Anda di halaman 1dari 37

PEDOMAN

PRAKTIKUM

FISIKA DASAR II
Untuk Perguruan Tinggi

LABORATORIUM FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT. Penulis dapat menyelesaikan penulisan


buku Pedoman Praktikum Fisika Dasar II ini. Pedoman praktikum ini diharapkan dapat
digunakan sebagai pedoman kegiatan praktikum pada mata kuliah Fisika Dasar II bagi
mahasiswa fisika . Dengan adanya pedoman praktikum yang dilengkapi dengan tata tertib
praktikum fisika dasar II sebagai aturan mahasiswa melakukan praktikum, format laporan
praktikum diharapkan dapat memandu mahasiswa melakukan praktikum lebih mudah.
Buku pedoman praktikum fisika dasar II ini berisi kegiatan praktikum yang
diselaraskan dengan materi perkuliahan fisika dasar II. Dengan adanya pedoman ini
diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami konsep ilmu fisika melalui kegiatan
laboratorium. Pedoman praktikum ini akan terus disempurnakan dari tahun ke tahun. Oleh
sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan demi perbaikan
pedoman praktikum fisika dasar II ini ke depannya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam proses penyusunan buku ini. Semoga Allah SWT berkenan membalasnya dengan
pahala yang setimpal.

Batusangkar, Februari 2018


Penulis

Tim Fisika

i
TATA TERTIB PRAKTIKUM FISIKA DASAR II

1. Kehadiran
1. Ketidak hadiran karena sakit harus disertai surat keterangan resmi yang diserahkan
paling lambat dua minggu sejak ketidakhadirannya
2. Keterlambatan kurang dari 15 menit dikenai:
sanksi 1 (Nilai modul yang bersangkutan dikurangi 10 %)
3. Keterlambatan lebih dari 15 menit dikenai:
sanksi 2 (Tidak diperkenankan praktikum, sehingga nilai modul yang besangkutan =
NOL)

2. Persyaratan Mengikuti Praktikum


1. Praktikan harus berperilaku dan berpakaian sopan ( memakai Jas Lab), tidak
memakai sandal dan wajib menggunakan tanda pengenal pada sebelah kiri.
2. Praktikan harus mengerjakan laporan pendahuluan untuk praktikum yang akan
dilakukan dan mengerjakan tugas-tugas pendahuluan jika ada, dan dikumpulkan
sebelum pratikum dimulai.
3. Menyiapkan diri dengan materi pratikum yang akan dilakukan. Mahasiswa yang
kedapatan tidak siap untuk praktikum bisa tidak diijinkan mengikuti praktikum.

3. Pelaksanaan Praktikum
1. Mentaati tata tertib yang berlaku di Laboratorium Fisika Dasar
2. Praktikan dapat memulai kegiatan praktikum setelah lulus tes pendahuluan yang
diberikan oleh asisten.
3. Praktikan harus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Asisten dan Dosen
Penanggung Jawab Praktikum.
4. Praktikan harus dapat memperoleh data selama melakukan praktikum.

4. Selesai Praktikum
1. Setelah semua praktikum selesai, praktikan harus merapikan kembali peralatan
percobaan.
2. Praktikan harus meminta tanda tangan asisten pada kertas data yang diperoleh selama
praktikum.

ii
3. Praktikan harus meminta keterangan mengenai analisa data dan tugas akhir praktikum
yang telah dilaksanakan kepada asisten.
4. Praktikan harus mengganti alat yang hilang atau rusak selama praktikum berlangsung
dengan alat yang sama, sebelum mengikuti praktikum pada minggu berikutnya.
5. Praktikan harus membuat laporan praktikum dan dikumpul pada minggu berikutnya
sebelum mengikuti praktikum berikutnya.

5. Penilaian
1. Nilai Pratikum ditentukan dari nilai laporan pendahuluan, Tes pendahuluan,
Aktivitas dan Laporan Pratikum.
2. Nilai Akhir pratikum (AP) dihitung dari rata-rata nilai pratikum, yaitu jumlah nilai
seluruh modul pratikum dibagi jumlah praktikum yang wajib dilaksanakan.

6. Praktikum susulan dan ulangan


1. Secara umum tidak diadakan praktikum susulan, kecuali bagi yang berhalangan
praktikum karena sakit. Praktikum susulan akan diadakan setelah praktikum reguler
berakhir, atau mahasiswa dapat mengikuti pada sesi praktikum lain dengan terlebih
dahulu minta ijin pada Asisten dan Dosen Penanggung Jawab Praktikum
2. Bagi mahasiswa yang mengulang praktikum, diwajibkan mengikuti praktikum
sebanyak jumlah total praktikum

iii
FORMAT PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM

1. Laporan praktikum terdiri atas dua macam, yaitu laporan pendahuluan dan laporan akhir.
Kedua laporan ini dibuat di kertas HVS A4 dengan tulisan tangan, jika ada grafik harus
dibuat dengan MS Excel atau dengan menggunakan kertas grafik.
2. Format Penulisan Laporan Pendahuluan
a. Halaman sampul
b. Halaman isi laporan
A. Judul Praktikum
B. Tujuan Praktikum
C. Alat dan Bahan
D. Teori Dasar
E. Prosedur Percobaan
F. Tugas Pendahuluan
3. Format Penulisan Laporan Akhir
A. Laporan Awal yang telah dinilai
B. Data Percobaan
C. Pengolahan dan Analisa Data
D. Kesimpulan
E. Daftar Pustaka
4. Laporan dikumpulkan satu minggu setelah pratikum dilaksanakan

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................i


TATA TERTIB PRAKTIKUM FISIKA DASAR II ............................................................ ii
FORMAT PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM...........................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. v
1. HUKUM KIRCHOFF 1 ....................................................................................................... 1
2. RANGKAIAN LISTRIK DENGAN ARUS BOLAK BALIK .......................................... 7
3. MENENTUKAN HAMBATAN DENGAN HUKUM OHM .......................................... 13
4. GERAK HARMONIK PADA BANDUL.......................................................................... 17
5. PEMANTULAN DAN CERMIN CEKUNG .................................................................... 20
6. PEMBIASAN KACA PLAN PARALEL DAN PRISMA ............................................... 25

v
MODUL 1
HUKUM KIRCHOFF 1

A. Tujuan Percobaan
1. Mampu menggunakan Ampere meter untuk mengukur kuat arus, dan volt meter untuk
mengukur tegangan listrik
2. Membuktikan Hukum Kirchoff 1 pada rangkaian seri dan parallel

B. Alat dan Bahan


1. Catu daya
2. Resistor
3. Sumber arus DC / power suplay
4. Kabel penghubung
5. Ampere meter
6. Volt meter
7. Multimeter

C. Teori Dasar
Amperemeter dan voltmeter
Dua alat ukur listrik yang cukup penting peranannya akan di bahas dalam modul ini.
Kedua alat ukur itu adalah alat ukur arus listrik dan alat ukur tegangan listrik. Alat ukur arus
listrik biasa disebut amperemeter dan alat ukur tegangan listrik disebut voltmeter. Terdapat
pembedaaan yang mencolok dalam penggunaan kedua alat ukur ini. Amperemeter dipasang
seri terhadap sumber tegangan seri seperti dalam gambar 1a. Untuk mengukur tegangan
antara dua titik dalam rangkaian digunakan voltmeter. Volmeter pengukur tegangan dipasang
paralel seperti dalam gambar 1b.

1
Sekarang ini kedua alat ukur tersebut sudah terintegrasikan ke dalam satu alat di beri
nama multimeter, karena kemampuanya untuk mengukur beberapa besaran listrik. Selain
kedua besaran di atas, multimeter juga dapat digunakan unutk mengukur besarnya hambatan.
Mengukur serempak baik kuat arus maupun tegangan dapat dilakukan seperti dalam
(gambar 1c) maupun dalam gambar 1d.

Tetapi pengukuran serempak ini ada kelemahan-kelemahannya. Pada gambar 1c


volmeter mengukur tegangan ujung-ujung R tetapi amperemeter bukan mengukur arus yang
melalui R, tetapi sebaliknya pada gambar 1d amperemeter mengukur arus melalui R tetapi
volmeter tidak mengukur tegangan ujung-ujung R.
Jadi jika pengukuran arus yang dimaksud yang melalui R, tegangan yang dimaksud
pada ujung-ujung R, maka baik pada gambar 1c maupun pada gambar 1d, hanya satu alat
yang mengukur sebenarnya.
Untuk itu hasil pengukuran perlu dikoreksi dan untuk mengoreksinya perlu diketahui
hambatan dalam dari alat (amperemeter dan volmeter).

Batas Ukur Alat Ukur listrik


Alat ukur listrik, amperemeter maupun voltmeter, memiliki batas daerah pengukuran.
Batas daerah pengukuran bukan semata dalam arti ketidakmampuan alat mengukur di luar
daerah yang tertera, akan tetapi juga bila alat ini digunakan di luar daerah batas
pengukurannya akan berakibat rusak atau terbakar. Batas bawah daerah pengukuran
merupakan nilai sekala terkecil alat ukur, yaitu kemampuan nilai terkecil yang dapat terukur
dengan baik. Sebagai contoh: misal amperemeter mempunyai nilai sekala terkecil 1 ampere,
maka bila alat ini dipergunakan untuk mengukur arus 1 mA kesalahan pengukuran menjadi
sangat besar. Batas atas daerah pengukuran merupakan kemampuan tertinggi alat ukur.
Apabila alat dipergunakan mengukur besaran yang lebih tinggi, maka alat akan rusak atau
terbakar.

2
Dalam setiap alat ukur listrik, terdapat hambatan dengan nilai tertentu. Nilai hambatan
ini disebut sebagai “hambatan dalam” (rD). Hambatan dalam inilah yang menentukan batas
ukur alat tersebut. Hambatan dalam voltmeter dinyatakan sebagai hambatan yang terpasang
paralel. Hambatan dalam amperemeter dinyatakan sebagai hambatan yang terpasang seri.
Keadaan ini ditunjukkan dalam gambar 1. berikut.

(Gambar 2.)
Batas pengukuran kedua jenis alat ukur listrik tersebut dapat dilakukan dengan cara
menambahkan hambatan luar RL,yang ditempatkan berderet untuk voltmeter dan berjajar
untuk amperemeter. Secara skematik penempatan RL ditunjukkan oleh gambar 2.

(Gambar 3. Penempatan RL dan RD pada ampere meter dan volt meter)


Apabila diinginkan batas ukur alat naik n kalinya maka untuk :

Hukum Kirchoff 1
Hukum Kirchoff 1 disebut juga dengan Hukum Titik Cabang, yang menyatakan bahwa, pada
rangkaian listrik:
1. Kuat arus pada rangkaian tak bercabang sama di setiap titik.
2. Kuat arus yang masuk titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari
titik cabang.

3
Pada rangkaian seri (I = i1 = i2),
maka:Vac = Vab + Vbc atau Vac = i.(R1 + R2)

Pada rangkaian parallel


 1 1 
(Vab = Vcd = Vef = V ), IA  IB  V
R  R 
 1 2 

maka: I A V V atau
 I B  I1  I 2  
R1 R2

Tugas Pendahuluan
1. Jelaskanlah 3 perbedaan antara rangkaian di susun seri dengan rangkaian disusun paralel
2. Pada gambar 1.c, amper meter mencatat kuat arus yang mengalir 150 mA, dan volt meter
mengukur tegangan diantara kedua kaki resistor 25 mV. Dengan menggunakan hukum
Ohm, hitunglah berapa hambatan resistor
3. Tiga buah resistor, masing-masing bernilai 30Ω, 50Ω, dan 75 Ω. Hitunglah besar
hambatan pengganti jika:
a. Resistor disusun seri
b. Resistor disusun paralel

D. Prosedur Percobaan
Rangkaian seri
1. Susun rangkaian seperti gambar di bawah ini:
R1 R2

a b c

I E
Rangkaian seri

2. Ukur nilai hambatan (R1 dan R2) dengan menggunakan multi meter
3. Ukur kuat arus yang mengalir pada rangkaian
4. Ukur beda potensial pada rangkaian
5. Catat data pengukuran ke dalam tabel data a
6. Ulangi langkah 1 s/d 4 dengan memvariasikan nilai R atau nilai E.

