagi pada momentum pemulihan,
patut dipertimbangkan juga.

Argumen:
- Masyarakat pun menyambut dengan antusias pelonggaran yang ditetapkan pemerintah
dengan beraktivitas, berwisata, menyambangi keluarga, dan lainnya. Namun, di harian
ini, Sabtu (23/10/2021), kita membaca, vaksinasi dan tes PCR menjadi syarat
penerbangan. Peraturan yang mulai diberlakukan Minggu (24/10) ini muncul di
tengah kenaikan jumlah penumpang pesawat beberapa waktu terakhir.

- Terkesan ada kegamangan baru di lingkungan pemerintah, seperti ada peningkatan


kasus positif Covid-19 di 105 kabupaten/kota meski dalam tahap yang, menurut
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, tidak mengkhawatirkan, dan di bawah batas
aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Kompas, 26/10/2021)

- Oleh sebab itu kebijakan mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan udara, laut, dan
juga darat ditolak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tes PCR di provinsi
ini, yang tarifnya berkisar Rp 500.000-Rp 1,5 juta, dinilai membebani masyarakat.

- Kita memahami kehati-hatian yang ditegakkan pemerintah. Akan tetapi kewajiban tes
PCR bagi siapa pun yang masuk atau meninggalkan wilayah Jawa dan Bali lewat
penerbangan menambah kerepotan pelaku perjalanan. Lebih dari soal biaya, aturan ini
membuat calon penumpang tidak nyaman. Hidung dan tenggorokan dicolok berulang
kali tidak menyenangkan.

Saran/Alternatif solusi:
- Kekhawatiran yang bisa terjadi di pesawat sudah diikuti oleh maskapai, dengan tidak
mengizinkan penumpang makan minum (buka masker) untuk penerbangan di bawah
dua jam. Sudah banyak kalangan pula bisa menunjukkan paspor peduli lindungi. Kita
wajib mengikuti protokol kesehatan, tetapi dengan cara tidak mahal dan mendadak
berubah-ubah.

Simpulan:
- Kita wajib mengikuti protokol kesehatan, tetapi dengan cara tidak mahal dan
mendadak berubah-ubah.

Kaidah kebahasaan dalam Teks Editorial

Kata Retoris :
- Logika yang masuk akal hidup di masyarakat ialah dengan diterapkan aplikasi Peduli
Lindungi, yang juga memperlihatkan rekam vaksin, Apakah menjadi syarat cukup
untuk mendukung berlakunya berbagai aktivitas masyarakat, seperti masuk kantor,
mal, dan area publik lainnya?

Kata kata Populer:


- ini muncul di tengah kenaikan jumlah penumpang pesawat beberapa waktu
terakhir.=Total
- Bertumpu pada pelandaian kasus Covid-19, pemerintah melonggarkan pemberlakuan
pembatasan kegiatan masyarakat di sejumlah daerah. = Zona/Kawasan

Kata ganti penunjuk:


- kita membaca, vaksinasi dan tes PCR menjadi syarat penerbangan. Peraturan yang
mulai diberlakukan Minggu (24/10) ini muncul di tengah kenaikan jumlah
penumpang pesawat beberapa waktu terakhir.

Konjungsi kausalitas:
No Kalimat Kojungsi
1 Oleh sebab itu kebijakan mewajibkan tes PCR bagi pelaku perjalanan Oleh
udara, laut, dan juga darat ditolak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara sebab itu
Timur. Tes PCR di provinsi ini, yang tarifnya berkisar Rp 500.000-Rp
1,5 juta, dinilai membebani masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai