Anda di halaman 1dari 12

A.

Konsep Dasar Bahasa


1. Definisi Bahasa
Kehadiran bahasa dimuka bumi ini tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia kapan dan
dimana pun Ia berada, artinya tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa, tetapi
sulit sekali diberikan defenisinya. Hal itu tampak dari beragamnya defenisi tentang bahasa itu.
Pada pemaparan berikut ini dikemukakan beberpa defenisi bahasa yang diambil dari
berbagai sumber sebagai bahan kajian.
a. Bahasa berasal dari kata lingua (bahasa Latin). Penyerapan bahasa Latin di Prancis
menggunakan kata langue dan langage; dalam bahasa Spanyol menggunakan kata
langua; dan dalam bahasa Itali menggunakan kata lingua, dan dalam bahasa Inggris
menggunakan kata language yang di adopsi dari bahasa Prancis (Verhaar, 1982:1).
b. Bahasa adalah alat komunikasi antara masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984:16).
c. Bahasa adalah alat yang sistematis untuk menyampaikan gagasan atau perasaan dengan
memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, gestur, atau tanda-tanda yang disepakati, yang
mengandung makna ynag dapat dipahami (Woster’s Third New International Dictionary
of the English Language, 1961:1270).
d. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota
kelompok sosial untuk bekerjasama, berinteraksi, serta mengidentifikasi diri
(Kridalaksana dan Kantjono, 1982:2).
e. Bahasa adalah simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu
kebudayaan tertentu atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu untuk
berkomunikasi atau berinteraksi (Finochiaro, 1964:8).
Kalau ditelaah lebih mendalam keempat defenisi di atas, terdapat persepsi yang berbeda-
beda tentang pengertian bahasa. Perbedaan itu dapat dilihat dari sudut pandang para ahli
berdasarkan eksistensi bahasa itu. Defenisi 1) berbeda dengan 2) dan 3) disuatu pihak berbeda
dengan defenisi 4) dan 5) sebagai pihak yang lain. Defenisi 1 menguraikan berdasarkan asal usul
kata bahasa, sedangkan 2) dan 3) menitikberatkan pandangannya pada fungsi bahasa itu sebagai
alat komunikasi. Berbeda halnya dengan definisi defenisi 2) dan 3) masih memiliki acuan yang
luas, yaitu segala sesuatu (semua alat) yang dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan dan
pesan, dianggaplah sebagai bahasa. Keluasan defenisi 2) dan 3) di atas tampak bahwa tanda yang
dimaksudkan dalam bahasa bukan hanya tanda bahasa (linguistic sign), tetapi juga tanda-tanda
lain, termasuk gestur. Keluasan lain dari defenisi 2) dan 3) di atas adalah semua bunyi suara yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, termasik bunyi siul, batu dan sebagainya ditafsirkan sebagai
bunyi bahasa. Berbeda dengan hal tersebut, pada defenisi 4) dan 5) menitikberatkan pada
karakteristik bahasa sebagai suatu sistem arbitrer yang dapat digunakan untuk berinteraksi,
dengan orang lain.
Pendapat yang menyatakan bahwa bahasa itu bersifat arbitrer, namun tetap memiliki sistem.
Artinya, walaupun bahasa itu tersusun secara hierarkis, tetapi susunan itu dilakukan oleh
masyarakat pemakai bahasa secara bersamaan dengan mana suka dalam setiap kelompok untuk
berinteraksi. Sifat arbitrer itu tampak dalam pelambangan seekor binatang yang berkaki empat,
berbulu halus, dan meringkik, juga dipakai sebagai binatang pacuan yang berbeda pada setiap
kelompok masyarakat pemakai bahasa, yaitu:
bahasa Indonesia = /k-u-d-a/
bahasa Bugis = /n-y-a-r-a-n-g/
bahasa Makassar = /j-a-r-a-n-g/
bahasa Inggris = /h-o-r-s-e/
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol lisan
(oral) yang arbitrer dan konvensional yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berdasarkan budaya yang mereka miliki
bersama.
2. Karakteristik Bahasa
Defienisi bahasa yang telah dikemukakan di atas, dapat memberikan gambaran tentang
karakteristik bahasa itu sendiri. Pembahasan yang lebih terperinci mengenai karakteristik bahasa
dapat dilihat dari sifat-sifat atau ciri-ciri bahasa yang ada, seperti: (1) oral, (2) sistematis, (3)
arbitrer, (4) konvensional, (5) unik dan universal, (6) beragam, (7) berkembang, (8) produktif,
(9) fenomena sosial, dan (10) bersifat insani. Tentu tidak menutup kemungkinan masih terdapat
sifat-sifat bahasa yang lain, meskipun masih ada yang lain akan tetapi kesepuluh butir yang
diuraikan dalam pembahasan ini dipandang sudah memberikan pemahaman yang jelas tentang
bahasa. Pemaparan mengenai kesepuluh komponen karakteristik bahasa tersebut diuraikan
sebagai berikut:
a. Oral
Bahasa adalah bunyi oral. Hal itu wajar mengingat kenyataan bahwa pengalaman berbahasa
