Anda di halaman 1dari 5

Akhlaq Terpuji Bagian 1

“ ِ‫ستِِقَا َمة‬
ْ ِ‫ ا‬ISTIQOMAH ”

Kutipan:
Dalam hadist Arba’in Imam An-Nawawi, yang awal itu adalah, [Niat] Dari Amirul
Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫س ْو ِّل ِّه‬ َ ِّ‫سو ِّل ِّه ف ِّهجْ َرتُهُ إلى هللا‬


ُ ‫ور‬ ُ ‫ور‬ ْ ‫ت وإِّنَّما ِّل ُك ِّل امريءٍ ما ن ََوى فَ َم ْن َكان‬
َ ِّ‫َت هِّجْ َرتُهُ إلى هللا‬ ِّ ‫إنَّ َما األع َمال بالنِّيَّا‬
‫ُص ْيبُها أو امرأةٍ َي ْن ِّك ُح َها ف ِّهجْ َرتُهُ إلى ما هَا َج َر إلي ِّه‬
ِّ ‫َت هِّجْ َرتُهُ ِّلدُ ْن َيا ي‬
ْ ‫و َم ْن َكان‬
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah
dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang
dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

Oleh karena itu Rasulullah SAW mengatakan hadist demikian karena setiap muslim pasti
melakukan niat dan sesungguhnya niat-niat yang mengiringi awal perbuatan itu yang akan
menjadi awal sebab pedoman Allah akan menilai amal itu diterima atau tidak.1

ِِ ِ‫ َوإِنَّ َماِاأل َ ْع َما ُل ِ ِبا ْل َخ َوات‬bahwa sesungguhnya


Lalu disisi lain ada sebuah hadist yang berbunyi, ‫يم‬
amal itu tergantung pada akhirnya.2
Lalu bagaimana cara menjama’kan atau mengkompromikan hadist yang saling bertentangan
ini berikut penejelasannya.

Syarah :

1
[Asbabul Wurud] Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa ada seseorang yang ingin melamar seorang wanita.
Wanita itu bernama Ummu Qais. Wanita itu enggan untuk menikah dengan pria tersebut, sampai laki-
laki itu berhijrah dan akhirnya menikahi Ummu Qais. Maka orang-orang pun menyebutnya Muhajir
Ummu Qais. Lantas Ibnu Mas’ud mengatakan, “Siapa yang berhijrah karena sesuatu, fahuwa lahu (maka
ia akan mendapatkannya.).” Namun tentu hijrah bukan karena lillah, cari ridha-Nya, maka tidak dibalas
oleh Allah. Amalan lainnya sama dengan hijrah, benar dan rusaknya amal tersebut tergantung pada niat.
Demikian kata Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:75.
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan
mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas
karena Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti
karena mengejar wanita. Dan niat ini tempatnya di awal. Yang sangat penting ketika hendak melakukan
sesuatu dengan menempatkan niat ada di awal awal.
2
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada yang
membunuh orang-orang musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslimin yang gagah berani.
Namun anehnya beliau malah berujar, “Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka, silakan lihat
orang ini.” Kontan seseorang menguntitnya, dan terus ia kuntit hingga prajurit tadi terluka dan ia sendiri
ingin segera mati (tak kuat menahan sakit, pen.). Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia
letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya. Selanjutnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan
orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka.
Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk
neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.”
[HR. Bukhari, no. 6493] Dalam riwayat lain disebutkan, ‫يم‬ ِِ ِ‫“ َوإِنَّ َماِاأل َ ْع َما ُل ِ ِبا ْل َخ َوات‬Sesungguhnya setiap
amalan tergantung pada akhirnya.” [HR. Bukhari, no. 6607] Az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’
menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas.
Siapa yang beramal jelek lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat.
Sebaliknya, siapa yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad.

