1
2
3) Lambung
Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan
secara mekanis dan kimiawi dipecahkan untuk dicerna dan
diabsorpsi. Lambung menyekresi asam hidroklorida (HCI), lendir,
enzim pepsin, dan faktor intrinsik. Konsentrasi HCl mempengaruhi
keasaman lambung dan keseimbangan asam-basa tubuh. HCI
membantu mencampur dan memecahkan makanan di lambung.
Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas
enzim. Pepsin mencerna protein, walaupun tidak banyak
pencernaan yang berlangsung dilambung. Faktor intrinsik adalah
komponen penting yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12 di
dalam usus dan selanjutkan untuk pembentukan sel darah merah
normal. Kekurangan faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia dan
pernisiosa. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan
diubah menjadi materi semi cair yang disebut kimus. Kimus lebih
mudah dicerna dan diabsorpsi daripada makanan padat. Klien
yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki
pengosongan lambung yang cepat (seperti pada gastritis) dapat
mengalami masalah pencernaan yang serius karena makanan
tidak dipecah menjadi kimus.
4) Usus halus
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung
dan memasuki usus. Usus halus merupakan sebuah saluran
dengan panjang kira-kira 6 meter, dengan diameter 2,5 cm. Usus
merupakan lumen muskular yang dilapisi membran mukosa yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Serat ototnya
berbentuk sirkular dan longitudinal, yang memungkinkan terjadinya
segmentasi (motilitas usus dalam mencampur dan mendorong
kimus). Kimus bercampur dengan enzim-enzim pencernaan (misal
empedu dan amilase) saat berjalan melalui usus halus. Usus halus
terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
a) Duodenum adalah saluran berbentuk C dengan panjang sekitar
25 cm yang terletak dibagian belakang abdomen, mengitari
kaput pankreas. Duodenum digambarkan dalam empat bagian,
yaitu bagian l mengarah ke kanan, bagian ll mengarah ke
bawah, bagian lll mendatar ke kiri dn ke depan vena kava
inferior dan aorta, bagian lV mengarah ke atas dan
bersambungan dengan jejunum.
b) Jejunum dan ileum setelah duodenum, bagian usus halus
berikutnya dalah jejunum yang diikuti oleh ileum. Panjang
3
b. Impaction
Jika konstipasi tidak di atasi maka akan terjadi penupukan (impaction)
dan kemungkinan perlu pengeluaran secara manual karena pasien
tidak akan dapat mengeluarkan feses dengan kekuatan sendiri.
c. Diare
Diare merupakan perjalanan keluarnya feses berair biasanya dalam
frekuensi sering. Hal ini terjadi karena makanan melewati saluran
gastro intestinal terlalu cepat sehingga sari makanan dan air tidak
dapat di serap memadai. Penyebabnya karena beberapa alasan,
diantaranya, intoleransi makanan, stres dan cemas, penyalahgunaan
laksatif dan kelainan radang saluran gastro intestinaI.
d. Inkontinensia fekal
Inkontinensia fekal berbeda dengan diare. Ini merupakan pengeluaran
feses nonfakultatif dan kadang di sertai adanya ganguan saraf atau
mental (misal stroke, paralysis, kebingungan, disorientasi).
e. Gas dalam perut
Gas dalam perut merupakan akumulasi gas di seluran gastro intestinaI.
Gas yang berakumulasi di saluran gastro intestinaI selain di keluarkan
dari mulut (sendawa) juga dari anus (kentut). Jika gas dalam perut tidak
di keluarkan dari saluran Gastro intestinaI, hal ini akan menyebapkan
perut kembung, sakit dan kram.
f. Pengalihan usus besar
Beberapa kelainan saluran gastro intestinaI memerlukan pengalihan
bagian usus halus atau usus besar (atau keduanya). Dalam kasus
tertentu pengalihan usus besar secara temporer atau permanen akan
di buat. Pengalihan usus besar, juga disebut pengalihan fekal,
membutuhkan satu bagian usus halus atau usus besar yang diarahkan
kedinding perut, membuat rute alternatif untuk mengevakuasi material
fekal dari saluran usus.
6. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015 : 357-358), pengkajian
keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi fekal adalah :
1) Riwayat keperawatan
9
a) Pola defekasi
(1) Frekuensi (berapa kali per hari/minggu)
Sebagian orang BAB secara normal satu kali sehari,
sedangkan lainya hanya 3-4 kali seminggu, sebagian lagi
BAB setelah sarapan pagi, yang lainnya juga pada sore
hari, sering pola BAB individu pada waktu yang sempat.
Sebagian besar orang membiasakan BAB setelah
sarapan pagi, ketika reflek gastrokolon dan duodenokolon
menyebabkan massa pada usus besar. Frekuensi buang
air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali sehari, sedangkan
orang dewasa adalah 2-3 kali per hari dengan jumlah rata-
rata pembuangan per hari adalah 150 gram.
(2) Apakah frekuensi tersebut pernah berubah ?
Waktu BAB dan jumlahnya serta frekuensinya bersifat
individu.
(3) Adanya flatus juga dikaji
(4) Jika iya, apakah klien mengetahui faktor-faktor
penyebabnya ?
b) Perilaku defekasi
(1) Apakah klien menggunakan laksatif ?
(2) Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi ?
(3) Apa rutinitas yang dilakukan klien untuk mempertahankan
pola defekasi yang biasa (contoh segelas jus lemon panas
ketika sarapan pagi atau jalan pagi sebelum sarapan).
c) Deskripsi feses
(1) Warna, hitam atau merah
(2) Tekstur, konsistensi cair
(3) Bau, berbau tidak sedap
(4) Bentuk kecil seperti pensil terdapat darah
d) Diet
(1) Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola
defekasi klien ?
(2) Makanan apa yang biasa klien makan ?
(3) Makanan apa yang klien hindari/ pantang ?
(4) Apakah klien makan secara teratur ?
e) Cairan, jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari
(contoh enam gelas air,lima cangkir kopi).
f) Aktivitas
(1) Kegiatan sehari-hari (misal olahraga)
10
(6) Borborigmi
(7) Darah merah pada feses
(8) Perubahan pada pola defekasi
(9) Penurunan frekuensi defekasi
(10) Penurunan volume feses
(11) Distensi abdomen
(12) Keletihan
(13) Feses keras dan berbentuk
(14) Sakit kepala
(15) Bising usus hiperaktif
(16) Bising usus hipoaktif
(17) Tidak dapat defeksi
(18) Peningkatan tekanan intraabdomen
(19) Tidak dapat makan
(20) Feses cair
(21) Nyeri pada saat defekasi
(22) Massa abdomen yang dapat diraba
(23) Perkusi abdomen pekak
(24) Rasa penuh rektal
(25) Rasa tekanan rektal
(26) Sering flatus
(27) Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum
(28) Mengejan pada saat defekasi
(29) Muntah
c) Faktor yang berhubungan
(1) Kelemahan otot abdomen
(2) Rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
menurut gender dan usia
(3) Konfusi
(4) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
(5) Dehidrasi
(6) Depresi
(7) Perubahan kebiasaan makan
(8) Gangguan emosi
(9) Kebiasaan menekan dorongan defekasi
(10) Kebiasaan makan buruk
(11) Higiene oral tidak adekuat
(12) Kebiasaan toileting tidak adekuat
(13) Asupan serat kurang
(14) Asupan cairan kurang
13
Keterangan skala :
1 = Sangat terganggu
2 = Banyak terganggu
3 = Cukup terganggu
4 = Sedikit terganggu
5 = Tidak terganggu
b) NIC (Nursing Interventions Classification)
Menurut Bulechek (2018 : 191 dan 206), NIC yang cocok
untuk diagnosa keperawatan konstipasi adalah : manajemen
konstipasi/impaksi dan manajemen saluran cerna.
(1) NIC 1 : manajemen konstipasi/impaksi
Definisi : Pencegahan dan menghilangkan konstipasi/
impaksi.
Aktivitas :
(a) Konsultasikan dengan dokter mengenai
penurunan/peningkatan frekuensi bising usus
(b) Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi
tindakan
14