“ PSIKOTERAPI KOGNITIF ”
Disusun Oleh :
Kelompok I
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020
KATA PEGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara para psikologi klinis, terapi kognitif adalah yang paling menonjol. Berbagai
survei menunjukkan bahwa daya Tarik pendekatan kognitif mungkin berasal dari
berbagai macam faktor. Secara sederhana, tujuan terapi kognitif adalah berpikir logis.
Lagi pula, kata cognition (kognisi) pada dasarnya sinonim dengan kata thought
(pikiran). Jadi, terapis kognitif pada dasarnya mengasumsikan bahwa cara kita
memikirkan tentang berbagai kejadian menentukan cara kita merespons. Dengan kata
lain, "interpretasi dan persepsi individu-individu tentang situasi, peristiwa dan masalah
saat ini memengaruhi bagaimana mereka bereaksi”. Dikarenakan psikoterapi kognitif
sangatlah penting dalam pembelajaran psikologi klinis, maka kami akan membahas
materi yang mencakup tentang psikoterapi kognitif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari terapi kognitif?
2. Apa saja pendekatan terapi kognitif?
3. Aplikasi terkini dalam terapi kognitif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa tujuan dari terapi kognitif
2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan terapi kognitif
3. Untuk mengetahui aplikasi terkini dalam terapi kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
Secara sederhana, tujuan terapi kognitif adalah berpikir logis. Lagi pula, kata
cognition (kognisi) pada dasarnya sinonim dengan kata thought (pikiran). Jadi,
terapis kognitif pada dasarnya mengasumsikan bahwa cara kita memikirkan tentang
berbagai kejadian menentukan cara kita merespons. Dengan kata lain, "interpretasi
dan persepsi individu-individu tentang situasi, peristiwa dan masalah saat ini
memengaruhi bagaimana mereka bereaksi" (Beck, 2002, hlm. 163) Masalah
psikologis timbul dari kognisi yang tidak logis. Sebagai contoh, sebuah interpretasi
yang tidak logis atas sebuah peristiwa kehidupan-putus hubungan, nilai F disebuah
ujian, komentar seorang teman dapat mengakibatkan depresi atau kecemasan yang
luar biasa. Akan tetapi, kesejahteraan/kesehatan psikologis berasal dari kognisi
yang logis. Artinya, ketika kognisi sesuai dengan kejadiannya, kognisi itu dapat
menghasilkan reaksi yang lebih sehat dan adaptif. Oleh sebab itu, peran terapis
kognitif adalah untuk membenarkan pemikiran yang keliru.
B. Pekerjaan Rumah
Terapis kognitif berusaha mencapai hasil terapi yang positif dengan cukup
cepat biasanya kurang dari 15 sesi, tetapi jauh lebih lama di dalam kasus-kasus
yang kompleks atau berat (Beck, 1995, 2002; Roth dan kawan-kawan, 2002).
Bagi para pasien rawat-jalan, sesi-sesi biasanya terjadi seminggu sekali, yang
akhirnya semakin jarang ketika klien semakin membaik. Beberapa faktor
berkontribusi pada efisiensi terapi kognitif, termasuk fokusnya pada masalah
kline.
2.2 DUA PENDEKATAN TERAPI KOGNITIF
Terdapat dua tokoh yang diakui secara luas di bidang terapi kognitif, yaitu Albert
Ellis dan Aaron Beck. Seperti dideskripsikan sebelumnya, masing-masing
mengembangkan versi terapi kognitifnya sendiri pada masa yang kira-kira sama, dan
meskipun masing-masing sedikit dipengaruhi oleh yang lain, pendekatan mereka
berevolusi secara independen. Kedua pendekatan itu memang tumpang-tindih dalam
kaitannya dengan penekanan mereka pada memperbaiki gejala-gejala klien melalui
koreksi pikiran yang tidak logis.
1. Albert Ellis
Model ABCDE
Salah satu kontribusi Ellis yang paling abadi dan sangat berguna secara klinis
adalah Model ABCDE untuk memahami dan mencatat dampak kognisi pada
emosi (juga dikenal sebagai Model ABC) (misalnya, Dryden, 19952009 : A E
2008, Ellis & Ellis, 2011; Ellis & Grieger, 1977; Ellis & Harper, 1975). Den
menciptakan model ini, Ellis dapat membingkai aspek-aspek esensial terapi
kognitif ke dalam sebuah akronim yang mudah diakses, yang memungkinkan
penggunaannya oleh ribuan terapis dan klien.