yang paling umum pada manusia adalah berbicara dan menyimak. Kehadiran bunyi bahasa lebih
dulu daripada kehadiran tulisan. Sehubungan dengan itu, Bloomfied (1979) menyatakan bahwa
bahasa pada hakikatnya adalah lisan (oral).
Ada kecenderungan orang menganggap bunyi dan tulisan sebagai unsur pembeda bahasa,
sehingga dipahami adanya bahasa lisan dan bahasa tulisan. Akan tetapi, kalau perbedaan seperti
itu diberlakukan, haruslah dipahami pula bahwa bahasa liasan itu bersifat primer dan bahasa tulis
itu bersifat sekunder. Orang dapat berbahasa tanpa mengenal tulisannya (Kridalaksana dan
Koentjono (ed.), 1983).
b. Sistematis, Sistemis, dan Kompleks
Bahasa memliki sifat sistematis, yang berarti bahwa dalam bahasa itu terdapat aturan atau
kaidah. Beroperasinya bahasa selalu terkait pada aturan-aturan atau kaidah-kaidah bahasa yang
berlaku. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa itu teratur.
Sistem yang berlaku pada bahasa bukanlah sistem yang sederhana. Di dalam sistem itu
terdapat subsistem. Berdasarkan tatarannya, subsistem itu mencakup (1) subsistem bunyi, (2)
subsistem gramatika, (3) subsistem leksikon. Hal ini yang disebut dengan istilah sistemis. Hal itu
sejalan pernyataan Boey (1982). Dikatakannya bahwa setiap bahasa memiliki struktur ganda
(dual Structure) yang berarti bahwa dalam bahasa manusia terdapat dua tataran dalam struktur
kerelasian yang sistematis. Dengan kata lain, setiap bahasa terdiri atas dua subsistem. Subsistem
yang pertama adalah satuan-satuan yang bermakna. Subsistem yang kedua subsistem bunyi yang
tidak mengandung makna, tetapi bunyi-bunyi itu membentuk satuan-satuan yang bermakna.
Boey mengingatkan bahwa bahasa adalah ujaran (speech) dalam pengertian bahwa bahasa
merupakan sistem bunyi yang berhubungan.
Para linguis, seperti Halliday, Mclintoosh, dan Strevens (dalam Tomoni, 1977) membedakan
satuan-satuan fonologi. Dalam bahasa Indonesia dengan unsur tata dapat dibentuk tatabunyi,
tatakata, tatakalimat, dan tatawacana yang menampakkan bunyi sebagai satuan ketatabahasaan.
Tataran itulah yang disebut sistematik. Setiap tataran yang lebih tinggi terbentuk dari satu atau
lebih satuan pada tataran di bawahnya. Kata, misalnya, dapat tersusun dari satu morfem atau
lebih.
Uraian di atas memberikan alasan yang kuat bahwa bahasa, di samping bersifat sistematis,
juga bersifat sistemis. Satu hal yang menarik adalah kenyataan bahwa semua subsistem dalam
bahasa itu beroperasi serempak dalam perwujudan bahasa sebagai sistem. Bahasa itu kompleks.
Di dalamnya ada semua alat yang diperlukan untuk mengomunikasikan seluruh pengalaman dan
gagasan kepada orang lain.
c. Arbitrer dan Simbol
Ciri arbitrer ini tampak pada hubungan antara lambang dan yang dilambangkan dalam
pengertian bahwa tidak ada hubungan langsung antara lambang dan yang melambangkan. Dalam
bahasa Indonesia, kata pencuri melambangkan: ‘orang yang beroperasi mengambil milik orang
lain tanpa izin dan tanpa setahu pemiliknya’. Tidak dapat dinalar mengapa lambang yang
digunakan adalah kata pencuri, dan bukan perampok, pengambil, pembajak. Mengapa
pelambangnya demikian? Tidak dapat dijawab karena tidak ada hubungan logis antara lambang
dan yang dilambangi itu.
Lambang-lambang bahasa itu menggambarkan objek-objek yang konkret, berbagai kegiatan,
pengalaman, dan gagasan. Sifat-sifat simbolis yang dimiliki bahasa itu memungkinkan kita
mengabstraksikan ide-ide dan pengalaman, berbicara tentang kutub utara, bahkan tentang surga
dan neraka, meskipun belum pernah mengalaminya secara langsung.
d. Konvensional
Seperti telah disinggung pada butir c di atas bahwa sifat arbitrer itu berlaku secara sosial,
tidak secara individual. Sifat itu merupakan hasil kesepakatan masyarakat. Walaupun forum
formal tidak ada dan harus tidak ada, setiap pemakai bahasa tunduk pada kesepakatan atau
konvensi itu. Disadari atau tidak, pemakai bahasa sudah melakukan hal itu.
e. Unik dan Universal
Setiap bahasa memiliki ciri khasnya sendiri yang tidak terdapat pada bahasa lain. Dengan
kata lain, setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang diskrit, yang memberikan indentitas diri sebagai
bahasa yang berbeda dengan yang lainnya
Di samping memiliki ciri yang unik, bahasa atau setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang
berlaku pada semua bahasa. Misalnya, pada setiap bahasa terdapat unsur-unsur bunyi yang
terpilah menjadi dua yakni vokal dan konsonan. Bunyi-bunyi pada setiap bahasa akan
dipengaruhi oleh lingkungan distribusinya. Bunyi-bunyi bahasa itu bersifat simetris, setiap
