Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PERLAKUAN PANAS

2.1. Tujuan
1. Memahami perbedaan dari setiap media yang dipakai oleh setiap metode
pendinginan.
2. Memahami tahapan – tahapan dari setiap metode pendinginan.
3. Memahami faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dari metode
quenching.
4. Memahami faktor yang menyebabkan nilai kekerasan dari setiap metode
pendinginan berbeda – beda.

2.2. Teori Dasar


Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah
sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi kimia
logam yang bersangkutan. Tujuan proses perlakuan panas untuk menghasilkan
sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat proses perlakuan
panas dapat mencakup keseluruhan bagian dari logam atau sebagian dari logam.
Adanya sifat alotropik dari besi menyebabkan timbulnya variasi struktur
mikro dari berbagai jenis logam. Alotropik itu sendiri adalah merupakan
transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) ke bentuk susunan atom
yang lain. Pada temperatur dibawah 910̊ C sel satuannya Body Center Cubic
(BCC), temperatur antara 910̊ C dan 1392̊ C sel satuannya Face Center Cubic
(FCC) sedangkan temperatur diatas 1392̊ C sel satuannya kembali menjadi BCC.
Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu :
1. Softening (Pelunakan) : Adalah usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar
menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan
didalam tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka
(normalizing).
2. Hardening (Pengerasan) : Adalah usaha untuk meningkatkan sifat material
terutama kekerasan dengan cara selup cepat (quenching) material yang sudah

7
Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun oli.
Kekerasan yang diperoleh bergantung pada kadar karbon baja yang
diproses Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama
baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan
laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana
logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat
treatment kita memanaskan speciment sampai dengan temperature austenisasinya.
Berikut adalah macam-macam proses Heat Treatment yang biasanya
dilakukan :
1. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu penghentian yang memadai
pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara cepat
dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat pengejutan dingin dari daerah suhu
pengerasan ini, dicapailah suatu keadaan paksaan bagi struktur baja yang
merangsang kekerasan, oleh karena itu maka proses pengerasan ini disebut
pengerasan kejut. Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud struktur,
maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih wujud.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi,
kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat
dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi
keras banyak tergantung pada hardenability.
Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensite) ini
diiringi kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu pada umumnya
dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan pendinginan lambat.
Kekerasan tertinggi (66-68 HRC) yang dapat dicapai dengan pengerasan kejut
suatu baja, pertama bergantung pada kandungan zat arang, kedua tebal benda
kerja mempunya pengaruh terhadap kekerasan karena dampak kejutan
membutuhkan beberapa waktu untuk menembus ke sebelah dalam, dengan

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 8


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

demikian maka kekerasan menurun kearah inti.


2. Tempering
Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari
kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering didefinisikan
sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur tempering
(di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan. Baja yang
telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses
tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedang
keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini
menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil
(annealing) karena sifat-sifat fisis dapat dikendalikan dengan cermat.
Pada suhu 200°C sampai 300°C laju difusi lambat hanya sebagian kecil.
karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi mulai kehilangan
kerapuhannya. Di antara suhu 500°C dan 600°C difusi berlangsung lebih cepat,
dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi dapat membentuk cementit.
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut : Tempering
pada suhu rendah ( 150° – 300°C ) Tempering ini hanya untuk mengurangi
tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong,
mata bor dan sebagainya.
a) Tempering pada suhu menengah ( 300° - 550°C ) Tempering pada suhu
sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan kekerasannya sedikit
berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban
berat, misalnya palu, pahat, pegas. Suhu yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 500̊ C pada proses tempering.
b) Tempering pada suhu tinggi ( 550° - 650°C ) Tempering suhu tinggi
bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya
menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros batang pengggerak dan
sebagainya.
3. Annealing
Annealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang lambat
berfungsi untuk memindahkan tekanan internal atau untuk mengurangi dan

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 9


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan di atas temperatur kritis bagian


atas). Logam dipanaskan sekitar 25̊ C di atas temperatur kritis bagian atas, ditahan
dalam beberapa waktu, kemudian didinginkan pelan-pelan di tungku perapian.
Proses ini digunakan untuk memindahkan tekanan internal penuh sebagai hasil
proses pendinginan. Berikutnya pendinginan logam diatur kembali di dalam sama
benar untuk menurunkan energi bentuk wujud, tegangan yang baru dibebaskan
dibentuk dan pertumbuhan butir dukung. Tujuannya untuk menghilangkan
internal stress pada logam dan untuk menghaluskan grain (batas butir) dari atom
logam, serta mengurangi kekerasan, sehingga menjadi lebih ulet. Annealing terdiri
dari 3 proses yaitu :
a) Fase recovery
Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui pelepasan cacat
kristal (tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi) dan tegangan dalam.
b) Fase rekristalisasi
Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate baru dan tumbuh untuk
menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam.
c) Fase grain growth (tumbuhnya butir)
Fase grain growth (tumbuhnya butir) adalah fase dimana mikrostruktur
mulai menjadi kasar dan menyebabkan logam tidak terlalu memuaskan untuk
proses pemesinan.
4. Normalizing
Normalizing adalah perlakuan panas logam di sekitar 40̊ C di atas batas kritis
logam, kemudian di tahan pada temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup
dan dilanjutkan dengan pendinginnan pada udara terbuka. Pada proses
pendinginan ini temperatur logam terjaga untuk sementara waktu sekitar 2 menit
per mm dari ketebalan-nya hingga temperatur spesimen sama dengan temperatur
ruangan, dan struktur yang diperoleh dalam proses ini diantaranya pearlite
(eutectoid), pearlite brown ferrite (hypoeutectoid) atau pearlite brown cementite
(hypereutectoid). Normalizing digunakan untuk menyuling struktur butir dan
menciptakan suatu austenite yang lebih homogen ketika baja dipanaskan kembali.

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 10


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Gambar 2.1 Diagram fasa Fe-Fe3C


(Zamroji M. 2018. BAB II LANDASAN TEORI)

Dari gambar diatas dapat diterangkan atau dibaca diantaranya :


1) Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro
dinamakan Cementite Fe3C (dapat dilihat pada garis vertikal paling kanan).
Sifat – sifat cementitte diantaranya sangat keras dan sangat getas
2) Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah,
pada suhu kamar terbentuk struktur mikro ferrite.
3) Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah
Pearlite, kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.
4) Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid,
struktur mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferrite dan pearlite.
5) Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6.67%, struktur
mikro yang terbentuk adalah campuran antara pearlite dan sementit.
6) Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah,
akan terbentuk struktur mikro Ferrite Delta lalu menjadi struktur mikro

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 11


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Austenite.
7) Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan
naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi
Austenite.
5. Holding Time
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu
bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk
memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitenya homogen
atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenite, difusi karbon dan unsur
paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja
pada yang umum diantaranya sebagai berikut.
1) Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah; yang
mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang
singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap
sudah memadai.
2) Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah dianjurkan menggunakan
holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
3) Low Alloy Tool Steel; memerlukan holding time yang tepat agar kekerasan
yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per
millimeter tebal benda, atau 10 – 30 menit.
4) High Alloy Chrome Steel; Membutuhkan holding time yang paling panjang
diantara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur
pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur dan holding time
yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter
tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 3 jam.
5) Hot Work Tool Steel; mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada suhu 1000º C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya
pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 –
30 menit.
6) High Speed Steel; memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi
1200º C - 1300º C. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan holding time
diambil hanya beberapa menit saja.

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 12


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

6. Quenching
Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.
Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang
kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility
merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu.
Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching.
A. Pendinginan tidak menerus
Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian
ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan
menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram
Time Temperature Tranformation dibawah ini.

Gambar 2.2 Diagram TTT


(Zamroji M. 2018. BAB II LANDASAN TEORI)

Berikut beberapa penjelasan tentang diagram diatas :


1) Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 13


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

dalam baja tersebut


2) Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya
dititik tertentu dan letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan
struktur pearlite dan ferrite.
3) Jika ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih
disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro
Bainit (lebih keras dari pearlite).
4) Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan
mendapat struktur Martensite (sangat keras dan getas).
5) Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan
bergeser kekanan.
6) Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya
pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih
besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang
lebih kecil.
B. Pendinginan Terus Menerus
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja
dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu
rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus terhadap struktur mikro
yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation
Diagram.

