PERLAKUAN PANAS
2.1. Tujuan
1. Memahami perbedaan dari setiap media yang dipakai oleh setiap metode
pendinginan.
2. Memahami tahapan – tahapan dari setiap metode pendinginan.
3. Memahami faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dari metode
quenching.
4. Memahami faktor yang menyebabkan nilai kekerasan dari setiap metode
pendinginan berbeda – beda.
7
Kelompok 9 BAB II PERLAKUAN PANAS
dipanaskan ke dalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun oli.
Kekerasan yang diperoleh bergantung pada kadar karbon baja yang
diproses Heat Treatment merupakan proses pengubahan sifat logam, terutama
baja, melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan pengaturan
laju pendinginan. Heat treatment merupakan mekanisme penguatan logam dimana
logam yang akan kita ubah sifatnya sudah berada dalam kondisi solid. Dalam heat
treatment kita memanaskan speciment sampai dengan temperature austenisasinya.
Berikut adalah macam-macam proses Heat Treatment yang biasanya
dilakukan :
1. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan, jangka waktu penghentian yang memadai
pada suhu pengerasan dan pendinginan (pengejutan) berikutnya secara cepat
dengan kecepatan pendinginan kritis. Akibat pengejutan dingin dari daerah suhu
pengerasan ini, dicapailah suatu keadaan paksaan bagi struktur baja yang
merangsang kekerasan, oleh karena itu maka proses pengerasan ini disebut
pengerasan kejut. Karena logam menjadi keras melalui peralihan wujud struktur,
maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih wujud.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi,
kekuatan dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat
dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan
tergantung pada temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time
dan laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi
keras banyak tergantung pada hardenability.
Kekerasan yang dicapai pada kecepatan pendinginan kritis (martensite) ini
diiringi kerapuhan yang besar dan tegangan pengejutan, karena itu pada umumnya
dilakukan pemanasan kembali menuju suhu tertentu dengan pendinginan lambat.
Kekerasan tertinggi (66-68 HRC) yang dapat dicapai dengan pengerasan kejut
suatu baja, pertama bergantung pada kandungan zat arang, kedua tebal benda
kerja mempunya pengaruh terhadap kekerasan karena dampak kejutan
membutuhkan beberapa waktu untuk menembus ke sebelah dalam, dengan
Austenite.
7) Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan
naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi
Austenite.
5. Holding Time
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu
bahan pada proses hardening dengan menahan pada temperatur pengerasan untuk
memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitenya homogen
atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenite, difusi karbon dan unsur
paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis baja
pada yang umum diantaranya sebagai berikut.
1) Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah; yang
mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding time yang
singkat, 5 – 15 menit setelah mencapai temperatur pemanasannya dianggap
sudah memadai.
2) Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah dianjurkan menggunakan
holding time 15 – 25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
3) Low Alloy Tool Steel; memerlukan holding time yang tepat agar kekerasan
yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan menggunakan 0,5 menit per
millimeter tebal benda, atau 10 – 30 menit.
4) High Alloy Chrome Steel; Membutuhkan holding time yang paling panjang
diantara semua baja perkakas, juga tergantung pada temperatur
pemanasannya. Juga diperlukan kombinasi temperatur dan holding time
yang tepat. Biasanya dianjurkan menggunakan 0,5 menit per millimeter
tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 3 jam.
5) Hot Work Tool Steel; mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada suhu 1000º C. Pada temperatur ini kemungkinan terjadinya
pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi, 15 –
30 menit.
6) High Speed Steel; memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi
1200º C - 1300º C. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan holding time
diambil hanya beberapa menit saja.
6. Quenching
Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan.
Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang
kedua adalah komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility
merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu.
Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching.
A. Pendinginan tidak menerus
Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian
ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan
menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram
Time Temperature Tranformation dibawah ini.
Penjelasan diagram:
a) Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang
sangat cepat dari temperatur austenite sekitar 920̊ C ke temperature 200̊ C.
