Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

Tentang Ketaatan Hukum

DISUSUN OLEH :

RIZKY MEUTHYA
1810003600419

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS EKASAKTI

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum adalah dalam kompas ilmu untuk manusia, atau sosial ilmu, karena merupakan
bagian integral dan penting dalam komponen manusia masyarakat dan budaya. Tidak ada
kejadian yang dikenal dari suatu keadaan dalam pengalaman manusia, di mana masyarakat
yang heterogen ada dan budaya telah tanpa, atau sudah bebas dari, hukum. Dimanapun dan
kapanpun masyarakat dan budaya yang ditemukan, ada hukum juga ditemukan, menggenangi
seluruh masyarakat sebagai bagian dari budaya.

Seperti komponen lain dari masyarakat manusia dan budaya, hukum adalah fenomena, rentan
terhadap ketakutan intelektual dengan bantuan dari indra manusia, dan tunduk pada
penyelidikan empiris dan ilmiah deskripsi. Hukum merupakan salah satu bentuk budaya
untuk kendali dan regulasi perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam
penerapannya. Hukum adalah alat utama dari kontrol sosial pada masyarakat modern serta
dalam masyarakat primitif.

Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum merupakan cita-cita dari adanya
norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari
budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang
menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah
sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh
pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal tersebut.

B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Rendahnya Nilai Ketaatan Hukum?
2. Bagaimana Membangun Kesadaran hukum?
3. Bagaimana cara Membangun Ketaatan Hukum?
4. Bagaimana Implementasinya UUD terhadap Nilai Ketaatan Hukum?
BAB II PEMBAHASAN

A. Rendahnya Nilai Ketaatan Hukum


Kondisi suatu masyarakat terhadap ketaatan hukum dapat kita kemukakan dalam
beberapa parameter, antara lain: ditinjau dari segi bentuk pelanggaran, segi pelaksanaan
hukum, segi jurnalistik, dan dari segi hukum.
1. Tinjauan bentuk pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini meliputi tindak kriminalitas,
pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna motor, pelanggaran HAM, tindak anarkis dan
terorisme, KKN dan penyalahgunaan hak dan wewenang, pemerkosaan dan lain
sebagaimana nya .
2. Tinjauan Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum sekarang ini dapat dikatakan tidak ada ketegasan sikap terhadap
pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut. Indicator yang dapat dijadikan parameter adalah
banyaknya kasus yang tertunda dan bahkan tidak surut, laporan-laporan dari masyarakat
tentang terjadinya pelanggaran kurang ditanggapi. Bahkan secara ekstrim dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan hukum hanya berpihak pada mereka yang secara financial mampu
memberikan nilai lebih dan jaminan. Terbukti sekarang dengan adanya auditisasi pada setiap
departemen dan menjaring setiap pejabat terbukti korupsi .
3. Tinjauan Jurnalistik
Peristiwa-peristiwa pelanggaran maupun pelaksanaan hukum hamper setiap hari dapat
dibaca di media cetak dan elektronik, ataupun diakses melalui internet. Memang harus kita
akui bahwa jurnalistik terkadang mengusung sensasi dalam pemberitaan, karena sensasi
menarik perhatian pembaca dan berita tentang pelanggaran hokum dan peradilan selalu
menarik perhatian .
4. Tinjauan Hukum
Ditinjau dari segi hukum, maka dengan makin banyak pemberitaan tentang pelanggaran
hukum, kejahatan, dan kebathilan berarti kesadaran akan banyak terjadinya “onrecht”. Hal ini
juga memberikan implikasi makin berkurangnya toleransi dalam masyarakat. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat sekarang ini menurun, yang
mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan masyarakat juga. Menurut Sudikno
Mertokusumo, kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum,
sedangkan makin tinggi kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan terhadap kepentingan manusia, maka
menurunnya kesadaran hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau
menyadari bahwa hukum melindungi kepentingannya, tidak adanya atau kurangnya
pengawasan pada petugas penegak hukum, sistem pendidikan yang kurang menaruh
perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum. Soerjono Soekanto,
menambahkan bahwa menurunya kesadaran hukum masyarakat disebabkan juga karena para
pejabat kurnag menyadari akan kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya
pengertian akan tujuan serta fungsi pembangunan .
B. Membangun Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata dasarnya“sadar”tahu
dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan mengetahui dan mengerti tentang hukum,
menurut Ewick dan Silbey :“Kesadaran Hukum”mengacu ke cara-cara dimana orang-orang
memahami. Hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang
memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang. Bagi Ewick dan Silbey,
“kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenannya merupakan persoalan praktik
untuk dikaji secara empiris.Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum
sebagai perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas”
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran
tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat.
Didalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan didalam
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu
akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang
diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi/ aturan
sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran
dan fungsi membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada
intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan : 1) Stabilitas, 2) Memberikan
kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat, 3) Memberikan kerangka
sosial institusi berwujud norma-norma, 4) Jalinan antar institusi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah :
1. Adanya ketidak pastian hukum.
2. Peraturan-peraturan bersifat statis.
3. Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang
berlaku.
Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus pilihan dalam kajian
tentang kesadaran hukum adalah :
1. Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana
suatu tindakan hukum terjadi
2. Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah
sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan;
3. Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar permasalahan
sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa
mereka lakukan.
4. Berangkat dari uraian diatas maka pemenuhan kebutuhan dan hubungan antara
institusi hukum maupun institusi masyarakat berperan sebagai pranata didalam
masyarakat.
C. Membangun Ketaatan Hukum
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik
adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan.
Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan
ketaatan hukum. Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kesadaran hukum dan
ketaataan hukum maka beberapa literaur yang di ungkap oleh beberapa pakar mengenai
ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum, hal tersebut tercermin dua macam
kesadaran, yaitu :
1. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan hukum,
berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari atau dipahami .
2. Legal consciouness as against the law,kesadaran hukum dalam wujud menentang
hukum atau melanggar hukum.
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan
seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban
dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan
membentuk karakteristik masyarakat. Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum
tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian
dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka
sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah
berlebihan bila ketaatan didalam hukum cenderung dipaksakan .
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C Kelman (1966) dan L.
Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH, Menguak Teori Hukum (Legal
Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang
(legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya
karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan
pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya
karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak. Ketaatan yang
bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar
karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya.
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik
adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidaktaatan.
Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan
ketaatan hukum. Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum
berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum .
Pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen. Kewajiban moral
untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Didalam
kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya,
ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak
dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial
manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada
masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam
hukum cenderung dipaksakan. Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip
H. C Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad Ali,SH Menguak
Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi
Undang-undang (legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya
karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan
pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification,yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya
karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization,yaiutu jika seseorang menaati suatu aturan,
benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang
dianutnya .

D. Implementasi Kesadaran Ketaatan Hukum


Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana dijelaskan bahwa
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum.
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum, tidak ada yang
mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang absolut, sehingga terkadang secara
moral, kita dapat melanggar hukum, namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau
terang-terangan melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan
apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan, penipuan, atau
mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada aturan hukum yang
disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan hukum, harus melakukan
dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan mendapat dukungan dai warga
masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan, baik berupa
undang-undang maupun peraturan daerah.
Misalnya, pemakaian helm bagi pengendara roda dua (sesuai dengan UU No. 14 Tahun
1994 tentang Lalu Lintas) atau larangan merokok di tempat umum (aturan Perda di wilayah
DKI Jakarta). Contohnya, pendidikan hukum atau kesadaran hukum, pembiasaan, pemberian
teladan, dan pergerakan kepastian hukum dari pemerintah. Kamu mungkin sering melihat
masyarakat yang masih melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kamu
membina sikap dan budaya sebagai berikut.
1. Budaya malu, yaitu sikap malu jika melanggar aturan. Misalnya, datang terlambat ke
sekolah atau tidak menggunakan atribut sekolah.
2. Budaya tertib, yaitu membiasakan bersikap tertib di mana pun kamu berada.
Misalnya, mengembalikan buku perpustakaan sesuai dengan jadwal
pengembaliannya .
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesadaran hukum dan ketaatan hukum sering kita dengar atau kita membaca pernyataan-
pernyataan yang menyampaikan “Kesadaran hukum”dengan “Ketaatan Hukum” atau
“Kepatuhan Hukum”, suatu persepsikeliru. Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan
hukum yang mana dijelaskan bahwa:
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum.
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum. Kewajiban moral
masyarakat secara individu untuk mentaati hukum, tidak ada yang mengatakan bahwa
kewajiban merupakan sesuatu yang absolut, sehingga terkadang secara moral, kita
dapat melanggar hukum, namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau
terang-terangan melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk
melakukan apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan,
penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah ada
aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang yakin akan
hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka yakin, akan
mendapat dukungan dai warga masyarakat.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Al Marsudi Subandi H. 2003. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi. Jakarta :
Rajawali Pers. Ali Achmad, 2009.
Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk
Interprestasi Undang-undang (legisprudence,Jakarta: Kencana, Kaelan, 2003.
Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta. Rahardjo Satjipto, 1991. Ilmu Hukum, Citra
aditya Bakti, Bandung, Rasjidi, Lili, 1991. Filsafat Hukum: Apakah itu hukum?, cetakan
kelima, Bandung, Remaja Rosdakarya, Sumarsono, S dkk. 2004.
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Titik Triwulan Tutik, 2006.
Pengantar Ilmu Hukum, Surabaya : PT. Prestasi Pustaka

Anda mungkin juga menyukai