C. Tujuan
Pada konferensi Internasional promosi kesehatan ini mengambil tema Menuju Kesehatan
Masyarakat Baru, namun pada konferensi ini tidak terlepas dari Deklarasi Alma Ata tahun 1978
tentang Pelayanan Kesehatan Dasar atauPrimary Health Care oleh WHO promosi kesehatan
didefinisikan sebagai: theprocess of enabling people to control over and improve their health.
Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang akan dicapai
dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan program ini juga
disebut tujuan jangka panjang, contohnya mortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerja
menurun 50 % setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun.
2. Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan ini merupakan
tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka kunjungan ke klinik perusahaan meningkat
75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini bersifat
jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan, contohnya: pengetahuan
pekerja tentangtanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelah promosi kesehatan
berjalan 6 bulan.
Visi adalah impian, cita – cita atau harapan yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan atau
program. Promosi kesehatan sebagai lembaga atau institusi atau suatu program yang seyogianya
mempunyai visi dan misi yang jelas. Sebab dengan visi dan misi tersebut institusi atau program
mempunyai arah dan tujuan yang akan dicapai. Oleh sebab itu, visi promosi kesehatan
(khususnya Indonesia) tidak terlepas dari visi pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang
tercantum dalam Undang – Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009, yakni: “Meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya, sebagai investasi sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomi”. Promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan
masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi pembangunan
kesehatan di Indonesia tersebut. Sehingga promosi kesehatan dapat dirumuskan : “Masyarakat
mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya” (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).
Untuk mewujudkan visi promosi kesehatan yakni masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya diperlukan upaya – upaya. Upaya – upaya untuk
mewujudkan visi ini disebut misi promosi kesehatan yaitu apa yang harus dilakukan untuk
mencapai visi (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).
Menurut (Ottawa Charter, 1984) secara umum misi promosi kesehatan ini ada 3 hal
antara lain :
Untuk mewujudkan promosi kesehatan, diperlukan suatu strategi yang baik. Strategi
adalah cara yang digunakan untuk mencapai apa yang diinginkan dalam promosi kesehatan
sebagai penunjang program – program kesehatan yang lainnya seperti pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, status gizi masyarakat, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya.
Strategi ini diperlukan dalam mewujudkan visi dan misi dari promosi kesehatan (Mubarak dan
Nurul, 2009).
Berdasarkan rumusan WHO (1994), strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari
3 hal yaitu :
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk
masalah kesehatan umum, Ibu hamil dan menyusui anak untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak) serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain sebagianya. Sasaran promosi ini
sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi
kesehatan, dengan harapan setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat tersebut akan
dapat kembali memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan pada lingkungan
masyarakat sekitarnya. Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan
diharapkan pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk masyarakat
sekitarnya.
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah pembuat keputusan
(decission maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini dilakukan dengan suatu
harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan
memiliki efek/dampak serta pengaruh bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha
ini sejalan dengan strategi advokasi (advocacy).
1. Empowerment (pemberdayaan) yaitu cara kerja untuk memungkinkan seseorang untuk
mendapatkan kontrol lebih besar atas keputusan dan tindakkan yang mempengaruhi kesehatan
mereka.
2. Partisipative (partisipasi) yaitu dimana seseorang mengambil bagian aktif dalam pengambilan
keputusan.
4. Equitable (kesetaraan) yaitu memastikan kesamaan atau kesetaraan hasil yang di dapat oleh
klien.
5. Intersectoral (antar sektor) yaitu bekerja dalam kemitraan dengan instasi terkait lainnya atau
organisasi.
6. Sustainable (berkelanjutan) yaitu memastikan bahwa hasil dari kegiatan promosi kesehatan yang
berkelanjutan dalam jangka panjang.
7. Multi Strategy yaitu bekerja pada sejumlah strategi daerah seperti program kebijakkan.
1. Manajemen puncak harus mendukung secara nyata serta antusias program intervensi dan turut
terlibat dalam program tersebut.
2. Pihak pekerja pada semua tingkat ini pengorganisasian harus terlibat dalam perencanaan dan
implementasi intervensi.