Laju pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite
menjadi martensit. Fasa Austenite akan mulai terdekomposisi menjadi
martensit pada Temperatur Ms, martensite start. Sedangkan akhir
pembentukan martensit akan berakhir ketika pendinginan mencapai
temperatur Mf, martensite finish.
b) Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
sedang/medium dari temperatur 920̊ C ke 250̊ C. Dengan laju pendinginan
kontinyu ini fasa austenite terdekomposisi menjadi struktur bainite.
c) Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
pendinginan lambat dari temparatur 920̊ C ke 250̊ C. Pendinginan lambat ini
menyebabkan fasa austenite terdekomposisi manjadi fasa ferrite dan
pearlite.[1]
Keluarkan spesimen
A
A
Agitasi spesimen
Diamkan dalam Diamkan dalam udara
untuk metode
tungku tertutup terbuka
quencing
Bersihkan spesimen
Uji kekerasan
Analisa
Kesimpulan
Gambar 2.4 Skema proses uji tarik
Spesimen dicelupkan ke
Spesimen Spesimen
dalam oli dan dilakukan
didiamkan dalam didiamkan dalam
agitasi agar tidak terjadi
tungku tertutup. udara terbuka.
selimut uap.
9. Setiap pendinginan spesimen ditunggu hingga mencapai temperatur
kamar berkisar 25 ºC.
10. Spesimen dibersihkan dari pengotor saat proses pemanasan dan
pendinginan.
11. Diuji kekerasan spesimen sesuai metode pendinginan yang digunakan.
Quenching menggunakan uji kekerasan rockwell, untuk annealing dan
normalizing menggunakan uji kekerasan brinell.
12. Perubahan yang terjadi pada spesimen dicatat dalam lembar kerja.
13. Setelah spesimen dilihat, hasil patahan dianalisa dari segi apapun.
14. Kesimpulan dapat diambil setelah praktikum selesai dilaksankan.
Anneali
1. 850 900 176,928 176,928 188,723
-ng
Baja
AISI
Normal
2. 1045 850 900 212,314 796,178 392,036
-izing
Quench
3. 850 900 353,26 344,69 338,976
-ing oil
2(250)
BHN1=
3,14 x5(5- √ 52 - 1,82 )
500
=
15,7(5-3,24)
500
=
15,7(5- √ 23,56 )
= 18,09 HB
2(250)
BHN2=
3,14 x5(5- √52 - 1,82 )
500
=
15,7(5-3,24)
BHN1+BHN2
= 18,09HB Rata-rata =
2
18,09 + 18,09
=
2
= 18,09 HB
2. Normalizing (Brinell)
Dik : d1 = 2,25 mm D = 5 mm
d2 = 3,5 mm P = 250 kg
Dit : BHN & Rata-rata?
Jawab :
2P
BHN =
πD(D- √ D 2 - d 2 )
2(250)
BHN1=
3,14 x5(5- √ 52 - 2,252 )
= 59,52 HB
2(250)
BHN2=
3,14 x5(5- √ 52 - 3,52 )
= 22,75 HB
BHN1+ BHN2
Rata-rata=
2
59,52 + 22,75
=
2
= 41,135 HB
3. Quenching oil (Rockwell)
Dik : HRC1 = 38 HRC3 = 34
HRC2 = 37
Dit : BHN & Rata-rata?
Jawab :
HRC – HB
31-40= HB ( 8,570 x HRC ) +27,6
= 327,55 HB
= 348,975 HB
= 332,692 HB
HB1+HB2+HB3
Rata-rata=
3
327,55 + 34 8 ,9 75 +332,6 9 2
=
3
= 336,405 HB
1 2
60
50
40
30
20
10
Percobaann Ke-
1 2
Percobaan Ke-
1 2 3
350
300
250
200
150
100
50
0
Jenis Pendinginan
Holding Time
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
0 1200 5400 14400
stabil dan memiliki titik leburnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan fasa
tunggal lainnya. Energi panas yang dihasilkan dalam tungku muffle berasal dari
sebuah coil (kumpuran), dan jumlah kumparan yang dimiliki oleh coil itu sangat
berpengaruh terhadap energi panas yang dihasilkan, jika kumparan yang terdapat
semakin besar maka energi panas yang dihasilkan akan semakin panas dan begitu
pula sebaliknya. Pada tungku muffle juga terdapat bata tahan api yang memiliki
fungsi untuk penahan panas yang dihasilkan dan meratakan panas tersebut pada
tungku. Pada setiap metode pendinginan, masing – masing memiliki perbedaan
dalam media pendinginannya, semua metode pendinginan dilakukan hingga suhu
kamar, untuk metode annealing media pendinginannya ialah dengan didiamkan
didalam tungku muffle yang tertutup dan dalam keadaan mesin mati, untuk
metode normalizing media pendinginannya ialah dengan didiamkan di udara
tebuka, dan untuk metode quenching media pendinginannya ialah dengan
menggunakan oli. Perbedaan dari penggunaan media pendingin tersebut akan
menghasilkan nilai kekerasan yang berbeda pula, karena memiliki kerapatan
pendinginan yang berbeda – beda. Semakin kecil nilai kerapatan maka semakin
kecil nilai kekerasannya. Perbedaan kekerasan tersebut dapat dihasilkan dari
pengaruh waktu yang diperlukan saat proses pendinginan semakin lama waktu
yang diperlukan maka akan semakin kecil nilai kekerasan yang dihasilkan.
