Ujian Akhir Semester Arsitektur Tropis - Rezcky Aditya Pratama Laeto - F22116105

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 56

UJIAN AKHIR SEMESTER

ARSITEKTUR TROPIS
GENAP 2020/2021

LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI DESAIN HUNIAN TETAP (HUNTAP) ARCOM MAMBORO
BERDASARKAN KONSEP DESAIN ARSITEKTUR TROPIS

Rezcky Aditya Pratama Laeto


F 221 16 105

PRODI S1 ARSITEKTUR
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patutlah dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya oleh tuntunan dan pemeliharanNyalah seluruh kegiatan belajar
mengajar selama proses perkuliahan baik dalam jaringan (daring) maupun tatap
muka serta kegiatan survey langsung ke objek penelitian yang telah dilakukan guna
mendapatlan data secara maksimal dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
Melalui kegiatan belajar mengajar selama perkuliahan mata kuliah
Arsitektur Tropis yang telah dilakukan ini, sangat diharapkan banyak ilmu atau
pelajaran baru yang kami peroleh serta mampu untuk kami aplikasikan ke dalam
suatu objek atau project yang nantinya akan kami lalui.
Ucapan terimakasih juga patut di berikan tim dosen yang sudah bersedia
tanpa lelah mengajarkan ilmu-ilmu baru selama proses perkuliahan, kepada orang
tua tercinta juga diucapkan terima kasih yang mendalam sudah mendukung
kegiatan perkuliahan kami baik dari segi materi maupun moral, dan kepada teman-
teman yang sudah bersama mengikuti proses selama kegiatan perkuliahan
berlangsung baik dalam jaringan (daring) maupun tatap muka, serta melakukan
kegiatan survey langsung ke lapangan untuk mendapatkan data yang maksimal
yang akan di analisis lebih jauh.
Semoga survey atau penelitian yang telah dilakukan selama beberapa hari
dapat di tuangkan kedalam sebuah laopran yang baik dan maksimal, sehingga dapat
di pergunakan sebagai salah satu kajian atau dasar pertimbangan secara terus
menerus untuk mengkaji iklim lebih lanjut di kota palu.

Palu, 2 Juli 2021

Rezcky Aditya Pratama Laeto


penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara sederhana pengertian arsitektur tropis (lembab) adalah suatu


rancangan arsitektur yang mengarah pada pemecahan problematik iklim tropis
(lembab).
Sementara iklim tropis lembab sendiri dicirikan oleh beberapa faktor iklim
(climatic factors) sebagai berikut:
1. Curah hujan tinggi sekitar 2000-3000 mm/tahun (Jakarta + 2000 mm/th atau
rata-rata + 160 mm/bulan). Ada bagian di Indonesia dengan curah hujan rendah
seperti Nusa Tenggara Timur.
2
2. Radiasi matahari relatif tinggi sekitar 1500 hingga 2500 kWh/m /tahun
(Jakarta + 1800 kWh/m2/tahun).
3. Suhu udara relatif tinggi untuk kota dan kawasan panatai atau dataran rendah
o o
(Jakarta antara 23 hingga 33 C). Untuk kota dan kawasan di dataran tinggi
(Bandung, Lembang, Malang, Bukit Tinggi, dan lainnya) suhu udara cukup
o o
rendah, sekitar 18 hingga 28 C atau lebih rendah.
4. Kelembaban tinggi (Jakarta antara 60 hingga 95%)
5. Kecepatan angin relatif rendah (dalam kota Jakarta rata-rata di bawah 5 m/s)

Kondisi iklim tropis lembab tersebut di atas ternyata tidak seluruhnya dapat
mendukung keberlangsungan aktifitas manusia tropis secara nyaman. Dalam
banyak hal justru sebagian besar tuntutan kenyamanan fisik manusia tidak sesuai
dengan kondisi iklim yang ada. Dengan kelembaban yang tinggi, manusia tropis,
yang melakukan aktifitas kantor, sekolah, dan lainnya, cenderung menghindari air
hujan mengenai tubuhnya. Air hujan yang membasahi pakaian dirasakan
sebagai faktor yang membuat manusia merasa tidak nyaman, di mana kulit terasa
lengket. Sementara itu hal semacam ini tidak terlalu dirisaukan oleh mereka yang
berdiam di iklim dengan kelembaban rendah, seperti di kawasan sub-tropis.
Dengan kelembaban rendah di kawasan semacam ini, air hujan yang membasahi
tubuh dan pakaian akan segera kering dengan sendirinya, sehingga manusia
tidak perlu cemas tersiram air hujan atau salju. Di lain pihak, dengan radiasi
matahari yang cukup tinggi, ditambah suhu udara yang tinggi manusia tropis
cenderung menghindari sengatan matahari langsung karena dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan termal. Sedangkan mereka yang tinggal di
daerah dengan iklim dingin cenderung tidak mengkhawatirkan hal ini, di mana
radiasi langsung matahari justru dapat membantu menghangatkan tubuh mereka di
luar musim panas. Dengan kelembaban yang tinggi, manusia tropis cenderung
memerlukan angin yang lebih kencang agar uap air (keringat) yang berada pada
permukaan kulit cepat menguap dan memberikan efek dingin terhadap tubuh,
sehingga kenyamanan termal dapat dicapai. Untuk itulah pergerakkan angin di
sekitar dan di dalam bangunan menjadi sangat penting bagi penyelesaian
problematik arsitektur tropis terutama dalam kaitannya dengan pencapaian
kenyamanan termal bagi penghuni bangunan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mampu menganalisis kondisi termal dan visual bangunan serta


merekomendasikan desain / redesain bangunan yang telah ada agar tercipta
kenyamanan di dalam bangunan baik secara secara termal maupun visual
berdasarkan hasil pengukuran atau data yang telah di dapatkan.
2. Mahasiswa diminta mampu membuat kajian dan sketsa Denah dan potongan
bangunan setelah dilakukan upaya menciptakan kenyamanan termal dan
kenyamanan visual seperti rekomendasi berdasarkan hasil pengukuran atau
data yang telah di dapatkan.
3. Mahasiswa diminta membuat sketsa Site-plan dan Potongan site dilengkapi
penjelasan aliran angin yang tercipta dalam lingkungan, penjelasan tentang
perlindungan terhadap ketidak-nyamanan dalam lingkungan, potensi arah
datangnya angin, orientasi massa, peluang tekanan positif dan negatif,
pengaruh posisi pohon dan elemen lansekap lainnya, serta pengaruh material
lingkungan berdasarkan hasil pengukuran atau data yang telah di dapatkan.
1.3 Lingkup dan Batasan Pembahasan

Lingkup pembahasan laporan kerja praktik ini adalah hasil kerja praktik
selama proses survey berupa data statistic selama beberapa hari pengukuran yang
telah di lakukan di lokasi object penelitian.
Batasan dalam penulisan laporan hasil penelitian ini akan difokuskan pada
proses analisis berdasarkan hasil penelitian yang berupa data statistic selama di
lapangan yang kemudian merujuk pada proses perancangan desain baru yang
mampu memaksimalkan potensi yang ada agar mendapatkan kondisi kenyamanan
termal yang baik dan berkualitas.

1.4 Manfaat Kegiatan Dan Laporan

Adapun tujuan dan manfaat dari dilakukannya kerja praktek ini antara lain yaitu:
- Menerapkan ilmu perencanaan yang berbasis tropis yang telah diperoleh
mahasiswa selama masa kuliah terdahulu dalam kehidupan nyata di luar kegiatan
perkuliahan/studio;
- Melatih dan memperluas wawasan mahasiswa dalam pengembangan kreativitas
dan pemecahan permasalahan di bidang arsitektur tropis;
- Menganalisis dan memahami pengelolaan sebuah data yang berbasis pada proses
yang telah dilakukan untuk mengetahui kondisi thermal suatu bangunan;
- Melatih mahasiswa untuk menganalisis kondisi thermal suatu bangunan serta
mampu membuat suatu desain bangunan yang responsive terhadap iklim dan
lingkungan;
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Arsitektur Tropis


2.1.1 Pengertian
a) secara umum
 Arsitektur adalah sebuah karya desain dari proses penciptaan ruang dan bentuk
yang dipikirkan, direncanakan dan diciptakan dengan cara yang benar.
 Dalam arsitektur pembaharuan terjadi terus menerus yang dipengaruhi faktor
konsep-konsep ruang yang juga senantiasa berkembang.
 Arsitektur bertujuan untuk menyediakan ruang dan tempat yang nyaman bagi
penggunanya.
 Tropis adalah daerah di permukaan Bumi, yang secara geografis berada di
sekitar ekuator dan dibatasi oleh dua garis lintang 23.5°LU (Tropic of Cancer)
dan 23.5° LU (Tropic of Capricorn).

b) Pengertian secara tradisional (di masa lampau) :

Desain arsitektur yang responsif terhadap iklim tropis dimana bangunan


bekerjasama dengan lingkungan alamiah setempat.

c) Pengertian dalam konteks modern (setelah perang dunia II)

Arsitektur Tropis adalah desain arsitektur yang tidak hanya adaptif/


responsive terhadap iklim tropis setempat, melainkan meluas menjadi sebuah alat
kognitif yang mengekpresikan keunikan masyarakat dan masa dimana arsitektur itu
berada dan kapan arsitektur tersebut dibangun. Sikap/Attitude & Pikiran agar.

2.1.2 Aspek Utama Ciri Arsitektur Tropis


 Ekspresi regional sebagai tanggapan terhadap kebutuhan manusia da masanya
yang sesuai dengan persyaratan sosial dan budaya.
 Kinerja bangunan dalam menyediakan lingkungan yang nyaman dan sesuai
dengan iklim tropis setempat.
 Material dan perangkat bangunan yang sesuai dengadaerah tropis.

2.1.3 Ekspresi Regional


 Ekspresi regional merupakan hasil respon atas kebutuhan manusia dalam
hubungannya dengan iklim tropis, persyaratan sosial dan budaya dan
penggunaan material dan perangkat bangunan yang tepat.
 Faktor sosial dan budaya mencakup gaya hidup, cara ruang digunakan dan
dihuni, dan arti simbolik termasuk bentuk dan motif tradisional/religius.

2.1.4 Kinerja (Performance)


 Kinerja (Performance) berkaitan dengan persyaratan pengendalian faktor
lingkungan dalam menyediakan kesenangan/ kemudahan, dan kenyamanan
secara mental dan fisik bagi penghuni.
 Pengendalian faktor fisik meliputi radiasi matahari dan garis edar matahari (sun
path), pencahayaan dan silau,temperature dan perubahannya, prosipitasi
(hujan),kelembaban, pergerakan udara dan polusi udara.
 Pada konteks kota, faktor fisik juga mencakup kebisingan utamanya pada
daerah berkepadatan tinggi.

2.1.5 Material Dan Perangkat Bangunan


 Pertimbangan material terkait pemilihan material yang tepat yang tersedia dan
tingkat pemeliharaan yang sedikit.
 Pertimbangan mengenai perangkat bangunan (means of building) mencakup
pertimbangan mengenai badai, hujan deras dan banjir, elemen biologis, system
struktur, dan metode konstruksi.
2.2 Paradigma Arsitektur Tropis

Pola pikir yang memandang arsitektur tropis sebagai sebuah desain yang
memiliki karakter / ciri khusus yang hanya dimiliki arsitektur di daerah tropis yang
berbeda dengan arsitektur yang berada di daerah yang beriklim non tropis.

2.2.1 Line, edge and shade paradigm

(Isyu ekologis - Karakteristik arsitektur tropis yang sesuai)

2.2.2 Tradition based paradigm

(Bercermin dari bentuk arsitektur tradisional).


 Reinvigorating Tradition (evoking tradition)
 Extending Tradition
 Reinterpreting Tradition
 Reinventing Tradition

2.2.3 The new screen & Louver Kitsch paradigm, (stereotypical image dari
pengendalian iklim).

2.2.4 Critical Regionalism Paradigm

2.3 Arsitektur Tropis Dan Desain Klimatik

Indonesia merupakan negara yang terletak di 95° BT – 141°BT garis


khatulistiwa. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga
indonesia hanya memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan musim panas. Cuaca
tersebut mempengaruhi gaya hidup sehari-hari masyarakat Indonesia termasuk
dalam mendesain tempat tinggal mereka dengan penyesuaian dari waktu-kewaktu
membuat pendudukindonesia sadar bahwa penerapan arsitektur tropis lah yang
paling tepat di terapkan pada rumah mereka.
Arsitektur Tropis adalah sebuah karya Arsitektur yang mencoba untuk
memecahkan problematic iklim setempat, dalam hal ini iklim Tropis. Yang penting
dalam Arsitektur Tropis ialah apakah rancangan tersebut dapat menyelesaikan
masalah pada iklim tropis seperti hujan deras, terik matahari, suhu udara tinggi,
kelembapan tinggi dan kecepatan angina rendah, sehingga manusia yang semula
tidak nyaman berada dialam terbuka, menjadi nyaman ketika berada didalam
bangunan tropis.–
Sementara iklim tropis lembab sendiri dicirikan oleh beberapa factor iklim
sebagai berikut :
- Curah hujan tinggi sekitar 2000-3000 mm/tahun
- Radiasi matahari relatif tinggi sekitar 1500 hingga 2500 kwh/m2/tahun
- Suhu udara relatif tinggi untuk kota dan kawasan pantai atau dataran rendah.
Untuk kota dan kawasan di dataran tinggi rendah, sekitar 18o hingga 28o atau lebih
rendah.
- Kelembaban tinggi (Jakarta antara 60 hingga 95%)
- Kecepatan angina relatif rendah.


Konsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap
iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam
desainnya. Pengaruh terutama dari kondisi suhu tinggi dan kelembaban tinggi yang
sangat berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan berada dalam ruangan yang
merupakan salah satu contoh aplikasi konsep rumah tropis. Meskipun konsep
rumah tropis selalu dihubungkan dengan sebab akibat dan adaptasi bentuk
(tipologi) bangunan terhadap iklim, banyak juga interpretasi konsep ini dalam tren
yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya penggunaan material tertentu
sebagai representasi dari kekayaan alam tropis, seperti kayu, batuan ekspos, dan
material asli yang diekspos lainnya .

Kriteria Perencanaan Pada Iklim Tropis Lembab


Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam
perancangan bangunan dan lingkungan binaan, mengingat ada beberapa factor-
faktor spesifik yang hanya dijumpai secara khusus pada iklim tersebut, sehingga
teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi bangunan, citra bangunan dan nilai-
nilai estetika bangunan yang terbentuk akan sangat berbeda dengan kondisi yang
ada di wilayah lain yang berbeda kondisi iklimnya. Kondisi yang berpengaruh
dalam perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu :

1. Kenyamanan Thermal
Untuk mendapatkan kenyamanan thermal dapat dilakukan
denganmengurangi perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan
membawa panas keluar bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi
langsung matahari maupun dari permukaan dalam yang panas. Perolehan panas
dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material yang mempunyai tahan
panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan
terhambat. Permukaan yang paling besar menerima panas adalah atap. Sedangkan
bahan atap umumnya mempunyai tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih
kecil dari dinding. Untuk mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak sulit
karena akan memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat
diperbesar dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan
pemantul panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas. Cara lain untuk
memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu :

 Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.


 Melindungi dinding dengan alat peneduh. Perolehan panas dapat juga
dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari permukaan, terutama
untuk permukaan atap.
 Penggunaan warna-warna terang. Warna terang mempunyai penyerapan
radiasi matahari yang lebih kecil dibandingkan dengan warna gelap.
Penyerapan panas yang besar akan menyebabkan temperatur permukaan
naik. Sehingga akan jauh lebih besar dari temperatur udara luar. Hal ini
menyebabkan perbedaan temperatur yang besar antara kedua permukaan
bahan, yang akan menyebabkan aliran panas yang besar
2. Aliran Udara Melalui Bangunan
Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah :

 Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk


pernafasan, membawa asap dan uap air keluar ruangan, mengurangi
konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.
 Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas,
membantu mendinginkan bagian dalam bangunan.

Aliran udara terjadi karena adanya perbedaan temperature antara udara di


dalam dan di luar ruangan dan perbedaan tinggi antara lubang ventilasi. Kedua gaya
ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendapatkan jumlah aliran udara
yang dikehendaki. Jumlah aliran udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada
umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan
thermal. Untuk yang pertama sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap yang
selalu terbuka. Untuk memenuhi yang kedua, sebaiknya digunakan lubang ventilasi
yang bukaannya dapat diatur.

3. Radiasi Panas
Radiasi panas dapat terjadi oleh sinar matahari yang langsung masuk ke
dalam bangunan dan dari permukaan yang lebih panas dari sekitarnya, untuk
mencegah hal itu dapat digunakan alat-alat peneduh (Sun Shading Device).
Pancaran panas dari suatu permukaan akan memberikan ketidaknyamanan thermal
bagi penghuni, jika beda temperatur udara melebihi 40C. Hal ini sering kali terjadi
pada permukaan bawah dari langit-langit atau permukaan bawah dari atap.
4. Penerangan Alami pada Siang Hari
Cahaya alam siang hari yang terdiri dari :

 Cahaya matahari langsung.


 Cahaya matahari difus

Cahaya matahari dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pencahayaan alami


khususnya cahaya matahari langsung. Cahaya matahari langsung yang masuk harus
dibatasi karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar
matahari pada pagi hari. Sehingga yang perlu dimanfaatkan untuk penerangan
adalah cahaya langit. Untuk bangunan berlantai banyak, makin tinggi lantai
bangunan makin kuat potensi cahaya langit yang bisa dimanfaatkan. Cahaya langit
yang sampai pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 (tiga) komponen :

 Komponen langit.
 Komponen refleksi luar
 Komponen refleksi dalam
Dari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian terbesar
pada tingkat penerangan yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya tingkat penerangan pada bidang kerja tersebut adalah
:

 Luas dan posisi lubang cahaya.


 Lebar teritis
 Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya
 Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.
 Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.
Untuk bangunan berlantai banyak makin tinggi makin berkurang pula
kemungkinan adanya penghalang di muka lubang cahaya

5. Dampak Lingkungan Penerapan Arsitektur Tropis


Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim
tropis. Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa membuat
Indonesia memiliki dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau
suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi
ikim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur
bangunan gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi
penghuninya.

Dampak Jangka Pendek (sekarang)

Dampak jangka pendek atau dampak yang langsung bisa dinikmati dengan
penerapan konsep arsitektur tropis adalah :

 Terciptanya kenyamanan dalam hunian. Karena sirkulasi udara tercukupi,


membuat hawa dalam ruangan menjadi nyaman

 Penghematan Energi, karena untuk penerangan dan penghawaan


memanfaatkan sumber energi alam.

Dampak Jangka Panjang

Dampak yang akan di nikmati beberapa tahun kemudian, jika arsitektur tropis
diterapkan adalah :

 Terjaganya kelestarian alam karena konsep arsitektur tropis menyatu


dengan alam bukan merusak alam

 Akan semakin berkembangnya konsep arsitektur tropis jika banyak


peminatnya.
2.4 Prinsip Desain Arsitektur Tropis

Kenyamanan termal adalah sebuah kondisi di mana secara psikologis,


fisiologis, dan pola perilaku seseorang merasa nyaman untuk melakukan aktivitas
dengan suhu tertentu di sebuah lingkungan.Secara teori, manusia memiliki
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan termal yang dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu adaptasi pola perilaku, adaptasi fisiologis, dan adaptasi psikologis.
Adaptasi pola perilaku misalnya manusia secara refleks akan mengipas
mukanya apabila berada di ruangan yang panas dan pengap. Adaptasi fisiolois
adalah apabila tangan direndam ke dalam air es selama lima menit dan kemudian
dimasukkan ke air dengan suhu ruang, maka tangan akan merasakan air tersebut
hangat dan sebaliknya. Adaptasi psikologis adalah mengubah persepsi mengenai
tingkat temperatur yang nyaman berdasarkan ekspektasi dan pengalaman masa lalu.
Kenaikan temperatur di sebuah ruangan disebabkan oleh beberapa sumber
panas. Sumber panas pertama adalah sumber panas alam, seperti matahari dan
panas bumi. Sumber panas kedua adalah sumber panas biologis, seperti manusia
dan hewan. Sumber panas yang terakhir adalah sumber panas mekanik elektrik,
seperti mesin, lampu, dan peralatan lainnya.
Perpindahaan panas dari sumber panas ke sebuah ruangan adalah dengan
cara radiasi panas, konveksi panas, dan konduksi panas. Radiasi panas adalah
perpindahan panas yang terjadi melalui media cahaya. Konveksi panas adalah
perpindahan panas yang merambat melalui medium cairan dan gas. Konduksi panas
adalah perpindahan panas yang merambat melalui medium benda padat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal seseorang adalah
tingkat metabolisme, tingkat ventilasi pakaian yang dipakai, temperatur ruangan,
kelembaban udara ruangan, dan kecepatan aliran udara di permukaan kulit.
Organisasi yang sering melakukan penelitan kenyamanan termal, yaitu
ASHRAE/ANSI. Standardisasi kenyamanan termal yang umumnya dipakai adalah
ANSI/ASHRAE Standard 55-2010. Selain itu, standardisasi kenyamanan termal
dari organisasi lain adalah EN 15251 dan ISO 7730. Standardisasi kenyamanan
termal di Indonesia dikeluarkan oleh SNI dengan nomor 03-6572-2001.
Ada dua pendekatan metode penelitian untuk menentukan parameter
kenyamanan termal, yaitu dengan metode modeling statis dan metode modeling
adaptif.

3.4.1 Kenyamanan Termal Model Statis

Kenyaman termal model statis adalah metode modeling pencarian


parameter kenyamanan termal yang dikembangkan dengan asumsi kondisi termal
di sebuah ruangan adalah tetap. Kenyaman termal model statis ini tidak
mempedulikan kondisi dan perubahan iklim luar bangunan serta perbedaan
kemampuan dan perilaku adaptasi orang terhadap lingkungan termal. Penelitian ini
dibuat berdasarkan prinsip bahwa temperatur ideal di sebuah ruangan tidak boleh
berubah walaupun ada perubahan iklim seperti pada negara empat musim. Dalam
hal ini, manusia dianggap sebagai objek yang pasif di mana tidak dapat berinteraksi
dan beradaptasi dengan lingkungan termal.
Kenyaman termal model statis ini dikembangkan dengan mengumpulkan
data reaksi responden di sebuah ruangan dengan iklim buatan statis. Ada dua
modeling kenyaman termal statis, yaitu PMV (Predicted Mean Vote) dan PPD
(Predicted Percentage Dissatisfied).
Kedua modeling ini dikembangkan oleh PO Fanger dengan membuat
persamaan matematis statistik berdasarkan studi psikologis kenyamanan termal di
permukaan kulit. Responden diberikan pertanyaan dengan skala -3 untuk
menggambarkan sensasi dingin sekali sampai dengan +3 untuk menggambarkan
sensasi panas sekali dan nilai 0 untuk nilai yang netral atau nyaman. Nilai-nilai
tersebut kemudian diolah oleh persamaan matematis yang dikembangkan Fanger
digunakan untuk mendapatkan nilai prediktif akar rata-rata parameter kenyamanan
termal dari sekelompok responden.
Enam parameter kenyamanan termal adalah termperatur ruangan,
temperatur ruangan rata-rata, kelembaban udara relatif, kecepatan aliran udara,
tingkat metabolisme, dan jenis pakaian. Nilai rekomendasi PMV yang masuk dalam
zona kenyamanan termal adalah -0.5<PMV<+0.5 dengan batasan enam parameter
di atas.
Penelitian untuk mendapatkan nilai parameter kenyamanan termal dari
beragam kelompok responden adalah langkah penting untuk mendapatkan kondisi
termal yang nyaman. Akan tetapi, metode PMV tidak memberikan gambaran
mengenai tingkat kepuasan responden terhadap kondisi termal statis. Berdasarkan
pemikiran tersebut, Fanger kemudian mengembangkan persamaan matematis yang
dapat memberikan gambaran tingkat kepuasan responden yang diberi istilah
Predicted Percentage Dissatisfied (PPD).
3.4.2 Kenyamanan Termal Model Adaptif
Kenyamanan termal model adaptif dilandasi prinsip bahwa kondisi termal
di luar bangunan berpengaruh terhadap kondisi termal dalam bangunan dan
manusia memiliki kemampuan berinteraksi dan beradaptasi dengan beragam
kondisi termal. Kenyamanan termal model adaptif didasari oleh ekspektasi
seseorang terhadap kondisi termal lingkungan yang didasari ingatan masa lalu, pola
perilaku, kondisi termal di lingkungan tersebut. Perilaku seseorang dalam
beradaptasi dan berinteraksi terhadap lingkungan termal, seperti membuka
menutup jendela, menghidupkan pendingin atau pemanas ruangan, memakai baju
tebal atau tipis, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian ini telah dijadikan acuan dalam standarisasi ASHRAE 55-
2004 sebagai modeling adaptif kenyamanan termal. Grafik adaptif ini
menggambarkan zona kepuasan penghuni 80% dan 90% terhadap temperatur
sebuah ruangan dibandingkan temperatur luar ruangan.
Standardisasi ASHRAE-55 2010 menggunakan nilai temperatur luar
bangunan sebagai input pertanyaan terhadap responden dan tingkat kepuasan
terhadap kenyamanan termal yang didapatkan dengan mencari nilai rata-rata
aritmatis dari nilai rata-rata temperatur luar ruangan selama kurang dari tiga puluh
hari. Cara lainnya adalah dengan menghitung nilai temperatur tingkat kepuasaan
penghuni menggunakan pembobotan dengan koefisien yang berbeda, merujuk pada
input temperatur luar bangunan. Model adaptif ini sebaiknya diterapkan pada
sebuah bangunan dengan ventilasi alami yang dapat dikendalikan. Akan tetapi,
tanpa sistem pendinginan mekanis, penghuni melakukan aktivitas dengan tingkat
metabolisme 1-1.3 met dan temperatur luar bangunan mulai dari 10 °C (50 °F)
sampai dengan 33.5 °C (92.3 °F).
Sejumlah peneliti telah melakukan penelitian lapangan di beragam negara di
seluruh dunia di mana mereka menanyakan penghuni bangunan tentang
kenyamanan termal ideal yang diharapkan, sambil melakukan pengukuran
parameter lingkungan termal. Hasil analisis dari database dari 160 penelitian
menyimpulkan bahwa penghuni bangunan dengan sistem sirkulasi udara alami
lebih menerima dan terkadang menyukai perbedaan kondisi termal yang lebih besar
dibandingkan dengan penghuni bangunan dengan sistem ventilasi dan pendingin
mekanis.
Penelitian yang dilakukan oleh de Dear and Brager menyimpulkan bahwa
penghuni yang terbiasa tinggal di bangunan dengan sirkulasi udara alami jauh lebih
toleran terhadap perubahan temperatur yang besar. Hal itu disebabkan oleh
kemampuan penyesuaian diri secara psikolgi, fisiologi dan pola perilaku.
Standardisasi ASHRAE 55-2010 menyebutkan ada beberapa penyesuaian yang
dilakukan oleh penghuni sehubungan dengan perubahan temperatur ruangan,
misalnya menggunakan pakaian yang lebih panas atau sejuk, membuka jendela
untuk meningkatkan aliran udara, menurunkan tingkat metabolisme dengan
mengurangi tingkat aktivitas tubuh, atau mengubah ekspetasi secara psikologis.
Kenyamanan termal model adaptif juga dibakukan, seperti standardisasi
negara Uni Eropa EN 15251 dan Standard Internasional ISO 7730. Akan tetapi,
asumsi perilaku penghuni dan metode penurunan persamaan matematis sedikit
berbeda dengan ASHRAE 55-2004. Perbedaan yang lebih mendasar adalah standar
ASHRAE hanya berlaku pada bangunan tanpa sistem pendinginan mekanis,
sementara EN15251 dapat berlaku pada bangunan sirkulasi alami yang dilengkapi
dengan sistem pendingin mekanis.

3.4.3 Kenyamanan Termal Di Indonesia


Sebelum merancang sebuah bangunan, kami sarankan para arstitek untuk
mempertimbangkan aspek kenyamanan termal sebagai bagian dari sasaran desain
bangunan tersebut. Desainer dapat menggunakan kenyamanan termal model statis,
seperti PMV atau PPD pada bangunan yang temperatur ruangan sepenuhnya
dikendalikan sistem air condition. Sedangkan, untuk perancangan bangunan yang
temperatur ruangannya bergantung pada sirkulasi udara alami, dapat menggunakan
standardisasi kenyamanan termal model adaptif. Sampai tulisan ini dibuat, belum
ada kesepakatan mengenai standardisasi mana yang lebih tepat untuk diterapkan
pada bangunan dikendalikan oleh air condition sebagian ruangan atau pada tempo
tertentu.
Sayangnya, Indonesia belum memiliki standardisasi kenyaman termal yang
dikembangkan sesuai dengan iklim, karakter masyarakat, dan arsitektural
tradisional Indonesia. Standardisasi kenyamanan termal di Indonesia yang berlaku
saat ini adalah kenyaman termal yang dikeluarkan oleh SNI. Nilai parameter
kenyamanan termal tersebut didapat dari mengadopsi nilai dari standardisasi
internasional yang diambil tidak menyeluruh sehingga kehilangan substansinya.
Tantangan masa depan arsitek, desainer, dan konsultan HVAC di Indonesia
adalah membuat standardisasi yang lebih sesuai dengan kondisi negara Indonesia.
Idealnya Indonesia harus memiliki standardisasi kenyamanan termal yang
ditetapkan melalui penelitian lapangan yang telah disesuaikan dengan kondisi iklim
berdasarkan data meteorologi dan geofisika Indonesia, pengukuran termal
lapangan, pola perilaku, ekspektasi psikologis, respons fisiologis, dan arsitektural
tradisional Indonesia
BAB 3 METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat Dan Bahan


 Krisbow Temperatur & Humidity Data Logger atau Alat Pengukur Temperatur
berfungsi untuk mengukur suhu ruangan dengan mudah. Selain itu, Temperatur
& Humidity Data Logger atau Alat Pengukur Temperatur juga berfungsi
mengukur kelembapan udara. Bahannya ringan, mudah dibawa kemana-mana,
dan pengukurannya pun tepat.

 Light Meter adalah alat yang dipakai untuk mengukur jumlah cahaya yang
masuk. dengan membandingkan dengan ASA, aperture dan shutter speed yang
digunakan, maka Light Meter dapat menentukan cahaya yang masuk, sudah
“pas”, “under” (kurang) atau “over” (lebih).
 Pengukuran curah hujan bisa dilakukan dengan alat pengukur khusus yang
disebut pluviometer atau rain gauge.

 Fungsi anemometer adalah untuk mengukur kecepatan angin. Dengan


anemometer kita dapat memperkirakan cuaca pada hari itu dan sebagai alat
pendeteksi cuaca buruk seperti angin topan ataupun badai.
3.2 Objek Praktikum
3.3 Metode Praktikum

Melakukan pengukuran dengan alat yang telah di siapkan di setiap ruang


pada object penelitian selama beberapa hari untuk mendapatkan data yang dapat di
jadikan sebagai acuan analisis untuk mengetahui jenis iklim pada lokasi penelitian
serta mampu menerapkan desain bangunan yang responsive terhadap iklim, adapun
beberapa aspek yang di analisis :
- Kelembapan
- Intensitas cahaya
- Curah hujan
- Kecepatan angin

3.4 Metode Analisis Data

Menganalisis semua data yang telah di dapatkan serta mangaitkan semua


data mulai dari analisis perjam hingga perhari pada beberapa konteks yang telah di
ukur selam di lapangan agar mendapatkan hasil analisis yang berkesinambungan
antara satu data pengukuran dengan data pengkuran lainnya, serta mampu
mengklasifikasi jenis ikim sekitar object penelitian.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Tapak

