Psikologi olahraga
DISUSUN OLEH :
2021
Kata Pengantar
Alhamdulilah, segala puja dan puji serta rasa syukur yang sedalam-dalamnya
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan miniriset ini.Miniriset yang mengenai:
“psikologi siswa penjaskes” ini disusun dalam rangka tugas mata kuliah psikologi
olagraga .Penulis menyampaikan dan mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis, mahasiswa dan para pembaca semuanya. Namun
makalah ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
selanjutnya.
BAB 1
PENDAHULUAN
a) Latar belakang masalah
Konsentrasi seolah-olah merupakan istilah yang tidak asing bagi banyak
orang namun pada kenyataannya tidak terlalu mudah untuk dicarikan batasannya.
Niedeffer (1993) mengemukakan bahwa demikian banyak orang membahas
tentang konsentrasi tetapu tidak terlalu banyak yang dapat mendefinisikannya
secara tepat. Para pelatih pada umumnya beranggapan bahwa kemenangan atlet
merupakan indicator konsentrasi; artinya jika ia memenangkan oertandingan, ia
berkonsentrasi dengan baik selama pertandingan. Sebaliknya, jika ia gagal
memenangkan pertandingan, konsentrasi yang dilakukan tidak efektif Schmid dan
Paper (1993) mengemukakakn bahwa konsentrasi merupakan hal yang amat
penting bagi seorang atlet dalam menampilkan kinerja olahraganya.
2
kejadian di masa lalu. Dalam hal ini perhatian atlet sangat dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalunya, terutama pengalaman buruk, misalnya kalah dalam
bertanding atau mengalami cedera. Akibatnya ketika ia tengah bertanding ia
mendadak takut kalah atau takut cedera. Selanjutnya perilakunya dipengaruhi pleh
rasa takut yang menimbulkan tindakan ragu-ragu untuk mengambil
keputusan.Terpaku pada kejadian yang akan dating. Sebagai contoh misalnya atlet
terlalu memikirkan akibat social jika ia menderita kalah. Ia menjadi takut gagal.
Akibatnya usahanya terarah pada usaha mengatasi ketakutan gagal, bukan
menenangkan pertandingan,Terpaku pada bermacam-macam isyarat secara
simultan. Dalam keadaan ini pikiran dan perasaan atlet mengalami kejenuhan
karena memperoleh bermacam-macam stumulasi secara serentak, dan ia tidak
dapat menanggulanginya dengan memilah stimulasi yang penting dan tidak
penting. Semua isyarat tercampur aduk secara tidak terorganisir di dalam
benaknya, dan sulit baginya untuk menentukan kearah mana seharusnya ia
memusatkan perhatiannya.Terlalu khawatir dengan masalah teknis. Dalam hal ini
misalnya atlet terlalu memikirkan bagaimana gaya pukulan yang baik seharusnya
dilakukan; jadi proses otomatisasi gerak atas hasil belajar mengalami hambatan.
1. Tujuan
2. Manfaat
Manfat penelitian miniriset ini adalah agar atlet dapat mengatur konsentrasi pada
saat melakukan pertandingan,karena konsentrasi sangat berpengaruh terhadap
psikologis seorang atlet dapat mengakibatkan fatal apabila tidak dapat
dikendalikan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Seorang pemain sepak bola gagal memasukkan bola dari titik penalty
karena pada saat menendang ia kehilangan konsentrasi. Padahal jika
tendangannya membuahkan gol, regunya akan memenangkan pertandingan.
Kegagalan penalti membuat pertandingan harus diperpanjang, dan akhirnya
regunya mengalami kekalahan.
4
Hal-Hal Yang Menggangu Konsentrasi
Terpaku pada kejadian di masa lalu. Dalam hal ini perhatian atlet sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, terutama pengalaman buruk,
misalnya kalah dalam bertanding atau mengalami cedera. Akibatnya ketika
ia tengah bertanding ia mendadak takut kalah atau takut cedera.
Selanjutnya perilakunya dipengaruhi pleh rasa takut yang menimbulkan
tindakan ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Terpaku pada kejadian yang akan dating. Sebagai contoh misalnya atlet
terlalu memikirkan akibat social jika ia menderita kalah. Ia menjadi takut
gagal. Akibatnya usahanya terarah pada usaha mengatasi ketakutan gagal,
bukan menenangkan pertandingan,
Terpaku pada bermacam-macam isyarat secara simultan. Dalam keadaan
ini pikiran dan perasaan atlet mengalami kejenuhan karena memperoleh
bermacam-macam stumulasi secara serentak, dan ia tidak dapat
menanggulanginya dengan memilah stimulasi yang penting dan tidak
penting. Semua isyarat tercampur aduk secara tidak terorganisir di dalam
benaknya, dan sulit baginya untuk menentukan kearah mana seharusnya ia
memusatkan perhatiannya.
Terlalu khawatir dengan masalah teknis. Dalam hal ini misalnya atlet
terlalu memikirkan bagaimana gaya pukulan yang baik seharusnya
dilakukan; jadi proses otomatisasi gerak atas hasil belajar mengalami
hambatan.
5
latihan harus diarahkan agar atlet sekurang-kurangnya dapat mengarahkan
perhatiannya pada 4 dimensi tertentu.
2. Mampu mengalihkan serta memindahkan perhatian dari satu obyek isyarat ke
obyek ke obyek isyarat lain dalam waktu singkat. Pada kenyataannya di
lapangan ke 4 wilayah dimensi perhatian tersebut harus diperhatikan atlet
secara bergantian, adakalanya atlet harus memperhatikan lebih dari satu
wilayah. Untuk itu, program latihan harus diarahkan pada kondisi di mana
atlet mampu mengubah serta mengalihkan perhatiannya dari suatu saat
tertentu ke saat lainnya, dari wilayah tertentu ke wilayah lainnya, dalam
waktu yang relative singkat sesuai dengan kebutuhan. Misalnya seorang
pegolf harus mampu memusatkan perhatian pada situasi lapangan,
kemiringan tanah, tekanan angin, arah lintasan bola, denyut nadi, koordinasi
motorik dan lain-lain dalam waktu yang hampir bersamaan.
3. Mengoptimalkan kondisi atlet. Program latihan harus diarahkan untuk
mengoptimalkan kondisi atlet. Dengan keberadaan atlet pada kondisi
optimum, ia akan lebih tangguh menghadapi berbagai tantangan dan
konsentrasinya tidak akan mudah terganggu.
4. Mengoptimalkan kecenderungan spesifik atlet. Setiap atlet memiliki
kecenderungan tertentu. Program latihan harus diarahkan untuk
meningkatkan kecenderungan atlet yang bersifat positif dan meredam
kecenderungan negatifnya. Misalnya, jika atlet cenderung memiliki
kecemasan bawaan, hal ini harus diatasi secepatnya. Sebaliknya, optimalisme
atlet perlu lebih ditingkatkan
5. Meningkatkan kemampuan spesifik atlet. Setiap atlet memiliki kemampuan
spesifik tertentu yang berbeda dari kemampuan atlet lainnya. Program latihan
harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan spesifik atlet ini; dengan
demikian atlet yang akan memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi dan ia
akan lebih mudah memusatkan konsentrasinya pada upaya menunjukkan
keterampilannya. Hal ini akan membawa dampak yang jauh lebih baik
daripada sekedar membiarkannya merasa kurang memiliki kemampuan
tertentu.
6
6. Mencegah keraguan. Dengan memberikan berbagai pelatihan keterampilan
secara terprogram, atlet akan lebih memiliki percaya diri dan ia akan mebih
mampu mengatasi perasaan ragu-ragunya dalam membuat keputusan. Jika
keyakinan atlet lebih besar, kemampuannya untuk mempertahankan
konsentrasi akan lebih baik pula.
7. Mengubah gugahan fisiologis untuk memperbaiki konsentrasi. Jika missal
suatu saat atlet terganggu konsentrasinya karena cedera, program latihan
dapat diarahkan pada upaya memperbaiki kondisi fisiologis atlet sehingga
konsentrasinya akan menjadi lebih baik. Misalnya melalui latihan meditasi
atlet akan lebih mampu meredam rasa sakitnya, sehingga sensitivitas rasa
sakit dihambat; akibatnya atlet akan lebih mudah memusatkan konsentrasinya
pada tugas. mampu meredam rasa sakitnya, sehingga sensitivitas rasa sakit
dihambat; akibatnya atlet akan lebih mudah memusatkan konsentrasinya pada
tugas
8. Mengubah arah konsentrasi untuk mengubah gugahan fisiologis. Teknik
hipnosis dengan menggunakan isyarat pengganggu (disctracting cue)
merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menyususn program
dengan dasar pertimbangan butir 8 ini. Hal ini serupa dengan cara seorang
dokter memberikan suntikan pada seorang anak sambil mengajaknya bicara
dan memperlihatkan gambar sehingga konsentrasi anak terfokus pada cerita
dan gambar, dan rasa sakit akibat suntikan dapat diabaikan. Seorang pemain
sepak bola yang cedera akibat terkena tackling keras dapat tetap
berkonsentrasi untuk membuat gol jika perhatiannya diarahkan pada
kemampuannya untuk mencetak gol, karena perilakunya lebih terfokus pada
upaya menampil kan keterampilan daripada merasakan sakit.
7
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
8
Daftar pustaka