Yang ingin Nabi SAW tekankan dalam hadist ini adalah bukan awal atau akhir sebuah amal,
tetapi disitu ada fase yang mengapit diantara dua hal hadist tersebut. Yang mana itu ada jauh
lebih penting yakni Istiqomah. Tempat waktu yang diantara awal dan akhir seseorang untuk
melakukan amal.3 Jika seseorang seaindainya berpinjak niat diawal maka meremehkan hasil
akhir. Tetapi jika ia berpijak niat di akhir mereka akan meremehkan niat awal yang sia-sia hanya
pada lihat akhir saja cukup (menunda-tunda).

ISTIQOMAH
Niat di Awal Niat di Akhir

Maka jika mereka yang tidak tertipu dengan hal demikian, mereka akan melakukan semuanya
dengan namanya istiqomah hingga mengiring niat akhiran yang baik.4 Dan istiqomah inilah yang
sangat berat. Yang mana selalu mengiring perbuatan baik diniat awalnya hingga sampai pada
akhir juga yang baik. Jadi jangan memikirkan bagaimana cara khusnul khotimah dimana dan
bagaimana, tetapi niatkan kebaikan itu selalu hingga mendapatkan khusnul khotimah dengan
sendirinya. Akhir yang baik hanya bonusan saja ketika anda telah melakukan yang baik sampai
akhir. Inilah istiqomah.5

Syarah :

3
Dikatakan dalam Kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Ghazali disitu beliau mengatakan,
“Seseorang tidak akan sampai pada pungkasan kecuali ia memperbaiki di awal permulaan.” Dan
permulaan langkah hamba Allah jika ingin sampai pada Allah maka meniti dalam kecil-kecil
menjalankan amalan rutin (kebaikan). Hingga hendak tidur sampai tidur lagi dan dilakukan dengan
istiqomah.
Sedangkan bahasa istiqomah adalah, (Adi Hidayat, 2018) mengatakan Istiqomah adalah berasal dari
bahasa arab yakni, istiqomah, yastaqimu, iqomah- dan dari 2 kata, qomah (tegak,lurus sempurna) dan
istah (meminta/memohon/usaha untuk mewujudkan). Sedangkan istilah istiqomah adalah jika engkau
menyakini sebuah kebaikan lalu engkau melakukan kebaikan tersebut lalu anda rindu untuk
mengulangnya dan selalu mengulangnya. (Buya Yahya, 2016)
Jadi, istiqomah ini sangatlah penting bagi mereka yang ingin selalu dekat pada Allah SWT. Mereka akan
merasakan nikmat dalam menjalankan ibadahnya, amalanya, segalanya untuk mengaharap rihdo Allah
semata dan Allah pun ridho kepadaNya hingga dia diwafatkan dalam keadaan Khusnul Khatimah.

4
Istiqomah ini dikatakan oleh para Ulama’ “Afdolnya karomah adalah Istiqomah.” Dan dikatakan lain,
“Istiqomah itu lebih baik daripada 1000 karomah.” Hal ini karena, istiqomah itu berat hanya hamba
Allah dipilih oleh Allah SWT langsung sebagai orang istiqomah, ada yang mereka selalu banyak
ibadahnya tapi belum istiqomah terus menerus, inilah yang kurang dilihat oleh Allah SWT dalam
ibadahnya mereka seringkali lalai juga. Naudzubillah.

5
Karena jika ada melakukan ibadah tanpa ada istiqomah, maka ibadahnya bisa dikatakan dengan nafsu
belaka. (Buya Yahya, 2016) ketika sudah melakukan istiqomah dalam kebaikan maka akan merasakan
karomah kebaikan yang sesungguhnya jika sudah melakukan maka itulah pemberian Allah yang luar
biasa kepada hambaNya.