4
Rangkaian paralel
1. Susun rangkaian seperti gambar di bawah ini:

R1
c i1 d

R2
A IA i2 IB B
e f

E
Rangkaian paralel

2. Ukur kuat arus yang mengalir pada R1 (i1)


3. Ukur kuat arus yang mengalir pada R2 (i2)
4. Ukur kuat arus yang masuk ke titik cabang (IA)
5. dan yang keluar dari percabangan (IB)
6. Ukur tegangan listrik pada R1 (vcd)
7. Ukur tegangan listrik pada R2 (vef)
8. Ukur tegangan total pada rangkaian (VAB)
9. Masukkan data pengukuran ke dalam tabel data b
10. Ulangi langkah 2 s/d 8 dengan berbagai variasi nilai R, atau dengan berbagai variasi nilai
tegangan (E)

E. Data Percobaan
a. Rangkaian seri R1=.....Ω R2=….Ω
No R1 R2 ia ib ic I vab vbc vac
1
2
3
4
5

b. Rangkaian
paralel R1=.....Ω R2=….Ω
No R1 R2 i1 i2 IA IB Vcd Vef VAB
1
2
3
4
5

5
F. Evaluasi Akhir
1. Bagaimana kuat arus di setiap titik pada rangkaian tidak bercabang (disusun seri)
2. Bagaimana tegangan listrik setiap titik di rangkaian tidak bercabang (disusun seri)
3. Bagaimana kuat arus di setiap titik pada rangkaian bercabang (disusun paralel)
4. Bagaimana tegangan listrik tiap titik pada rangkaian bercabang (disusun paralel)

G. Daftar Pustaka
Sutrisno, Tan Ik Gie, Seri Fisika Dasar, Listrik Magnet, Penerbit ITB, 1983
Tipler, P. A, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Penerbit Erlangga, 2001
R. Resnick & D. Haliday, Fisika 2 (Terjemahan P. Silaban & E. Sucipto), Erlangga, Jakarta,
1983.

6
MODUL 2
RANGKAIAN LISTRIK DENGAN ARUS BOLAK BALIK

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan nilai R, L, dan C dari rangkaian listrik arus bolak-balik
2. Menentukan impedansi dan sudut fasa pada rangkaian R, L dan C seri

B. Alat dan Bahan


1. Kapasitor, Resistor dan Induktor
2. Voltmeter
3. Amperemeter
4. Multimeter
5. Kabel penghubung
6. Project Board
7. Power Supply

C. Teori Dasar
Generator arus bolak-balik sebagai sumber tenaga listrik yang mempunyai GGL: E = Emax
sinωt Persamaan di atas jelas-jelas menunjukkan bahwa GGL arus bolak-balik berubah secara
sinusoidal. Suatu sifat yang menjadi ciri khas arus bolak-balik.
Dalam menyatakan harga tegangan AC ada beberapa besaran yang digunakan, yaitu :
1. Tegangan sesaat : Yaitu tegangan pada suatu saat t yang dapat dihitung dari persamaan
E = Emax sin 2π ft jika kita tahu Emax, f dan t.
2. Amplitudo tegangan Emax : Yaitu harga maksimum tegangan. Dalam persamaan :
E = Emax sin 2πft, amplitudo tegangan adalah Emax.
3. Tegangan puncak-kepuncak (Peak-to-peak) yang dinyatakan dengan Epp ialah beda
antara tegangan minimum dan tegangan maksimum. Jadi Epp = 2 Emax.
4. Tegangan rata-rata (Average Value).
5. Tegangan efektif atau tegangan rms (root-mean-square) yaitu harga tegangan yang dapat
diamati langsung dalam skala alat ukurnya.

Grafik arus dan tegangan bolak-balik, ditunjukkan oleh Gambar 1.

7
Gambar 1. Hubungan arus listrik terhadap waktu

Arus dan tegangan sinusoidal.


Dalam generator, kumparan persegi panjang yang diputar dalam medan magnetik akan
membangkitkan Gaya Gerak Listrik (GGL) sebesar : E = Em sinω t
Dengan demikian bentuk arus dan tegangan bolak-balik seperti persamaan di atas yaitu :
I = Im sin ω t
V = Vm sin ω t
im dan vm adalah arus maksimum dan tegangan maksimum.
Bentuk kurva yang dihasilkan persamaan ini dapat kita lihat di layar Osiloskop. Bentuk kurva
ini
disebut bentuk sinusoidal seperti Gambar 2.

1. Resistor dalam rangkaian arus bolak-balik.

8
Bila hambatan murni sebesar R berada dalam rangkaian arus bolak-balik, besar tegangan
pada hambatan berubah-ubah secara sinusoidal, demikian juga kuat arusnya. Antara kuat arus
dan tegangan tidak ada perbedaan fase, artinya pada saat tegangan maksimum, kuat arusnya
mencapai harga maksimum pula.

2. Kapasitor dalam rangkaian arus bolak-balik.

Andaikan tegangan antara keping-keping capasitor oada suatu saat V = Vmax sinω t, muatan
capasitor saat itu:

Pengukuran tegangan dengan volt meter bolak-balik (AC volt meter) menghasilkan tegangan
efektif, bukan tegangan maksimum Vm. Tegangan efektif biasa disebut tegangan rms (root
mean square) :
Vrms = Veff = Vm/2 = 0.707 Vm
Yang terbaca pada ampere meter bolak-balik juga arus efektif :
I rms = Ieff = Im/2 = 0.707 Im
Tegangan 110 V atau 220 V yang diberikan oleh PLN ialah tegangan rms, bukan tegangan
maksimum.
Voltmeter bolak–balik dibuat untuk frekuensi disekitar 50 Hz. Osiloskop mempunyai
hambatan dalam yang amat besar, hingga dalam pemakaian tidak akan mengganggu
rangkaian. Lain dari itu osiloskop langsung mengukur periode T dan tegangan V.
Hukum Ohm untuk arus bolak-balik :
a. Hambatan Murni
Vm = Im . R
Vm=Veff. 2.....................................................................................................(1)

9
Vm
R
Im ………………………………………………………………………(2)
R : hambatan , resistensi satuan ohm
b. Induktor Diri
Vm = Im . XL
XL = 2fL, reaktansi induktif satuan ohm
XL
L
2 . f …….. …………………………………………………....................(3)

L = Induktansi diri satuan H (Henry)


Tegangan Vm mendahului Im dengan beda fasa 900.
c. Kapasitor Murni :
Vm = Im . Xc
1
Xc = 2fC , reaktansi kapasitif satuan ohm
1
C
X c .2 . f ……………………………….......................................................(4)

C = Kapasitansi kapasitor satuan F (farad)


Tegangan Vm terlambat dari arus Im dengan fasa 900.

d. Rangkaian RLC seri

(Gambar 1: Rangkaian RLC seri)


Perhatikan gambar (3), yaitu rangkaian seri RLC dan impendansi Z (jω) :
Z  R  j ω L  1/j ω C  R  j( L 1/ω C)

Z  R 2  (ω L 1/ C) 2 .................................................................................(5)
sudut fasa  arc tan (ω L 1/ω C) / R 

10
Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan beda tegangan efektif dengan tegangan maksimun, arus efektif dengan arus rata-
rata.
2. Jelaskan kapan suatu rangkaian bersifat induktif, kapasitif dan resistif

D. Prosedur Percobaaan
Menentukan, nilai R, L , C dan impedansi rangkaian.
1. Susun rangkaian seperti gambar (1)
2. Hubungkan rangkaian dengan sumber arus AC dari PLN
3. Dengan menggunakan voltmeter ukur tegangan pada titik (a-b), (b-c), (c-d), (a-b)
4. Ukur kuat arus pada titik (a-b), (b-c), (c-d), dan (a-d) dengan menggunakan ampermeter
5. Masukkan data pengamatan kedalam tabel berikut:

E. Data Percobaan
Data pengukuran tegangan dan kuat arus
Tegangan Kuat Arus Impedansi
Vab (V) Vbc (V) Vcd (V) Ia (mA) Ib (mA) Ic (mA) Id (mA) Z (Ω)

F. Evaluasi Akhir
1. Berdasarkan hasil percobaan tentukanlah nilai R, L dan C yang digunakan dalam
percobaan ini.
2. Dengan menggunakan nilai R, L dan C yang telah didapatkan, hitunglah nilai impedansi
rangkaian RLC seri dengan menggunakan persamaan (5), jika diketahui frekwensi arus
PLN 50 HZ. Bandingkan nilai Z yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan nilai Z
yang didapatkan dari hasil pengukuran.
3. Jelaskanlah bagaimana sifat reaktansi rangkaian, bersifat induktif atau bersifat kapasitif
4. Hitung berapa beda sudut fasa antara arus dan tegangan listrik, kemudian gambarkan
diagram fasornya.
5. Buat kesimpulan anda untuk percobaan ini

11
G. Daftar Pustaka
R. Resnick & D. Haliday, 1983, Fisika 2 (Terjemahan P. Silaban & E. Sucipto): Erlangga,
Jakarta.
Sutrisno, 1986, Elektronika : “Teori Dasar dan Penerapannya”, Jilid 1 : ITB, Bandung.
Tipler, P. A, 2001, Fisika Untuk Sains dan Teknik 2 : Erlangga, Jakarta.
Zuhal, 2004, Prinsip Dasar Elektroteknik : PT Gramedia, Jakarta.

12
MODUL 2
MENENTUKAN HAMBATAN DENGAN HUKUM OHM

A. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini siswa diharapkan dapat menentukan hambatan suatu
penghantar menggunakan voltmeter dan ammeter, dan dapat mengamati hubungan antara
hambatan dan panjang penghantar, dan antara hambatan dan luas penampang penghantar.
B. Alat dan Bahan
1. Baterai ukuran D
2. Pemegang baterai
3. Saklar SPST
4. Kawat konstantan Ø 0,2 mm
5. Kawat tembaga Ø 0,2 mm
6. Kotak penghubung
7. Multimeter digital (2)
8. Jepit buaya bersteker (2)
9. Kabel penghubung (6)
10. Penjepit buaya bersoket (2)

C. Teori Dasar
Pada Percobaan LU-10 Anda telah mempelajari secara langsung bagaimana mengukur
hambatan resistor dengan mengukur arus yang mengalirdan tegangannya. Hambatan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Pada percobaan ini Anda mengukur

hambatan sepotong kawat


dengan menggunakan cara yang sama dengan yang telah Anda gunakan pada Percobaan LU-
10. Pada kesempatan ini Anda akan mempelajari lebih jauh lagi.
Rangkaian
1. Sebelum menyusun rangkaian, potong kawat konstantan sepanjang 50 cm sebanyak 3
potong dan gulung setiap potongan menggunakan pensil (atau sesuatu yang bulat
seukuran pensil) sampai terbentuk lilitan kawat. Sisakan sekitar 1 cm pada setiap
ujungnya.
2. Lakukan langkah yang sama untuk kawat konstantan dengan panjang 100 cm dan 150
cm.

13
3. Lakukan langkah di atas untuk kawat tembaga 100 cm
4. Masukan jepit buaya bersteker ke dalam soket kotak penghubung.
5. Jepit ujung-ujung lilitan kawat 50 cm dengan jepit buaya seperti pada Gambar 11.1.
Jepitan tersebut harus sangat dekat ke ujung-ujung kawat sehingga tidak mengurangi
kawat. Perhatikan kedua ujung kawat yang berdekatan jangan sampai saling bersentuhan.

6. Buat rangkaian seperti pada Percobaan LU-10. tetapi resistor sekarang diganti dengan
lilitan kawat konstantan 50 cm dan catu daya diganti dengan dua buah baterai. Skema
rangkaian seperti pada Gambar 11.2

D. Prosedur Percobaan
Bagian I: Hambatan dan Panjang
1. Tutup saklar dan baca tegangan dan arus (bila perlu, atur kembali batas ukur voltmeter
dan atau ammeter untuk menghasilkan pembacaan yang lebih baik).
2. Catat hasil pengamatan pada Tabel 11.1.
3. Matikan dan ganti lilitan kawat konstantan 50 cm dengan lilitan kawat konstantan 100
cm. Catatan, sekarang Anda menggunakan panjang kawat 2 kali lebih panjang dari
sebelumnya, tetapi luas penampang dan bahannya sama.
4. Ulangi langkah-langkah 1 dan 2.
5. Ulangi langkah 3 dan 4 dengan menggunakan lilitan kawat konstantan 150 cm.
6. Sekarang Anda menggunakan panjang kawat 3 kali lebih panjang dengan luas
penampang dan bahan yang sama.

14
7. Hitung hambatan setiap kawat (lilitan) dan catat hasilnya pada Tabel 11.1.
8. Dari hasil perhitungan, rumuskan hubungan antara hambatan dan panjang kawat!
Bagian II: Hambatan dan luas penampang
1. Jepit 2 (dua) buah kawat konstantan 50 cm di antara jepit buaya pada kotak penghubung,
paralel satu dengan yang lainnya seperti ditunjukkan pada skema Gambar 11.3. Atur
posisi kedua buah lilitan kawat sehingga tidak saling bersentuhan satu sama lainnya.
Juga, atur dengan hati-hati lilitan setiap kumparan tidak saling bersentuhan.
Perlu Anda ketahui bahwa dua buah kawat yang panjang dan luas penampangnya sama
dihubungkan sejajar identik dengan satu buah kawat dengan luas penampang dua kali
lebih besar dengan panjang yang sama. Bagian-bagian kawat yang dijepit harus sependek
mungkin.

2. Cari hambatan dua buah lilitan kawat menggunakan metode yang sama seperti pada
Bagian I.
3. Catat hasilnya pada Tabel 11.2 baris ke-2 karena baris ke-1 dapat diisi menggunakan
hasil yang diperoleh pada Bagian I (Tabel 11.1 baris 1).
4. Matikan rangkaian (buka saklar) dan jepit kawat konstantan 50 cm ke tiga paralel dengan
dua buah kawat sebelumnya, hati-hati jangan membiarkan lilitan kawat terhubung satu
dengan yang lainnya.
5. Cari hambatan tiga buah kawat seperti sebelumnya dan catat hasilnya pada Tabel 11.2
(baris ke-3).
6. Dari hasil yang diperoleh, rumuskan hubungan antara hambatan dan luas penampang
kawat.
Bagian III: Hambatan kawat tembaga
1. Gunakan metode yang sama seperti di atas untuk menentukan hambatan kawat tembaga
1.00 m, catat Vdan / pada Tabel 11.3.
2. Bandingkan hambatan kawat konstantan 1,00 m dengan hambatan kawat tembaga 1,00 m
(yang memiliki luas penampang yang sama).

15
E. Data Percobaan
Bagian I: Hambatan dan panjang
Tabel 11.1 Kawat konstantan
Panjang Kawat
No. V (Volt) I (ampere)
(cm)
1 50
2 100
3 150
Hambatan adalah sebanding/tidak sebanding dengan panjang kawat (penghantar), (coret kata-
kata yang salah!)

Bagian II: Hambatan dan luas penampang


Tabel 11.2 Kawat konstantan singel, dobel dan tripel

No. Penampang Kawat V (Volt) I (ampere)

1 a
2 2a
3 3a
Hambatan sebanding/berbanding terbalik dengan luas penampang kawat (penghantar) (coret
kata-kata yang salah!).

Bagian III: Hambatan kawat tembaga


Tabel 11.3 Kawat tembaga
Jumlah Kawat
No. V (Volt) I (ampere)
(cm)
1 100

Perbandingan hambatan kawat konstantan 100 cm dengan hambatan kawat tembaga 100 cm
dengan luas penampang yang sama adalah …..

16
MODUL 4
GERAK HARMONIK PADA BANDUL

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan periode dan frekuensi getaran pada bandul matematis
2. Menyelidiki hubungan panjang tali, massa beban gantung dan besar sudut simpangan
terhadap frekwensi dan periode getaran
3. Menentukan nilai tetapan pecepatan gravitasi bumi

B. Alat dan Bahan


1. Stop watch
2. Mistar
3. Statif
4. Beban gantung
5. Benang/tali

C. Teori Dasar
Jika suatu massa digantungkan secara vertikal dengan seutas tali sepanjang l, lalu
bandul disimpangkan sebesar θ, maka bandul akan berosilasi dengan frekuensi:

2 g
  ..................................................................(1)
T l
l 1 g
T  2 atau f  ..........................................(2)
g 2 l

Percepatan garafitasi bumi dapat ditentukan dengan:


4 2 l
g
T 2 ………………………………………………(3)

Dengan:  adalah frekuensi sudut bandul matematis (radian)


T adalah periode bandul matematis (sekon)
g adalah tetapan percepatan gravitasi bumi (m/s2)
l adalah panjang tali (Cm)
f adalah frekwensi getaran (Hz)
dengan mengetahui periode dan panjang tali bandul matematis, dapat diperoleh tetapan
gravitasi.

17

Gambar Skematik Sistem Bandul


Matematis
Tugas Pendahuluan

1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan periode getaran dan frekwensi getaran
2. Suatu ayunan melakukan getaran sebanyak 90 kali dalam 60 detik, hitunglah berapa
periode getaran, dan berapa frekwensi getaran

D. Prosedur Percobaan
1. Simpangkan bandul kurang dari 30, lalu lepaskan sehingga bandul berosilasi
2. Hitung waktu yang diperlukan untuk 10 kali getaran
3. Ulangi langkah di atas dengan sudut simpangan dan massa beban gantung tetap, variasi
panjang tali bandul matematis (minimal 5 variasi panjang tali). Lakukan pengukuran
berulang untuk tiap komponen minimal 3 kali
4. Catat data eksperimen kedalam tabel data 1
5. Ulangi langkah 1 s/d langkah 3, tetapi untuk variasi massa beban gantung (sudut
simpangan dan panjang tali buat tetap)
6. Masukkan data eksperimen dalam tabel 2

E. Data Percobaaan
Data 1: Menyelidiki pengaruh panjang tali terhadap periode getaran
Waktu F
no panjang tali sudut Jumlah getaran T (s)
(detik) (Hz)
1 ….. 10 kali
2
3
4
5

18
Data 2: Menyelidiki pengaruh massa benda terhadap periode getaran
T F
no massa benda sudut Waktu (detik) Jumlah getaran (s) (Hz)
1 …… 10 kali
2
3
4
5

F. Evaluasi Akhir
1. Berdasarkan data pada tabel 1, hitunglah berapa periode dan frekwensi getaran
2. Berdasarkan data pada tabel 1, plotlah grafik hubungan antara panjang tali dengan
periode simpangan
3. Berdasarkan grafik, jelaskan pengaruh panjang tali terhadap periode getaran
4. Berdasarkan data pada tabel 2, plotlah grafik hubungan antara massa beban gantung
terhadap periode simpangan
5. Berdasarkan grafik tersebut jelaskanlah bagaimana hubungan antara massa beban
gantung terhadap periode getaran
6. Dengan menggunakan analisa grafik, dari grafik hubungan periode getaran dengan
panjang tali, tentukan nilai tetapan gravitasi bumi. Laporkan semua hasil dengan
menggunakan teori ketidakpastian pada pengukuran
7. Buat kesimpulan anda dari percobaan ini

G. Daftar Pustaka
Sutrisno, “fisika dasar seri gelombang optic”. hal 128-156. ITB. Bandung. 1984
Haliday & R. Resnik, “ fisika jilid II”. hal 607-66, penerbit erlangga. Jakarta. 1989.

19
MODUL 7
PEMANTULAN DAN CERMIN CEKUNG

A. Tujuan Percobaan
Setelah mengerjakan modul ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menentukan jarak fokus dari cermin cekung
2. Menentukan sifat bayangan pada cermin cekung

B. Alat dan Bahan


1. Kotak cahaya
2. Pemegang kotak cahaya
3. Rel presisi
4. Kaki rel
5. Pemegang slaid diafragma
6. Layar putih
7. Cermin cekung, f = +75 mm, bertangkai
8. Cermin cekung, f = + 150 mm, bertangkai
9. Tumpakan berpenjepit
10. Lensa f = +50 mm, bertangkai
11. Diafragma anak panah
12. Catu daya
13. Kabel penghubung

C. Teori Dasar
1. Pemantulan pada cermin datar
Jika berkas sinar datang pada satu permukaan datar dengan sudut datang (i) dan sudut
pemantulan (r) terhadap bidang normal yang tegak lurus permukaan bidang datar, maka sudut
datang sama dengan sudut pantul. Cermin dapat diartikan sebagai benda yang dapat
memantulkan hamper seluruh cahaya yang dating padanya. Berdasarkan bentuk
permukaannya, cermin dibedakan atas 3 macam: cermin datar, cermin cekung, dan cermin
cembung.
2. Pemantulan pada cermin cekung
Cermin cekung disebut juga cermin positif yang bersifat konvergen, misalkan kita
meletakkan benda di depan cermin cekung dengan jarak S, dan bayangan yang terjadi pada

20
jarak S1 dari cermin maka kita dapat menyatakan fokus (f) dari cermin cekung dengan rumus:
Keterangan:
1 1 1 2 R=jari-jari kelengkungan cermin
 '  
S S f R ……………………….(1.1) h=tinggi benda
Pembesaran bayangan yang terjadi dapat ditulis dengan: h`=tinggi bayangan
S ' h'
M 
S h ...……………………………..(1.2)

Tugas pendahuluan
Pertanyaan 1:
1. Jelaskanlah sifat bayangan pada cermin datar, cermin cekung dan gambarkan
pembentukan bayangannya
2. Sebutkan jalan sinar istimewa pada cermin cekung
3. Sebutkan sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung dari benda sejati
4. Sebutkan 2 contoh pemakaian cermin datar dan cermin cekung
Pertanyaan 2:
Sebuah benda yang berada pada jarak 65 cm di depan cermin cekung, bayangan yang
terbentuk berada pada jarak 19 cm di depan cermin. Tentukan fokus cermin cekung tersebut
dan berapa pembesaran bayangan yang terbentuk

D. Prosedur Percobaan
Bagian 1 : Pemantulan menggunakan kit
1. Siapkan alat-alat percobaan sesuai daftar.
2. Susunlah alat-alat percobaan seperti Gambar 6.1.

21
3. Gunakan diafragma berbentuk anak panah sebagai benda yang diterangi sumber cahaya
dan lensa f = +50 mm sebagai penyearah sinar.
4. Gunakan layar putih untuk menangkap bayangan seperti pada Gambar 6.1.
5. Hubungkan kotak cahaya ke catu daya.

Langkah percobaan
1. Atur jarak antara kotak cahaya dan lensa f = +50mm sebesar 5 cm.
Lensa ini digunakan untuk mensejajarkan sinar yang datang dari sumber cahaya sehingga
benda dapat diterangi dengan baik.
2. Letakkah cermin pada jarak 15 cm (dua kali jarak fokus cermin) dari benda. Ini
merupakan jarak benda.
3. Nyalakan catu daya.
Pada posisi "normal", cermin memantulkan sinar kembali ke bendanya, membentuk
bayangan di suatu tempat di sepanjang rel pada arah pemantulan sinar. Adalah tidak
mungkin meletakkan layar untuk menangkap bayangan pada kedudukan ini, karena layar
akan menghalangi sinar dari sumber cahaya. Untuk mengatasi ini anda harus
mengalihkan sinar pantul sedikit ke sisi rel dengan memutar cermin. Untuk melakukan
ini:
4. Putar cermin sedikit berlawanan arah dengan jarum jam, kemudian letakkan layar disuatu
tempat sepanjang sumbu utama cermin yang baru.
5. Geser layar sepanjang sumbu, mendekati atau menjauhi cermin sesuai yang dibutuhkan
sampai didapatkan bayangan anak panah tajam dan jelas terbentuk pada layar.
6. Amati bayangan kemudian bandingakan arah bayangan terhadap arah benda.

22
Bayangan yang dapat ditangkap layar disebut bayangan nyata.
Bagaimanakah arah (orientasi) bayangan dibandingakan dengan arah benda?
7. Ukurlah jarak bayangan, yaitu jarak antara cermin dan layar.
8. Catat jarak ini pada Tabel 6.1.
9. Ubahlah jarak benda menjadi 20 cm seperti ditetapkan pada Tabel 6.1 dan tentukan
kedudukan bayangan yang terbentuk.
10. Ukurlah dan catat jarak bayangan yang didapatkan pada kolom yang sesuai pada Tabel
6.1.
11. Ulangi langkah i dan j untuk jarak benda 30 cm.
12. Buatlah jarak benda lebih kecil dari jarak fokus cermin (lebih kecil dari 7.5 cm) misalkan
5 cm.
13. Temukan kedudukan bayangan menggunakan layar!
Dapatkah anda menemukan bayangan nyata anak panah?
Anda tidak dapat menemukan bayangan nyata dari diafragma anak panah karena pada
kedudukan ini tidak terbentuk bayangan nyata.
14. Sekarang lihatlah ke dalam cermin, dapatkah anda melihat bayangan anak panah didalam
cermin? Jika ada, bagaimanakah arah bayangannya, tegak atau terbalik? Bagaimana pula
dengat ukuran bayangan? Lebih besar, lebih kecil atau sama besar dengan bendanya?
Bayangan yang anda lihat dibelakang cermin tidak dapat ditangkap layar, karena
merupakan bayangan maya.
15. Ambillah cermin dari tumpakan berpenjepit kemudian arahkan permukaan cermin pada
jendela di seberang ruangan tempat anda berdiri.
16. Peganglah sehelai kertas dengan tegak diantara cermin dan jendela untuk menatykap
bayangan jendela. Putar cermin sedikit ke arah kertas dan pindahkan cermin mendekat
sfeu menjauhi kertas untuk mememukan bayangan jendela dan sekitarnya. Pada jarak
yang sama dengan jarak fokus cerrrm (7.5 cm) dari kertas anda seharusnya dapat
menemukan bayangan nyata dari jendela!
Bagaimanakah sifat bayangan jendela yang terjadi? Nyata atau maya, tegak atau terbalik
lebih besar atau lebih kecil dari bendanya?
17. Lihatlah bayangan diri anda ke dalam cermin cekung. Letakkan cermin pada jarak kira-
kira satu lengan didepan wajah kemudian lebih dekat dan lebih dekat lagi sampai
jaraknya lebih kecil dari jarak fokus cermin dari wajah anda. Jelaskan sifat bayangan
yang dibentuk pada setiap kasus.
18. Ulangi langkah 1 s/d 17 untuk cermin cekung dengan jarak fokus 150 mm
23
E. Data Percobaan
Bagian I
Jarak fokus cermin f = 7.5 cm (75 mm)
Jarak Ukuran Bayangan
Jarak Sifat Bayangan Arah Bayangan
Benda (lebih besar/lebih
Bayangan (nyata/maya) (tegak atau terbalik)
(cm) kecil atau sama besar)
15
20
30
<f

Jarak fokus cermin f = 15 cm (150 mm)


Jarak Ukuran Bayangan
Jarak Sifat Bayangan Arah Bayangan
Benda (lebih besar/lebih
Bayangan (nyata/maya) (tegak atau terbalik)
(cm) kecil atau sama besar)
30
45
60
<f

F. Evaluasi Akhir
1. Berdasarkan data pada tabel 1, jelaskanlah sifat bayangan pada cermin datar
2. Berdasarkan data yang didapat pada tabel 2, hitung berapa jarak fokus cermin cekung,
gunakan teori ketidakpastian untuk pengukuran berulang
3. Hitunglah berapa pembesaran bayangan
4. Berdasarkan data pada tabel 3, jelaskanlah bagaimana sifat bayangan yang dibentuk oleh
cermin cekung

24
MODUL 6
PEMBIASAN KACA PLAN PARALEL DAN PRISMA

A. Tujuan Percobaan
1. menentukan indeks bias kaca plan paraler dan menentukan besarnya pergeseran sinar
keluar kaca plan paralel
2. menentukan indeks bias prisma

B. Alat dan Bahan


1. Kotak cahaya
2. Diafragma 1 dan 3 celah
3. Prisma
4. Kaca plan paralel
5. Catu daya
6. Kabel penghubung
7. Busur derajat
8. Penggaris
9. Kertas A4
10. 5 buah jarum / pentul

C. Teori Dasar
Apabila seberkas cahaya melintasi bidang bataas medium optik yang berbeda
kerapatannya, maka cahaya itu dibelokkan. Pembelokan arah rambat sinar ini disebut
pembiasan (refraksi). Pengukuran sudut sinar datang (i) dan sudut bias (r) dari bidang batas
medium selalu terhadap garis normal.
Pembiasan pada kaca plan paralel
Jika sinar didatangkan pada salah satu sisi bidang kaca plan parallel, sehingga akan
keluar lagi pada sisi lainnya. Ternyata sinar masuk dan sinar yang keluar pada kaca plan
parallel ini sejajar. Dengan jarak pergeseran sinar (AC) sebesar:
d sin (i1  r1 )
AC 
cos r1 ………………………………………………..…(1)
d= tebal kaca plan parallel

25
AC
AC

Gambar1:1:Pembiasan
Gambar Pembiasan pada kaca
kacaplan
planparalel
paralel
Dan indek bias kaca (nk) akan memenuhi persamaan:
sin i1
nk 
sin r1 ……………………………………………………………(2)

Pembiasan pada prisma


1. Metode Deviasi Minimum
Perhatikan Gambar 2 berikut ini, hubungan antara deviasi minimum (Dm), sudut
pembias prisma (A), dan indeks bias prisma (n) adalah:
1
sin ( Dm  A)
n 2
1
sin A
2

Gambar 2. Berkas pembiasan pada prisma


Metode sudut datang = sudut pembias prisma
Perhatikan Gambar 1, apabila sudut datang sama dngan sudut pembias prisma dan d
merupakan sudut deviasi (bukan deviasi minimum) berlaku rumus:

n  sin 2 d  (1  sin d cot A) 2 ......................................(3)

Tugas Pendahuluan
Pertanyaan 1:
1. Apakah setiap sinar yang melintasi bidang batas medium optik yang berbeda selalu
dibiaskan? Jika tidak kapan sinar tersebut tdak dibiaskan?
2. Apa yang dimaksud dengan indek bias medium optik?

