PENDAHULUAN
Dalam sejarah Islam Indonesia terdapat polarisasi umat Islam yang amat kaya.
Sejak zaman kemerdekaan, Islam sudah menunjukkan beraneka ragam wajah, yang di
presentasikan oleh ormas maupun orpol. Oleh para pengantar Islam keragaman ini di
identifikasikan dengan berbagai nama atau lebel. Ada Islam tradisional, yaitu agama Islam
yang cara pelaksanaannya masih dicampur dengan tradisi-tradisi daerah setempat, Islam
modernis yaitu Islam sangat modern dengan menggunakan logika untuk menyikapi
berbagai masalah yang ada dalam Islam dan berdasarkan Alquran hadist. Islam puritan
(murni), Islam ekstrem, Islam abangan, Islam nasionalis dan lain sebagainya. Adanya
sekian sebutan di atas-meskipun bukan berarti terdapat polarisasi yang tegas, namun cukup
menjelaskan pluralitas umat muslim di Indonesia (Imdadun R, 2005:130).
Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah mulai berada di Mekah, sampai 10 tahun
lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Al-Ubaedah selama belajar agama di
Mekah adalah Rukbat Naqsyabaniiah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat
naqsyabandiah) dan sebuah perguruan di Desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul
Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-Qur’an dan Hadits. Guru yang ia ikuti
adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar
Hamdan.
Madrasah Darul Hadits, tempat di mana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar
agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren
tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran
sesuai dengan petunjuk al-qura’an dan Hadits Nabi SAW. hingga pada saatnya Nurhasan
al-Ubaedah kembali ke tanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hampir tidak ada
yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan
menyebarluaskan pengetahuannya.12
1
Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, (Malang: Umm Press, 2009),
hlm. 181
2
Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet. I, hlm. 22-24
Perbedaan dengan kelompok Islam lainnya terletak pada pemahaman terhadap
beberapa nash al-qur’an dan hadits nabi SAW, terutama yang menyangkut soal
kepemimpinana ummat (keamiran), bai’at dan arti Islam. Tumbuhnya perbedaan tersebut
diawali oleh penilaian terhadap kondisi obyektif ummat, yanga sering diungkapkan Kyai
Nurhasan Al-Ubaedah-selaku pendiri Islam Jama’ah kepada para kolega dan murid-
muridnya. Menurutnya, umat Islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian
banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan diramalkan oleh Rasulullah SAW,
bahwa ”pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari
sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada
Al-Qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok Islampun
yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan Sunnah Nabi secara murni. Adapun
kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisian
tentang Islam. kedua, kesalahan umat Islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang
layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir.[3]
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini adalah nama baru dari sebuah aliran
sesat terbesar di Indonesia, yang selama ini sudah sering berganti nama karena sering
dilarang oleh pemerintah Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh mendiang Nur Hasan
Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada awalnya bernama Darul Hadits, pada tahun 1951. Karena
ajarannya meresahkan masyarakat Jawa Timur, maka Darul Hadits dilarang oleh PAKEM
(Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Setelah di larang, Darul Hadits
itu berganti nama dengan Islam Jama’ah. Waktu aliran sesat ini berganti nama dengan
Islam Jama’ah, banyak artis-artis terkenal di ibu kota (Jakarta) yang masuk ke dalam ajaran
sesat ini, diantaranya Bunyamin S, Ida Royani, Kinan Nasution dan lain-lin. Para artis dan
penyanyi itu masuk aliran sesat ini karena tertarik dengan ajaran tebus dosanya.[4]3
3
Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 29-30
4
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. IV, hlm.
73
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) didirikan di Surabaya pada tanggal, 3
Januari 1972, setelah mengalami perubahan nama dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam
Indonesia, yaitu Lemkari, namun dengan nama Organisasi Karatido Indonesia. langkah itu
merupakan realisasi keputusan musyawarah besar IV Lekari di Jakarta 1990. Lemkari itu
sendiri merupakan organisasi baru sebagai wadah kegiatan organisasi Islam Jamaah yang
telah dibubarkan oleh oleh Kejaksaan Agung Pada 1971. Islam Jamaah itu sendiri
merupaka nama baru setelah sebelumnya lebih dikenal dengan nama Darul Hadits, yang
telah dibubarkan. Sementara itu mereka di Jawa Tengah telah pula mendirikan Yakari
(Yayasan Karyawan Islam) pada 1972, untuk tujuan yang sama. Di kemudian hari
organisasi ini bergabung dengan Golkar. Tidak bisa dipungkiri bahwa LDII pada
hakikatnya tetap sama dengan ajaran Islam Jamaah, yang didirikan oleh Nurhasan Al-
Ubaidah.[5]
1. Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang
tua sekalipun.
2. Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di masjid mereka, maka
bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
3. Wajib taat kepada amir atau imam. “Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada
jama’ah tanpa keamiran, tidak ada keamiran tanpa ketaatan.”
4. Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati
jahiliyyah (mati kafir).
5. Al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari
mulut imam atau amir mereka). Yang keluar/diucapkan oleh mulut-mulut yang bukan
imam/amir mereka maka haram untuk diikuti. “Barang siapa berkata mengenai kitab Allah
dengan pendapatnya (tanpa ilmu), maka dia salah walau benar.”
8. Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir/imam mereka, dan
haram menegluarkannya kepada orang lain.4
9. Harta benda di luar kelompok mereka diamggap halal untuk diambil atau dimiliki
walaupun dengan cara bagaimanapun memperolehnya seperti mencuri, merampok, korupsi,
menipu, dan lain-lain, asal tidak ketahuan/tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang
Islam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar. “Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ...........”(al-Baqarah:29).
10. Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka
salahnya bukan mencurinya itu, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan.
11. Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada amir/imam, haram
ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakar tersebut.
12. Haram membagikan daging qurban atau zakat fitrah kepada orang Islam di luar
kelompok mereka.
13. Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa
sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang kembali.
15. Perempuan LDII kalau mau bertamu ke rumah orang yang bukan kelompok mereka,
maka memilih waktu pada saat haid, karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika di
rumah non LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi.
16. Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka, maka
bekas tempat duduknya dianggap kena najis.[6]
Seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun pemikiran sesat LDII sedikit demi sedikit
berubah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai aspek diantaranya :
56
M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, (Jakarta: LPPI, 2002), hlm. 26-28
7
http://www.klik-galamedia.com/Idii-tak-lagi-menutup-diri diakses pada Rabu, 12 Juni 2012, pukul 11.30
WIB
8
http://www.suaramerdeka.com/harian/0711/06/nasa.html diakses pada Rabu, 12 Juni 2013 pukul 11.32
WIB
KESIMPULAN
Lembaga dakwah Islam Indonesia ini adalah nama baru sebuah aliran sesat terbesar
di Indonesia, yang selama ini sudah berganti nama karena sering dilarang oleh
pemerintah Indonesia. Pendirinya adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada
awalnya bernama Darul Hadits pada tahun 1951. Akan tetapi, karena ajaran aliran ini
meresahkan masyarakat darul hadist sempat berganti nama menjadi Islam Jama’ah,
LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Indonesia) dan kini berubah lagi menjadi LDII.
Banyak dari ajaran LDII yang menyesatkan dan dapat mengganggu aqidah umat
islam, seperti menganggap Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan
najis,Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati
jahiliyyah (mati kafir), Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di
masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena
najis,dan masih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ridla, Shalih, Perkenalan Dengan Inkar Sunnah, Jakarta: Gema Insani Press, 1991
Aziz, Abdul, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989
Su’ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Mausia,
Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997