hahasa memiliki satuan gramatika dan setiap bahasa memiliki jenis kalimat berita, kalimat
tanya, dan kalimat perintah.
f. Beragam
Perwujudan bahasa tidaklah monolitik, bahasa dapat dibedakan kedalam beberapa macam
klasifikasinya ragam bahasa. Berdasarkan masyarakat pemakainya disebut ragam sosiolek.
Berdasarkan klasifikasi itu terdapat ragam bahwa masyarakat terdidik, ragam bahasa petani, dan
lain-lain. Berdasrkan tingkat formalitas pemakaiannya formalitas pemakaiannya dapat
digolongkan menjadi lima macam, yaitu: (1) ragam beku (frozen), (2) ragam resmi (formal), (3)
ragam usaha (consultative), (4) ragam santai (casual), dan (5) ragam akrab (intimate). (Joss
dalam Nababan, 1979: 11). Penjelasan mengenai hal tersebut dapat diamati lebih lanjut pada
pembahasan mengenai ragam bahasa Indonesia.
g. Berkembang
Karakter ini dapat di terlihat pada contoh perkembangan bahasa Jawa. Pada bahasa Jawa
lama tidak mengenal bunyi /z/. Oleh karena itu, setiap bunyi /z/ yang berasal dan bahasa lain,
seperti zakat yang berasal dari bahasa Arab akan menjadi jakat. Bahasa Jawa baru sudah
mengenal bunyi /z/ itu sehingga sekarang terdapat kata-kata zakat, mukjizat, dan lain-lain.
h. Produktif dan Kreatif
Kridalaksana (dalam Koentjono (ed.), 1982) mengartikan produktivitas itu dari
perbandingan unsur dan daya pemakaiannya. Unsur-unsur yang terbatas, bahasa dapat dipakai
secara tidak tebatas oleh pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki 30 fonem, tetapi kata-kata
yang diciptakan dengan 30 fonem itu berjumlah lebih dari 30.000 kata. Dengan fonem-fonem itu
pula masih sangat mungkin diciptakan kata-kata baru.
i. Merupakan Fenomena Sosial
Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan, sebab hubungan antara bahasa dan
kebudayaan sangat erat. Bahasa itu sudah menyatu dengan orang yang menggunakannya dan
memilikinya. Karena hahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
masyarakat pemakainya. Bahasa merupakan bagian dari sistem nilai kebiasaan dan keyakinan
yang kompleks sehingga terbentuk suatu kebudayaan.
j. Bersifat Insani
Hanya manusialah yang memunyai kemampuan berbahasa. Memang ada berbagai spesis,
seperti ikan dolpin, yang dikenal memiliki sistem komunikasi yang sangat canggih. Namun,
ketidakberdayaan terletak pada ketidakmampuannya menggunakan lambang bahasa untuk
menyatakan pikirannya. Bahasa merupakan suatu aspek perilaku yang bisa dipelajari hanya oleh
manusia. Bahasa menumbuhkembangkan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan
menempatkan peradabannya jauh di atas berbagai bentuk kehidupan mahkluk yang lebih rendah.
3. Fungsi Bahasa
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Seorang yang tidak menguasai bahasa yang digunakan masyarakat tempat
Dia berada dan akan merasa kesulitan berkomunikasi dan menginteraksikan diri dalam
kehidupan masyarakat tersebut. Orang yang dalam posisi demikian itu sebenarnya belum
merupakan anggota masyarakat di tempat Dia berada. Dia hanya berada di tengah-tengah
masayarakat itu secara fisik, tetapi secara sosial Dia belum berada dalam masyarakat tersebut.
Seorang mahasiswa yang menguasai bahasa Inggris, dapat menangkap informasi penting
yang dituliskan dalam bahasa Inggris. Jika kita harus menyelesaikan makalah dan penyelesaian
makalah itu mengharuskan Dia membaca buku-buku acuan yang berbahasa Inggris, Dia tidak
akan mengalami kesulitan mengambil seri informasi pustaka berbahsa inggris itu. Hal itu berarti,
Dia sudah memiliki kemudahan satu langkah dalam menyelesaikan makalahnya. Jika kondisi
yang ada adalah sebaliknya, yakni Dia tidak menguasai bahasa tempat informasi pustaka yang
akan diambil, berarti Dia sudah mendapatkan kendala untuk menangkap sari pustakaan yang
diperlukannya.
Begitu pentingnya bahasa, sehingga dapat dinyatakan bahwa bahasa tidak terpisahkan dari
manusia dan mengikuti manusia dalam setiap kegiatannya. Samsuri (1982) menyatakan:
"Mulai saat bangun pagi sampai jauh malam waktu ia beristirahat, manusia tidak lepasnya
memakai bahasa, malahan waktu tidur pun tidak jarang ia memakai bahasa, karena bahasa
adalah alat yang dipakainya untuk membentuk pikiran dan perasaannya, keinginan dan
perbuatan, alat yang dipakainya untuk memengaruhi dan dipengaruhi; bahasa adalah dasar
pertama-tama dan paling berurat-berakar daripada masyarakat manusia. Bahasa adalah
masyarakat tanda yang jelas dan berkepribadian, yang baik maupun yang buruk; dari
pembicaraan seseorang, kita dapat menangkap tidak saja keinginannya, latar belakang
pendidikanya, adat istiadatnya, dan lain-lain sebagainya."