Lokasi tapak merupakan sebuah hunian tetap yang berlokasi di dataran


rendah kota palu yang di beri nama Hunian Tetap Arkom.
Negara : Indonesia
Provinsi : Sulawesi tengah
Nama kota : Palu
Kelurahan : Mamboro
Kecamatan : Palu Utara
Kode pos : 94148
Letak Astronomis : (-0.7984489931924184, 119.87755925214525)
Jarak dari bibir pantai : 230 meter (barat)
4.2 Analisis Karakteristik Iklim Luar Bangunan

Gambar 1. Hasil Pengukuran Temperatur (°C) dan Kelembaban Luar (%) di Huntap Mamboro ARKOM

Gambar 2. Hasil Pengukuran Intensitas Cahaya Outdoor (lux) di Huntap Mamboro ARKOM
Gambar 3. Hasil Pengukuran Curah Hujan (mm) di Huntap Mamboro ARKOM

Gambar 4. Hasil Pengukuran Kecepatan (m/s)dan Arah Angin (ø) di Huntap Mamboro ARKOM
Gambar 5. Distribusi Frekuensi Kecepatan (%) di Huntap Mamboro ARKOM

4.3 Analisis Kondisi Termal Bangunan

4.3.1 Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Indoor

a) Hari pertama 10/06

Pada pengukuran hari pertama tingkat kelembapan mencapai angka 85% dan
bergerak ke angka 50%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
23 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 34.8 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu naik
ssehingga membuat suhu bangunan menjadi panas
b) Hari Ke dua 11/06

Pada pengukuran hari Ke dua tingkat kelembapan mencapai angka 83% dan
bergerak ke angka 52%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
25 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 35.5, derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu naik
ssehingga membuat suhu bangunan menjadi panas.

c) Hari Ke tiga 12/06

Pada pengukuran hari Ke tiga tingkat kelembapan mencapai angka 85% dan
bergerak ke angka 65%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
25.8 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 33 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu naik
ssehingga membuat suhu bangunan menjadi panas.
d) Hari Ke empat 13/06

Pada pengukuran hari Ke empat tingkat kelembapan mencapai angka 87%


dan bergerak ke angka 79%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran
angka 24.5 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 28.5
derajat celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu
ruangan menjadi naik namun masih kondisi yang nyaman.

e) Hari Ke Lima 14/06

Pada pengukuran Ke Lima tingkat kelembapan mencapai angka 90% dan


bergerak ke angka 58%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
23 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 34.5 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu naik
ssehingga membuat suhu bangunan menjadi panas
f) Hari Ke Enam 15/06

Pada pengukuran Ke Enam tingkat kelembapan mencapai angka 88% dan


bergerak ke angka 73%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
25.5 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 30 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu
ruangan menjadi naik namun masih kondisi yang nyaman.
g) Hari Ke Tujuh 16/06

Pada pengukuran Ke Tujuh tingkat kelembapan mencapai angka 88% dan


bergerak ke angka 50%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
23.8 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 32.3 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu
ruangan menjadi naik namun masih kondisi yang nyaman.

h) Hari Ke Delapan 17/06

Pada pengukuran Ke delapan tingkat kelembapan mencapai angka 88% dan


bergerak ke angka 62%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka
24 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 33 derajat
celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu
ruangan menjadi naik namun masih kondisi yang nyaman.
i) Hari Ke Sembilan 18/06

Pada pengukuran Ke sembilan tingkat kelembapan mencapai angka 88%


dan bergerak ke angka 74%, sedangkan temperature awalnya berada dikisaran
angka 25 derajat celcius kemduian bergerak naik hingga mendacapai angka 31
derajat celcius, dengan berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama
pengukuran cuaca dalam bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu
ruangan menjadi naik namun masih kondisi yang nyaman.

j) Hari Ke Sepuluh

Pada pengukuran Ke sepuluh tingkat kelembapan mencapai angka 64%


sedangkan temperature awalnya berada dikisaran angka 26 derajat celcius, dengan
berlandaskan angka ini dapat dikatakan pada hari pertama pengukuran cuaca dalam
bangunan mula-mula cukup dingin kemudian suhu ruangan menjadi naik namun
masih kondisi yang nyaman.

Gambar 6. Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Indoor


4.4 Kecepatan Angin
4.4.1 11/06/2021

Pada pengukuran pertama kecepatan angin dapat di lihat berdasarkan data yang
ada angka tertinggi pada luar ruangan berkisar di angka 3.25 m/s pada jam 14.37
atau mulai memasuki waktu soree haru dan yang paling terendah berkisar di angka
0.40 m/s pada jam 18.00 atau sudah memasuki waktu malam hari.
Berdasarkan data juga terlihat kecepatan angin tertinggi terdapat di antara jam
14.37 hingga 14.47, dan pada sore hari kecepatan angin sudah mulai menurun
hingga malam hari. Sedangkan pada ruang dalam kecepatan angin tertinggi hanya
terdapat pada jam 18.00 dan terendah pada jam 17.38, selang waktu tersebutlah
rentan waktu kecepatan angina yang dapat di rasakan dalam ruangan bangunan.atau
hanya berkisar sekitar 20 menit.
4.4.2 12/06/2021
Pada pengukuran ke dua kecepatan angin bervariasi per tiap jamnya apa ruang
luar, kecepatan angin pada hari ini juga terdapat di pagi hari dimana terdapat pada
jam 9.50 kemudian turun dan naik lagi mulai 1.20 m/s pada jam 10.05 dan naik
pada jam 10.08 hingga mencapai 1.43 m/s dan terjadi variasi kecepatan per tiap
menitnya, kemudiann kecepatan mulai konstan pada jam 16.57 yang berkisar di
angka 1.44 m/s hingga1.08 m/s dan bertahan hingga jam 17.16.
Pada ruang dalam kecepatan angina terdapat pada jam 13.58 yang berkisar di
angka 1 m/s dan kecepatannya mulai bervariasi naik turun hingga berkahir pada
waktu 14.18 dengan kecepatan tertinggi 1.18 m/s

4.4.3 13/06/2021

Pada pengukuran ke tiga dapat terlihat dalam data bahwa dalam ruangan tidak
terdapat kecepatan angina, melihat data tersebut dapat di analisis bahwa pada saat
pengukuran tersebut kondisi cuaca sedang hujan sehingga angin tidak dapat
menembus ruangan.
Sedangkan di luar ruangan kecepatan angina terdapat pada jam 15.30 atau sore
hari kemudian terdapat lagi pada jam 17.26 dengan kecepatan 0.34 m/s atau sangat
dan konstan hingga jam 17.43 mulai dari kecepatan 0.15 m/s hingga 0.25 m/s.