3. Fokus intervensi harus berdasarkan pada factor risiko yang dapat didefinisikan serta
dimodifikasi dan merupakan prioritas bagi pekerja.
4. Intervensi harus disusun sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pekerja.
7. Organisasi harus menggunakan inisiatif kebijakan berbasis populasi maupun intervensi promosi
kesehatan yang intensif dengan berorientasi pada perorangan dan kelompok.
8. Intervensi harus bersifat kontinue serta didasarkan pada prinsip-prinsippemberdayaan dan atau
model yang berorientasi pada masyarakat dengan menggunakan lebih dari satu metode.
Program pendidikan kesehatan adalah kesempatan yang direncanakan untuk belajar tentang
kesehatan, dan melakukan perubahan-perubahan secara sukarela dalam tingkah laku.
Promosi kesehatan menggunakan pendekatan “dari bawah”, bekerja dengan dan untuk penduduk,
dengan melibatkan masyarakat dalam kesadaran kesehatan.
Upaya ini melibatkan badan resmi atau sukarela, kelompok profesional, dan masyarakat umum
yang bekerja sama mengembangkan perubahan-perubahan dalam situasi dan kondisi kehidupan.
Upaya yang dilakukan adalah menjadikan lingkungan fisik penunjang kesehatan, baik di rumah,
tempat kerja, atau tempat-tempat umum.
Kegiatan politik dan edukasional ini ditunjukan pada politisi untuk kebijaksanaan dan perencana
yang melibatkan upaya lobi dan implementasi perubahan perubahan legestalatif.seperti
peratuaran pemberian lebel makanan halal mendorang pratik etik yang sukarela.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan
efisien, maka diperlukan cara dan pendekatan yang strategis yaitu strategi promosi kesehatan.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai perawat dapat
memahami tentang strategi promosi kesehatan dalam rangka memajukan kesehatan masyarakat
serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat , dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui
penyuluhan kesehatan atau pendidikan kesehatan kita sebagai perawat dapat mencegah berbagai
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Maulana, Herry.( 2007 ). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Dalam sebuah penelitian ruang lingkup bisa berarti pembatasan variable yang digunakan,
berapa banyak subjek yang akan diteliti, luas lokasi penelitian, materi yang dikaji, dan
sebagainya. adanya pembatasan atau ruang lingkup dalam sebuah penelitian penting adanya
karena akan mempengaruhi validitas dari hasil penelitian itu sendiri.
Kemudian ruang lingkup secara khusus juga digunakan untuk membatasi materi dari sebuah
ilmu. Misalnya saja ilmu psikologi memiliki ruang lingkup psikologi dasar, psikologi
kepribadian, psikologi kesehatan, psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi dewasa, dan
sebagainya. dalam setiap cabang dapat dibeberkan ruang lingkupnya masing-masing. Misalnya
psikologi kesehatan memiliki ruang lingkup kesehatan jiwa, psikologi pasien di rumah sakit,
psikologi kehamilan, gangguan psikologi, dan sebagainya. dari contoh di atas dapat diambil
pelajaran mengenai makna ruang lingkup secara khusus.
Menuut WHO, promosi kesehatan adalah suatu proses atau upaya pemberdayaa masarakat Untuk
mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan
menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan
Jadi, ruang lingkup promosi kesehatan adalah suatu proses atau upaya pemberdayaan
masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya dalam suatu batasan –
batasan baik ilmu maupun subjeknya.
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoadmodjo, ruang
lingkup promosi kesehatan dapat dilihat dari dimensi aspek pelayanan kesehatan, dimensi
tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan dan dimensi tingkat pelayanan.
1. Ruang lingkup berdasarkan aspek kesehatan
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup empat aspek
pokok yakni promotif, prefentif, kuratif dan rehabililatif. ahli lain hanya membaginya menjadi 2
aspek yakni aspek a) promotif prefentif dengan sasaran kelompok orang yang sehat, dan aspek
kuatif ( penyembuhan) dan rehabilitatif dengan sasaran orang yang beresiko tinggi terhadap
penyakit dan kelompok yang sakit sejalan dengan uraian ini, maka ruang lingkup pendidikan
pomosi kesehatan juga di kelompokan menjadi dua.
a. Pelayanan promotif (peningkatan kesehatan) preventif (pencegahan) adalah pelayanan bagi
kelompok masyarakat yang sehat, agar kelompok itu tetap sehat bahkan meningkat status
kesehatannya.