Gambar 2.3 Continuos Cooling Transformation Diagram.


(Zamroji M. 2018. BAB II LANDASAN TEORI)

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 14


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Penjelasan diagram:
a) Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang
sangat cepat dari temperatur austenite sekitar 920̊ C ke temperature 200̊ C.
Laju pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite
menjadi martensit. Fasa Austenite akan mulai terdekomposisi menjadi
martensit pada Temperatur Ms, martensite start. Sedangkan akhir
pembentukan martensit akan berakhir ketika pendinginan mencapai
temperatur Mf, martensite finish.
b) Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
sedang/medium dari temperatur 920̊ C ke 250̊ C. Dengan laju pendinginan
kontinyu ini fasa austenite terdekomposisi menjadi struktur bainite.
c) Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
pendinginan lambat dari temparatur 920̊ C ke 250̊ C. Pendinginan lambat ini
menyebabkan fasa austenite terdekomposisi manjadi fasa ferrite dan
pearlite.[1]

2.3. Tata Cara Praktikum


2.3.1. Skema Proses
Siapkan alat uji dan bahan uji.

Panaskan tungku muffle hingga temperatur austenit

Masukan spesimen ke dalam wadah

Masukan wadah yang berisi spesimen ke dalam tungku

Tahan waktu spesimen saat dalam tungku

Keluarkan spesimen

Masukan spesimen ke dalam media pendingin

A
A

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 15


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Annealing Normalizing Quenching Oli

Agitasi spesimen
Diamkan dalam Diamkan dalam udara
untuk metode
tungku tertutup terbuka
quencing

Tunggu penurunan temperatur spesimen

Bersihkan spesimen

Uji kekerasan

Catat perubahan pada lembar kerja.

Analisa

Kesimpulan
Gambar 2.4 Skema proses uji tarik

2.3.2. Penjelasan Skema Proses


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dipanaskan terlebih dahulu tungku muffle hingga mencapai temperatur
austenit berkisar 850ºC.
3. Spesimen dimasukan ke dalam wadah sebelum dimasukan ke dalam
tungku.
4. Wadah yang berisi spesimen dimasukan ke dalam tungku dengan
menggunakan tang penjepit.
5. Spesimen ditahan dalam waktu 15 menit didalam tungku bertemperatur
850 ºC.
6. Wadah berisi spesimen yang sudah dipanaskan, dikeluarkan
menggunakan tang penjepit.
7. Spesimen dimasukan ke dalam media pendingin sesuai metode pendingin
yang digunakan.
8.
Annealing Normalizing Quenching Oli

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 16


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Spesimen dicelupkan ke
Spesimen Spesimen
dalam oli dan dilakukan
didiamkan dalam didiamkan dalam
agitasi agar tidak terjadi
tungku tertutup. udara terbuka.
selimut uap.
9. Setiap pendinginan spesimen ditunggu hingga mencapai temperatur
kamar berkisar 25 ºC.
10. Spesimen dibersihkan dari pengotor saat proses pemanasan dan
pendinginan.
11. Diuji kekerasan spesimen sesuai metode pendinginan yang digunakan.
Quenching menggunakan uji kekerasan rockwell, untuk annealing dan
normalizing menggunakan uji kekerasan brinell.
12. Perubahan yang terjadi pada spesimen dicatat dalam lembar kerja.
13. Setelah spesimen dilihat, hasil patahan dianalisa dari segi apapun.
14. Kesimpulan dapat diambil setelah praktikum selesai dilaksankan.