Pentingnya bahasa semakin dominan jika dikaitkan dengan kebudayaan. Timbulnya


kebudayaan, berkembangnya kebudayaan, serta akumulasinya informasi ilmu pengetahuan hanya
dapat terjadi karena bahasa.
Menurut Djoko dan Sutjarso (dalam Amriah, 2002: 3) mengemukakan bahwa fungsi bahasa
adalah:
"Nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu di dalam
kedudukan yang diberikan kepadanya, sedangkan kedudukan bahasa adalah status relatif
bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang
dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan" .
Menurut Logan bahwa anak-anak memakai bahasa sebagai alat memahami hubungan,
membentuk kelompok, membuat keputusan, dan memecahkan masalah. Menurut Ramirez
(1995: 34) bahwa siswa menggunakan bahasa sebagai alat untuk menunjukkan sikap, nilai,
membagi perasaan, dan bekerjasama dengan orang lain. Selain hal tersebut Chaedar (2002: 23)
mengemukakan hahwa bahasa selain sehagai alat komunikasi juga berfungsi sebagai alat untuk
mengembangkan ilmu-ilmu lain.

4. Aspek Berbahasa
Kegiatan berkomunikasi yang merupakan fungsi utama dari bahasa dapat berjalan lancar dan
sempurnah apabilah penguasaan seseorang terhadap empat aspek bahasa yaitu
mendengar/meyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
Aspek berbicara dan menulis merupakan aspek berbahasa yang bertujuan menyampaikan isi
hati, pendapat, dan gagasan seseorang kepada orang lain, sedangkan mendengarkan dan
membaca merupakan aspek kebahasaan untuk menerima isi hati, pendapat, dan gagasan
seseorang kepada orang lain. Apabilah ditinjau dari segi pemakaian bahasa itu, maka keempat
aspek berbahasa tersebut dapat dikategorikan kedalam dua bagian yaitu bahasa tulis dan bahasa
lisan. Aspek berbahasa yang termasuk dalam pengategorian lisan adalah berbicara dan
mendengarkan, sedangkan aspek berbahasa yang termasuk dalam pengategorian tulisan adalah
membaca dan menulis.

B. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia


1. Sebelum Kemerdekan
Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Bahasa Melayu dipakai
sebagai alat perhubungan di antara penduduk Indonesia yang memunyai bahasa yang berbeda.
Bangsa asing yang datang ke Indonesia juga memakai bahasa Melayu untuk berkomunikasi
dengan penduduk setempat. Bahasa melayu berasal dari melayu Riau. Nama Melayu merupakan
nama suatu kerajaan kerajaan tua dia daerah Jambi di tepi Sungai Batanghari, pada pertengahan
abad ke—7 ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berkuasa selama empat abad di
daerah sumatra selatan bagian timur dibawah pemerintahan Syailendra menjadikan daerah
tersebut pusat ilmu pengetahuan dan politik di Asia tenggara.
Sebagi bukti nyata penggunaan bahasa melayu sebagai bahasa resmi dimasa lampau oleh
kerajaan Sriwijaya dapat dilihat pada prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan
huruf Pallawa (Melayu kuno) seperti Kedukan Bukit (683), Talang Tuwo (684), Telaga Batu
(tanpa tahun), Kota Kapur, Bangka (686), dan Karang Bahari (686), Ganda Suli di Jawa Tengah
(832) dan di dekat Bogor (942).
Masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya membawa pengaruh pada
tradisi tulis dalam bahasa Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.
Tradisi penulisan bahasa Melayu dengan huruf Arab atau dikenal dengan tulisan Jawi ini masih
berlangsung sampai abad ke—19.
Pada awal abad ke—15 kerajaan Malaka di Semenajung berkembang dengan pesat. Letak
kota pelabuhan malaka sangat menguntungkan bagi lalu lintas dagang melalui laut. Semua kapal
yang akan berlayar dari tiongkok dan Indonesia melalui selat Malaka. Demikian pula semua
kapal dari negara-negara yang teletak di sebelah barat Malaka apabilah berlayar ke tiongkok atau
Indonesia juga melalui selat Malaka.
Perkembangan malaka sangat cepat, tapi tidak berlangsung lama. Pada tahun 1511 Malaka
di taklukkan oleh angkiatan laut Portugis dan pada tahun 1641 ditaklukkan pula oleh Belanda.
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga (dipakai sebagai bahasa perhubungan).
Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda pada penduduk
pribumi. Hanya sekelompok kecil orang Indonesia yang dapat berbahasa Belanda. Dengan
demikian, komunikasi di antara pemerintah dan penduduk Indonesia dan antara penduduk
Indonesia yang berbeda bahasanya sehagian besar dilakukan dengan bahasa Melayu. Selama
masa penjajahan belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis dengan bahasa Melayu,
Pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda yang dihadiri oleh aktivis dari
berhagai daerah di Indonesia, bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan di
ikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan nasional. Pengakuan bahasa Indonesia
sehagai bahasa persatuan merupakan peristiwa penting dalam penjuangan bangsa Indonesia.
Dengan adanya sebuah bahasa persatuan, bangsa menjadi semakin kuat. Sebagai wujud perhatian
yang besar terhadap bahasa Indonesia, pada tahun 1938 diselenggarakan Kongres bahasa
Indonesia pertama di Solo Jawa Tengah. Dalam kongres itu menegaskan bahwa "jang
dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal
dari ‘Malajoe Riaoe’ akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah, ataoe di koerangi menoeroet
keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakyat di
seloeroeh Indonesia;…”.
Perkembangan bahasa Indonesia pada masa penjajahan Belanda tidak merespon. Pada
pendudukan Jepang bahasa Indonesia telah mendapat ruang dengan menjadikannya bahasa
pengantar di sekolah-sekolah. Perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat, pada saat
diproklamasikan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1985, bahasa Indonesia telah siap
sebagai bahasa negara.