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment)
Karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit,
maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat. Bahkan kadang-
kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini dapat
menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatn yang layak. Oleh sebab itu
pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam tahap ini.
d. Pembatasan cacat (disability limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit,
maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain
mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya.
Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat
atau ketidak mampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat, untuk
memeulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena
kurangnya pengetian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan-
latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-
kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima
mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan
diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan
pada masyarakat
C. Rangkuman
Ruang lingkup dapat diartikan sebagai suatu pembatasan variable, luas maupun subjek.
Sedangkan promosi kesehatan adalah proses atau upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Jadi ruang lingkup promosi kesehatan adalah suatu
proses atau upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatannya dalam batasan – batasan baik ilmu maupun subjeknya.
Dalam ruang lingkup promosi kesehatan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, ruang lingkup
berdasarkan aspek kesehatan, ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan pelaksanaan,
ruang lingkup berdasarkan tingkat pelayanan. Berdasarkan aspek kesehatan dibagi
menjadi empat aspek yaitu promotif, preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan
rehabilitative. Berdasarkan tatanan pelaksaan dikelompokan menjadi, promosi kesehatan pada
tatanan keluarga (rumah tangga), pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, pendidikan
kesehatan di tempat kerja, pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, pendidikan kesehatan
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan berdasarkan tingkat pelayanan dibagi menjadi
lima tingkat pencegahan yaitu, promosi kesehatan, perlindungan khusus (specific protection),
diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat
(disability limitation), rehabilitasi (rehabilitation).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/article/view/849/pembangunan-kesehatan-berbasis-preventif-dan-
promotif.html (14 11 2016 14.40)
http://promkes.depkes.go.id/portfolio/pedoman-pelaksanaan-promosi-kesehatan-di-puskesmas/
(14 11 2016 14.53)
Notoatmodjo, soekidjo. (2012). Pomosi kesehatan dan Perilaku kesehatan : Rineka Cipta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya
dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku perilaku baik dan buruk.
Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat. Baik itu norma agama, hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal yang tanpa kita sadari dari
perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang besar bagi seseorang. Salah satu
contohnya berupa pesan kesehatan yang sedang maraknya digerakkan oleh promoter kesehatan
tentang cuci tangan sebelum melakukan aktifitas, kita semua tahu jika mencuci tangan adalah hal
yang sederhana, tapi dari hal kecil tersebut kita bisa melakukan revolusi kesehatan kearah yang
lebih baik. Sungguh besar efek perilaku tersebut bagi kesehatan, begitu pula dengan kesehatan
yang baik akan tercermin apabila seseorang tersebut melakukan perilaku yang baik.
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis hanya membahas tentang hubungan kesehatan dengan
perilaku, factor-faktor penyebab rendahnya perilaku yang baik, dampaknya serta control perilaku
kearah yang lebih baik, sesuai dengan judul makalah yaitu hubungan kesehatan dengan perilaku.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
PEMBAHASAN
2.1. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun tidak.
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Seiring dengan tidak
disadari bahwa interaksi itu sangat kompleks sehingga kadang- kadang kita tidak sempat
memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk
dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, selama ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme ( makhluk hidup ) yang bersangkutan.
Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia
berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing – masing. Perilaku manusia adalah semua
tindakan atau aktivitas manusia, baik yang diamati lansung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar
Menurut Skiner (1938 ), perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang te rhadap stimulus
( rangsangan dari luar . pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-
respons).skiner membedakan respons tersebut menjadi 2 jenis, yaitu respondent response
(reflexive) dan operant response (instrumental response).
Secara lebih proposional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseoang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam, yakni:
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung
dapat terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir , tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata makan disebut overt behavior.
Seorang ahli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). (Skinner, 1938 yang dikutip dalam
Notoatmodjo,2003).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:
a. Perilaku Tertutup (Covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), Misalnya:
Seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS
dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, misalnya seorang
ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.
2.2. Kesehatan
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang
sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan (WHO, 1947).Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang
dapat meningkatkan. konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle. 1994):
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis,
intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam
mempertahankan kesehatannya.
2.3. Perilaku Sehat
Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep
perilaku yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga
domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health
attitude) dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar
tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
1.Pengetahuan Kesehatan Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang penyakit
menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait. dan atau mempengaruhi kesehatan,
pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari
kecelakaan.
2.Sikap terhadap kesehatan Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit
menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.
3.Praktek kesehatan Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas
orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan tidak
menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan,
tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari kecelakaan
.Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan.
Menurut Solita, perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb
mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: “perilaku untuk mencegah penyakit pada tahap
belum menunjukkan gejala (asymptomatic stage)”.
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi dan elemen
kognitif lainnya yang mendasari tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri,
penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan bergiz. Perilaku sehat diperlihatkan oleh
individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
2.4.Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup :
1.Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik secara
pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku ini dengan sendirinya
berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya makan
makanan bergizi, dan olahraga.
b) Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah malaria, pemberian
imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya
sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya
melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.
2.Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat – obat.
3.Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek
terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya., pengelolaan makanan dan
lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai
salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan.itu sendiri.
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan
kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :
a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c) Perilaku gizi (makanan dan minuman).
2) Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering
disebut Perilaku Pencarian pengobatan (Heath Seeking Behavior).
Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau
kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai
mencari pengobatan ke luar negeri.
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya dan bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a) Perilaku hidup sehat
.Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain :
b.Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang
dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas
penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara
berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia
sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.Sehingga membagi perilaku
manusia menjadi 3 domain,ranah atau kawasan
yakni:kognitif(cognitive),afektif(affective),psikomotor(psychomotor).
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan, yakni:
1. Bentuk Suchman
Bentuk Suchman adalah menyangkut pola sosial dari perilaku sakit yang tampak pada
orang mencari, menemukan dan melakukan perawatan medis. Ada empat unsur yang merupakan
faktor utama perilaku sakit yaitu perilaku itu sendiri, sekuensinya tempat atau ruang lingkup dan
variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis.
Hipotesis HBM adalah perilaku pada saat mengalami gejala penyakit dipengaruhi secara
langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan keyakinannya terhadap nilai
manfaat dari suatu tindakan kesehatan.
3. Bentuk Fabrega
Bentuk ini memberikan definisi abstrak tentang perilaku sakit yang dituangkan dalam 9
tingkatan dan menggambarkan konsekuensi keputusan yang ditetapkan orang selama dalam
keadaan sakit.
4. Bentuk Mechanic
Suatu bentuk mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan cara orang melihat,
menilai serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit.(Mechanic,1962 yang dikutip dalam
Muzaham,1995)
5. Bentuk Andersen
Upaya lain untuk memahami perilaku sehat dan sakit baik dari perspektif individu
maupun sosial adalah dengan model yang di kembangkan oleh J.Kosa dan L.S.Robertson (1975).
Formulasinya meliputi 4 komponen utama yakni: penilaian tentang suatu gangguan kesehatan,
peningkatan rasa khawatir karena persepsi tentang gejala penyakit, penerapan pengetahuan
sendiri terhadap kesehatan dan bentuk tindakan untuk menghilangkan kekhawatiran dan
gangguan kesehatan tersebut.
8. Model Langlie
Teori perubahan perilaku kesehatan ini penting dalam promosi kesehatan yang bertujuan
“behavior change”
1. mengubah perilaku negatif ( tidak sehat ) menjadi perilaku positif ( sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan )
Menurut teori ini, penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas
rangsang( stimulus ) yang berkomunikasi dengan organisme. Perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula (mampu
meyakinkan). Karena itu kualitas dari sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku, misalnya gaya bicara, kredibilitas pemimpin kelompok, dsb
Contoh :
Orang yang merokok merasa resah, dia tahu bahaya merokok tapi merasa bukan laki-laki kalau
tidak merokok (dissonance). Akhirnya dia memutuskan kalau kejantanan seseorang bukan hanya
dari merokok, tapi dari banyak hal.Akhirnya dia memutuskan berhenti merokok (consonance).
