Anda di halaman 1dari 9

LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

Rizka Dina Laita Muntaza


Fakultas Imu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara Medan
Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371
e-mail: rizkadinalaitamuntaza10@gmail.com

PENDAHULUAN
Dalam sejarah Islam Indonesia terdapat polarisasi umat Islam yang amat kaya.
Sejak zaman kemerdekaan, Islam sudah menunjukkan beraneka ragam wajah, yang di
presentasikan oleh ormas maupun orpol. Oleh para pengantar Islam keragaman ini di
identifikasikan dengan berbagai nama atau lebel. Ada Islam tradisional, yaitu agama Islam
yang cara pelaksanaannya masih dicampur dengan tradisi-tradisi daerah setempat, Islam
modernis yaitu Islam sangat modern dengan menggunakan logika untuk menyikapi
berbagai masalah yang ada dalam Islam dan berdasarkan Alquran hadist. Islam puritan
(murni), Islam ekstrem, Islam abangan, Islam nasionalis dan lain sebagainya. Adanya
sekian sebutan di atas-meskipun bukan berarti terdapat polarisasi yang tegas, namun cukup
menjelaskan pluralitas umat muslim di Indonesia (Imdadun R, 2005:130).

Di kalangan umat beragama di Indonesia terdapat aliran-aliran agama : yang


diantaranya dianggap menyimpang oleh beberapa masyarakat muslim di Indonesia,
sepertihalnya yang di ungkapkan oleh Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya tentang aliran
dan paham sesat di Indonesia. Ada banyak paham sesat diantaranya Ingkar sunnah,
Ahmadiyah, Jama’ Tabligh, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan lain- lain. Akan
tetapi, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih jauh tentang paham sempalan LDII.

  Latar Belakang Dan Sejarah Berdirinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Gerakan keagamaan Islam kontemporer di Indonesia dilatarbelakangi beberapa


faktor laten, yaitu: pertama, keinginan melakukan pemurnian ajaran Islam. kedua, ingin
mendobrak kemapanan dalam beragama terutama terhadap struktur taqlid berbagai
kelompok masyarakat Islam selama ini. Mereka menghendaki agar setiap anggota
masyarakat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, terutama dalam rangka memahami
ajaran agama. Oleh sebab itu, para pengikut gerakan-gerakan tersebut didorong untuk
menggali ajaran Islam secara bebas dari sumbernya, tanpa harus terpaku pada interpretasi
para tokoh agama yang oleh kebanyakan orang dianggap telah mapan. Ketiga, gerakan
keagamaan itu berkeinginan menciptakan masyarakat ideal. Dalam pandangan gerakan ini,
masyarakat ideal yang dimaksud adalah masyarakat yang diatur melalui kepemimpinan
tunggal. Juga, masyarakat ideal dalam bayangan gerakan keagamaan itu adalah masyarakat
yang terbebaskan dari pengaruh barat. Dari alasan ini, gerakan keagamaan kontemporer
menawarkan Islam sebagai alternatif. Dalam pandangan mereka, ajaran Islam memiliki
totalitas, dalam arti bahwa Islam bukan hanya ajaran yang menyangkut sistem kepercayaan
dan ritus semata, melainkan ajaran yanga meliputi aqidah, syari’at, dan nizham (way of
life).[1]

Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah mulai berada di Mekah, sampai 10 tahun
lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Al-Ubaedah selama belajar agama di
Mekah adalah Rukbat Naqsyabaniiah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat
naqsyabandiah) dan sebuah perguruan di Desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul
Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-Qur’an dan Hadits. Guru yang ia ikuti
adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar
Hamdan.

Madrasah Darul Hadits, tempat di mana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar
agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren
tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran
sesuai dengan petunjuk al-qura’an dan Hadits Nabi SAW. hingga pada saatnya Nurhasan
al-Ubaedah kembali ke tanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hampir tidak ada
yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan
menyebarluaskan pengetahuannya.12

1
Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, (Malang: Umm Press, 2009),
hlm. 181

2
Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet. I, hlm. 22-24
Perbedaan dengan kelompok  Islam lainnya terletak pada pemahaman terhadap
beberapa nash al-qur’an dan hadits nabi SAW, terutama yang menyangkut soal
kepemimpinana ummat (keamiran), bai’at dan arti Islam. Tumbuhnya perbedaan tersebut
diawali oleh penilaian terhadap kondisi obyektif ummat, yanga sering diungkapkan Kyai
Nurhasan Al-Ubaedah-selaku pendiri Islam Jama’ah kepada para kolega dan murid-
muridnya. Menurutnya, umat Islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian
banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan diramalkan oleh Rasulullah SAW,
bahwa ”pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari
sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada
Al-Qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok Islampun
yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan Sunnah Nabi secara murni. Adapun
kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisian
tentang Islam. kedua, kesalahan umat Islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang
layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir.[3]

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini adalah nama baru dari sebuah aliran
sesat terbesar di Indonesia, yang selama ini sudah sering berganti nama karena sering
dilarang oleh pemerintah Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh mendiang Nur Hasan
Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada awalnya bernama Darul Hadits, pada tahun 1951. Karena
ajarannya meresahkan masyarakat Jawa Timur, maka Darul Hadits dilarang oleh PAKEM
(Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Setelah di larang, Darul Hadits
itu berganti nama dengan Islam Jama’ah. Waktu aliran sesat ini berganti nama dengan
Islam Jama’ah, banyak artis-artis terkenal di ibu kota (Jakarta) yang masuk ke dalam ajaran
sesat ini, diantaranya Bunyamin S, Ida Royani, Kinan Nasution dan lain-lin. Para artis dan
penyanyi itu masuk aliran sesat ini karena tertarik dengan ajaran tebus dosanya.[4]3

3
Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 29-30
4
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. IV, hlm.
73
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) didirikan di Surabaya pada tanggal, 3
Januari 1972, setelah mengalami perubahan nama dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam
Indonesia, yaitu Lemkari, namun dengan nama Organisasi Karatido Indonesia. langkah itu
merupakan realisasi keputusan musyawarah besar IV Lekari di Jakarta 1990. Lemkari itu
sendiri merupakan organisasi baru sebagai wadah kegiatan organisasi Islam Jamaah yang
telah dibubarkan oleh oleh Kejaksaan Agung Pada 1971. Islam Jamaah itu sendiri
merupaka nama baru setelah sebelumnya lebih dikenal  dengan nama Darul Hadits, yang
telah dibubarkan. Sementara itu mereka di Jawa Tengah telah pula mendirikan Yakari
(Yayasan Karyawan Islam) pada 1972, untuk tujuan yang sama. Di kemudian hari
organisasi ini bergabung dengan Golkar. Tidak bisa dipungkiri bahwa LDII pada
hakikatnya tetap sama dengan ajaran Islam Jamaah, yang didirikan oleh Nurhasan Al-
Ubaidah.[5]

    Bentuk-Bentuk Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

Pokok-pokok ajaran LDII yaitu :

1.        Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang
tua sekalipun.

2.        Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di masjid mereka, maka
bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.

3.        Wajib taat kepada amir atau imam. “Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada
jama’ah tanpa keamiran, tidak ada keamiran tanpa ketaatan.”

4.        Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati
jahiliyyah (mati kafir).

5.        Al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari
mulut imam atau amir mereka). Yang keluar/diucapkan oleh mulut-mulut yang bukan
imam/amir mereka maka haram untuk diikuti. “Barang siapa berkata mengenai kitab Allah
dengan pendapatnya (tanpa ilmu), maka dia salah walau benar.”

6.        Haram mengaji Al-Qur’an dan Hafizd kecuali kepada imam/amir mereka.


7.        Dosa bisa ditebus kepada sang amir/imam, dan besarnya tebusan tergantung besar-
kecilnya dosa yang diperbuat, sedangkan yang menentukannya adalah imam/amir.

8.        Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir/imam mereka, dan
haram menegluarkannya kepada orang lain.4

9.        Harta benda di luar kelompok mereka diamggap halal untuk diambil atau dimiliki
walaupun dengan cara bagaimanapun memperolehnya seperti mencuri, merampok, korupsi,
menipu, dan lain-lain, asal tidak ketahuan/tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang
Islam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar.   “Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ...........”(al-Baqarah:29).

10.    Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka
salahnya bukan mencurinya itu, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan.

11.    Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada amir/imam, haram
ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakar tersebut.

12.    Haram membagikan daging qurban atau zakat fitrah kepada orang Islam di luar
kelompok mereka.

13.    Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa
sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang kembali.

14.    Haram nikah dengan orang di luar kelompok.

15.    Perempuan LDII kalau mau bertamu ke rumah orang yang bukan kelompok mereka,
maka memilih waktu pada saat  haid, karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika di
rumah non LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi.