2. Sesudah Kemerdekaan
Sehari sesudah prokiamasi kemerdekaan, pada tanggal 17 Agustus ditetapkan Undang-
Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia” Dengan demikian, di samping berkedudukan sebaga bahasa
nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia di pakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Setiap tahun
jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara juga semakin kuat. Perhatian terhadap hahasa Indonesia baik dan
pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde baru menaruh
perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesi.
Lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan
penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dan Ejaan van
Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan Yang Disempurnakan selalu mendapat tanggapan
dari masyarakat. Dalam era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia mendapat saingan berat
dari bahasa lnggris. Semakin banyak orang Indonesia yang belajar dan menguasai bahasa
Inggris, yang tentu saja merupakan hal yang positif dalam rangka pengembangan ilmu dan
teknologi. Akan tetapi, ada gejala semakin mengecilnya perhatian orang terhadap bahasa
Indonesia. Tampaknya orang lebib bangga menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa
Indonesia. Hal tersebut dapat diamati dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang banyak
dicampur dengan bahasa Inggris. Kekurangpedulian terhadap bahasa Indonesia ini akan menjadi
tantangan yang berat dalam pengembangan bahasa Indonesia,

C. Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia


1. Kelahiran Bahasa Indonesia secara Politis
Bahasa melayu yang semakin lama semakin kaya dengan adanya pengaruh bahasa-bahasa
lain tersebut sampai dengan menjelang akhir tahun 1928 secara resmi masih tetap bernama
bahasa Melayu, walaupun dilihat dari segi fungsinya sudah tidak lagi mencerminkan sebagai
bahasa daerah. Atas kesadaran para pemuda (yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda
saat itu) akan pentingnya bahasa sebagai alat pemersatu bangsa, maka pada kongres Pemuda di
Jakarta tanggal 28 Oktober 1928 di cetuskan dalam ikrar politik yang disebut dengan nama
Sumpah Pemuda. Bunyi ikrar tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa yang satoe bangsa Indonesia;
2) Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mengakoe bertanah air yang satu tanah air
Indonesia;
3) Kami Poetera dan poeteri Indonesia, menjoenjoeng bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda tersebut berarti secara resmi bahasa Indonesia telah
lahir. Namun demikian, karena kelahiran itu terwujud dalam rangka ikrar politis, maka
kelahiran tersebut juga di sebut kelahiran politis. Secara formal pemerointah yang berkuasa
saat itu (Pemerintah Hindia Belanda) tetap menyatakan bahwa bahasa yang di pakai oleh
pribumi (sebutan orang Indonesia pada saat itu) adalah bahasa Melayu.
Walaupun pemerintah Hindia Belanda belum mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa
Persatuan bagi rakyat Indonesia, namun dampaknya semakin terasa. Dampak tersebut berupa
semakin menggebunya semangat persatuan para pemuda. Persatuan tersebut disadari sepenuhnya
sebagai modal dasar untuk mengusir penjajah.
2. Kelahiran Bahasa Indonesia Secara Yuridis
Upaya para pemuda untuk mengusir penjajah dengan modal dasar semangat persatuan
tersebut akhirnya membuahkan hasil berupa kemerdekaan Bangsa Indonesia yang
diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta (atas nama bangsa Indonesia) pada tanggal 17
Agustus 1945, sehari kemudian yakni tanggal 18 Agustus 1945 Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45) di undangkan. Salah satu dari pasal-pasal yang
terdapat pada UUD 1945 Tersebut, yakni Bab XV Pasal 36 berbunyi: Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia. Dengan demikian, berarti bahasa Indonesia secara resmi, secara yuridis, telah
dinyatakan sebagai bahasa Negara atau bahasa Resmi.
Tahun-tahun penting yang mengandung arti yang sangat menentukan dalam sejarah
perkembangan bahasa Melayu/indonesia dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pada tahun 1901 di susun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. Van Ophuiysen dan dimuat
dalam Kitab Logat Melayu.
2. Pada tahun 1908 pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang
diberi nama Commissie voor de Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada
tahun 1917 diubah menjadi Balai pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel,
seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan dan buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan
masyarkat luas.
3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam
perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan
memancangkan tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya
pujangga baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan.
5. Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu.
6. Masa pendudukan jepang (1942-1945) merupakan pula suatu masa penting. Jepang memilih
bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintah jepang dengan
rakyatIndonesia karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda
untuk alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa
pengantardi lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
7. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah
satu pasalnya (pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan Van Ophuiysen yang berlaku sebelumnya.
9. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1945 adalah
juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan
bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagaibahasa
negara.
10. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR
yang dikuatkan pula dengan keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Tanggal 31 Agustus 1972 Mentri pendidikan dan kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh Indonesia.
12. Kongres Bahasa Inonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2
November merupakan peristiwa yang penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres
yang diadakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesiasejak tahun
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November
1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-
55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-garis besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga Negara Indonesia dengan baik dan benar,
dapat tercapai semaksimal mungkin.selain itu, kongres menugasi Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa untuk memantau hasil-hasil kongres sebelumnya kepada kongres
berikutnya.
14. Kongres Bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3
November 1988. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah
perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, juga kongres ini diikuti oleh peserta tamu dari
Negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman, dan
Australia. Kongres ke-5 ini dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Kongres
ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan (3) buku-buku bahan penyuluhan
bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober- 2
November 1993. Dalam kongres ini diselenggarakan pula pameran buku yang menyajikan
385 judul buku yang terdiri atas buku-buku yang berkaitan dengan kongres bahasa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Bahasa dan Sastra Indonesia, serta kamus berbagai bidang
ilmu, antara lain Kimia, Matematika, Fisika, Biologi, Kedokteran, dan Manajemen. Selain
itu, disajikan pula panel Sumpah Pemuda, foto kegiatan kebahasaan/kesastraan, dan
peragam komputer sebagai pengolah data kebahasaan.
D. Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki peranan penting di republik tercinta ini. Pentingnya peranan
bahasa Indonesia antara lain bersumber pada ikrar Sumpah Pemuda 1928, yaitu “Kami putra-
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia
sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang
menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Selain itu, Alwi, dkk., (1993)
mengemukakan bahwa ada tiga patokan yang dapat dijadikan sebagai alasan sehingga bahasa
Indonesia memiliki kedudukan terpenting di Nusantara ini.
Pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, jumlah penuturnya mungkin tidak sebanyak
dengan bahasa Jawa atau bahasa Sunda. Akan tetapi, jika hal itu ditambahkan penutur
dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua,
maka memiliki peringkat pertama dalam deretan jumlah penutur.
Kedua, luasnya penyebaran sehingga bahasa Indonesia menempati baris depan, sebagai
bahasa setempat, bahasa itu dipakai orang di daerah pantai timur Sumatra, di Kepulauan Riau
dan Bangka, serta di daerah pantai Kalimantan. Sebagai bahasa kedua, pemencarannya dapat
disaksikan dari ujung barat sampai ke timur dan dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri
tercinta.
Ketiga, peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkap budaya. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah benar-benar menjadi satu-satunya wahana dalam
penyampaian ilmu pengetahuan serta media untuk pengungkapan seni sastra dan budaya yang
berbeda-beda antara suatu daerah dengan daerah lainnya yang ada di Indonesia. Mengingat akan
arti pentingnya bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesi maka Halim (1976: 4-5) membagi
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara yang diuraikan sebagai
berikut.
1. Babasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai (a)
lambang kebanggaan nasional, (b) lambang identitas nasional, (c) alat yang memungkinkan
penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya
masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, dan (d) alat perhubungan antardaerah
dan antarbudaya. Keempat hal tersebut merupakan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional yang dimilikinya sejak tahun 1928 sampai sekarang. Penjelasan yang lebih mendetail
mengenai keempat fungsi bahasa Indonesia tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Bahasa Indonesia sebagi lambang kebanggaan nasional
Tidak semua bangsa di dunia memunyai sebuah bahasa nasional yang dipakai secara luas
dan dijunjung tinggi. Adanya sebuah bahasa yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang
berbeda merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia.
Fungsi bahasa Indonesia sebagai lambing kebanggaan nasional mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebaggaan. Seluruh suku bangsa di Indonesia harus memiliki
rasa kebanggaan berbahasa nasional. Atas dasar kebaggaan inilah bahasa Indonesia harus
dipelihara dan dikembangkan serta sebagai warga Negara Indonesia harus merasa bagga
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