2.4. Alat dan Bahan


2.4.1. Alat
1. Tungku muffle : 1 Unit
2. Penjepit spesimen : 1 Buah
3. Mesin uji Rockwell : 1 Unit
4. Mesin uji Brinell : 1 Unit
5. Sarung tangan : 1 Pasang
6. Wadah spesimen : 1 buah
7. Mesin poles : 1 buah
2.4.2. Bahan
1. Oli : Secukupnya
2. Baja AISI 1045 : 3 Buah
3. Amplas 60 mesh : 1 lembar
4. Arang : Secukupnya

2.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data


2.5.1. Pengumpulan Data

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 17


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

a. Jenis Tungku : Tungku Muffle


b. Metode pengujian kekerasan : Brinell dan Rockwell
c. Jenis mesin/alat pengujian kekerasan : Brinell Rockwell
d. Jenis Indentor : Bola Baja Kerucut Intan
e. Beban minor :- 10 kg
f. Beban mayor : 250 kg 150 kg
g. Beban total : 250 kg 160 kg
h. Waktu penekanan : 10s 10s
Tabel 2.1 Pengumpulan data perlakuan panas
Rata-
Keterangan Kekerasan
rata
Spesi- Tem-
No Jenis
men peratur
. Perlaku Holding
Uji Pem- 1 2
-an Time (s)
anasan
Panas
(°C)

Anneali
1. 850 900 176,928 176,928 188,723
-ng
Baja
AISI
Normal
2. 1045 850 900 212,314 796,178 392,036
-izing
Quench
3. 850 900 353,26 344,69 338,976
-ing oil

2.5.2 Pengolahan Data


1. Annealing (Brinell)
Dik : d1 = 1,8 mm D = 5 mm
d2 = 1,8 mm P = 250 kg
Dit : BHN & Rata-rata?
Jawab :
2P
BHN =
πD(D- √ D 2 - d 2 )

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 18


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

2(250)
BHN1=
3,14 x5(5- √ 52 - 1,82 )
500
=
15,7(5-3,24)
500
=
15,7(5- √ 23,56 )

= 18,09 HB
2(250)
BHN2=
3,14 x5(5- √52 - 1,82 )
500
=
15,7(5-3,24)
BHN1+BHN2
= 18,09HB Rata-rata =
2
18,09 + 18,09
=
2

= 18,09 HB
2. Normalizing (Brinell)
Dik : d1 = 2,25 mm D = 5 mm
d2 = 3,5 mm P = 250 kg
Dit : BHN & Rata-rata?
Jawab :
2P
BHN =
πD(D- √ D 2 - d 2 )
2(250)
BHN1=
3,14 x5(5- √ 52 - 2,252 )

= 59,52 HB
2(250)
BHN2=
3,14 x5(5- √ 52 - 3,52 )

= 22,75 HB
BHN1+ BHN2
Rata-rata=
2

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 19


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

59,52 + 22,75
=
2

= 41,135 HB
3. Quenching oil (Rockwell)
Dik : HRC1 = 38 HRC3 = 34
HRC2 = 37
Dit : BHN & Rata-rata?
Jawab :
HRC – HB
31-40= HB ( 8,570 x HRC ) +27,6

HB1= ( 8,570 x HRC1 ) +27,6

HB1= ( 8,570 x 35 ) +27,6

= 327,55 HB

HB2= ( 8,570 x HRC2 ) +27,6

HB2= ( 8,570 x 37 ,5 ) +27,6

= 348,975 HB

HB3= ( 8,570 x HRC3 ) +27,6

HB3= ( 8,570 x 3 5,6 ) +27,6

= 332,692 HB
HB1+HB2+HB3
Rata-rata=
3
327,55 + 34 8 ,9 75 +332,6 9 2
=
3

= 336,405 HB

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 20


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Nilai Kekerasan Annealing


20
Nilai Kekerasan Brinell (BHN) 18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Percobaan Ke-

1 2

Gambar 2.5 Grafik nilai kekerasan annealing

Nilai Kekerasan Normalizing


70
Nilai Kekerasan Brinell (BHN)

60

50

40

30

20

10

Percobaann Ke-

1 2

Gambar 2.6 Grafik nilai kekerasan normalizing

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 21


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Nilai Kekerasan Quenching


355
Nilai Kekerasan Brinell (BHN) 350
345
340
335
330
325
320
315

Percobaan Ke-

1 2 3

Gambar 2.7 Grafik nilai kekerasan quenching oli

Nilai Kekerasan Rata-rata


400
Nilai Kekerasan Brinell (HB)

350
300
250
200
150
100
50
0

Jenis Pendinginan

Annealing Normalizing Quenching

Gambar 2.8 Grafik gabungan nilai kekerasan

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 22


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

Holding Time
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0 1200 5400 14400

