Anda di halaman 1dari 10

EVOLUSI DAN AGAMA

Oleh: 
 Ahmad Fauzi (209341420894) 
Linda Tri Antika (209341417443)

Latar Belakang
Kata evolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perubahan (pertumbuhan,
perkembangan) secara berangsur-angsur dan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit).
Sedangkan lawan katanya adalah kata revolusi, yaitu perubahan yang terjadi secara cepat,
tiba-tiba (radikal) pada suatu sistem. Kata evolusi mulanya digunakan pertama kali oleh
seorang filsuf Inggris, Herbert Spencer pada tahun 1850 melalui bukunya yang berjudul
“Social Static” (Bertenz, 1975), sehingga kata evolusi pada mulanya tidak berkaitan dengan
pembahasan di bidang biologi. Namun, saat ini, kata evolusi merupakan kata yang berkaitan
erat dengan biologi, bahkan menjadi bahasan yang dianggap termasuk paling menarik dalam
bidang biologi.
            Charles Darwin merupakan seorang yang disebut sebagai Bapak Evolusi dalam dunia
biologi karena meskipun bukan dia yang pertama kali mengenalkan kata evolusi dalam dunia
biologi, tetapi teorinya mengenai evolusi makhluk hiduplah yang paling dapat diterima bila
dibandingkan dengan teori evolusi makhluk hidup yang dikemukakan oleh tokoh lain,
semisal J. B. Lammarck. Dalam teorinya, Charles Darwin menyatakan bahwa evolusi organik
terjadi dikarenakan peristiwa seleksi alam.
            Terlepas dari kata “evolusi”, sebenarnya jauh sebelum Darwin mempublikasikan
teorinya melalui karyanya yang berjudul ”On The Origin of Species by Means of Natural
Selection, or the Preservation of Favoured Races” pada tahun 1859,  konsep seleksi alam dan
adaptasi ternyata sudah diperkenalkan oleh ilmuwan muslim asal Irak, Al-Jahiz yang hidup
pada tahun 781-869 M melalui bukunya yang berjudul “Kitab Al-Hayawan” (buku tentang
kehidupan binatang). Dalam bukunya tersebut, Al-Jahiz mengemukakan teori struggle for
existence (berjuang untuk tetap hidup) yang dapat dikatakan mirip dengan konsep survival of
the fittest pada teori evolusi Darwin (Davies, 2008).
            Dalam perkembangannya, teori evolusi Darwin dianggap menentang ajaran agama.
Teori evolusi bersama dengan teori penciptaan tata surya yang terjadi secara kebetulan dan
teori “S” dipandang sebagai teori yang tidak menganggap adanya Tuhan, sehingga dalam
perkembangannya tersebut, teori evolusi, khususnya yang dicetuskan oleh Darwin mendapat
tantangan dari golongan agamawan. Untuk membahas lebih dalam permasalah tersebut, maka
kami menyusun makalah ini. Makalah ini akan membahas hubungan evolusi biologi dengan
agama.

Teori Evolusi Biologis


            Istilah evolusi biologis lebih mengarah kepada ide yang menjelaskan bahwa  makhluk
hidup pertama merupakan hasil dari evolusi molekul anorganik. Asal-usul kehidupan berasal
dari sintesis dan akumulasi monomer organik pada kondisi abiotik. Agregat molekul yang
dihasilkan secara abiotik adalah protobion. Sel-sel hidup dapat berasal dari protobion.
Protobion tak dapat melakukan reproduksi, namun dapat mempertahankan lingkungan kimia
di dalamnya dan menunjukkanciri-ciri hidup lainnya yaitu metabolisme. Sedangkan teori
evolusi itu sendiri menurut Widodo, dkk (2003) adalah teori yang menerangkan proses
perubahan yang terjadi pada makhluk hidup. Teori Evolusi biologi sendiri adalah sebuah teori
yang berupaya untuk menyelidiki penyebab (dan proses) terbentuknya keragaman spesies
yang kita lihat saat ini. Evolusi berasumsi bahwa pada awalnya hanya terdapat satu atau
sedikit spesies dimuka bumi milyaran tahun lalu.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin,namun sebenarnya
evolusi telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwinlah ilmuwan pertama
yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian
ilmiah. Teori evolusi juga turut berkembang mengikuti waktu. Pada awalnya, Darwin
menyatakan bahwa seleksi alam merupakan penyebab utama terjadinya evolusi, namun
pandangan tersebut berubah setelah beberapa dekade. Pengembangan dan penyempurnaan
Teori Seleksi Alam Darwin tersebut dikenal dengan Neo Darwinisme yang menjelaskan
bahwa seleksi alam hanyalah berperan sebagai faktor penuntun yang menentukan arah
perubahan yang terjadi pada makhluh hidup (Widodo, dkk., 2003).
Dalam karyanya yang berjudul ”On The Origin of Species by Means of Natural Selection, or
the Preservation of Favoured Races” pada tahun 1859, Darwin mengemukakan bahwa
makhluk hidup yang ada saat ini berasal dari moyang yang sama dan mengalami perubahan
sedikit demi sedikit. Namun, dalam karyanya tersebut, Darwin tidak menjelaskan bagaimana
makhluk pertama muncul di muka bumi. Penjelasan mengenai asal usul makhluh hidup di
paragraf awal tadi adalah penjelasan dari ide yang dikemukakan oleh seoarang biologiwan
asal Rusia, Alexander Oparin pada tahun 1930an.
Terlepas dari Teori Evolusi Darwin, sebenarnya jauh sebelum Darwin mencetuskan teorinya,
ada tokoh lain yang telah mencetuskan teori yang mirip dengan evolusi, seleksi alam, dan
adaptasi. Tokoh tersebut adalah Al-Jahiz. Al-Jahiz merupakan seorang pakar biologi Irak
yang hidup pada abad ke-9. Sederet teori penting dalam biologi itu dipaparkannya dalam
Kitab Al-Hayawan (Buku tentang Binatang) (Davies, 2008). Dalam karyanya yang terdiri
dari tujuh volume itu, Al-Jahiz  menguraikan dan mengupas lebih dari 350 jenis binatang.
Dalam karyanya itulah, Al-Jahiz menguraikan teori evolusi secara umum.  Teori itu
didasarkan pada pengaruh lingkungan terhadap binatang. Selain itu, ia juga sudah
memikirkan dampak lingkungan terhadap keberlangsungan hidup binatang. Inilah cikal bakal
teori Struggle for Existence. Pada buku itu pula, al-Jahiz menguraikan ide seleksi alam dan
rantai makanan. ‘’Binatang terlibat dalam sebuah perjuangan untuk mempertahankan
hidupnya; mencari makanan, menghindar jadi mangsa, dan ber kembang biak. Faktor-faktor
lingkungan memengaruhi organisme untuk mengembangkan karakteristik baru guna
menjamin tetap bertahan hidup, kemudian bertransformasi menjadi spesies baru,’‘ demikian
bunyi teori Stuggle for Existence yang tertulis dalam Kitab al-Hayawan (Republika, 2009).
Dalam era saat ini, ada tiga kelompok manusia yang terlibat dengan teori evolusi, yaitu
a.           Kelompok yang pro evolusi dan tidak mempercayai adanya kuasa Tuhan
b.          Kelompok menolak dengan keras teori evolusi dengan latar agama (kreasonis)
c.           Kelompok yang menerima teori evolusi dan percaya terhadap kuasa Tuhan dibalik
kejadian evolusi.

 Penyebab Teori Evolusi Sulit Ditermia oleh Beberapa Kaum Beragama


Ajaran agama mulai menolak teori evolusi yang dibawa Darwin hanya karena Darwin
mengatakan kehidupan muncul dengan sendirinya melalui kecelakaan atau kebetulan,
padahal inti dari teori evolusi adalah perubahan suatu organisme secara bertahap. Kontroversi
teori evolusi adalah karena teori dianggap bertentangan dengan agama. Evolusi dianggap
akan mengesampingkan atau bahkan mereduksi ajaran agama. Beberapa orang dengan dasar
agama ingin menjatuhkan teori evolusi. Padahal mereka sendiri belum paham dengan benar
atau bahkan belum mempelajari secara keseluruhan perkembangan teori evolusi. Mereka
menerbitkan buku dan film yang dapat mempengaruhi pembaca dan penonton film tersebut
untuk membenci teori evolusi dan menancapkan keyakinan bahwa orang beragama tidak
boleh menerima evolusi karena dengan menerima kebenaran evolusi, mereka dianggap tidak
mempercayai keberadaan Tuhan. Dengan pengemasan bahasa yang menarik dan mudah
dicerna, saat ini banyak masyarakat dunia yang terpengaruh oleh karya-karya orang-orang
tersebut.
Beberapa poin yang mereka jadikan poin untuk menyerang teori evolusi dalam karya mereka
menurut kami, antara lain adalah mereka menyatakan evolusi tidak pernah di observasi secara
langsung, evolusi melanggar Hukum Kedua Termodinamika, tidak ada fosil transisi, teori
evolusi menyatakan bahwa kehidupan asal dan proses evolusi terjadi oleh kejadian yang
acak, serta mereka menyatakan evolusi hanyalah sebuah teori, dan hal tersebut tidak pernah
dibuktikan. Padahal kelima poin tersebut adalah pemahaman yang salah (miskonsepsi)
mengenai teori evolusi yang sangat perlu diluruskan agar miskonsepsi tentang teori evolusi
tidak semakin meluas. Namun, sayangnya sudah banyak masyarakat yang tidak menyadari
miskonsepsi tersebut.
Biologiwan mendefinisikan evolusi adalah perubahan gen pool suatu populasi. Satu contoh
adalah suatu serangga/hama yang berubah menjadi resisten terhadap suatu pestisida setelah
manusia menggunakan pestisida tersebut selama beberapa tahun. Hampir semua kreasonis
mengetahui fakta evolusi tersebut. Munculnya spesies baru dari proses evolusi sebanarnya
sudah diobservasi/diamati oleh beberapa ilmuwan, baik dalam laboratorium maupun di alam.
Andai para ilmuwan tidak pernah mengamati munculnya spesies secara evolusi dengan
pengamatan langsung, masihlah salah bila dikatakn evolusi itu tidak pernah teramati. Sesuatu
dikatakan bukti bukanlah hanya sebatas apa yang dilihat dan diamati mata manusia secara
langsung. Bukti evolusi pun dapat dilihat dari temuan fosil, perbandingan anatomi, sekuens
genetic, distribusi geografis makhluk hidup, dan lain sebagainya.
Poin evolusi hanyalah sebuah teori dan belum pernah dibuktikan merupakan poin yang sering
disuarakan oleh para penentang teori evolusi. Padahal, seperti yang telah kita pelajari di
bangku kuliah, seseorang tidak dengan mudah menciptakan suatu teori. Teori merupakan
kumpulan dari beberapa prinsip, yang mana prinsip merupakan kumpulan dari beberapa
konsep, dan konsep sendiri kumpulan dari beberapa fakta. Sehingga teori pastinya
mengandung fakta yang terbukti kebenarannya. Dan yang lebih penting di sini adalah teori
evolusi merupakan satu-satunya teori kehidupan yang telah lolos banyak uji ilmiah hingga
saat ini.
                 Beberapa poin lain, seperti evolusi melanggar hokum termodinamika, ataupun
tidak ada fosil transisi sebenarnya juga merupakan kesalahan konsep yang perlu diluruskan.
Munculnya pernyataan teori evolusi melanggar hokum kedua termodinamika karena
kesalahan pengertian mereka mengenai makna hokum kedua termodinamika. Sedangkan
mengenai fosil transisi, sebenarnya banyak temuan fosil transisi yang sudah dipublikasikan di
forum ilmiah. Namun, mereka mungkin kurang mengikuti perkembangan penuman fosil-fosil
baru yang ditemukan oleh para arkeolog. Mungkin saja, mereka juga salah mengartikan
pengertian fosil transisi. Mereka menganggap fosil transisi harus memberikan gambaran fosil
yang bentuknya di antara dua spesies yang berbeda atau percampuran antara dua spesies.
Padahal, perubahan makhluk hdup yang dipelajari dalam teori evolusi adalah perubahan yang
terjadi dikit demi sedikit, bukanlah perubahan radikal yang dapat mengakibtkan suatu spesies
menghasilkan keturunan yang bentuknya terlihat jelas berbeda dengannya.

Hubungan Teori Evolusi dengan Islam


  Sebagian umat Islam saat ini banyak yang menolak dengan keras teori evoulusi. Hal tersebut
terjadi karena kesalahpahaman mereka tentang teori evolusi. Salah satu kesalahpahaman
mereka tentang teori evolusi adalah dengan menyatakan teori evolusi mempercayai bahwa
manusia mempunyai nenek moyang kera. Hal tersebut adalah satu kesalah yang fatal karena
Darwin sendiri tidak pernah mengatakan bahwa manusia berasal dari kera. Beberapa dari
mereka menyalahkan Darwin dan menganggap Darwin sebagai biangnya ateisme, padahal
Darwin bukanlah ateisme, melainkan Darwin adalah seorang agnostik.
  Untuk menjadi muslim bukanlah berarti harus menolak Darwin. Fakta menarik dari isu
evolusi adalah  bahwa justru Islam lah yang telah lama membicarakan teori evolusi jauh hari
sebelum Darwin dilahirkan. Al-Jahiz, Ibnu Khladun, dan Ibnu Miskawaih merupakan
segelintir dari sekian banyak ilmuwan muslim yang telah mengungkapkan tentang makhluk
yang terus berevolusi jauh sebelum teori evolusi Darwin muncul. 
Abu Utsman Amr atau Al-Jahiz, seorang ilmuwan muslim abad 9, dalam Kitab Al-Hayawan
(buku hewan) telah menjelaskan teori survival sebagai dasar dari mekanisme evolusi dan
seleksi alam. Al-Jahiz berpendapat bahwa suatu spesies akan beradaptasi dengan kondisi
lingkungan yang berbeda dan akhirnya melahirkan spesies baru. Spesies yang tidak dapat
beradaptasi akan punah, dan yang beradaptasi akan sukses melanjutkan keturunanannya.
  Ibnu Miskawayh, seorang ilmuwan muslim di abad 10, bahkan menjelaskan teori evolusi
dengan sangat mendetail dan mengkombinasikannya dengan metafisika sebagai sebuah siklus
"Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Roojiun/ Sesungguhnya kita dari Allah dan kepada-Nya kita
kembali". Dari Allah, bahwa mula-mula Allah menciptakan zat, kemudian zat itu berevolusi
menjadi gas, gas berevolusi menjadi air, air berevolusi menjadi mineral, mineral berevolusi
menjadi tumbuhan (teori ini berdasarkan pada surat Nuh), tumbuhan berevolusi menjadi
hewan, hewan berevolusi menjadi manusia, manusia berevolusi menjadi nabi, nabi berevolusi
menjadi malaikat, dan malaikat akhirnya kembali kepada Allah. Pandangan mengenai evolusi
biologi yang berlanjut ke evolusi spiritual ini begitu populer di abad pertengahan.
Ibnu Khaldun dalam kitab Muqadimmah yang sangat populer baik di kalangan muslim
maupun barat juga menjesalkan mengenai evolusi. Berawal dari mineral yang berevolusi
menjadi tumbuhan, kemudian hewan, dan manusia. Ibnu Khaldun menyebut secara eksplisit
evolusi manusia dari makhluk yang lebih rendah yaitu sejenis kera (jadi yang mengatakan
manusia berasal dari kera bukanlah darwin tapi ilmuan muslim masa lalu). Jika evolusi
bertentangan dengan Al-Quran, apakah tidak aneh kalau para ilmuwan muslim tersebut masih
beragama Islam pada saat itu?
  
Sikap Kita terhadap Isu Teori Evolusi dengan Agama
Seseorang tidak dapat dikatakan ateis bila dia menerima adanya evolusi.  Ada prinsip dasar
yang membedakan agama dengan evolusi. Agama adalah menyangkut kepercayaan yang
dapat dipercayai atau tidak dan diyakini atau tidak, sedangkan evolusi berhubungan dengan
sains, sesuatu yang dapat diterima dengan logis atau tidak. Sains dapat diuji secara ilmiah dan
hasilnya harus dapat diprediksi. Sedangkan agama meyakini adanya kekuatan supranatural
yang tidak dapat diprediksi.
  Evolusi bukanlah agama. Agama bersifat statis dan sains tidak bersifat dogmatis. Sifat
agama pun adalah mengklaim kebenaran mutlak yang tentu saja tidak ada dalam sains. Sains
bersifat empiris, masalahnya bukan dipercaya atau tidak pada suatu teori, termasuk teori
evolusi, tetapi apakah teori tersebut dapat diterima sebagai suatu yang logis dan sesuai
dengan fakta yang dapat diamati atau tidak. Dalam sains, sesuatu dianggap ada kalai sesuatu
itu dapat diamati dengan pancaindra. Dengan prinsip tersebut, ruh, jin, bahkan Tuhan
dianggap tidak ada karena tidak dapat diamati menggunakan pancaindera.
  Tujuan sains adalah untuk menjelaskan suatu gejala alam secara logis berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan oleh manusia. Teori evolusi hingga saat ini dapat
menjelaskan dengan paling tepat gejala alam mengenai keanekaragaman makhluk hidup dan
adanya fosil-fosil yang ditemukan dengan perkiraan umur yang berbeda. Hal yang menarik
dalam sains dan yang membedakannya dengan agama adalah kebenaran dalam sains bersifat
relarif karena sains merupakan sesuatu yang berkembang (dinamis, bukannya statis). Dalam
hal teori evolusi, bisa saja penemuan satu saja fosil baru dapat menumbangkan teori ini.
Evolusi tidak menyangkal tentang keberadaan Tuhan. Lebih tepatnya, tidak ada alasan untuk
mempercayai Tuhan tidak berperan dalam proses evolusi. Tidak sedikit ilmuwan percaya
terhadap adanya Tuhan dan menerima kebenaran teori evolusi. Evolusi dapat dianggap
sebagai cara Tuhan dalam menciptakan keanekaragaman makhluk hidup yang ada saat ini.

Pandangan Darwin terhadap Adanya Tuhan


Dalam Widodo, dkk (2003) disebutkan bahwa Darwin tetap mengakui Tuhan yang
menciptakan makhluk-makhluk hidup. Kalimat yang paling akhir di bukunya “The Origin of
Spesies by Means of Natural Selection” (1859) adalah:
“There is grandeur in this view of life, with its several power, having been originally
breathed by the Creator into a few forms or into one, and that, whilst the planet has gone
cycling on according to the fixed law or gravity, form so simple a beginning endless most
beautiful and most wonderful have been and are being evolved.”
Dan dalam bab yang berjudul “Kehidupan dan Pekerjaan Darwin” dari buku K.F Vaas
“Darwinisme dan Ajaran Evolusi” (1956) dapat kita jumpai kutipan dari kalimat-kalimat
Darwin yang artinya sebagai berikut:
“Adalah sesuatu maksud yang sama agungnya dari Tuhan Yang Maha Esa asli yang sedikit
saja, yang telah diciptakan olehNya, sudah dapat berkembang terus, daripada untuk mengira
bahwa harus ada tindakan-tindakan penciptaan yang baru untuk mengisi lowongan-lowongan
yang masih terbuka di barisan makhluk hidup yang terjadi karena hukum-hukum Tuhan”
(Widodo, dkk, 2003).
Dari pernyataan di atas, jelaslah bahwa Darwin mengakui bahwa segala yang ada di bumi
telah diciptakan oleh Sang Pencipta menjadi beberapa bentuk atau bentuk tunggal. Evolusi
tidak mengajak orang menjadi materialistik dan tidak perlu seseorang menjadi lemah
imannya setelah mempelajari evolusi.

Pandangan Islam terhadap Evolusi


Dalam keyakinan agama, keseluruhan yang ada digolongkan atas: Khalik, yakni Allah yang
menjadikan (menciptakan), dan makhluk, yaitu segala yang dijadikan (diciptakan) oleh allah.
Dengan demikian, segala macam makhluk, baik makhluk hidup maupun makhluk tak hidup
(benda mati) terjadi atas kehendak Allah. Terjadinya jenis-jenis makhluk hidup secara evolusi
pun atas kehendak Allah (Widodo,dkk, 2003).
Mengenai kejadian makhluk-makhluk hidup secara evolusi atas kehendak Allah, bisa timbul
pertanyaan : Karena Tuhan itu Maha Kuasa, mengapa Tuhan tidak menciptakan jenis-jenis
makhluk hidup itu secara langsung? Mengapa harus melewati waktu yang lama? (Widodo,
dkk, 2003).
Dalam keyakinan agama, Tuhan itu Maha Esa. Tidak hanya Dzat-Nya, tetapi juga Sifat-Nya,
Cara-Nya menciptakan. Tuhan menciptakan tidak seperti cara manusia bekerja, sebab Tuhan
Maha Kuasa, kuasa menciptakan segala sesuatu sesuai dengan keagunaganNya. Di dalam Al-
Qur’an dijelaskan mengenai kuasa Allah menciptakan segala sesuatu di alam.

 
Artinya: “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa,
Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (AQS. Al-Hasyr: 24).
 
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak” (AQS. Ar-
Ruum: 20).

Hubungan antara Adam dan Homo sapiens


Dalam Widodo, dkk (2003) dijelaskan bahwa Homo sapiens berasal dari perkembangan
makhluk hidup dengan jenis yang bukan Homo sapiens yang sebelumnya juga berasal dari
jenis makhluk hidup yang lebih rendah lagi tingkatannya. Secara biologis, Homo sapiens
masih memiliki struktur hewan dan mewarisi sejumlah instink serupa yang terdapat pada
hewan. Tetapi Homo sapiens adalah satu-satunya makhluk hidup yang istimewa, memiliki
otak (brain) yang khas bersifat manusia sempurna. Ada perkembangan yang tiba-tiba
melonjak dalam kemampuan intelek yang dimiliki Homo sapiens disbanding dengan jenis-
jenis makhluk hidup sebelumnya, seolah-olah perkembangan evolusi biologis, yaitu evolusi
fisik manusia ditempatkan dalam tingkatan kedua dibandingkan perkembangan inteleknya
(Widodo, dkk, 2003).
Namun, dalam agama tidak mengenal istilah Homo sapiens dalam kitan sucinya karena
istilah ini baru muncul dalam abad 18 hasil pikiran untuk diberikan pada kelompok manusia
tertentu dalam pembicaraan ilmiah. Dalam biologi, khususnya taksonomi atau sistematik,
yaitu ilmu yang menggolong-golongkan makhluk hidup, maka suatu jenis makhluk hidup,
maka suatu jenis makhluk hidup paling sedikit diberi nama dengan dua kata latin, misalnya
Homo sapiens. Pemberian nama makhluk hidup dengan dua kata (binominal nomenclature)
tersebut gunanya untuk memudahkan dalam mempelajari atau menggolongkan makhluk
hidup. Berdasarkan hal ini maka istilah Adam yang terdiri hanya dari satu kata tidak
dipergunakan dalam taksonomi (Widodo, dkk, 2003).
Adam adalah nama yang diberikan kepada manusia pertama yang diciptakan oleh Allah,
kemudian menurunkan semua manusia di zaman ini. Adam adalah makhluk (manusia) yang
bisa berfikir taraf konsepsi, mempunyai kemampuan berfikir abstrak, dan dapat dibebani
tanggung jawab moral dan spiritual, sehingga Adam dapat menerima ajaran dari Tuhan.
Teori evolusi biologis mencoba menjelaskan bahwa dalam perkembangan evolusi makhluk
hidup pada suatu ketika tercapai makhluk hidup yang mempunyai ciri-ciri yang dimiliki
Adam. Makhluk hidup demikian oleh ilmu pengetahuan diberi nama Homo sapiens. Jadi,
dapat diartikan bahwa Adam adalah Homo sapiens yang pertama, dan manusia di zaman ini
dapat disebut keturunan Adam atau termasuk jenis Homo sapiens.
Dalam Al-Qur’an Surat Nuh ayat 14 :

 
Artinya : “Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan
kejadian”. (AQS. Nuh: 14).
Ayat di atas ditafsirkan oleh H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. (1967) di dalam
Tafsir Qur’an yang disusun keduanya bahwa Allah menciptakan manusia melalui beberapa
tingkatan pertumbuhannya, mulai dari tanah, air mani, segumpal daging, lahir sebagai bayi,
kanak-kanak, meningkat umur dewasa dan sampai kepada usia yang sangat tua dan
seterusnya meninggal dunia dan dibangkitkan kembali. Juga berarti menurut keduanya bahwa
hidup manusia dari zaman ke zaman senantiasa berjalan sepanjang evolusinya.

Dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun: 12-14

 
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah”.

 
Artinya : “Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim)”.

 
Artinya : “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.

 
Artinya: “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati”.

 
Artinya: “Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari
kiamat”.
Ayat-ayat di atas menegaskan Kemahakuasaan Allah. Jikalau Allah menghendaki, Allah
kuasa untuk menjadikan jenis-jenis makhluk hidup secara penciptaan khusus (Special
creation). Tetapi juga karena Allah Maha Kuasa dan kalau dikehendaki-Nya, maka kuasa
juga Allah untuk menciptakan jenis makhluk hidup secara evolusi.
            Berhubungan dengan polemik apakah Adam merupakan manusia pertama atau bukan
dan apakah sebelum Adam ada makhluk serupa Adam yang diciptakan oleh Allah atau tidak,
tidak terlalui dijelaskan secara jelas oleh Al-Quran. Namun, sebenarnya, bila diperhatikan,
pada surat Al-Baqarah, kita dapat sedikit merenungkan kedudukan Adam sebagai manusia
pertama.

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui".” (Al-Baqarah: 30)

Ayat-ayat tersebut memunculkan wacana bahwa seolah-olah malaikat mempunyai


pengalaman mengamat-amati sepak terjang sang khalifah. Tampaknya malaikat khawatir
akan masa depan khalifah baru yang bernama Adam itu, seandainya perilaku destruktif akan
menghancurkan tatanan taqdis dan tasbih malaikat. Kita hanya bisa menduga-duga kategori
khalifah yang seperti apakah yang telah (dan akan) melakukan perbuatan tercela itu. Tidak
ada keterangan yang jelas perihal khalifah versi malaikat yang dimaksud. Tampaknya Q.s. al-
Baqarah: 30 menghendaki bahwa penciptaan khalifah berikutnya adalah untuk mereformasi
dan merehabilitasi “Adam-Adam” sebelumnya. Dengan kata lain, Allah hendak mengganti
khalifah perusak yang tanpa tatanan hukum Allah itu dengan khalifah baru yang bernama
Adam dan anak keturunannya kelak yang berlandaskan tatanan hukum Allah.
Ada riwayat yang mengasumsikan bahwa iblis atau jin sebagai khalifah sebelum Adam.
Qatadah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas menduga, bahwa khalifah yang dimaksud adalah
khalifah dari golongan jin yang diduga berbuat kerusakan. Asumsi ini berdasarkan analisis
ayat yang menerangkan bahwa jauh sebelum manusia diciptakan, Allah telah menciptakan jin
(Ibn-Katsir, Qishashul Anbiya’, hlm. 2). Benar bahwa jin (dan malaikat) diciptakan sebelum
Adam berdasarkan Q.s. al-Hijr: 26-27, namun apakah mereka, khususnya para jin berperan
sebagai khalifah di muka bumi? Pendapat para sahabat tersebut tampaknya hanyalah praduga
saja. Lagi pula tidaklah mungkin bumi yang kasat mata ini diwariskan kepada para jin yang
tidak kasat mata. Bentuk pengelolaan semacam apakah seandainya para jin yang berfungsi
sebagai khalifah di muka bumi ini.
            Khalifah sebelum Adam dan khalifah yang hendak diciptakan Allah ini adalah
khalifah yang benar-benar berasal dari golongan manusia. Perhatikan ayat berikut ini: Dan
Dialah yang telah menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat ‘iqab-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Q.S. Al-An’am: 165). Ayat
tersebut kembali menegaskan bahwa sesungguhnya Allah adalah pencipta para khalifah di
muka bumi ini.
Dengan mengorelasikan fakta-fakta arkeologis tentang ragam manusia sebelum Homo
Sapiens, tampaknya selaras dengan karakter “destruktif” sebagai yang digambarkan malaikat.
Namun, bukankah karakter hominid memang demikian? Manusia-manusia tersebut
mempunyai struktur fisik yang hampir mirip manusia (kalau tidak ingin dikatakan hampir
mirip kera). Mereka tercipta dengan volume otak yang kecil yang dengan sendirinya
perilakunya pun cenderung tanpa tatanan manusiawi atau bersifat kebinatangan sehingga
mereka disebut sebagai perusak yang mungkin itulah yang dikhawatirkan oleh malaykat.
Mereka tidak layak disebut sebagai khalifah. Sementara itu, khalifah mempunyai kedudukan
yang terhormat sebagai “duta” Allah untuk mengelola bumi ini.

Anda mungkin juga menyukai