26
3. Kapan sinar bias mendekati dan menjauhi garis normal?
4. Tuliskan persamaan yang menyatakan hubungan sinar datang dan sinar bias
5. Jelaskan apa syarat terjadinya deviasi minimum pembiasan pada prisma

Gambar 3.2
D. Prosedur Percobaan
Bagian I : Pembiasan pada kaca plan paralel menggunakan kit
Sebelum melakukan percobaan Anda harus menyiapkan peralatan sebagai berikut:
1. Siapkan seluruh peralatan sesuai daftar.
2. Susunlah alat-alat seperti Gambar 3.1.
3. Gunakan bagian depan kotak cahaya untuk menghasilkan sinar sejajar.

4. Siapkan sehelai kertas ukuran A4 kemudian buatlah garis tegak lurus di tengah kertas
sebagai sumbu.
5. Buatlah garis-garis bersudut 20°, 30° dan seterusnya sampai sudut 60° dengan garis
sumbu PO pada kertas itu (Gambar 3.2).
6. Letakkan prisma trapesium di atas kertas dengan posisi seperti terlihat pada Gambar 3.2.
27
7. Masukkan diafragma 1 celah ke dalam pemegang diafragma kotak cahaya.
8. Hubungkan catu daya ke sumber tegangan PLN. Pastikan catu daya dalam keadaan mati.
9. Pilih tegangan keluaran catu daya 12 V.
10. Hubungkan sumber cahaya ke catu daya.
11. Nyalakan catu daya.
Langkah Percobaan
1. Atur kedudukan plan paralel sedemikian sehingga titik tengah permukaan depan prisma
berimpit dengan titik Q.
2. Ubah kedudukan kotak cahaya sedemikian sehingga sinar datang membentuk sudut 20°
terhadap PO.
3. Buatlah garis normal pada permukaan kedua sinar datang kemudian beri nama “n:
Kemudian tandailah dengan dua buah tanda titik pada sinar bias di luar prisma untuk
menunjukkan arah sinar bias cahaya.
4. Gambarlah sisi luar prisma, kemudian pindahkan prisma dari atas kertas.
5. Gambarlah sinar bias "di belakang" prisma dengan menggunakan dua titik yang telah
anda buat pada poin 4 di atas

6. Ukurlah sudut bias r1, tulislah sudut datang kedua i2, dan sudut bias kedua r2 (Gambar
3.3). Tulis hasilnya pada tabel 1.
7. Ulangi langkah 1 sampai 6 untuk 5 data sudut datang i1 sesuai tabel.
8. Gantilah kaca plan parallel dengan prisma, kemudian lakukan langkah 1 sampai 7 dan
masukkan data pada tabel 2.

Bagian II : Pembiasan pada kaca plan paralel dan prisma dengan jarum
28
Pembiasan pada kaca plan paralel
1. Letakkan kaca plan paralel pada selembar kertas hvs, kemudian garis ukuran kaca plan
paralel di kertas tersebut
2. Tancapkan sebatang jarum pentul pada salah satu permukaan kaca plan paralel,
kemudian tandai posisi pentul tersebut sebagai sinar datang
3. Amati pembiasan jarum pentul pada sisi kaca yang lain dan tandai di kertas sebagai sinar
bias
4. Buat garis normal pada sinar datang dan sinar bias, kemudian tandai mana sudut datang
dan mana sudut bias
5. Ukur pergeseran sinar yang tergambar di kertas dengan menggunakan rol
6. Kemudian bandingkan hasil pengukuran pergeseran sinar dengan hasil yang diperoleh
jika menggunakan persamaan (1)
7. Tentukanlah indeks bias kaca plan paralel

Pembiasan pada prisma


1. Letakkan prisma dengan sudut pembias A menghadap ke sumber cahaya. Dengan sudut
datang sembarang seperti terlihat pada Gambar 4a
2. Dengan menggunakan teropong atau mata secara langsung, cari sinar pantul dari dua
buah sisi sudut pembias. Jika besar sudut antara kedua sinar pantul tersebut adalah  ,
maka:
3. A = ½ 
4. Lakukan langkah 1 dan 2 sebanyak 3 kali.
5. Ulangi langkah 1 sampai 3, untuk pembias prisma yang lain (sudut B dan C).

Gambar 4

29
E. Data Percobaan
1. Tabel 1 : Menentukan indeks bias dan pergeseran sinar pada kaca plan paralel dengan
menggunakan kit
No. i1 r1 i2 r2
1 20º
2 30º
3 40º
4 50º
5 60º

2. Tabel 2 : Menentukan indeks bias prisma dengan menggunakan kit


No. Sudut datang i Sudut bias r Sudut deviasi D
1
2
3
4
5

3. Tabel 3 : Menentukan indeks bias dan pergeseran sinar pada kaca plan paralel dengan
menggunakan jarum
No. i (derajat) r (derajat) d (cm) AC (cm)
1.
2
3
4
5

4. Tabel 4 : Menentukan indeks bias prisma dengan jarum


No. Dm A n Ket
1.
2
3
4
5

5. Bagaimanakah arah sinar datang dan sinar bias yang meninggalkan plan paralel?
6. Bagaimanakah arah sinar datang dan sinar bias yang meninggalkan plan prisma?

30
F. Evaluasi Akhir
1. Tentukan pergeseran sinar pada kaca plan paralel dengan menggunakan persamaan(1),
bandingkan hasilnya dengan pengukuran secara langsung.
2. Tentukan indek bias kaca plan paralel dengan menggunakan persamaan (2)
3. Tentukan indeks bias dari prisma, berdasarkan pehitungan sebanyak anggota kelompok
anda (sekurang-kurangnya 5 data)
4. Bandingkan hasil yang didapat dengan indeks bias prisma itu sendiri.
5. kalau terdapat perbedaaan, jelaskan alasan anda.
6. Tuliskan kesimpulan dari seluruh percobaan.

31

Anda mungkin juga menyukai