4.4.4 14/06/2021

Kecepatan angina pada pengukuran berdasarkan data yang ada, terlihat pada luar
ruangan kecepatan angina sudah terdapat pada jam 9.00 pagi dengan kecepatan
mencapai 1.20 m/s kemudian intens terasa pada jam 14.56 yang mencapai angka
1.90 m/s yang mulai bervatiasi hingga jam16.54 mulai dari 0.50 m/s hingga
tertinggi mencapai angka 2.20 m/s pada jam 15.00.
Kemudian pada ruang dalam kecepatan angina terasa pada jam 14.56 yang
mencapai kecepatan 1.1 m/s dan muai bervariasi dari yang paling terendah pada
jam 16.34 dengan kecepatan 0.10 m/s dan tertinggi pada jam 15.15 dengan
kecepatan mencapai 1.50 m/s.
4.4.5 15/06/2021

Kecepatan angin pada pengukuran berdasarkan data yang ada, terlihat pada
ruang dalam bangunan tidak terdapat kecepatan angina, sehingga berdasarkan data
yang ada dapat di katakana bahwa pada wakut pengkuran sementara terjadi hujan
sehingga kecepatan angina tidaka dapat menembus dalam ruangan, sedangkan di
luar ruangan kecepatan angin hanya terdapat pada jam 15.30 pada angka 0.75 m/s
dan mulai bervariasi hingga berakhir pada jam 15.47 dengan kecepatan angina
mencapai 0.21 m/s. dengan kata lain bahwa pengkuran berdasarkan data yang ada
kecepatan atau intensitas angina tidak begitu terasa pada proses pengukuran.
4.5 Analisis Kondisi Visual Bangunan

4.5.1 10/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 2200 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk cukup berlebihan sehingga dapat
menimbulkan naiknya suhu ruangan

Gambar 7. Intensitas Cahaya Indoor Sampel 2 Selama 7 hari Pengukuran


4.5.2 11/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 3300 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk cukup berlebihan sehingga dapat
menimbulkan naiknya suhu ruangan

4.5.3 12/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 400 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk bersifat cukup dan nyaman untuk
menerangi ruangan dalam.
4.5.4 13/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 200 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk masih kurang, dan melihat data
kelembapan pada hari yang sama dapat di simpulkan bahwa kondisi cuaca pada saat
pengukuran sedang terjadi hujan sehingga intensitas cahaya yang masuh tidak
begitu banyak.

4.5.5 14/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 2200 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk cukup berlebihan sehingga dapat
menimbulkan naiknya suhu ruangan dan membuat ketidaknyamanan bagi
pengguna atau penghuni ruangan.
4.5.6 15/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 300 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk masih kurang, dan melihat data
kelembapan pada hari yang sama dapat di simpulkan bahwa kondisi cuaca pada saat
pengukuran sedang terjadi hujan sehingga intensitas cahaya yang masuh tidak
begitu banyak.

.
4.5.7 16/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 200 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk masih kurang, dan melihat data
kelembapan pada hari yang sama dapat di simpulkan bahwa kondisi cuaca pada saat
pengukuran sedang terjadi hujan sehingga intensitas cahaya yang masuh tidak
begitu banyak.
4.5.8 17/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 1100 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk cukup untuk menerangi ruangan dan
masih dalam batas wajar, dan melihat data kelembapan pada hari yang sama dapat
di simpulkan bahwa kondisi cuaca pada saat pengukuran sedang terjadi hujan
namun intensitas cahaya masih dapat masuk ke dalam ruangan.
4.5.8 17/06
Berdasarkan data yang ada dapat di lihat pada pengukuran intensitas cahaya
dalam ruangan terdapat angka 0 lux – 500 lux, berdasarkan data yang ada dapat di
analisis bahwa intensitas cahaya yang masuk cukup untuk menerangi ruangan dan
masih dalam batas wajar, dan melihat data kelembapan pada hari yang sama dapat
di simpulkan bahwa kondisi cuaca pada saat pengukuran sedang terjadi hujan atau
berawan namun intensitas cahaya masih dapat masuk ke dalam ruangan.

4.6 Kondisi Pencahayaan Kolong Lantai (Lantai 1) di Siang Hari


Pada pengukuran outdoor di beberapa titik terlihat berdasarkan data yang
ada terlihat angka intensitas mulai dari 6000 lux hingga tertinggi mencapai 10000
lux, intensitas cahaya cukup bervariasi pada kolong bangunan berdasarkan data
yang ada mulai dari 100 lux hingga mecapai angka tertinggi berkisar di antara7000
hingga 8000 lux.
Intensitas cahaya yang di dapat dapat di pengaruhi oleh beberapa factor
diantaranya adalah factor cuaca, ketinggian bangunan kolong bangunan, serta factor
orientasi bangunan terhadap arah matahari. Sehingga pengukuran pada bangunan
mendapatkan hasil angka lux yang berbeda di tiap titiknya.

Kondisi Pencahayaan Kolong Lantai (Lantai 1) di Siang Hari

12000

10000
Intensitas Cahaya (Lux)

8000

6000

4000

2000

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Cahaya Indoor (Lux) Cahaya Oudoor (Lux)

Gambar 8. Intensitas Cahaya Indoor dan Outdoor Sampel 2 Kolong Lantai (Siang Hari), Pengukuran
Manual Berdasarkan Grid

4.7 Kondisi Pencahayaan Lantai 2 Di Siang Hari


Pada ruang dalam bangunan pengukuran di bagi ke dalam beberapa titik
pengukuran, yaitu :
4.7.1 Teras
Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 3000 lux hingga tertinggi mencapai 4700 lux, melihat
data ini dapat di analisis bahwa orientasi teras secara maksimal mendapat cahaya
matahari langsung.

Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar

Gambar 9. Intensitas Cahaya Indoor dan Outdoor Sampel 2 Lantai 2 (Siang Hari), Pengukuran Manual
Berdasarkan Grid
Desain teras yang ada
dengan bentuk atap
pelana dan overstek
yang tidak jauh
membuat intensitas
cahaya mataharu dapat
masuk secara maksimal.

4.7.2 Ruang Tamu


Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 250 lux hingga tertinggi mencapai 1000 lux, melihat
data ini dapat di analisis bahwa ruang ini mendapat intensitas cahaya yang cukup
untuk menerangi di siang hari, namun dalam kondisi tertentu dengan tidak di
wadahi bukaan yang baik, maka suhu ruangan dapat meningkat dan menyebabkan
ketidaknyamanan pada ruangan.
Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar

Gambar 10. Intensitas Cahaya Indoor dan Outdoor Sampel 2 Lantai 2 (Siang Hari), Pengukuran Manual
Berdasarkan Grid
Beberapa bukaan kecil
pada area bangunan di
tambah dengan material
yang dapat
memantulkan cahaya,
membuat ruangan
mendapat intensitas
cahaya yang tinggi
namun jika tidak
terkendali maka suhu
ruangan akan
meningkat.

4.7.3 Ruang Keluarga


Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 250 lux melihat data ini dapat di analisis bahwa ruang
ini mendapat intensitas cahaya yang cukup untuk menerangi di siang hari, namun
dalam kondisi tertentu dengan tidak di wadahi bukaan yang baik, maka suhu
ruangan dapat meningkat dan menyebabkan ketidaknyamanan pada ruangan.

Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar


Adanya bukaan pada
area teras dapat menjadi
sumber utama
pencahayaan alami yang
langsung masuk ke
ruang keluarga.

Sedangkan di area
dalam bangunan
terdapat celah pada area
atas bangunan yang
menjadi sumber cahaya
untuk masuk kemudian
terdapat juga area
bukaan seperti jendela
pada area dalam
bangunan yang menjadi
sumber tambahan untuk
mendapat intensitas
cahaya alami.

Meskipun demikian
inetnsitas cahaya yang
masuk masih belum
optimal ke dalam
bangunan.

4.7.4 Ruang Makan


Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 100 lux hingga 200 lux melihat data ini dapat di analisis
bahwa ruang ini mendapat intensitas cahaya yang cukup untuk menerangi di siang
hari, meskipun demikian intensitas cahaya pada ruang makan masih tergolong
belum maksimal, hal ini terjadi jika pada saat posisi mendung.
Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar

Bukaan yang ada pada


bangunan hanya dapat
di maksimalkan ketika
cuaca sedang terik,
namun ketika cuaca
sedang mendung sinar
matahari tidak akan
mampu menembus
banyak ke dalam
bangunan di sebabkan
kecilnya celah serta
orientasi bangunan yang
tidak maksimal
terhadapat orientasi
matahari.

4.7.5 Dapur
Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 100 lux hingga 300 lux melihat data ini dapat di analisis
bahwa ruang ini mendapat intensitas cahaya yang cukup untuk menerangi di siang
hari, meskipun demikian intensitas cahaya pada ruang ini masih tergolong belum
maksimal, di sebabkan kondisi ruang yang bersifat fleksible dengan ruang lainnya
sehingga pembagian cahaya memungkinkan untuk tidak merata ke seluruh bagian
ruangan.
Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar

4.7.6 Kamar
Intensitas cahaya pada teras tergolong cukup tinggi dengan melihat data
yang ada berkisar di angka 200 lux hingga 300 lux melihat data ini dapat di analisis
bahwa ruang ini mendapat intensitas cahaya yang cukup untuk menerangi di siang
hari.

Kondisi Pencahayaan Lantai 2 di Siang Hari

5000
4500
4000
3500
Intensitas Cahaya (Lux)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 5 10 15 20 25

Cahaya Teras Cahaya R. Tamu Cahaya R. Keluarga

Cahaya R. Makan Cahaya Dapur Cahaya Kamar


Adanya bukaan pada
sisi timur area kamar
dapat memaksimalkan
intensitas cahaya yang
masuk pada ruangan
4.8 Rekomendasi Desain
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah di dapatkan selama penelitian dapat di


simpulkan bebrapa hal di antaranya.
- Tingkat kelembapan di lokasi penelitian berkisar di angka 50% sampai 90%,
sehingga dapat di katakan bahwa lokasi dan sekita tapak merupakan area
tropis.
- Tingkat temperature di lokasi penelitian berkisar di angkat 23 derajat celcius
sampai 35.5 derajat celcius, dengan data demikian data di katakan suhu di
sekitar tapak masih dalam batas normal dan nyaman.
- Tingkat intensitas kecepatan angin di sekitar tapak mencapai angka tertinggi
2.50 m/s yang terjadi pada waktu sore hari, sehingga dapat di katakan bahwa
kecepatan arah angin pada tapak sering atau lebih di dominasi ketika waktu
sore hari.
- Intensitas cahaya pada outdoor sekitar lokasi tapak juga menunjukan angka
yang cukup tinggi untuk ukuran sebuh intensitas cahaya sehingga dapat di
simpulkan pada sianh hari kondisi cuaca cukup panas namun di imbangi
dengan tingkat kelembapan yang tinggi

5.2 Saran
- Pentingnya memahami kondisi iklim sebelum melakukan sebuah
perancangan agar mendapatkan data yang lebih akurat sehingga dapat
menyesuaikan dengan desain yang akan di bangun
- Pentingnya memahami serta mengkaji jenis material yang akan di gunakan
dalam sebuah bangunan

- Perlu mengkaji lebih jauh tentang aktifitas serta orientasi bangunan terhadap
iklim agar dapat menyesuaikan kondisi termal dalam bangunan sehingga
standar kenyamanan mampu di terapkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/305187085_ARSITEKTUR_TROPIS_
DAN_BANGUNAN_HEMAT_ENERGI

https://www.google.com/search?q=alat+pengukur+kecepatan+angin&safe=strict
&hl=en&sxsrf=ALeKk00_ssPdzi3ZqzklJhZd2jiS8yKMNQ:1625261050068&sou
rce=lnms&sa=X&ved=0ahUKEwicyLmcqcXxAhUGlEsFHaf3CooQ_AUIuAIoA
A&biw=1366&bih=635

https://www.s-gala.com/blog-post/lumen-lux

https://altaintegra.com/id/publikasi/artikel/aspek-kenyamanan-termal-pada-
arsitektural-indonesia/

https://www.google.com/maps/dir//Mamboro,+North+Palu,+Palu+City,+Central+
Sulawesi/@-
0.7985355,119.8764955,530m/data=!3m1!1e3!4m8!4m7!1m0!1m5!1m1!1s0x2d8
be9f1dd08c9f3:0xd22639a8282b47e2!2m2!1d119.8930904!2d-0.7934601

http://arsitektur-indonesia.com/arsitektur/perancangan-arsitektur-daerah-tropis/

Anda mungkin juga menyukai