2. Aaron Beck
Beberapa praktik inti bersifat sentral bagi DBT, yakni: pemecahan masalah,
validasi dan dialektika. Ketika terapis DBT bekerja bersama klien dalam peme
cahan masalah, mereka membantu klien "memikirkan" situasi-situasi penuh
tekanan yang dapat membangkitkan respons emosional ekstrem. Secara prag matis,
terapis mendorong klien untuk membuat strategi dengan kemungkinan hasil terbaik,
dengan mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika Jika mereka melampiaskan
impuls-impuls emosional versus mengambil tindakan yang lebi disengaja. Selain
itu, komponen pemecahan masalah DUT memasukkan tentang faktor-faktor yang
mungkin telah menghambat pemecahan masalah yang efektif di masa lalu dan
bagaimana klien dapat mengatasi faktor-faktose tersebut saat ini dan di masa
mendatang Komponen validasi DBT fokus pada perasaan perasaan klien yang
(seperti telah dikatakan sebelumnya) biasanya belum divalidasi di masa lalu
Dibandingkan dengan empati yang lazim di antara banyak terapi, validasi seperti
yang dipraktikkan di dalam DUT jauh lebih kuat Secara langsung dan persuasif
validasi mengomunikasikan kepada klien bahwa perasaannya adalah reaksi yang
penting dan sekaligus masuk akal untuk situasinya. Dialektika yang terlibat di
dalam DBT merujuk pada pertukaran antara klien dan terapis yang dimaksudkan
untuk mengatasi per saat perasaan simultan klien yang saling bertentangan dan
sampai pada kebe naran emosinya Sebagai contoh, klien mungkin menyatakan
keinginannya un tuk bunuh diri tetapi belum melakukannya Di dalam situasi
semacam itu, terapis DBT, dengan menyeimbangkan antara respek dan konfrontasi
dapat menegas kan bahwa klien memiliki keinginan untuk hidup dan mati dan
bersama klien dapat mendiskusikan tentang bagaimana keinginan keinginan yang
lebih sehat dapat diperkuat (Dimeff & Kocmer, 2007, Koerner, 2012: Koemer &
Dimef, 200/ Wheelis, 2009)
Linchan (1993b) memasukkan empat modul latihan keterampilan spesifik di dalam
DBT. Secara kolektif, mereka berkaitan erat dengan komponen-kompo nen in DBT
yang dideskripsikan di atas, tetapi mereka sebaiknya dideskripsi kan sebagal
strategi-strategi pemecahan masalah yang diajarkan terapis kepada kllen.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah:
Terapi Metakognitif
Di dalam terapi kognitif tradisional, seperti yang dipraktikkan oleh Albert Ellis,
keyakinan irasional dibangkitkan oleh sebuah peristiwa pengaktit" (A di dalam
model ABCDE). Ide utama di dalam praktik terapi metakognitif yang relatif baru
adalah bahwa peristiwa pengaktif tersebut bisa jadi adalah kognisi itu sendiri,
bukan kejadian eksternal tertentu. Mudahnya, orang-orang dapat menjadi depresi,
cemas atau tidak sehat secara psikologis karena reaksi terhadap pikirannya sendiri
dan bukan reaksi terhadap hal-hal yang terjadi pada dirinya (Fisher & Wells, 2009;
Wells, 2009). Jadi, kemungkinan penyebab ketidakbaha-giaan kita adalah pikiran
tentang pikiran sama besarnya dengan pikiran tentang kejadian eksternal Terapis
metakognitif sering menyebut sindrom atensi kognitif (cognitive attentional
syndrome; CAS), sebuah istilah yang mendeskripsikan sebuah gaya berpikir yang
murung, banyak merenung, dan problematik yang dapat menda sari banyak masalah
psikologis. CAS termasuk dua tipe pikiran spesifik tentang kekhawatiran, positif
maupun negatif-dan kedua-duanya menimbulkan ma salah. Keyakinan positif
tentang kekhawatiran mungkin saja berbunyi seperti ini, "Khawatir akan
membantuku mempersiapkan diri untuk masa depan. Kalau aku tidak khawatir aku,
aku bisa dibutakan oleh sesuatu. Hal terakhir yang ingin kulakukan adalah berhenti
khawatir" Keyakinan negatif tentang keha watiran mungkin saja berbunyi seperti
ini, "Oh, tidak, aku sudah mulai khawatir.