b. Bahasa Indonesia sebagi lambang identitas nasional


Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki budaya dan bahasa berbeda.
Untuk membangun kepercayaan diri yang kuat, sebuah bangsa memerlukan identitas. Identitas
sebuah bangsa biasa diwujudkan dengan bahasanya. Dengan adanya bahasa yang mampu
memersatukan, dapat mengidentikkan diri sebagai suatu bangsa yang berdaulat.
Sebagai identitas bangsa atau negara maka bahasa Indonesia menjadi ciri atau tanda yang
membedakan dengan bangsa lain atau negara lain. Identitas ini bisa saja menjadi salah satu
faktor kebanggaan pada sebuah bangsa, yang kadang-kadang diiringi dengan sikap merendahkan
atau menganggap aneh identitas bangsa lain. Identitas ini tidak stabil atau baku akan tetapi selalu
berproses lewat wacana untuk berkomunikasi, sehingga identitas selalu terjaga, dinamis,
berubah, atau malah musnah. Maka dari itu, bahasa Indonesia merupakan lambang identitas
nasionala yang harus dijunjung tinggi. Di dalam pelaksanaan fungsi ini, bahasa Indonesia harus
memerankan tugas yang diembannya yang memiliki ciri khas yang membedakannya dengan
bahasa yang lain.

c. Bahasa Indonesia sebagi alat pemersatu suku-suku bangsa


Negara kesatuan Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya, dan bahasa yang berbeda.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Dengan menasionalnya bahasa Indonesia pada semua suku bangsa yang ada, perpecahan itu
dapar dihindari. Dapat dibayangkan apabilah semuah suku yang berada dalam negara kesatuan
ini menggunakan bahasanya, sudah barang tentu tidak akan terjadi interaksi komunikasi.
Keadaan tersebut akan menghambat pembangunan nasional dan bahkan akan berujung pada
pertikaian dan perpecahan bangsa.

d. Bahasa Indonesia sebagi alat perhubungan antar daerah dan antarbudaya


Hadirnya bahasa Indonesia yang berperan sebagai lingua franca dapat meredahkan masalah
yang dihadapi bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya dan
bahasa yang berbeda pula. Bahasa Indonesia merupakan kekayaan nasional yang sudah barang
tentu harus di bina dan dikembangkan. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang berhasil
menyatukan cita dan semangat masyarakat Indonesia yang majemuk.

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Bahasa Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa negara berfungsi sebagai (a) bahasa
resmi kenegaraan, (b) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (c) alat perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintahan, dan (d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Sebagai bahasa Negara sedah seharusnya dijabarkan ke dalam semua elemen kehidupan
berbangsa dan bernegara. Uraian mengenai keempat hal tersebut dirinci sebagai berikut.
a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai untuk urusan-urusan kenegaraan. Dalam
hal ini, pidato-pidato resmi, dokumen dan surat-surat resmi harus ditulis dalam bahasa Indonesia,
Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan dengan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa
Indonesia dalam acara-acara kenegaraan sesuai dengan UUD 1945 mutlak diharuskan. Tidak
dipakainya bahasa Indonesia dalam hal ini dapat mengurangi kewibawaan negara karena ini
merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945.

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan


Dunia pendidikan di sebuah negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga
kelangsungan pendidikan tidak terganggu. Pemakaian lebih dari satu bahasa dalam dunia
pendidikan akan mengganggu keefektifan pendidikan. Biaya pendidikan menjadi lebih hemat.
Peserta didik dan tempat yang berbeda dapat saling berhubungan. Bahasa Indonesia merupakan
satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam
penndidikan di Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang pesat dan pemakaiannya sudah
tersebar luas. Pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan bukan hanya terbatas pada
bahasa pengantar, bahan-bahan ajar juga memakai bahasa Indonesia.

c. Bahasa Indonesin sebaga Alat Perhubungan di Tingkat Nasional untuk Kepentingan


Pembangunun dan Pemerintahan
Pembangunan dan pemerintahan di tingkat nasional memerlukan sebuah bahasa sebagai alat
perhubungan, sehingga komunikasi tidak terhambat. Kalau ada lebih dari satu bahasa yang
dipakai sebagai alat perhubungan, keefektifan pembangunan dan pimerintahan akan terganggu
karena akan diperlukan waktu yang lebih lama dalam berkomunikasi. Bahasa Indonesia dapat
mengatasi hambatan ini.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan


Teknologi
Untuk mengembangkan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi diperlukan bahasa
yang bisa dipakai untuk keperluan tersebut dan bahasa tersebut dapat dimengerti oleh masyarakat
luas. Tanpa bahasa seperti ini, pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi
akan mengalami hambatan karena proses pengembangannya akan memerlukan waktu yang lama
dan hasilnya pun tidak akan tersebar secara luas. Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya
bahasa di Indonesia yang memenuhi syarat sebagai alat pengembang kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi karena bahasa Indonesia telah dikembangkan untuk keperluan
tersebut dan bahasa ini dimengerti oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai