Oleh :
1. Ikra Setia Bagus Laksana
2. Nurul Fitriyani
3. Nurlita Zulfahtur Rohmah
4. Muhammad Ulinnuha
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami mendapatkan kemudahan dan kekuatan untuk
menyelesaikan makalah ini.Makalah yang berjudul “Kewajiban Belajar - Mengajar” disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih.
Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan alam, Nabi besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai figur teladan dalam dunia pendidikan yang patut
diteladani dan seorang suri tauladan yang mulia beserta keluarga, sahabat, serta umatnya
yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Kami
menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Untuk itu
kami mengharap saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,
logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf
yang
lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang
merupakan pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan materi yang baik dalam
lingkup
sekolah, akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki
budi pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta didik dalam
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern
sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian
fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan dasar ilmu
dan
hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan menjadi masalah
sebagai berikut :
C. Tujuan
Pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali peserta didik agar
dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan
menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli melaksanakan dan
mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.2
1
Ishak Abdulhak, Fiqih Ibadah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010),
2
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tentang Standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan agama islam dan bahasa arab Madrasah Ibtidaiyah
tahun 2008
3
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................9
B. Saran ............................................................................................................9
PEMBAHASAN
A. PERNIKAHAN
5
1) Memenuhi kebutuhan dasar manusia Pernikahan bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional,
biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain sebagainya. Dalilnya adalah hadis
yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasululllah SAW bersabda:
"Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya,
kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya,
maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim).
2) Mendapatkan ketenangan hidup. Dengan menikah, suami atau istri dapat saling
melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi
dukungan, baik itu dukungan moriel atau materiel, penghargaan, serta kasih
sayang yang akan memberikan ketenangan hidup bagi kedua pasangan.
3) Menjaga akhlak. Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa
zina, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Wahai para pemuda!
Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah,
karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
[kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa,
karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).
4) Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT Perbuatan yang sebelumnya haram
sebelum menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami
atau istri. Sebagai misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah
dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat
sebagai pahala di sisi Allah SWT. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad
SAW sebagai berikut: “ ... 'Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian
termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan
bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW menjawab,
'Bagaimana menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan selain
istrinya, bukankah mereka berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau
bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya [di tempat
yang halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R. Muslim).
5) Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah Salah satu amal yang tak habis
pahalanya kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang
saleh atau salihah. Dengan berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi
muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, yang merupakan
tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan. "Allah telah
menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu
dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan
mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl[16]: 72).
B. KHITBAH
Pengertian khitbah Khitbah adalah prosesi lamaran di mana pihak keluarga calon
mempelai laki-laki mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan. Dalam
pertemuan tersebut, pihak mempelai laki-laki akan mengutarakan permintaannya untuk
mengajak sang mempelai perempuan berumah tangga.
Permintaan atau pernyataan tersebut bisa disampaikan langsung oleh sang mempelai
laki-laki, tapi juga bisa dengan perantara pihak lain yang dipercayai sesuai dengan
ketentuan agama. Khitbah sendiri harus dijawab “Ya” atau “Tidak”. Jika sang
mempelai perempuan mengiyakan, maka dirinya disebut sebagai makhthubah, atau
perempuan yang telah resmi dilamar. Dengan demikian, dia tidak diperkenankan untuk
menerima lamaran dari laki-laki lain.
Mengetahui dan melihat calon mempelai. Meski ini bukanlah kewajiban, tapi
disarankan dilakukan agar tidak terjadi fitnah atau masalah di kemudian hari.
Sang calon tidak dalam proses khitbah dengan laki-laki lain. Hal ini didasarkan pada
sabda Rasulullah SAW, "Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang telah
dipinang saudaranya." (HR. Ibnu Majah).
7
Perempuan boleh menerima atau menolak orang yang melamarnya. Saat melamar,
sebaiknya sang perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya lebih dulu agar tidak
terjadi pemaksaan dalam proses khitbah.
Tidak melamar perempuan yang sedang masa iddah. Perempuan yang ditinggal mati
atau diceraikan suaminya memiliki waktu jeda sebelum boleh menikah lagi. Jika masa
iddah-nya belum selesai, maka laki-laki dilarang melamarnya secara terus terang.
Memilih pasangan sesuai yang diajarkan Rasulullah. Baik laki-laki maupun
perempuan hendaknya memilih pasangan yang dilihat dari agamanya, kecantikan atau
ketampanannya, keturunannya, dan hartanya.
Sebelum mengajukan lamaran kepada calon pasangan, sebaiknya ketahui dulu tata
cara khitbah yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Apa sajakah itu?
1. Memohon petunjuk dari Allah
Sebelum mengajukan khitbah, hendaknya mantapkanlah hati terlebih dahulu
dengan meminta petunjuk dari Allah melalui salat istikharah.
2. Membaca doa dan salawat Nabi
Berdasarkan catatan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar, disunahkan
melamar untuk membaca hamdalah, menyebut pujian pada Allah, dan shalawat
untuk Rasulullah SAW. Setelah itu, bacalah “Asyhadu an la ilaha illallah
wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluh.
9
7. Penutupan acara khitbah
Setelah pembicaraan intinya selesai, maka selanjutnya adalah penutupan acara
lamaran. Acara ditutup dengan pembacaan doa supaya rencana pernikahan dapat
berjalan dengan lancar.
Itulah pengertian khitbah dan tata caranya. Semoga artikel ini membantumu untuk
memberikan gambaran tentang proses khitbah, ya!
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan Islam perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir
batin yang kukuh antara dua insan manusia laki-laki dan perempuan. Yaitu
ikatan yang sangat kuat atau mitsaaqon gholiidan.
B. Saran-saran
1. Bagi tokoh Agama hendaknya dalam berda'wah tidak hanya
menyampaikan masalah-masalah ubudiyah, fiqhiyah akan tetapi
membahas masalah keluarga, bagaimana membina rumah tangga menjadi
sebuah rumah tangga yang sakinah.
2. Perlunya sosialisasi dari pihak terkait khususnya Departemen Agama
dalam mensosialisasikan kursus calon pengantin (suscatin) dikarenakan
masih banyaknya masyarakat yang belum mengikuti kursus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://tirto.id/pernikahan-dalam-islam-pengertian-hukum-dan-tujuannya-gaWS
http://instagram.com/imagenic
11