Annealing Normalizing Quenching Oli

Gambar 2.9 Grafik pendinginan

2.6. Analisa dan Pembahasan


Dalam proses perlakuan panas dilakukan dengan 3 metode pendinginan
yaitu annealing, normalizing, dan quenching oli. Prinsip perlakuan panas ialah
logam dipanaskan dengan laju pemanasan hingga mencapai temperatur austenit
dan ditahan pada temperatur tersebut dalam waktu tertentu dan didinginkan
dengan laju pendinginan tertentu pula. Parameter yang digunakan ialah temperatur
austenit, holding time, waktu yang digunakan saat pendinginan, dan kandungan
karbon dari spesimen yang digunankan. Dengan menggunakan spesimen Baja
AISI 1045, angka 10 yang artinya suatu baja murni dan 45 ialah nilai persentase
dari kandungan karbon dalam baja tersebut. Baja ini termasuk baja karbon
medium. Maka holding time yang dianjurkan hanyalah 15 – 25 menit. Holding
time dilakukan bertujuan agar mendapatkan kekerasan yang maksimal dari
spesimen tersebut pada proses pengerasan yang ditahan pada temperatur austenit
untuk mendapatkan kehomogenan fasa. Pada setiap metode pendinginan, material
dilakukan pemanasan terlebih dahulu dengan menggunakan tungku muffle, yang
sebelum hal tersebut dilakukan terlebih dahulu pemberian arang yang berfungsi
sebagai energizer agar terjadinya reaksi pembakaran karbon dengan oksigen
sehingga saat proses pemanasan terjadi spesimen akan lebih cepat mengalami
kenaikan suhu, dan dengan menggunakan suhu austenit berkisaran 850ºC, alasan
menggunakan suhu austenit ialah karena fasa austenit merupakan fasa yang lebih

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 23


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

stabil dan memiliki titik leburnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan fasa
tunggal lainnya. Energi panas yang dihasilkan dalam tungku muffle berasal dari
sebuah coil (kumpuran), dan jumlah kumparan yang dimiliki oleh coil itu sangat
berpengaruh terhadap energi panas yang dihasilkan, jika kumparan yang terdapat
semakin besar maka energi panas yang dihasilkan akan semakin panas dan begitu
pula sebaliknya. Pada tungku muffle juga terdapat bata tahan api yang memiliki
fungsi untuk penahan panas yang dihasilkan dan meratakan panas tersebut pada
tungku. Pada setiap metode pendinginan, masing – masing memiliki perbedaan
dalam media pendinginannya, semua metode pendinginan dilakukan hingga suhu
kamar, untuk metode annealing media pendinginannya ialah dengan didiamkan
didalam tungku muffle yang tertutup dan dalam keadaan mesin mati, untuk
metode normalizing media pendinginannya ialah dengan didiamkan di udara
tebuka, dan untuk metode quenching media pendinginannya ialah dengan
menggunakan oli. Perbedaan dari penggunaan media pendingin tersebut akan
menghasilkan nilai kekerasan yang berbeda pula, karena memiliki kerapatan
pendinginan yang berbeda – beda. Semakin kecil nilai kerapatan maka semakin
kecil nilai kekerasannya. Perbedaan kekerasan tersebut dapat dihasilkan dari
pengaruh waktu yang diperlukan saat proses pendinginan semakin lama waktu
yang diperlukan maka akan semakin kecil nilai kekerasan yang dihasilkan.
Dikarenakan setiap metode pendinginan menggunakan media yang berbeda,
material yang akan memiliki kekerasan yang lebih besar ialah material yang
dihasilkan melalui metode pendinginan quenching yang menggunakan media oli,
karena memiliki nilai kerapatan yang lebih besar dibandingkan media yang
digunakan oleh metode normalizing dan annealing. Dan metode quenching
mememerlukan waktu yang lebih cepat. Maka dari itu lah nilai kekerasan yang
dimiliki material yang melalui metode quenching bernilai besar. Pada proses
quenching terdapat langkah pencelupan material yang telah diperlakukan panas ke
dalam media oli, saat pencelupan ini perlu dilakukan agitasi seperti menaik turun
kan spesimen saat proses pencelupan, yang dimana bertujuan untuk menghindari
terciptanya selimut uap, karena akan menghalangi saat proses pendinginan terjadi.
Pengujian kekerasan menggunakan alat uji yang berbeda, jika annealing dan
normalizing ialah menggunakan alat uji brinell dan untuk quenching