1. instrumental
2. defence mechanism
3. penerima objek dan pemberi arti
4. nilai ekspresif
Perubahan perilaku individu tergantung kebutuhan Stimulus yang dapat memberi perubahan
perilaku individu adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang
tersebut.
c) Teori Kurt Lewin (1970)
Menurut Kurt Lewin, perilaku manusia adalah suatu keadaan seimbang antara driving forces
(kekuatan-kekuatan pendorong) dan restrining forces (kekuatan-kekuatan penahan). Perilaku
dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut. Ada tiga
kemungkinan terjadinya perubahan perilaku :
Contoh : seseorang yang punya saudara dengan penyakit kusta sebelumnya tidak mau
memeriksakan saudaranya karena malu dikira penyakit keturunan, dapat berubah perilakunya
untuk memeriksakan saudaranya ke puskesmas karena adanya penyuluhan dari petugas
kesehatan terdekat tentang pentingnya deteksi dini kusta.
Misalnya pada contoh di atas , dengan memberi pengertian bahwa kusta bukan penyakit
keturunan, maka kekuatan penahan akan melemah dan terjad perubahan perilaku.
Hal yang penting di dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan kesehatan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Perubahan yang
dimaksud bukan hanya sekedar covert behaviour tapi juga overt behaviour. Di dalam program –
program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma – norma
kesehatan diperlukan usaha – usaha yang konkrit dan positip. Beberapa strategi untuk
memperoleh perubahan perilaku bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1) Menggunakan kekuatan / kekuasaan atau dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan
perilaku yang diharapkan. Misalnya dengan peraturan – peraturan / undang – undang yang harus
dipatuhi oleh masyarakat. Cara ini menyebabkan perubahan yang cepat akan tetapi biasanya
tidak berlangsung lama karena perubahan terjadi bukan berdasarkan kesadaran sendiri. Sebagai
contoh adanya perubahan di masyarakat untuk menata rumahnya dengan membuat pagar rumah
pada saat akan ada lomba desa tetapi begitu lomba / penilaian selesai banyak pagar yang kurang
terawat.
2)Pemberian informasi
Adanya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, pemeliharaan kesehatan , cara
menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Selanjutnya
diharapkan pengetahuan tadi menimbulkan kesadaran masyarakat yang pada akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan semacam ini
akan memakan waktu lama tapi perubahan yang dicapai akan bersifat lebih langgeng.
3)Diskusi partisipatif
Cara ini merupakan pengembangan dari cara kedua dimana penyampaian informasi
kesehatan bukan hanya searah tetapi dilakukan secara partisipatif. Hal ini berarti bahwa
masyarakat bukan hanya penerima yang pasif tapi juga ikut aktif berpartisipasi di dalam diskusi
tentang informasi yang diterimanya. Cara ini memakan waktu yang lebih lama dibanding cara
kedua ataupun pertama akan tetapi pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku akan lebih
mantap dan mendalam sehingga perilaku mereka juga akan lebih mantap.
Apapun cara yang dilakukan harus jelas bahwa perubahan perilaku akan terjadi ketika
ada partisipasi sukarela dari masyarakat, pemaksaan, propaganda politis yang mengancam akan
tidak banyak berguna untuk mewujutkan perubahan yang langgeng.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan dan baik disadari maupun tidak.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna
baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,
1947).
Menurut Becker. Konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku
yang dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni
pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan
praktek kesehatan (health practice).
3.2. Saran
Hubungan kesehatan dengan perilaku sangatlah erat san saling berkesinambungan,
individu yang sehat akan tercermin dari perilaku yang sehat pula. Sebaliknya juga begitu
perilaku yang sehat akan mencerminkan individu dengan kualitas hidup baik.