Begitu mulai, aku tidak pernah bisa menghentikannya. Ini akan menjadi hari yang
buruk. Kekhawatiran ini betul-betul tak terkendali". Apapun peristiwa eksternal
awalnya -tidak lulus ujian, kondisi kesehatan yang meresahkan, putus hubungan,
dan pengeluaran finansial diluar dugaan-pikiran klien tentang kejadian itu dapat
menumpuk dengan cepat, sedemikian rupa sehingga bukan hanya pikiran-pikiran
tentang kejadian tersebut, tetapi pikiran tentang pikiran mengenai kejadian tersebut
bisa menjadi pemicu kecemasan yang paling relevan. Oleh sebab itu, terapis
metakognitif menjadikan pikiran-tentang pikiran sebagai fokus utama intervensi
mereka.
Hubungan antara pikiran dan tubuh dapat sangat memengaruhi bagaimana individu
menangani masalah medis. Yang paling menarik bagi terapis kognitif adalah
keyakinan-keyakinan yang dipegang oleh pasien medis tentang penyakit.
cedera atau kondisi mereka. Bagaimana ini akan memengaruhi mereka. Bagai mana
anggota keluarga mereka akan merespons atau menghadapinya? Bagai mana
penanganannya akan bekerja? Apa efek-efek negatif penanganannya?
Awalnya tentang penyakit ini pada kenyataannya tidak logis, dan pikiran-pikiran
ini membuatnya lebih putus asa dibandingkan yang seharusnya. Sebagai contoh,
Jackie sangat yakin bahwa, "Aku akan mati", "Aku perlu kemoterapi.
Yang begitu menyakitkan dan menyengsarakan sehingga aku tidak akan sanggup
melewatinya", dan "Keluarga dan teman-temanku akan menjauhkan diri dariku jika
mereka tahu". Meskipun ini mungkin terjadi, Jackie mungkin menak sir
kemungkinannya terlalu tinggi dan di dalam prosesnya, meyakinkan dirinya sendiri
tentang skenario terburuk. Di dalam terapi kognitif dengan Dr. Richards, psikolog
klinisnya, Jackie menantang validitas keyakinan-keyakinannya dan belajar untuk
mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional dan mengganti mereka dengan
pikiran-pikiran yang lebih rasional. Di akhir perjalanan terapi pendeknya, Jackie
masih khawatir tentang kanker payudaranya tetapi tidak seekstrem sebelumnya. Ia
realistis, bukan pesimistis, "Aku bisa saja mati, tetapi kemungkinannya rendah
karena penyakit ini ditemukan sangat dini dan aku mendapatkan perawatan yang
baik"; "Aku mungkin tidak membutuhkan kemo terapi, dan bahkan jika
membutuhkannya, pasti akan sangat tidak menyenangkan tetapi masih dapat
ditolerir"; dan "Aku tidak mungkin memastikan bagaimana keluarga dan teman-
temanku akan bereaksi, tetapi perilaku mereka sebelumnya membuatku percaya
bahwa kebanyakan pasti akan cukup suportif Keyakinan keyakinan baru ini yang
bebas dari katastropisasi, pembesaran, pembacaan pikiran atau distorsi-distorsi
lainnya-menghasilkan keadaan psikologis yang lebih baik pada diri Jackie dan
diagnosis medis yang lebih baik pula.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara sederhana, tujuan terapi kognitif adalah berpikir logis. Lagi pula, kata
cognition (kognisi) pada dasarnya sinonim dengan kata thought (pikiran). Jadi,
terapis kognitif pada dasarnya mengasumsikan bahwa cara kita memikirkan tentang
berbagai kejadian menentukan cara kita merespons. Dengan kata lain, "interpretasi
dan persepsi individu-individu tentang situasi, peristiwa dan masalah saat ini
memengaruhi bagaimana mereka bereaksi”.
3.2 Saran
Oleh karena masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini maka kami
memohon saran dari pembaca agar dapat lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Burns David D, M.D. (1998) TERAPI KOGNITIF Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi,
Erlangga.