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 24


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

menggunakan alat uji rockwell. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh nilai
kekerasan yang dihasilkan dari setiap proses pendinginan berbeda. Nilai
kekerasan yang dihasilkan dari proses quenching lebih besar dibandingkan dengan
proses annealing dan normalizing yang dapat disebabkan pula dari waktu saat
proses pendinginan yang digunakan. Karena semakin cepat proses pendinginan
yang dilakukan maka akan semakin tinggi nilai kekerasan yang dihasilkan. Faktor
yang mempengaruhi proses perlakuan panas yang pertama ialah kandungan
karbon yang dimiliki oleh spesimen yang di uji, karena akan mengakibatkan
berbedanya pula proses pemanasan dan pendinginan yang diterapkan. Kedua ialah
suhu yang digunakan saat proses pemanasan, semakin tinggi suhu yang digunkan
maka semakin tinggi pula nilai kekerasan yang dihasilkan. Ketiga ialah media
pendinginan yang digunakan. Keempat ialah holding time yang dilakukan
semakin lama holding time yang digunakan maka akan semakin maksimum pula
nilai kekerasan yang dihasilkan. Hasil kekerasan yang dihasilkan dari metode
annealing, normalizing, dan quenching oli secara berurutan ialah 18,09 HB,
41,135 HB, dan 336,405 HB. Nilai kekerasan yang paling tinggi ialah pada
spesimen quenching oli, lalu spesimen normalizing, dan yang terendah ialah
spesimen yang dihasilkan dari annealing. Nilai kekerasan yang dihasilkan dari
proses quenching akan mengashilkan nilai kekerasan yang tinggi yang disebabkan
dari cepatnya waktu yang digunakan untuk proses pendinginan, dan nilai kerapatn
yang dimiliki oleh setiap media quenching yang digunakan karena nilai kerapatan
dar media quenching lebih tinggi dibandingan nilai kerapatan dari media
pendingin seperti annealing dan normalizing. Hal tersebut dapat ditunjukan dari
nilai kekerasan yang dihasilkan oleh media pedingin oli lebih tinggi dibandingkan
dengan media udara dan suhu ruangan tertutup.
2.7. Kesimpulan
1. Dari media pendinginan yang digunakan memiliki perbedaan dari nilai
kerapatannya, nilai kerapatan tertinggi dimiliki oleh oli dan yang terendah
dimiliki oleh suhu ruangan yang tertutup.
2. Tahapan yang dilakukan dalam metode pendinginan quenching ialah dengan
dicelukannya spesimen yang telah dipanaskan kedalam oli, untuk
normalizing ialah didiamkannya spesimen yang telah dipanaskan pada suhu

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 25


Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS

ruangan terbuka dan untuk annealing ialah didiamkannya spesimen yang


telah dipanaskan di dalam ruangan tertutup. Semua metode pendinginan
dilakukan hingga temperatur spesimen mencapai temperatur kamar.
3. Nilai kekerasan dapat dipengaruhi dari suhu yang digunakan untuk proses
pemanasan, holding time yang digunakan, kandungan karbon dari spesimen
yang diuji, media pendinginan yang digunakan.
4. Nilai kekerasan yang dihasilkan dari setiap metode pendinginan bebeda
beda yang disebabkan oleh waktu yang digunakan saat proses pendinginan
berlangsung dan nilai kerapatan yang dimiliki oleh setiap media pendingin.

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 26

Anda mungkin juga menyukai