Manfaat dari hidup sehat yang paling penting adalah meningkatkan produktivitas kita
dengan segala kemampuan dan potensi diri kita. Untuk itu konsep hidup sehat seperti tingkatkan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) harus dipupuk dari tiap individu untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
http://panthom-zone.blogspot.com/2011/11/hubungan-kesehatan-dengan-perilaku.html
Notoatmodjo, Soekidjo, & Sarwono, Solita. 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hlm. 23
http://ekwadothomas676.blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Sementara Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan satu model
hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi
karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), dengan rumus: B = f(P,E).
Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat
kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian
berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku.
Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan
kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu.
Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada
orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang
sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang
merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial
adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan
terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh
berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya
dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang
memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali
dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi
dan kedokteran.
Karakteristik perilaku
1. Perilaku adalah perkataan dan perbuatan individu. Jadi apa yang dikatakan dan
dilakukan oleh seseorang merupakan karakteristik dari perilakunya.
2. Perilaku mempunyai satu atau lebih dimensi yang dapat diukur, yaitu : frekuensi,
durasi, dan intensitas.
3. Perilaku dapat diobservasi, dijelaskan, dan direkam oleh orang lain atau orang
yang terlibat dalam perilaku tersebut.
4. Perilaku mempengaruhi lingkungan, lingkungan fisik atau sosial.
5. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (lawful).
6. Perilaku bisa tampak atau tidak tampak. Perilaku yang tampak bisa diobservasi
oleh orang lain, sedangkan perilaku yang tidak tampak merupakan kejadian atau
hal pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh individu itu sendiri atau individu lain
yang terlibat dalam perilaku tersebut.
Perilaku atau aktivitas pada individu atau organisme tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang
bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Perilaku individu
dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilaku juga berpengaruh
pada lingkungan. Demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu,
demikian sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam perspektif psikologi, perilaku manusia
(human behavior) dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun
bersifat kompleks (Bandura, 1977; Azwar, 2003).
Lebih lanjut, Icek Ajzen dan Martin Fishbein (1980, dalam Brehm and Kassin,
1990) mengemukakan teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Dengan
mencoba melihat anteseden penyebab perilaku volisional (perilaku yang dilakukan
atas kemauan sendiri), teori tindakan beralasan ini didasarkan pada asumsi-asumsi:
(a) bahwa manusia pada umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang
masuk akal; (b) bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada;
dan (c) bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan
implikasi tindakan mereka.
Teori tadi kemudian diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzen (1988) dengan teori
perilaku terencana (theory of planned behavior), di mana determinan intensi tidak
hanya dua (sikap terhadap perilaku yang bersangkutan dan norma-norma subjektif)
melainkan tiga dengan diikutsertakannya aspek kontrol perilaku yang dihayati
(perceived behavioral control). Keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap
terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada kontrol perilaku
yang dihayati. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif dan
motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut membentuk
norma subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman
masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk
melakukan perilaku yang bersangkutan.
Genetika
Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri
adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya.
Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena
kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku,
pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain.
3. Proses
Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus
tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya.
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi
dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami,
dipertimbangkan sangat penting.
Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya
aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak
dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan
berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti
bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar.
Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.
6. Data
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada
dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Kalau perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata
yang harus dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi
tentang perilaku kiranya perlu ada sistematika pengelompokan berdasarkan
kerangka berfikir tertentu (taksonomi). Dalam konteks pendidikan, Bloom
mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari
masing-masing kawasan, yakni : (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; dan (3)
kawasan psikomotor. Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam
proses pendidikan, terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan.
Segenap usaha pendidikan seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan
perilaku peserta didik secara menyeluruh, dengan mencakup semua kawasan
perilaku. Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan
ketiga kawasan tersebut beserta sub-kawasannya.
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek,
ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau
kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Mengetahui sesuatu secara khusus :
2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan
mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-
temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta
disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini
diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada,
sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan dalam pemahaman ini
meliputi :
3. Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai
kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan,
memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh,
dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika,
mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut.
Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi
mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka
memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini
menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan
baru.
4. Penguraian (analysis)
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-
bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi
argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan.
Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu :
1. Menganalisis unsur :
2. Menganalisis hubungan
Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan
ide.
Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu
pernyataan.
Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang
mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang
mendukungnya.
Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi
atau asumsi yang ada.
Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan
argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.
Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu
argumen.
Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang
penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.
5. Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu
kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan
konvergen merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan
kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru,
memberi nama yang sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi
6. Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk,
atau bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik
kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan,
yaitu :
1. Penerimaan (receiving/attending)
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :
3. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap
sebagai berikut :
4. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu
seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan
untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan,
yakni :
Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau
menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu
sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang
bersangkutan menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat
penting, menyusul kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya
menurut urutan kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah
berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu
selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu
sudut pandang tertentu.
Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang
memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan.
Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmun (2003) memerinci sub kawasan ini
dengan tahapan yang berbeda, yaitu :
Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku adalah wilayah psikologi yang terkait dengan analisa dan
modifikasi perilaku manusia.
Analisa maksudnya mengidentifikasi hubungan fungsional antara lingkungan
dan perilaku tertentu untuk memahami alasan dari perilaku atau untuk menentukan
mengapa seseorang berperilaku seperti itu.
Modifikasi maksudnya mengembangkan dan menerapkan prosedur-prosedur
untuk menolong individu mengubah perilakunya.
Prosedur-prosedur modifikasi perilaku digunakan oleh para profesional atau
paraprofesional untuk menolong seseorang mengubah perilaku sosialnya secara
signifikan, dengan tujuan untuk memperbaiki beberapa aspek pada kehidupannya.
1. Fokus pada perilaku, bukan pada karakteristik atau sifat individu. Dalam
modifikasi perilaku, perilaku yang akan diubah disebut dengan perilaku target.
Kelebihan perilaku adalah perilaku target dengan perilaku yang tak
menyenangkan, yang ingin dikurangi dalam hal frekuensi, durasi, dan intensitas.
Contoh perilaku ini adalah merokok. Kekurangan perilaku adalah perilaku target
dengan perilaku yang menyenangkan, yang ingin ditingkatkan dalam hal frekuensi,
durasi, dan intensitas. Contoh perilaku ini adalah olahraga atau belajar.
2. Berdasarkan pada prosedur dan prinsip-prinsip perilaku.
3. Menekankan pada kejadian-kejadian sekarang. Perilaku manusia dikendalikan
oleh kejadian-kejadian di sekitarnya, dan tujuan dari modifikasi perilaku adalah
untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian tersebut.
4. Mendeskripsikan prosedur-prosedur modifikasi perilaku secara tepat. Prosedur-
prosedur modifikasi perilaku melibatkan perubahan-perubahan spesifik pada
kejadian-kejadian di lingkungan. Dengan deskripsi prosedur yang tepat, peneliti
dan para profesional lainnya dapat menggunakan prosedur-prosedur tersebut secara
tepat setiap saat.
5. Menerapkan perlakuan (treatment) pada orang dalam kehidupan sehari-hari.
6. Ukuran perubahan perilaku.
7. Menekankan kejadian-kejadian yang lalu sebagai penyebab dari perilaku.
8. Penolakan terhadap hipotesis yang mendasari penyebab dari perilaku.
Area-area Penggunaan
1. Gangguan perkembangan
Individu dengan gangguan perkembangan sering kali memiliki kekurangan
perilaku yang serius, dan modifikasi perilaku telah digunakan untuk mengajarkan
bermacam teknik fungsional untuk mengatasi kekurangan ini.
2. Sakit mental
Sebagian dari penelitian awal modifikasi perilaku mendemonstrasikan bahwa hal
tersebut efektif dalam membantu individu sakit mental dalam setting kelembagaan.
Modifikasi perilaku telah digunakan terhadap pasien dengan sakit mental kronis
untuk memodifikasi perilaku seperti keterampilan-keterampilan dalam kehidupan
sehari-hari, perilaku sosial, perilaku agresif, pemenuhan treatment, perilaku
psychotic, dan keterampilan kerja.