16.    Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka, maka
bekas tempat duduknya dianggap kena najis.[6]

 Perkembangan Pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun pemikiran sesat LDII sedikit demi sedikit
berubah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai aspek diantaranya :

1.   LDII Tak Lagi Menutup Diri, seperti yang termuat


dalam surat kabar Bandung“Galamedia” menyatakan bahwa keberadaan Lembaga
45
Abu Su’ud, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Perannya Dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), Cet. I, hlm. 263
Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah satu ormas Islam, kini tidak lagi
menjadi ormas yang eksklusif. LDII lebih membuka diri kepada siapa pun,
khususnya dalam menyampaikan dakwah.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LDII Jawa Barat, H.
Bahrudin, M.M. Menurutnya, masih adanya anggapan masyarakat yang
menyebutkan LDII umumnya mereka tidak mengetahui keberadaan dakwah LDII
sebenarnya. "Sejak 2009 lalu, LDII sudah berubah paradigma khususnya dalam
berdakwah, terlebih sebagai ormas Islam yang dapat merangkul semua
kalangan.LDII kini tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran yang
bersifat tertutup. Masih menurut Bahrudin, pihaknya tidak menganggap umat Islam
di luar LDII sebagai kafir atau najis sehingga masjid LDII terbuka untuk umum.
Selain itu, pihaknya pun bersama ormas Islam lainnya mengikuti landasan Al-Quran
dan Hadis. Terlebih lagi, ada istilah masjid LDII karena semua masjid rumah Allah
yang harus dimakmurkan.[7]
2.  Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyatakan bahwa organisasi tersebut
bukan termasuk aliran sesat. Sebab LDII telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) sebagai organisasi penganut paradigma baru yang tertuang dalam kebijakan
dan program-programnya termasuk membina serta meluruskan orang-orang yang
masih punya paham Islam Jamaah. Sekretaris LDII Provinsi Jateng, H M AS Tri
Wardoyo SE menyampaikan bahwa LDII secara tegas tidak pernah meneruskan
apalagi mengajarkan ajaran Islam Jamaah. Hal ini diperkuat dengan adanya Surat
Keputusan Komisi Fatwa MUI No 03/Kep/KF-MUI/IX/2006 tentang LDII pada 4
September 2006 disebutkan, lembaga tidak menggunakan ataupun menganut sistem
keamiran. LDII juga tidak menganggap umat muslim di luar kelompok mereka
sebagai kafir atau najis, dan bersedia bersama dengan ormas-ormas lainnya
mengikuti landasan berpikir keagamaan sebagaimana yag ditetapkan MUI. Sebagai
salah satu usahanya, sesuai saran MUI, LDII telah melakukan Rakernas pada Maret
2007 di Jakarta guna menyamakan persepsi. Salah satu hasil Raernas menyebutkan
bahwa arah dan strategi LDII adalah menuju organisasi yang terakreditasi sebagai
organisasi pembelajar. [8]5

56
M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, (Jakarta: LPPI, 2002), hlm. 26-28
7
http://www.klik-galamedia.com/Idii-tak-lagi-menutup-diri diakses pada Rabu, 12 Juni 2012, pukul 11.30
WIB
8
http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/06/nasa.html diakses pada Rabu, 12 Juni 2013 pukul 11.32
WIB
 KESIMPULAN

Lembaga dakwah Islam Indonesia ini adalah nama baru sebuah aliran sesat terbesar
di Indonesia, yang selama ini sudah berganti nama  karena sering dilarang oleh
pemerintah Indonesia. Pendirinya adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada
awalnya bernama Darul Hadits pada tahun 1951. Akan tetapi, karena ajaran aliran ini
meresahkan masyarakat darul hadist sempat berganti nama menjadi Islam Jama’ah,
LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia) dan kini berubah lagi menjadi LDII.

Banyak dari ajaran LDII yang menyesatkan dan dapat mengganggu aqidah umat
islam, seperti menganggap Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan
najis,Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati
jahiliyyah (mati kafir), Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di
masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena
najis,dan masih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jaiz, Hartono, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


2002

Ahmad Ridla, Shalih, Perkenalan Dengan Inkar Sunnah, Jakarta: Gema Insani Press, 1991

Arifin, Syamsul, Studi Agama Perspektif  Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, Malang:


Umm Press, 2009

Aziz, Abdul, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989

Djalaluddin, M. Amin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, Jakarta: LPPI,


2002
M. Nuh, Nuhrison,  Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, Jakarta: CV.
Prasasti, 2009

Su’ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Mausia,
Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997

http://www.klik-galamedia.com/ldii-tak-lagi-menutup-diri diakses pada Rabu, 12 Juni


2012,pukul 11.30 WIB

http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/06/nasa.html diakses pada Rabu, 12 Juni 2013


pukul 11.32 WIB

Anda mungkin juga menyukai