Dikarenakan setiap metode pendinginan menggunakan media yang berbeda,
material yang akan memiliki kekerasan yang lebih besar ialah material yang
dihasilkan melalui metode pendinginan quenching yang menggunakan media oli,
karena memiliki nilai kerapatan yang lebih besar dibandingkan media yang
digunakan oleh metode normalizing dan annealing. Dan metode quenching
mememerlukan waktu yang lebih cepat. Maka dari itu lah nilai kekerasan yang
dimiliki material yang melalui metode quenching bernilai besar. Pada proses
quenching terdapat langkah pencelupan material yang telah diperlakukan panas ke
dalam media oli, saat pencelupan ini perlu dilakukan agitasi seperti menaik turun
kan spesimen saat proses pencelupan, yang dimana bertujuan untuk menghindari
terciptanya selimut uap, karena akan menghalangi saat proses pendinginan terjadi.
Pengujian kekerasan menggunakan alat uji yang berbeda, jika annealing dan
normalizing ialah menggunakan alat uji brinell dan untuk quenching
menggunakan alat uji rockwell. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh nilai
kekerasan yang dihasilkan dari setiap proses pendinginan berbeda. Nilai
kekerasan yang dihasilkan dari proses quenching lebih besar dibandingkan dengan
proses annealing dan normalizing yang dapat disebabkan pula dari waktu saat
proses pendinginan yang digunakan. Karena semakin cepat proses pendinginan
yang dilakukan maka akan semakin tinggi nilai kekerasan yang dihasilkan. Faktor
yang mempengaruhi proses perlakuan panas yang pertama ialah kandungan
karbon yang dimiliki oleh spesimen yang di uji, karena akan mengakibatkan
berbedanya pula proses pemanasan dan pendinginan yang diterapkan. Kedua ialah
suhu yang digunakan saat proses pemanasan, semakin tinggi suhu yang digunkan
maka semakin tinggi pula nilai kekerasan yang dihasilkan. Ketiga ialah media
pendinginan yang digunakan. Keempat ialah holding time yang dilakukan
semakin lama holding time yang digunakan maka akan semakin maksimum pula
nilai kekerasan yang dihasilkan. Hasil kekerasan yang dihasilkan dari metode
annealing, normalizing, dan quenching oli secara berurutan ialah 18,09 HB,
41,135 HB, dan 336,405 HB. Nilai kekerasan yang paling tinggi ialah pada
spesimen quenching oli, lalu spesimen normalizing, dan yang terendah ialah
spesimen yang dihasilkan dari annealing. Nilai kekerasan yang dihasilkan dari
proses quenching akan mengashilkan nilai kekerasan yang tinggi yang disebabkan
dari cepatnya waktu yang digunakan untuk proses pendinginan, dan nilai kerapatn
yang dimiliki oleh setiap media quenching yang digunakan karena nilai kerapatan
dar media quenching lebih tinggi dibandingan nilai kerapatan dari media
pendingin seperti annealing dan normalizing. Hal tersebut dapat ditunjukan dari
nilai kekerasan yang dihasilkan oleh media pedingin oli lebih tinggi dibandingkan
dengan media udara dan suhu ruangan tertutup.
2.7. Kesimpulan
1. Dari media pendinginan yang digunakan memiliki perbedaan dari nilai
kerapatannya, nilai kerapatan tertinggi dimiliki oleh oli dan yang terendah
dimiliki oleh suhu ruangan yang tertutup.
2. Tahapan yang dilakukan dalam metode pendinginan quenching ialah dengan
dicelukannya spesimen yang telah dipanaskan kedalam oli, untuk
normalizing ialah didiamkannya spesimen yang telah dipanaskan pada suhu