3. Pendidikan dan pendidikan khusus
Para peneliti telah menganalisa interaksi guru-murid di dalam kelas, memperbaiki
metode pengajaran, dan mengembangkan prosedur untuk mengurangi masalah
perilaku dalam kelas. Prosedur modifikasi perilaku juga telah digunakan di
pendidikan tinggi untuk memperbaiki teknik instruksional dan meningkatkan
pembelajaran siswa.
Dalam pendidikan khusus, pendidikan terhadap individu dengan gangguan mental,
modifikasi perilaku telah memainkan peranan penting, dalam mengembangkan
metode pengajaran, mengontrol masalah perilaku di kelas, meningkatkan perilaku
sosial dan kemampuan/keterampilan fungsional, promosi manajemen diri, dan
melatih guru-guru.
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses menolong individu agar kembali normal setelah cedera
atau trauma. Modifikasi perilaku digunakan dalam rehabilitasi seperti : terapi fisik,
untuk mengajarkan keterampilan baru yang bisa menggantikan keterampilan yang
hilang setelah cedera atau trauma, untuk mengurangi masalah perilaku, untuk
membantu mengatur luka yang serius, dan memperbaiki kinerja memori.
5. Psikologi komunitas
Dalam psikologi komunitas, intervensi-intervensi perilaku dirancang untuk
mempengaruhi perilaku banyak orang dengan tujuan menguntungkan semua orang.
Sebagian target dari psikologi komunitas ini termasuk pengurangan sampah,
meningkatkan daur ulang, mengurangi konsumsi energi, mengurangi penggunaan
obat ilegal, dan meningkatkan penggunaan sabuk pengaman.
6. Psikologi klinis
Dalam psikologi klinis, prinsip-prinsip dan prosedur psikologi digunakan untuk
menolong orang dengan masalah pribadi. Khasnya, modifikasi perilaku yang
dalam psikologi klinis sering disebut terapi perilaku, melibatkan individu atau
terapi grup yang dilakukan oleh ahli psikologi.
7. Bisnis, industri, dan layanan masyarakat
Penggunaan modifikasi perilaku dalam area ini disebut dengan modifikasi perilaku
organisasi atau manajemen perilaku organisasi. Penggunaan modifikasi perilaku
dalam area ini telah menghasilkan peningkatan dalam produktifitas, keuntungan
bagi organisasi, dan peningkatan kepuasan kerja pada karyawan.
8. Manajemen diri
Orang menggunakan prosedur modifikasi perilaku untuk mengatur perilaku
mereka sendiri. Mereka menggunakan prosedur manajemen diri untuk mengontrol
kebiasaan pribadi, perilaku sehat, perilaku profesional, dan masalah pribadi.
9. Manajemen anak
Orangtua dan guru dapat mempelajari penggunaan prosedur modifikasi perilaku
untuk membantu anak mengatasi masalah ngompol (buang air waktu tidur), sifat
mudah marah, perilaku agresif, tatakrama yang jelek, dan masalah lainnya.
10. Preventif
Penggunaan modifikasi perilaku dalam area ini adalah mencegah kekerasan
seksual anak, penculikan anak, kecelakaan di rumah, kekerasan dan
penolakan/pengabaiaan anak, dan penyakit seksual yang menular.
11. Psikologi olahraga
Modifikasi perilaku telah digunakan untuk memperbaiki performa atau prestasi
altet dalam berbagai macam olahraga selama latihan dan perlombaan.
12. Perilaku sehat
Prosedur modifikasi perilaku digunakan untuk untuk memperkenalkan perilaku
sehat dengan meningkatkan pola hidup sehat (seperti; olahraga dan nutrisi yang
tepat), dan mengurangi pola hidup yang tidak sehat (seperti; merokok, dan minum-
minum).
13. Gerontology
Prosedur modifikasi perilaku digunakan pada rumah perawatan dan fasilitas
perawatan lainnya untuk membantu mengontrol perilaku orang-orang tua.
Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda
Karya Remaja.
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New
York: McMillan Publishing.
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB – IKIP
Bandung.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
http://panthom-zone.blogspot.com/2011/11/hubungan-kesehatan-dengan-perilaku.html
Notoatmodjo, Soekidjo, & Sarwono, Solita. 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hlm. 23
http://ekwadothomas676.blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html