Difirmankan oleh Allah SWT dalam [Q.S Fushilat ayat 30] yang berbunyi,
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian (istiqomah) mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu ".
Inilah kata kuncinya jika anda meneguhkan (istiqomah dijalan Allah) dalam ketaqwaan kepada
Allah maka Allah akan menjamin anda syurgaNya. Tidak takut dan sedih mendapatkan su’ul
khotimah ketika akhir yang penting istiqomah dijalan Allah.6
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik amalan (ketika dihadapkan kepada Allah SWT) dan
yang paling dicintai Allah adalah, amalan yang engkau istiqomahi meskipun dikit.”.7
Dikatakan oleh dalam sebuah pepatah, “Banyak semut mati itu bukan karena cuka. Tetapi semut
mati karena gula.” Kita bisa bayangkan apapun yang kita cintai maka akan akan meninggal pada
sesuatu yang kita cintai.8
Syarah :

6
Dan ketika sudah jalan kebaikan terus, maka disitu lah Allah akan mencabut nyawa kamu dalam
keadaan yang baik atau khusnul khotimah. Jadi jangan bayangkan su’ul khatimah ketika meningggal di
tempat buruk. Tetapi saya yakin bahwa kita terkadang juga ada kebaikan jadi tidak sampai dalam su’ul
yang benar-benar buruk seperti itu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.
Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan
mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di
kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih)
Yang penting selalu melakukan kebaikan kepada sesama dan selalu istiqomah di dalam kebaikan itu
sapa tau Allah mencabut dalam keadaan kebaikan itu.
Hasan Al-Basri mengatakan “Wahai Kaum Muslimin, rutinlah beramal, rutinlah beramal, Ingatlah!
Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal, melainkan kematianya.” Beliau melanjutkan
“Jika syetan melihatmu bistiqomah, dalam melakukan ketaatan dia pun menjahuimu, namun jika syaitan
melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, bahkan sekali saja, maka syetan pun
akan tamak menggodamu.”

7
Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a dan diriwayatkan [H.R Muslim no.783]. bahkan Sayyidah ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anhu pun ketika melakukan sesuatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkan
(istiqomah).

8
Sulaiman bin Harb telah menyampaikan kepada kami, dia mengatakan, ‘Kami diberitahu oleh Hammad
bin Zaid dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu anhu ,dia mengatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya
kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat. Orang itu mengatakan, ‘Kapankah
hari kiamat itu?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, ’Apa yang telah engkau
persiapkan untuk hari itu?’ Orang itu menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja sesungguhnya saya mencintai
Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, َِ‫‘ أ َ ْنتَ ِ َم َعِ َم ْنِأَحْ بَبْت‬Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.’

Anas Radhiyallahu anhu (Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan hadits
ini) mengatakan, “Kami tidak pernah merasakan kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan kami ketika
mendengar sabda Rasûlullâh , ‘Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.
Anas Radhiyallahu anhu mengatakan, ‘Saya mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Abu Bakr dan
Umar. Saya berharap bisa bersama mereka dengan sebab kecintaanku kepada mereka meskipun saya
tidak mampu melakukan amalan yang mereka lakukan. (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 2639)
– Kitab Bab Manaqib Umar bin al-Khattab Radhiyallahu anhu

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ‫ْال َم ْر ُء َم َع َم ْن أ َ َحبَّ َوأ َ ْنتَ َم َع َم ْن أَحْ َببْت‬

“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau
cintai.” (HR. Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Arti dari hadist tersebut adalah, kita apa yang selalu kita cintai, maka itu akan dikumpulkan bersam-
sama yang kita cintai, kalau kita cinta pada Rasulullah SAW dan suka sunnah nya, maka kita juga akan
dicintai Allah dan akan berkumpul disyurgaNya Allah Ta’ala
Dalam sebuah atsar disebutkan, “Tabiat hati adalah cenderung mencintai orang yang berbuat baik
padanya dan membenci orang yang berbuat jelek padanya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Surabaya, 20 November 2019

Mochammad Ari Listyanto


NIM : 20181550015

Anda mungkin juga menyukai